BAB 1
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yag memiliki berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya, namun sumbatan lumen apendiks merupakan faktor utama dari
beberapa faktor pencetus yaitu hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. (Arifuddin
et al., 2017) Berdasarkan data Apendisitis adalah salah satu penyebab paling umum dari
nyeri perut akut, dengan resiko seumur hidup sebesar 8,6% pada pria dan 6,7% pada
apendisitis mencapai 321 juta kasus tiap tahun di dunia. Data mencatat terdapat 20-35
dan Amerika lebih tinggi dibandingkan Afrika, akan tetapi 5 tahun terakhir cenderung
mengalami peningkatan akibat pola diet yang mengikuti pola masyarakat Amerika dan
Di Indonesia pada rawat inap dirumah sakit pada tahun 2009-2010, Apendisitis
merupaka penyakit tidak menular. Menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan
RI angka kejadian tembus hingga 95/1000 penduduk serta merupakan angka tertinggi
jumlah kasus sebelumnya, yakni sebanyak 1.236 orang. (Hartawan & Dkk, 2020)
(Matthew J. Snyder et al., 2018) Namun ini sering menjadi masalah yang
membingungkan terutama tahap awal penyakit yang dalam beberapa kasus dapat
menunda diagnosis dan dapat berkontribusi pada angka kesakitan dan kematian yang
persisten. Tanda dan gejala klasik muncul hanya pada 60-70 % kasus-kasus yang
tanda dan gejala untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang persisten akibat
apendektomi negatif dan resiko salah diagnostik. Sebelum menyebar luas penggunaan CT
Scan, diagnosis apendisitis akut terutama berdasarkan tanda gejala dan data laboratorium.
Beberapa sistem penilaian diagnostik untuk apendisiti akut paling umum digunakan
adalah skor Alvarado dan AIR-Inflammatory Appendicitis Respon Skor. Kedua skor ini
sistem dapat meningkatkan akurasi diagnostik. Skor ini dapat meningkatkan akurasi
harus menjadi kunci untuk mengurangi tingkat apendektomi, tetapi tidak ada yang
Meskipun kemajuan teknologi, diagnosis radang usus buntu masih didasarkan terutama
pada riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik perut yang diteliti adalah
salah satu prosedur diagnostik paling bermanfaat. Data laborotorium diagnosis apendisiti
acute menunjukan jumlah sel darah putih (WBC) tidak sensitif maupun spesifik.
Berdasarkan fakta bahwa WBC meningkat hampir 70% etiologi menyebabkan nyeri perut
kanan bawah dan studi terbaru menunjukan bahwa WBC normal ditemukan sebagai
didiagnosis dan diobati. Walaupun gejala klasik terjadi pada lebih dari setengah pasien,
karena diagnosis apendisitis atipikal yang akurat dan tepat waktu tetap secara klinis dan
merupakan salah satu masalah paling sering terlewatkkan di unit gawat darurat. Selain itu
konsekuensi dari tidak adanya diagnosis apendisiti pasti, dapat meningkatkan mordibitas
dan memperpanjang masa rawat inap. Sehingga tingkat kematian 1-5 % pada pasien
muda dan lanjut usia yang diagnosisnya sering tertunda. Keterlambatan dalam diagnosis
dengan judul “ Karakteristik Apendisitis Acute dirumah sakit Ibnu Sina Makassar”
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka perumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana karakteristik apendisitis acute dirumah sakit Ibnu Sina Makassar ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi penderita penyakit Appendisitis Akut di Rumah Sakit Ibnu
2. Untuk mengetahui distribusi penderita penyakit Appendisitis Akut di Rumah Sakit Ibnu
3. Untuk mengetahui distribusi penderita penyakit Appendisitis Akut di Rumah Sakit Ibnu
1. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, serta menambah