INDONESIA SEBAGAI NEGARA PENGAHASIL BAHAN MENTAH DAN UPAYA NILAI TAMBAH
Nama : Muhamad Zaldi Nova F. NPM : 270110130135 Fakultas/Kelas : Teknik Geologi / C
UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014
1
Indonesia Sebagai Negara Penghasil Bahan Mentah Sumber daya alam tak terbaharui adalah salah satu kekuatan indonesia untuk membangun perekonomian, sebutlah batu bara, minyak bumi, dan produksi mineral. Di antara sumberdaya mineral tesebut, beberapa di antaranya memiliki jumlah cadangan yang cukup signifikan, meskipun tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan cadangan di seluruh dunia. Nikel sebanyak 15 persen, Timah 8 persen dan tembaga 5 persen dari total cadangan dunia. Dari Potensi sumberdaya mineral tersebut, sudah sewajarnya jika Indonesia dapat meraih keuntungan melimpah guna meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Namun keuntungan tersebut ternyata belum bisa maksimal karena selama ini sumberdaya mineral yang ada lebih banyak terjual dalam bentuk mentah atau hanya melalui proses pengolahan yang minimal. Hal ini terkait dengan keterbatasan teknologi dan sumberdaya manusia karena sektor industri pengolahan mineral membutuhkan teknologi tinggi dan pengetahuan yang memadai. Dalam industri mineral, konsep nilai tambah adalah visi utama yang harus diraih jika menginginkan keuntungan yang maksimal. Industri mineral adalah kelanjutan dari kegiatan pertambangan, karena melalui industri ini bahan tambang dalam bentuk mentah akan ditransformasi menjadi produk produk lain yang nilai jualnya jauh lebih tinggi. Sebagai contoh minyak bumi sebagai bahan bakar pembangkit listrik akan memiliki nilai jual lebih tinggi jika dipakai sebagai bahan baku industri polimer, atau jika dikombinasikan dengan mineral lainnya akan menghasilkan berbagai produk material pintar seperti melamin, teflon, aneka busa dan sebagainya. Namun kenyataan selama ini hasil tambang Indonesia hampir seluruhnya diekspor dalam bentuk mentah. Hanya sedikit pengolahan yang dapat dilakukan di Indonesia. Hal ini sebagaimana telah disampaikan diatas, berkaitan erat dengan kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi untuk mengolahnya. Selain itu juga dibutuhkan modal yang cukup besar untuk membangun fasilitas pengolahan tersebut. Dilain pihak, pasar dikuasai oleh para pelaku tertentu yang selain mampu menentukan harga juga menentukan produk apa yang dapat dipasarkan. Kekuasaan tersebut berwujud antara lain dengan kemampuan untuk mempersyaratkan bahwa produk harus memenuhi kriteria standar tertentu, sebelum dianggap layak memasuki pasar dunia. Kemampuan lainnya adalah analisis kondisi ekonomi makro atau internasional, yang digunakan oleh sekelompok pelaku pasar dalam menciptakan harga.
2
Dapat dibayangkan bahwa selama ini Indonesia mengekspor kemudian mengimpor kembali mineralnya sendiri sesudah menjadi produk akhir di negara lain, dengan selisih harga yang berlipat ganda. Karena komoditas tambang Indonesia hampir seluruhnya diekspor, dapat dikatakan bahwa nilai komoditas itu sangat tergantung pada keadaan pasar. Situasi politik internasional sangat berpengaruh terhadap pasar, demikian pula strategi dagang dari setiap pelaku pasar yang jumlahnya terbatas namun sangat mempengaruhi pasar.Jika hal ini terus berlanjut, Indonesia tidak dapat berbuat banyak, kecuali menyiapkan produksi untuk dapat memenuhi semua kontrak yang telah ditandatangani sehingga selamanya Indonesia hanya akan jadi wilayah pengerukan. UPAYA MENAIKAN NILAI BAHAN MENTAH
Pada tahun 2014 pemerintah pemerintah indonesia membuat kebijakan mengenai pengolahan sumber daya alam, spesifiknya indonesia melarang penjualan atau export SDA dalam bentuk mentah. Dengan kata lain, bahan mentah memiliki nilai jual yang lebih rendah dari bahan jadi yang berimplikasi terhadap upaya pemerintah untuk memajukan industri pengolahan bahan mentah di Indonesia. Kontribusi sektor tambang terhadap pendapatan negara hanya mencapai 4 persen pada tahun 2005, akibat sebagian besar produksi mineral diekspor dalam bentuk bahan mentah. Setelah hampir 40 tahun indonesia mengelola sektor tambang ternyata masih belum mampu mengembangkan industri hilir berbahan baku mineral. Hal inilah yang menyebabkan sektor tambang tidak memberikan value added yang nyata buat perekonomian nasional. Pemerintah sebagai pelaksana dari peraturan perundangan, sudah seharusnya segera membenahi sektor tambang agar bisa memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap perekonomian negara sekaligus tanpa mengorbankan keselamatan rakyat dan lingkungan. Sejalan dengan isu isu, strategi yang sebaiknya diambil adalah dengan mengkombinasikan antara konsep nilai tambah dengan konsep pertambangan yang berkelanjutan. Melalui konsep nilai tambah, bahan tambang dalam bentuk mentah ditransformasi melalui industri mineral menjadi produk produk lain yang nilai jualnya jauh lebih tinggi.
3
Sedangkan dengan konsep pertambangan yang berkelanjutan akan terwujud kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan keselamatan lingkungan meskipun nantinya sumberdaya mineral tersebut telah habis terpakai. Kombinasi dari kedua konsep tersebut bisa menghasilkan suatu strategi yang paling efektif dalam mengelola sumberdaya mineral. Disatu sisi Indonesia akan memperoleh keuntungan maksimal dari sumberdaya mineral yang dimilikinya, disisi lain keuntungan tersebut benar benar dapat mensejahterakan masyarakat tanpa harus mengorbankan keselamatan lingkungan. Analisis rinci mengenai berbaikan nilai tambah mineral: TEMBAGA Sekitar 80% bijih tembaga dunia, tembaganya dalam mineral jenis Cu-Fe-S. Karena mineral jenis ini tidak mudah larut dalam larutan aqueous, maka untuk mengekstraksi tembaganya dilakukan dengan proses pirometalurgi. Namun demikian sebelum tahap peleburan, bijih perlu dikonsentrasi untuk mendapatkan konsentrat yang kaya akan mineral tembaga menggunakan flotasi. Proses liberasi perlu dilakukan terhadap bijih ini sebelum flotasi untuk memisahkan secara fisik antara mineral berharga dengan mineral pengotornya. Dengan prinsip flotasi mineral tembaga sulfida akan mengapung dan terkumpul karena menempel pada gelembung udara. Selanjutnya konsentrat tembaga diproses secara smelting untuk menghasilkan lelehan Cu-Fe dan kemudian dikonverting untuk memisahkan Fe dari lelehan dan yang dibutuhkan oleh industri kabel menghasilkan lelehan tembaga wantah. Untuk mendapatkan tembaga dengan kemurnian tinggi dapat dilakukan dengan fire refining atau electrorefining,
EMAS DAN PERAK Kedua mineral logam ini merupakan logam berharga atau precious metals, yang dalam umumnya digunakan sebagai bahan perhiasan atau asesoris. Emas dan perak sering terdapat bersama (berasosiasi) di alam, baik dalam bentuk logam primer maupun sekunder. Pengolahan kedua mineral ini umumnya dapat dilakukan dengan cara amalgamasi dan sianidasi untuk logam primer (logam sulfida). Proses amalgamasi menggunakan merkuri (Hg) dan proses sianidasi dapat menggunakan campuran asam sianida (HCN), Natrium sianida (NaCN) atau Kalium Sianida (KCN), hal ini dilakukan untuk memisahkan logam berharga dan mineral pengotornya. Sementara untuk logam-logam sekunder dari emas dan perak dari tambang-tambang rakyat, dapat langsung dijual ataupun diolah dengan teknologi sederhana yang ramah lingkungan misalnya dengan alat mercury retort.
4
NIKEL
Proses metalurgi bijih nikel oksida umumnya relatif lebih sulit dibanding dengan untuk bijih sulfida. Untuk bijih sulfida, metoda benefisiasi seperti flotasi dan magnetic separation telah terbukti efektif. Dengan benefiasi ini memungkinkan diperolehnya mineral berharga dengan kandungan tinggi dan memisahkan sebanyak mungkin mineral pengganggu. Dengan metoda benefiasi standar sulit untuk melakukan benefiasi bijih oksida, terutama karena nikelnya secara kimiawi terdiseminasi. Akan tetapi dengan penyaringan (screening) dapat dilakukan pemisahan ukuran, yaitu untuk mengeluarkan bijih berukuran besar yang relatif belum lapuk yang mengandung nikel relatif rendah, dan mengambil material yang relatif halus yang mengandung nikel relatif tinggi. Oleh sebab itu, dibandingkan dengan proses metalurgi untuk bijih nikel sulfida yang memungkinkan diolahnya material dalam jumlah relatif sedikit dan kandungan nikel relatif tinggi setelah mengalami proses benefiasi, maka pengolahan metalurgi untuk bijih nikel oksida yang mengharuskan pengolahan bijih dalam jumlah yang besar dengan kandungan nikel relatif kecil tentu saja secara ekonomis relatif lebih mahal. Dengan pemilihan pengolahan berkapasitas tinggi akan menurunkan ongkos produksi dan membuat proses metalurgi bijih nikel oksida menjadi ekonomis.
BIJIH BESI
Besi dibuat dari bahan baku berupa bijih besi yang terdapat di alam dalam bentuk mineral, umumnya seperti hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4), limonit (FeO(OH).nH2O). Dengan prinsip reduksi, yaitu mereaksikan dengan reduktor seperti karbon (C) yang dapat diperoleh dari batubara atau arang kayu, baik dalam bentuk padat maupun cair pada temperatur yang tinggi, akan diperoleh logam besi (Fe). Dalam sejarah, teknologi pembuatan besi yang kemudian berkembang dengan semakin meningkatnya kemampuan tanur peleburan untuk melebur logam pada temperatur yang semakin tinggi karena ditemukannya kokas batubara, memberi manfaat dengan ditemukannya baja. Karena logam ini dikenal sangat tangguh, kuat, keras, tidak mudah patah serta mudah dibentuk, membuat logam ini dengan cepat mengisi peradaban manusia secara luas. Selain untuk peralatan tempur dan persenjataan, pada jaman kekaisaran Roma telah dicatat pemakaian besi dan baja untuk transport air dalam jarak ratusan mil, penguat jembatan di sekeliling istana, dan sistem pembuangan limbah untuk publik. Selain itu, di berbagai belahan dunia, baja juga telah dimanfaatkan untuk penguat bangunan serta komponen alat transportasi di era modern.
5
TIMAH
Pengolahan bijih dilakukan melalui beberapa tahapan dengan prinsip utama pemisahan mineral kasiterit dari mineral pengotornya, terutama silika, berdasarkan perbedaan berat jenis dan pemisahan mineral berharga ikutan seperti zirkon, xenotim dan ilmenit, menggunakan prinsip pemisahan tegangan tinggi dan magnetik. Konsentrat kering dengan kadar kurang lebih 70% Sn kemudian dikirim ke pabrik peleburan/smelting untuk mendapatkan logam timahnya. Meskipun titik leleh timah relatif rendah (232oC) peleburannya harus dilakukan pada temperatur tinggi kira-kira 1300oC untuk memungkinkan slag dalam keadaan cair. Untuk mendapatkan lelehan Sn reduktor yang digunakan umumnya adalah karbon atau antrasit dan untuk menurunkan titik leleh slag perlu ditambahkan batu kapur. Dalam smelting ini sebagian pengotor, misalnya Fe ikut tereduksi dan berikatan dengan Sn dan terbawa bersama lelehan Sn (kadar kira-kira 99,8%). Oleh sebab itu untuk mendapatkan Sn murni, maka lelehan Sn ini perlu dilakukan tahapan pemurnian dengan cara mendinginkan lelehan Sn hingga 250oC yang memungkinkan terjadinya pemisahan cairan Sn kemurnian tinggi (99,9% Sn) dengan senyawa pengotor (Fe-Sn) yang berupa padatan (dross). Karena slag peleburan pertama dan dross masih mengandung Sn relatif tinggi, maka terhadap kedua bahan ini perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk mendapatkan Snnya kembali.
6
DAFTAR PUSTAKA
H. Djamaluddin Thamrin , Meinarni dan Achmad Alfajrin. 2012. Potensi dan Prospek Peningkatan Nilai Tambah Mineral Logam di Indonesia. Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. 13 halaman. Raya, Barito. Juli 19, 2009. http://antoniuspatianom.wordpress.com/2009/07/19/pentingnya-strategi-pengelolaan- sumberdaya-mineral-di-indonesia-dalam-menyongsong-era-pasar-bebas-dan-meraih- prospek-di-masa-depan/ (diakses pada : 18.07 tanggal 06-10-2014)