Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS JURNAL

MODIFIED ALVARADO SCORING SYSTEM AS A DIAGNOSTIC TOOL


FOR ACUTE APPENDICITIS AT BUGANDO MEDICAL CENTRE,
MWANZA, TANZANIA

LISNAWATI NUR FARIDA


32-194-06-11-2010

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2011

BAB I
PENDAHULUAN

Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja


terdapat 70.000 kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Kejadian apendisitis di
Amerika Serikat memiliki insiden 1-2 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara
kelahiran sampai anak tersebut berumur 4 tahun. Kejadian Apendisitis meningkat
menjadi 25 kasus per 10.000 anak per tahunnya antara umur 10 dan umur 17 tahun di
Amerika Serikat. Apabila dirata-ratakan, maka didapatkan kejadian apendisitis 1,1 kasus
per 1000 orang per tahun nya di Amerika Serikat.
Kejadian apendisitis ini dapat terjadi di seluruh kelompok umur. Diagnosa
apendisitis pada kelompok usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat
penderita usia muda sulit melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga
kejadian apendisitis pada usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi
perforasi. Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian apendisitis pada pria 1,4 kali
lebih besar dari pada kelompok wanita. Di dunia internasional sendiri didapati kejadian
apendisitis lebih rendah dalam budaya aseupan tinggi serat diet. Serat pangan
diperkirakan menurunkan viskositas kotoran, mengurangi waktu transit usus, dan
mencegah pembentukan fecaliths, yang mempengaruhi individu untuk penghalang dari
lumen appendiceal.
Peran ras, etnis, asuransi kesehatan, pendidikan, akses ke perawatan kesehatan
dan status ekonomi pada pengembangan dan pengobatan apendisitis masih
diperdebatkan secara luas sehingga masih belum ada bukti yang kuat antara hubungan
kejadian apendisitis dengan peran ras, etnis, asuransi kesehatan, dan lain-lain.
Memahami manifestasi klinis khas apendisitis adalah penting untuk membuat diagnosis
dini dan akurat sebelum perforasi. Variasi pada posisi usus buntu, umur pasien, dan
derajat peradangan membuat presentasi klinis apendisitis terkenal tidak konsisten. Hal
yang penting untuk diingat adalah bahwa letak dari apendiks itu sendiri variabel. Dari
100 pasien yang menjalani CT multidetector-3D, hanya 4% pasien yang dasar apendiks
nya terletak di McBurney point. 36% terletak 3cm dari McBurney point, 28% terletak 35cm dari McBurney point dan 36% terletak lebih dari 5cm dari McBurney point.
Sejarah klasik anoreksia dan nyeri periumbilikalis, diikuti oleh kuadran kanan
bawah nyeri, demam dan muntah, terjadi hanya pada 50% kasus. Migrasi rasa sakit dari

daerah periumbilikalis ke quadran kanan bawah adalah fitur yang paling membedakan
sejarah pasien. Temuan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 80%. Ketika
muntah terjadi, itu hampir selalu mengikuti onset nyeri. Muntah yang mendahuui nyeri
adalah sugestif dari obstruksi usus, dan diagnosis apendisitis perlu dipertimbangkan.
Rasa mual biasanya dirasakan pada 61-92% pasien dan dirasakan pada 74-78% pasien.
Kejadian diare tercatat sebanyak 18% dari pasien, dan tidak boleh digunakan untuk
membuang kemungkinan terjadinya radang usus buntu. Durasi gejala kurang dari 48
jam pada usia dewasa dan cenderung lebih lama pada pasien yang lebih tua dan pasien
yang mengalami perforasi. Sekitar 2% pasien melaporkan rasa sakit lebih dari 2
minggu. Apendiks meradang di dekat kandung kemih atau ureter dapat menyebabkan
gejala void yang mengganggu dan hematuria atau piuria. Tidak lupa juga untuk
mempertimbangkan kemungkinan radang usus buntu pada pasien anak-anak atau
dewasa yang diikuti retensi urin akut.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Apendisitis

merupakan

peradangan

pada

usus

buntu

(apendiks).

Usus buntu merupakan penonjolan kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus
besar, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus halus. Usus buntu mungkin memiliki
beberapa fungsi pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting. Apendisitis
sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
B. ETIOLOGI
Penyebab apendisitis belum sepenuhnya dimengerti. Pada kebanyakan kasus, peradangan
dan infeksi usus buntu mungkin didahului oleh adanya penyumbatan di dalam usus buntu.
Bila peradangan berlanjut tanpa pengobatan, usus buntu bisa pecah.
Usus buntu yang pecah bisa menyebabkan :
masuknya kuman usus ke dalam perut, menyebabkan peritonitis, yang bisa

berakibat fatal
terbentuknya abses
pada wanita, indung telur dan salurannya bisa terinfeksi dan menyebabkan

penyumbatan pada saluran yang bisa menyebabkan kemandulan


masuknya kuman ke dalam pembuluh darah (septikemia), yang bisa berakibat
fatal.

C. MANIFESTASI KLINIK
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari mual, muntah
dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai
di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian
bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika
penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
Demam bisa mencapai 37,8-38,8? Celsius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya
bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya
tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu
pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok.
D. PENATALAKSANAAN
Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur (peca), terbentuknya
abses atau peradangan pada selaput rongga perut (peritonitis).
Pada hampir 15% pembedahan usus buntu, usus buntunya ditemukan normal. Tetapi

penundaan pembedahan sampai ditemukan penyebab nyeri perutnya, dapat berakibat


fatal. Usus buntu yang terinfeksi bisa pecah dalam waktu kurang dari 24 jam setelah
gejalanya timbul. Bahkan meskipun apendisitis bukan penyebabnya, usus buntu tetap
diangkat. Lalu dokter bedah akan memeriksa perut dan mencoba menentukan penyebab
nyeri yang sebenarnya.
Pembedahan yang segera dilakukan bisa mengurangi angka kematian pada apendisitis.
Penderita dapat pulang dari rumah sakit dalam waktu 2-3 hari dan penyembuhan biasanya
cepat dan sempurna.
Usus buntu yang pecah, prognosisnya lebih serius. 50 tahun yang lalu, kasus yang ruptur
sering berakhir fatal. Dengan pemberian antibiotik, angka kematian mendekati nol.

BAB III
ANALISA JURNAL
1. Judul
Judul penelitian : Modified Alvarado scoring system as a diagnostic tool for
acute appendicitis at Bugando Medical Centre, Mwanza,
Tanzania
Nama peneliti

: Emmanuel S Kanumba, Joseph B Mabula, Peter Rambau


Phillipo L Chalya

Judul penelitian ini belum sesuai dengan aturan penulisan penelitian ilmiah. Sebaiknya
judul penelitian mencakup:
a) Sifat dan jenis penelitian
b) Objek yang diteliti

c) Subyek penelitian
d) Lokasi atau daerah penelitian
e) Tahun dan waktu penelitian (Arikunto, 2002)
2. Pendahuluan
Apendisitis akut adalah salah satu penyebab paling umum bedah abdomen darurat
dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 1 dalam 7 kasus di seluruh dunia. Hal ini
terkait dengan morbiditas yang tinggi dan kadang-kadang morbiditas terkait dengan
kegagalan membuat diagnosis dini. Diperkirakan bahwa sekitar 6% penduduk akan
menderita apendisitis akut selama hidupnya. Oleh karena itu, banyak upaya telah
diarahkan untuk diagnosis dini dan intervensi.
Diagnosis dini dan intervensi operasi yang cepat adalah kunci bagi keberhasilan
pengelolaan apendisitis akut. Namun, gambar apendisitis akut mungkin tidak klasik,
dan dalam situasi seperti ini, kebijakan dari intervensi awal untuk menghindari
perforasi dapat mengakibatkan tingginya angka apendiktomi negatif. Kesulitan dalam
diagnosis muncul pada usia yang sangat muda, pasien lanjut usia dan perempuan pada
usia produktif karena mereka lebih cenderung memiliki presentasi atipikal, dan banyak
kondisi lain mungkin meniru apendisitis akut pada pasien pasien tersebut. Dalam
kasus tersebut, pemeriksaan klinis harus dilengkapi dengan pencitraan laparoskopi
atau diagnosis seperti USG scan atau CT scan untuk mengecualikan penyakit lain dari
apendisitis.
Tingkat apendiktomi negatif 20-40% telah dilaporkan dalam literatur dan banyak
ahli bedah mengupayakan

bedah sebagai intervensi awal untuk pengobatan

apendisitis akut untuk menghindari perforasi, meskipun tingkat apendiktomi negatif


sekitar 15-20%. Misdiagnosis dan penundaan operasi dapat mengakibatkan komplikasi
seperti perforasi dan akhirnya peritonitis. Banyak sistem penilaian untuk diagnosis
apendisitis akut yang sudah dicoba, tetapi sebagian besar

dari sistem tersebut

kompleks dan tidak layak dalam keadaan darurat.


The MASS telah ditunjukkan oleh studi terbaru sebagai alat diagnostik mudah,
sederhana dan murah untuk mendukung diagnosis apendisitis akut terutama bagi ahli
bedah junior. Namun, aplikasi dan kegunaan MASS dalam diagnosis apendisitis akut
belum dievaluasi di Bugando Medical Centre, sebagai akibatnya, tingkat apendiktomi
negatif tidak diketahui.
3. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian

ini

adalah

untuk

menguji

nilai

diagnostik

MASS pada pasien dengan apendisitis akut di Bugando Medical Centre.


4. Manfaat penelitian
Dalam penelitian ini tidak dicantumkan manfaat penelitian.
Saran
: sebaiknya dalam sebuah penelitian, dicantumkan manfaat penelitian.

5. Tinjauan pustaka
Dalam penelitian ini dicantunkan daftar pustaka yang mendukung argumen dan
hipotesis dalam penelitian.
6. Kerangka konsep
Peneliti tidak menuliskan hipotesa. Dalam penelitian ini juga tidak menyantumkan
kerangka konsep. Padahal dalam sebuah penelitian, kerangka konsep dapat membantu
peneliti dalam menghubungkan hasil penelitian dengan teori.
Saran
: Sebaiknya peneliti mencantumkan hipotesa dan kerangka
konsep.

Cross
match

MASS
Suspect App

Operasi
Histopatolo
gi

Interpret
asi Hasil

7. Metodologi penelitian
Ini merupakan studi cross sectional untuk mengevaluasi nilai diagnostik dari
MASS pada pasien dengan apendisitis akut pada departemen A & E dari Bugando
Medical Centre selama enam bulan dari bulan November 2008 hingga April 2009.
Semua pasien dengan diagnosis klinis apendisitis akut dan menjalani apendiktomi
selama masa studi itu, setelah informed consent, berturut-turut mendaftar ke dalam
penelitian. Pasien dengan massa di fossa iliaka kanan dan mereka yang gagal untuk
memberikan informasi dan yang tidak memiliki kerabat dekat dikeluarkan dari
penelitian. Pasien yang tidak memiliki hasil histopatologi juga dikeluarkan dari
penelitian.
Semua pasien yang dilibatkan dalam penelitian ini awalnya dilihat oleh pendaftar
atau mahasiswa residen bedah yang membuat keputusan untuk operasi. Peneliti utama
menilai semua pasien sesuai dengan variabel MASS (Tabel 1) dan kemudian dibagi ke
dalam dua kelompok. Kelompok I termasuk pasien dengan MASS tujuh dan di atas
(pasien cenderung memiliki apendisitis akut) dan Kelompok II adalah pasien dengan
MASS di bawah tujuh (pasien tidak memiliki apendisitis akut). Peneliti utama tidak
berpengaruh terhadap manajemen pasien dan keputusan untuk mengoperasikan
tidak berdasarkan MASS tetapi berdasarkan kesan klinis oleh dokter yang mengambil
alih pasien.

USG abdomen dilakukan dalam kasus presentasi atipikal. Semua pasien menjalani
apendiktomi darurat dan semua apendik yang diambil pada operasi dikirim untuk
histopatologi.

Diagnosis

apendisitis

akut

dikonfirmasi

dengan

pemeriksaan

histopatologi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, kode pra-diuji dan


dianalisis menggunakan software SPSS statistik versi 11.5. Kelompok MASS dicrosstabulasikan terhadap histologi, gold standard. Kemudian, sensitivitas, spesifisitas,
akurasi, Nilai prediktif positif (PPV) dan nilai prediktif negatif (NPV) serta akurasi
dinilai pada laki-laki dan perempuan.
8. Hasil penelitian
Terdapat 127 pasien yang terdaftar dalam penelitian ini. Usia mereka berkisar
antara delapan sampai 76 tahun (rata-rata 29,64 12,97). Ada 37 (29,1%) laki-laki
dan 90 (70,9%) perempuan (M: F 1:2.4 =). Durasi penyakit dari populasi studi
berkisar antara 1 hari sampai 42 hari dengan rata-rata 10,68 hari dan standar deviasi
8,46 hari. Median adalah 7 hari dan modus adalah 4 hari. Ada hubungan signifikan
antara durasi penyakit dan tingkat perforasi [Odds Ratio = 8,442, 95% C.I. (1,62543,981), p-value = 0,003]. MASS dari populasi studi berkisar antara 3 sampai 9.
(Mean 6,78 1,51). Median dan modus masing-masing 7,00 dan 8,00. Dalam studi,
84 pasien (66,1%) memiliki MASS tujuh dan di atas 7 dan sisanya 43 pasien (33,9%)
memiliki nilai MASS dibawah tujuh. Semua pasien dalam studi ini mengalami
apendisitis. Dari jumlah tersebut,apendiks yang meradang dari temuan operatif yang
paling umum ditemukan terdapat pada 80 pasien (62,9%). Dua belas pasien (9,4%)
mengalami apendiks perforasi, enam pasien (4,7%) mengalami apendiks gangren dan
empat pasien (3.1%)mengalami abses apendikularis. Tak satu pun dari komplikasi

apendikularis itu meleset oleh MASS. Temuan operasi lain dalam penelitian terjadi
pada 14 pasien (11,0%) (Tabel 2).

Pemeriksaan histologi menunjukkan terdapat kejadian apendisitis pada 85 pasien


(66,9%). Sisanya 42 pasien ditemukan memiliki hasil apendiks normal

sehingga

memberikan tingkat apendiktomi negatif 33,1%, dengan prosentase masing-masing


26,8% dan 38,3% untuk pria dan wanita. Temuan histologis lainnya termasuk
karsinoid tumor pada satu pasien (25%), haematobium S. pada satu pasien (25%),
mucocele dari apendiks pada satu pasien (25%) dan hiperplasia limfoid pada satu
pasien (25%) dan semuanya dilaporkan sebagai apendisitis kronis tertentu. (Tabel 3)

Sensitivitas dan spesifisitas MASS dalam penelitian ini adalah 94,1% (laki-laki
95,8% dan perempuan (88,3%) dan 90,4% (laki-laki 92,9% dan perempuan 89,7%).
Nilai prediksi positif (PPV) adalah 95,2% (laki-laki 95,5% dan perempuan 90,6%) dan
Nilai prediksi negatif (NPV) 88,4% (laki-laki 89,3% dan perempuan 80,1%. Ketelitian
dari MASS adalah 92,9% (laki-laki 91,5% dan perempuan 87,6%). (Tabel 4)

MASS menunjukkan sensitivitas tinggi (95,8%) dan spesifisitas (94,1%) pada


orang dewasa (16-60 tahun) daripada kelompok umur anak (93,3% / 93,3%) dan usia
lanjut (85,7% / 80,0%) (Tabel 5)

Apendisitis sederhana lebih umum pada semua kelompok umur, sedangkan anak
anak berusia (0-15) Tingkat perforasi signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya (P = 0,0021). (Tabel 6)

9. Etika penelitian
Persetujuan etika untuk melakukan studi ini diperoleh dari WBUCHS / BMC
bersama kelembagaan panitia peninjau etika sebelum dimulainya penelitian.
10. Penggunaan hasil penelitian
Penelitian ini dapat di aplikasikan dalam proses diagnosa di semua pusat
pelayanan kesehatan.

BAB IV
PEMBAHASAN

1. Hasil dan pembahasan


Penggunaan MASS dalam diagnosis apendisitis akut telah dilaporkan dapat
meningkatkan

akurasi diagnostik sehingga mengurangi apendiktomi negatif dan

tingkat komplikasi. Alasan untuk perbedaan dalam distribusi jenis kelamin


dalam studi ini mungkin disebabkan fakta bahwa pasien wanita dengan nyeri fosa
iliaka kanan memiliki berbagai diagnosis diferensial sebagai hasil apendisitis akut
mungkin juga disebabkan karena over-diagnosis dalam kelompok gender. Oleh karena
itu,

penyelidikan

tambahan

mungkin

diperlukan

pada

pasien

wanita

untuk mengkonfirmasi diagnosis apendisitis akut.


Dalam studi ini, durasi penyakit pada sebagian besar pasien adalah empat hari dan
mayoritas pasien dilaporkan ke rumah sakit dan dilihat oleh dokter lebih dari 24 jam
setelah onset penyakit. Pengamatan ini sependapat dengan penelitian lainnya. Alasan
keterlambatan dalam mencari

konsultasi medis dalam penelitian ini mungkin

disebabkan keterlambatan rujukan dari rumah sakit perifer, masalah finansial dan
transportasi. Tertundanya gejala klinis mungkin juga karena misdiagnosis atau takut
operasi. Sebagai akibatnya mereka diperlakukan secara konservatif dengan analgesik
dan antibiotik untuk menutupi gejala. Gejala klinis yangertunda dikaitkan dengan
peningkatan morbiditas dan kematian akibat appendiks perforasi dan peritonitis.
Tingkat perforasi dalam penelitian ini adalah 9,4%, yang sebanding dengan angka
yang dilaporkan dalam penelitian lain. Namun, tingkat perforasi jauh lebih tinggi telah
dilaporkan di Nigeria. Di negara-negara berkembang, telah dikutip tingkat perforasi
antara 6-65%. Tertundanya gejala klinis, penyakit parah, misdiagnosis, atau kegagalan
untuk menerima perawatan bedah, merupakan faktor yang menyumbang tingkat
perforasi tinggi. Angka perforasi jauh lebih tinggi di usia sangat muda dan orang tua,
di mana menyulitkan diagnosa mengarah ke tingkat perforasi sebanyak 80%. Dalam
penelitian ini, perforasi apendiks terjadi sebagian besar pada pasien dengan MASS 7
dan pada anak usia 0-15 tahun. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih agresif harus
digunakan dalam pasien dengan skor tinggi dan pada individu usia lanjut dan anakanak.
Angka untuk tingkat apendiktomi negatif dalam studi ini ditemukan sedikit lebih
tinggi pada wanita (38,3%) dibandingkan pada laki-laki (26,8%). Hal ini karena
misdiagnosis mungkin terjadi pada wanita kelompok usia reproduksi di mana penyakit
panggul lainnya bisa membuat diagnosis sulit. Dalam kasus tersebut, MASS perlu
dilengkapi dengan diagnostik prosedur seperti laparoskopi atau pencitraan seperti

USG scan atau CT scan untuk meminimalkan tingkat appendektomi negatif . Namun,
berdasarkan

studi

populasi

yang

besar

menunjukkan

bahwa

tingkat

apendiktomi negatif (15-20%) tidak menurun selama 15 tahun meskipun


meningkatnya penggunaan tes tersebut.
2. Kelebihan jurnal
Jurnal ini merupakan suatu pembuktian baru bahwa MASS memiliki efek yang
signifikan untuk mendiagnosa apendiksitis.
3. Kekurangan jurnal
data demografik dari sample tidak dicantumkan, sehingga menghambat dalam proses
analisa jurnal.
4. Implikasi keperawatan
MASS sebagai metode yang praktis dalam mendiagnosa Apendisitis dapat membuat
proses anamnesis lebih efektif dan efisien.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa MASS memiliki tingkat sensitivitas tinggi,
spesifisitas, PPV (nilai prediksi positif), NPV (nilai prediksi negatif) dan ketepatan
dalam diagnosis apendisitis akut dan telah ditemukan lebih membantu pada pasien
laki-laki dengan menunjukkan tingkat apendiktomi negatif lebih rendah dan nilai
prediktif positif tinggi untuk pasien laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Oleh karena itu disarankan bahwa:
1. MASS dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi diagnostik apendisitis
akut dan kemudian mengurangi apendiktomi negatif dan tingkat
komplikasi.

2. Penggunaan MASS dalam diagnosis apendisitis akut pada pasien wanita


harus
ditambah dengan investigasi tambahan seperti USG abdomen atau
laparoskopi.
3. Skor MASS di atas 7 dipastikan menunjukkan apendisitis tanpa perlu untuk
pencitraan lebih lanjut.
2. Saran
Untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan penelitian serupa dengan
lokasi yang berbeda yaitu di pusat pelayanan kesehatan di Indonesia dan dengan
design penelitian yang berbeda, yaitu dengan randomized control trial sehingga
kemungkinan bias dapat diatasi.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta.
Lowdermilk, D.L., Perry, S.E., & Bobak, L.M. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas Edisi 4 : Mosby-Year Book.
Miller S, Fathalla MM, Youssif MM, Turan J, Camlin C, Al-Hussaini TK, Butrick E,
Meyer C: A comparative study of the non-pneumatic anti-shock garment for the treatment of
obstetric hemorrhage in Egypt. Int J Gynaecol Obstet 2010, 109:20-24.

Anda mungkin juga menyukai