Anda di halaman 1dari 69

TIK 3

APPENDISITI
S
KON S EP & AS U HAN KEPERAW ATAN
OUTLI
NE
0 PENGERTI PEMERIKSAAN
AN 02 PENATALAKSANAA
1 PENUNJANG
ETIOLOGI N

0 MANIFESTASI 0 ASUHAN
3 KLINIS 4 KEPERAWAT
PATOFISIOLOGI AN
Pengertian &
Etiologi
Apa itu
appendiks?
Appendiks
Adalah ujung seperti jari-jari yang kecil dan
panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat
pada sekum (kantong yang berada pada awal
usus besar yang memungkinkan makanan
untuk lewat dari usus halus ke usus besar) tepat
di bawah katup ileosekal (Smeltzer& Bare,
2002).
Prevalensi appendicitis
• Kejadian kasus apendisitis tertinggi adalah
yang berusia 10 sampai 30 tahun. Kejadian
apendisitis mencapai 321 juta kasus tiap
tahun di dunia (Hartawan, Ekawati, Saputra &
Dewi, 2020).
 Data mencatat terdapat 20-35 juta kasus apendisitis di Amerika tiap tahun. 7%
masyarakat Amerika menjalani pengangkatan appendiks vemiformis dengan insiden
1,1/1000 masyarakat pertahun.
 di Eropa, prevalensinya mencapai sekitar 16%. Prevalensi apendisitis lebih tinggi di
Eropa dan Amerika dibanding Afrika, dan 5 tahun terakhir cenderung mengalami
peningkatan yang dilansir oleh penelitian akibat pola diet yang salah
- Hartawan, G.N.B.R.M., Ekawati, N.P., Saputra, H., & Dewi, I.G.A.S.M. (2020). Karakteristik kasus apendisitis di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali Tahun 2018. Jurnal Medika Udayana. 9(10), 60-67.
 Statistik menunjukan bahwa rata-rata setiap tahunnya apendisitis beserta
komplikasinya menyerang 10 juta penduduk Indonesia. Komplikasi apendisitis yang
paling sering ditemui berupa ileus, perlengketan, perforasi, abses abdomen, dll.
Angka kesakitan apendisitis di Indonesia tembus hingga 95/1000 penduduk, serta
merupakan angka tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Survey 28 provinsi di
Indonesia tahun 2008 menunjukan ada 3.251 kasus rawat inap apendisitis.
Peningkatan terjadi sangat signifikan dibandingkan jumlah kasus sebelumnya, yakni
sebanyak 1.236 orang.
Apa itu
appendisitis?
Appendisitis adalah peradangan pada
appendiks vemiformis (organ sempit,
berbentuk tabung ), dan biasa disebut juga
dengan rada ngusus buntu (Grace &
Borley, 2006).

Appendisitis adalah proses peradangan akut


maupun kronis yang terjadi pada appendiks
vemiformis oleh karena adanya sumbatan
yang terjadi pada lumen (saluran) appendiks
(Fransisca, Gotra & M ahastuti, 2019).

Grace, P.A., &Borley, N.R. (2006). At a Glance :Ilmu Bedah (edisi ketiga): Erlangga.
Fransisca, C., Gotra, I.M., & Mahastuti, N.M. (2019). Karakteristik pasien dengan gambaran his patologi apendisitis di RSUP
Sanglah Denpasar Tahun 2015-2017. Jurnal Medika Unaya. 8(7).
2.
Etilogi
Etiologi (menurut Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson,
2021):
1. Fekalit (batu feses) yang mengoklusi lumen apendiks
2. Apendiks yang terpuntir
3. Pembengkakan dinding usus
4. Kondisi fibrosa di dinding usus
5. Oklusi eksternal usus akibat adesi
6. Infeksi organisme Yersinia telah ditemukan pada 30% kasus

Etiologi menurut Sjamsuhidajat (2010):


7. hiperplasia jaringan limfoid
8. fekalit
9. tumor apendiks
10. cacing askaris
11. erosi mukosa apendik s akibat parasit seperti E. histolyca

Sjamsuhidajat,R.- De Jong.et al. 2010. Buku Ajar Bedah Edisi 3 : EGC. Jakarta.
Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. 2021. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 9: Elsevier. Singapore
3. Manifestasi
Klinis
MANIFESTASI KLINIS :
● Nyeri abdomen yang bergelombang
● Demam ringan
● Mual dan muntah
● Hilangnya nafsumakan
● Anoreksia

Manifestasi klinis lainnya:


1. Pada titik mcburney, nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit
kaku dari bagian bawah otot rektus kanan.
2. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri
tekan, spesme otot, dan konstipasi atau diare kambuhan .
3. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kiri bawah,
yang menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah).
4. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih lebar
menyebar,
terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
4.
Patofisiologi

KMB Brunner & Suddarth, 2001


5.
Pemeriksaa
n Penunjang
1. Pemeriksaan
Laboratorium
a) Jumlah Sel darah Putih(WCC)
Jumlah leukosit umumnya meningkat pada apendisitis akut yakni
sekitar 10.000-18.000 sel/mm3. Jumlah leukosit yang kurang dari
18.000 sel/mm3 umumnya terjadi pada apendisitis simple dan
leukosit yang lebih dari 18.000 sel/mm3 menunjukkan adanya
perforasi. (Berger,etal, 2010 dalam jurnal Erianto, M., dkk, 2020).
Sensivitas W C C antara 65% dan 85% serta nilai spesifitasnya
antara 32% dan 82% sehingga disimpulkan W C C sendiri tidak
cukup untuk memprediksi penyakit apendisitis.

Finansah, Y. W., dkk. (2020). Tata Laksana Apendisitis


Akut di Era Pandemi Covid-19.
b) C- Protein Reaktif
(CRP)
CRP secara luas dianggap kurang untuk diagnosis apendisitis tanpa
komplikasi dan apendisitis dini, namun sang at kuat untuk diagnosis
apendisitis tahap akhir dan dengan komplikasi.Wu et all Tingkat
akurasi CRP dalam memprediksi apendisitis pada hari pertama
adalah 0,60 , hari kedua 0,77 dan hari ketiga 0,88. Hal ini terbukti
bahwa CRP memiliki fungsi sebagai predictor kuat untuk apendisitis
tahap akhir dan dengan komplikasi.

Finansah, Y. W., dkk. (2020). Tata Laksana Apendisitis


Akut di Era Pandemi Covid-19.
c) Jumlah Granulosit dan Proporsi Sel Polimorfonuklear
(PMN)
Jumlah g ranulosit dari 11 x 109 sel/L memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendiagnosis apendisitis disbanding laboratorium lain.
Secara klinis tingkat signifikan membutuhkan P M N lebih besar dari
13 x 109 sel/L. Hal ini membuktikan bahwa proporsi P M N dapat
bermanfaat untuk prediksi apendisitis dengan kemungkinan rasio
masing-masing 7,09 dan 6,67. PMN yang sedikit meningkat >7-7,5 x
109 sel/L menghasilkan kisaran sensivitas 71-89% & spesifisitasnya 48-
80% dalam mendiagnosa apendisitis akut.

Finansah, Y. W., dkk. (2020). Tata Laksana Apendisitis


Akut di Era Pandemi Covid-19.
d) Leucocyte Gen Expression
(Riboleukogram)
Protein ini memiliki potensi menjadi penanda yang sangat sensitive
untuk apendisitis dengan sensivitas 8% dan spesifitas 66%. Namun
memiliki kelemahan utama dalam penerapan pelaksanaan klinis
yaitu kepraktisan, biaya, dan teknis waktu.

Finansah, Y. W., dkk. (2020). Tata Laksana Apendisitis


Akut di Era Pandemi Covid-19.
2. Pencitraan
1. Ultrasonografi
Radiologis
(USG)
USG memiliki sensivitas >85% & spesifisitasnya 90%. Pemeriksaan
USG merupakan langkah radiologis awal untuk mendiagnosa
apendisitis. Pada gambaran USG didapatkan apendiks dengan
diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, terdapat appendicolith,
serta adanya cairan/massa pada periappendiks. False negative dapat
terjadi akibat letak apendiks yang retrosaekal terisi banyak udara
sehingga menghalangi apendiks. False positive dapat terjadi karena
infeksi sekunder apendiks. Penggunaan USG bergantung pada
operator, serta terdapat kesusahan dalam visibilitas apendiks karena
IMT, berbagai variasi anatomi dan gas usus yang berlebihan.
Finansah, Y. W., dkk. (2020). Tata Laksana Apendisitis
Akut di Era Pandemi Covid-19.
2. Alvarado
Score
Untuk mengakkan diagnosis apendisitis akut, menggunakan system penilaian
Alvarado score.

Kriteria Nilai
Migrasi luka ke Right 1
Lower Quadrant (RLQ) Interpretasi :
<5 = appendicitis unlikely
Anoreksia 1 5-6 = appendicitis possible
Mual-muntah 1 7-8 = appendicitis probable
9-10 = appendicitis definite
Nyeri dalam Right 2 Skor 5-6 cukup dilakukan perawatan
Lower Quadrant (RLQ)
dirumah sakit, namus skor>6 tindakan
Rebound Tenderness 1 yang dilakukan adalah pembedahan
apendektomi.
Demam (>37,3o C) 1
Leukositosis (>10.000) 2
Shift to the left (75%) 1
Erianto, M. dkk.(2020). PerforasipadaPenderitaApendisitis Di RSUD DR.H.AbdulMoeloek
Lampung.JurnalIlmiahKesehatan Sandi Husada, Vol 11 (1).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Non-bedah
• Perawat mengkaji tanda-tanda vital pasien dan juga skala nyerinya.
• Perawat tidak boleh memberi makan/minum pasien melalui mulut (oral)
untuk mempersiapkan kemungkinan operasi darurat dan untuk
menghindari proses inflamasi
• Perawat memberikan cairan intravena, seperti yang diperintahkan, untuk
mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk menambah
volume cairan.
• Jika posisi semi fowler dapat ditoleransi, perawat menyarankan pasien untuk
mempertahankan posisi ini sehingga jika ada drainase perut, dapat terkandung
di bagian bawah.
• Setelah diagnosa apendisitis dikonfirmasi, ahli bedah menjadwalkan operasi.
• Perawat dapat memberikan analgesik opioid seperti yang diresepkan,
sementara pasien dipersiapkan untuk operasi.
• Pasien tidak boleh diberikan obat pencahar atau enema karena bisa
menyebabkan perforasi apendiks.
• Pasien tidak boleh dikompres panas atau hangat karena dapat meningkatkan
sirkulasi ke usus buntu dan menghasilkan peningkatan peradangan dan
perforasi.

(Ignatavicius & Workman, 2006)


Penatalaksanaan Bedah
1. Perawatan Pre-operatif
• Pasien menandatangani Inform consent
• Pengajaran pra operasi sering terbatas karena klien kesakitan atau mungkin
dipindahkan ke kamar operasi untuk tindakan darurat
• Persiapan alat untuk pasien operasi
• Perawat mempersiapkan pasien untuk anestesi umum dan pembedahan

2. Prosedur Operasi
• Apendektomi adalah pengangkatan usus buntu yang meradang.
• Dalam operasi usus buntu tradisional yang tidak rumit, dokter bedah mengangkat
apendiks melalui sayatan kira-kira 3 cm (7,5 cm) sepanjang kuadran kanan bawah.
• Sayatan lebih besar apabila apendiks dalam posisi atipikal atau ada peritonotis.
• Usus buntu sering dilakukan melalui laparoskopi. Namun bisa juga dengan laparotomi.
3. Perawatan Post Operatif
• Observasi tanda-tanda vital dan tanda infeksi.
• Atur posisi pasien 2 jam sekali/anjurkan mobilisasi.
• Apabila pasien dengan peritornitis harus dipasang NGT yang bertujuan untuk
kompresi/bilas lambung dan mencegah distensi lambung.
• Biasanya untuk pasien post operatif apendisitis dipasang drain, pantau kondisi,
banyaknya darah yang keluar dan warnanya.
• Observasi tanda-tanda vital dan tanda infeksi.
• Atur posisi pasien 2 jam sekali/anjurkan mobilisasi.
• Apabila pasien dengan peritornitis harus dipasang NGT yang bertujuan untuk
kompresi/bilas lambung dan mencegah distensi lambung.
• Biasanya untuk pasien post operatif apendisitis dipasang drain, pantau kondisi,
banyaknya darah yang keluar dan warnanya.
• Antibiotik intravena biasanya diresepkan jika terdapat peritornitis atau
abses.
• Analgesik opioid diberikan untuk nyeri yang dibutuhkan.
• Klien biasanya bangun dari tempat tidur pada malam hari operasi atau hari
pertama pasca operasi.
• Klien yang telah menjalani operasi usus buntu tanpa komplikasi melalui
laparoskopi dapat segera dipulangkan tanpa harus dipasang NGT
• Klien yang menjalani operasi usus buntu tanpa komplikasi biasanya pulih
dengan cepat dan dapat melanjutkan aktivitas normal dalam 2 hingga 4
minggu.
• Jika pembedahan dipersulit oleh perforasi atau peritonitis, ia harus dirawat
di rumah sakit selama 5 hingga 7 hari atau lebih.
• Buat discharged planning apabila pasien siap dipulangkan.

(Ignatavicius & Workman, 2006)


ASUHAN KEPERAWATAN
APENDISITIS
KAS
Ny. I berusia 28 tahun masukUS
Rumah Sakit A dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah dialami sajak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan disekitar ulu hati kemudian berlanjut keperut kanan bawah. Ny. I
mengatakan bahwa dirinya demam, mual dan muntah sejak 2 hari yang
lalu. Dari pemeriksaaan fisik ditemukan nyeri tekan pada titik M c Burney,
Rovsing sign, blumberg sign dan adanya nyeri ketok pada titik M c Burney.
TTV : TD 115/70 mmhg , RR : 18x/menit, T : 38°c, HR : 75x/menit , skala
nyeri : 7 pasien tampak lemah, mata cekung, kesadaran Composmentis.
Pemeriksaan lab menunjukkan peningkatan jumlah leukosit sebanyak
18.000/mm3 dan hasil pemeriksaan USG menunjukkan struktur tubular
buntu. Berdasarkan skor Alvarado 7 indikasikan pasien ini sudah
melakukan operasi. Luka bekas operasi pun belum kering.
P e n gka j i a n :
• Keluhan utama : Nyeri dilakukan penilaian
berdasarkan item PQRST
a.) W awancara - Provokatif( P) : penyakit appendicitis
• Identitas pasien
- Qualitas (Q) : seperti melilit,
Nama : Ny I
- Region (R) : nyeri tekan di kuadran kanan bawah
Usia : 28 tahun
- Skala (S) : 7
Status : menikah
- Timming (T) : Nyeri berkesinambungan
Agama : Islam
• Riwayat kesehatan dahulu : pernah di rawat dengan
Tgl masuk RS : 12 Mei penyakit DBD
Diagnosa medis : appendicitis • Riwayat kesehatan keluarga : Tidak ada  
Pengkaji
an
b.) Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital (tekanan darah,nadi cepat takikardia,nyeri,
kesadaran Composmentis)
- Kepala
Bagian mata tampak seperti kehitaman/mata panda dikarenakan tidak
bisa tidur menahan sakit.
- Leher
Biasanya tidak ada masalah jika menderita appendicitis.
- Thorax
Pada bagian paru-paru saat di auskultasi terdengar nafas cepat akibat dari
menahan kuatnya nyeri.
- Abdomen
● Saat dilakukan inspeksi perut terlihat kembung dan terdapat benjolan.
● Saat di palpasi abdomen kanan bawah akan didapatkan peningkatan
respon nyeri, nyeri pada palpasiter batas pada region iliaka kanan, dapat
disertai nyeri lepas.
● Saat di perkusi teraba adanya massa.
● Saat di auskultasi terdapat bunyi peristaltik usus.
c) Pemeriksaan
Penunjang Radiologi
Pemeriksaan
• Pemeriksaan lab = peningkatan jumlah leukosit sebanyak
18.000/mm3
• Ultrasonografi (USG) = menunjukkan struktur tubular buntu.
ANALISA
DATA
Analisa Data Etiologi Masalah
DS : Agen cedera Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri perut kanan sejak 2 hari yang lalu fisik
(inflamasi
- Pasien mengatakan nyeri sekitar ulu hati kemudian berlanjut apendiks)
ke perut kanan bawah.
DO :
- TD : 115/70 mmHg
- RR : 18x/ menit
-T : 38°c
- Skala nyeri : 7
- Nyeri tekan pada titik Mc Burney, Rovsing sign, blumberg
sign dan adanya nyeri ketok pada titik Mc Burney.
DS : Intake yang tidak Ketidakseimbangan nutrisi kurang
adekuat (klien dari kebutuhan tubuh
- Ny. I mengatakan mual dan muntah sejak tidak nafsu makan
2 hari yang lalu. karena mual
DO : dan muntah)
- Klien menolak untuk makan
- Membran mukosa pucat

DS: Tidak adekuatnya Resiko infeksi


- Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi pertahanan
utama perforasi atau
DO : ruptur pada
apendiks.
- T : 38 °c
- Luka bekas operasi belum kering
No Diagnosa Keperawatan
. DI AGNOS
1. Nyeri akut b.d Agen cedera A
fisik (inflamasi apendiks)

2. Ketidakseimbangannutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake yang


tidak adekuat (klien tidak nafsu makan karena mual dan muntah)

3. Resiko infeksi b.d Tidak adekuatnya pertahanan utama perforasi atau


ruptur pada apendiks
I NTERVEN
SI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri 1. Mengidentifikasi derajat
cedera fisik (inflamasi keperawatan selama 2x24 Observasi ketidaknyamanan dan
apendisitis) jam diharapkan rasa nyeri 1. Identifikasi nyeri dengan teknik kebutuhan untuk keefektifan
pada pasien berkurang PQRST analgesik
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi respon nyeri non 2. Agar bisa menghindari faktor
1. Skala nyeri berkurang verbal yang memperberat nyeri
2. Klien tampak lebih rileks 3. Identifikasi faktor yang 3. Agar klien dapat mengontrol
memperingan dan nyeri secara mandiri
memperberat rasa nyeri 4. Lingkungan yang tenang akan
Terapeutik membuat klien lebih rileks
1. Ajarkan teknik nonfarmakologis 5. Pemberian obat untuk
untuk mengurangi rasa nyeri mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status nutrisi pasien. 1. Pengkajian penting dilakukan
nutrisi kurang dari keperawatan 2x24 jam 2. Delegatif pemberian nutrisi untuk mengetahui status
kebutuhan tubuh b.d diharapkan kebutuhan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
intake yang tidak dapat terpenuhi ,nafsu pasien :pasien apendisitis. menentukan intervensi yang
adekuat d/d klien tidak makan meningkat, mual/ 3. Anjurkan pasien diberikan.
nafsu makan karena muntah hilang. mengkonsumsi 2. Untuk membantu memenuhi
mual dan muntah Kriteriahasil : makanan lunak seperti bubur. nutrisi yang dibutuhkan
1. Intake nutrisi tercukupi. 4. Kaji frekuensi mual, durasi, pasien.
2. Asupan makanan dan tingkat keparahan, faktor 3. Penting untuk mengetahui
cairan tercukupi. frekuesi, presipitasi yang karakteristik mual dan faktor-
3. Penurunan intensitas menyebabkan mual. faktor penyebab mual
terjadinya 5. Anjurkan pasien makan diketahui maka dapat
mual/muntah. sedikit menentukan intervensi yang
4. Penurunan frekuensi demi sedikit tapisering. diberikan.
terjadinya 6. Anjurkan pasien untuk makan 4. Makan sedikit demi sedikit
mual/muntah. selagi hangat. dapat meningkatkan intake
5. Pasien mengalami 7. Timbang BB pasien Jika nutrisi.
peningkatan BB memungkinkan dengan 5. Makan dalam kondisi hangat
teratur. dapat menurunkan rasa mual
sehingga intake nutrisi dapat
ditingkatkan.
6. Dengan menimbang BB dapat
memantau peningkatan dan
penurunan status gizi.
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC) Rasional
Hasil (NOC)
Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Praktikan dan 1. Mengurangi resiko
b.d Tidak asuhan keperawatan instruksikan untuk penyebaran bakteri.
adekuatnya 2x24 jam tidak mencuci tangan dan 2. Periksa sayatan dan
terjadinya infeksi merawat luka aseptik balutan. Catat
pertahanan pada luka post dengan baik. karakteristik drainase
utama perforasi operative. dari luka.
atau ruptur pada Kriteriahasil : 3. Memberikan deteksi
apendiks 1. Mencapai dini terhadap
penyembuhan perkembangan proses
luka tepat waktu. infeksi dan memonitor
2. Bebas dari tanda peritonitis.
tanda infeksi dan
peradangan serta
demam.
I MPLEMENTA
SI
Hari, Diagnosa Implementasi
Tanggal, Keperawatan
Jam
Senin, 26 Nyeri akut b.d agen 1. Mengidentifikasi nyeri dengan teknik PQRST
April 2021 cedera fisik 2. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
08.30 WIB (inflamasi 3. Mengidentifikasi faktor yang memperingan dan
apendisitis)
memperberat rasa nyeri
4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
5. Mengontrol lingkungan yang
dapat memperberat rasa nyeri
6. Memfasilitasi istirahat dan tidur
7. Menjelaskan penyebab, periode, dan
pemicu rasa nyeri
8. Berkolaborasi dengan dokter tentang pemberian
analgetik
Hari, Diagnosa Implementasi
Tanggal, Keperawatan
Jam
Senin, 26 Ketidakseimbanga 1. Mengkaji status nutrisipasien.
April 2021 n nutrisi kurang 2. Mendelegatif pemberian nutrisi yang
08.30 WIB dari kebutuhan sesuai
tubuh b.d intake dengan kebutuhan pasien: pasien apendisitis.
yang tidak adekuat 3. Menganjurkan pasien mengkonsumsi makanan
d/d klien tidak
nafsu makan lunak seperti bubur.
karena mual dan 4. Mengkaji Frekuensi mual, durasi,
muntah tingkat
keparahan, faktor frekuensi bersih presipitasi
yang menyebabkan mual.
5. Menganjurkan pasien makan sedikit
demi
sedikit tap isering.
6. Menganjurkan pasien untuk makan
selagi
hangat.
7. Menimbang BB pasien jika
Hari, Diagnosa Implementasi
Tanggal, Keperawatan
Jam
Senin, 26 Resiko infeksi b.d
April 2021 Tidak adekuatnya 1. Observasi keadaan umum dan tanda tanda
08.30 WIB pertahanan utama vital klien. Memantau dan kaji terkait
perforasi atau ruptur adanya tanda dan gejala infeksi.
pada apendiks .
2. Mengajarkan klien terkait tanda dan gejala
infeksi
3. Menginstruksikan klien dan keluarga untuk
tetap menjaga kebersihan tangan dengan
memncuci tangan sebelum dan sesudah
memegang klien
EVALUAS
I
Hari, Tanggal, Diagnosa Evaluasi
Jam Keperawatan

Rabu, 28 April Nyeri akut b.d agen S : Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
2021 09.00 cedera fisik (inflamasi O : - Suhu 37,5oC
WIB apendisitis) - Skala nyeri 5
A : Masalah teratasi sebagian, klien masih merasakan nyeri
P : Lanjutkan intervensi pemberian analgetik dan teknik
nonfarmakologis
I : - berkolaborasi dengan dokter terkait pemberian
analgetik
- mengajarkan terapi nonfarmakologis
E : Klien dapat melakukan terapi nonfarmakologis
R : Tujuan tercapai, intervensi dihentikan
Hari, Tanggal, Diagnosa Evaluasi
Jam Keperawatan
Rabu, 28 April Ketidakseimbangan S:
2021 09.00 nutrisi kurang dari  Klien mengatakan mual dan muntah mulai berkurang.
WIB kebutuhan tubuh b.d
intake yang tidak  Klien mengatakan nafsu makan mulai ada.
adekuat d/d klien O:
tidak nafsu makan
karena mual dan  Keadaan umum sedikit lemah.
muntah  Klien mulai mengkonsumsi makanan lunak.
A : Sebagian masalah teratasi.
P : Anjurkan klien untuk makan sedikit demi sedikit.
I: Memberikan makanan lunak dan hangat serta pantau
berat badan setiap hari
E : Klien mengatakan sudah tidak mual, muntah dan nafsu
makan bertambah
R : Masalah teratasi dan tidak ada modifikasi rencana
Hari, Tanggal, Diagnosa Evaluasi
Jam Keperawatan
Rabu, 28 April Resiko infeksi b.d Tidak S:
2021 09.00 adekuatnya pertahanan  Klien mengatakan badannya sudah tidak panas.
WIB utama perforasi atau
ruptur pada apendiks  Klien mengetahui terkait tanda dan gejala infeksi.
O:
 Keadaan umum sudah membaik.
 Klien rutin mencuci tangan sebelum dan sesudah.
A : Sebagian masalah teratasi.
P : Anjurkan klien untuk mencuci tangan dan mengurangi
resiko penyebaran infeksi.
I: Memonitor tanda dan gejala jika infeksi muncul.
E : Klien mengatakan badannya sudah tidak panas dan klien
mengetahui tanda dan gejala infeksi.
R : Masalah teratasi dan tidak ada modifikasi rencana
TELAAH

JURNA
L
Jurnal
1

Judul Teknik Relaksasi Genggam Jari


: Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Pasien Post
Penulis Neila Sulung, Sarah Dian
: Rani
2017
Tahun
:
Latar Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan akut
penyebab abdomen yang paling sering terjadi. Appendiktomi adalah mengangkat
Belakang pembedahan untuk apendiks. Hampir semua pembedahan
mengakibatkan rasa nyeri, dan biasa akan terasa pasca operasi dilakukan.

Bila pasien mengeluh nyeri maka hanya satu yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa
nyeri.Selain dari pemberian obat (farmakologi), dapat juga diberikan tindakan non
farmakologi seperti teknik relaksasi genggam jari atau biasa disebut dengan finger hold.

Menggenggam jari sambil mengatur napas (relaksasi) dilakukan selama ± 3-5 menit dan
dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena genggaman jari akan menghangatkan
titik keluar dan masuknya energy yang terletak pada jari tangan. Titik-titik refleksi pada
tangan akan memberikan rangsangan secara refleks (spontan) pada saat genggaman.
Rangsangan tersebut akan mengalirkan gelombang listrik menuju otakyang akan diterima
dan di proses dengan cepat, lalu diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami
gangguan, sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh teknik relaksasi genggam
jariterhadap intensitas nyeri pada pasien post appendiktomi.

Metode dan Penelitian ini menggunakan Quasy Eksperimental. Rancangan penelitian


eksperimen ini adalah Desaigns dengan metode rancangan One Group Pre-
Sampel test Postest. Penelitian dilakukan diruang rawat inap bedah RSUD Achmad
Mochtar Bukit tinggi tahun 2017 pada 17 Februari sampai 1 Mei 2017. Populasi
dari penelitian Populasi sebanyak 15 orang dengan jumlah sampel diambil 10
orang. Intervensi yang diberikan adalah teknik relaksasi genggam jari.
Sebelum dilakukan relaksasi genggam jari (Pretest)
1. Peneliti menetapkan pasien dengan diagnosa appendiksitis dan
direncanakan untuk dilakukan tindakan appendiktomi.
2. Peneliti meminta daftar nama pasien post appendiktomi di Ruangan
bedah .
3. Peneliti menemui langsung responden diruang rawat bedah.
4. Peneliti memperkenalkan diri dan menjalin hubungansaling
Percaya dengan responden
5.Peneliti menjelaskan secara singkat tentang penelitian.
6.Peneliti meminta persetujuan kepada pasien dan pasien mendatangani persetujuan lembar
(informed concent).
7.Peneliti melakukan tes awal(pretest) dengan memberikan
Pertanyaan memilih skala nyeri yang dirasakan dan dicatat Dalam
lembaran hasil pengukuran.

Saat dilakukan relaksasi genggam jari (Intervensi)


1.Posisikan pasien berbaring lurus ditempat tidur, minta pasien untuk mengatur nafas dan
merileksasikan otot.
2.Peneliti duduk berada disamping pasien, relaksasi dimulai dengan menggenggam ibu jari
pasien dengan tekanan lembut, genggam hingga nadi pasien terasa berdenyut.
3. Pasien diminta unuk mengatur nafas dengan hitungan mundur
4.Genggam ibu jari selama kurang lebih 3-5 menit dengan napas secara teratur dan kemudian
seterusnya satu persatu beralih ke jari selanjutnya dengan rentang waktu yang sama.
Setelah dilakukan relaksasi genggamjari (Posttest)
1. Setelah kurang lebih 15-25 menit, alihkan tindakan untuk tangan
yang lain.
2.Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi genggam jari 3 kali
dalam sehari.
3. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan responden
melakukan tehnik tersebut.
4.Tes akhir dengan memberikan pertanyaan tentang nyeri yang dirasakan dan
memilih skala nyeri dan hasil tersebut dicatat dalam lembaran hasil
pengukuran.
5.Catat dan dokumentasikan hasil observasi yang telah dilakukan
6. Ucapkan terimakasih atas kesediaan responden untuk
berpartisipasi.
7. Lakukan pengolahan data pada data yang telah terkumpul untuk
dijadikan laporan penelitian.

Hasil Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan teknik relaksasi


gengam jari berpengaruh terhadap pengurangan nyeri insisi post
appendiktomi.
Kesimpulan Sebelum diberikan intervensi teknik relaksasi gengam jari
adalah 4,80 dengan standar deviasi 0,689. Dan setelah
diberikan intervensi adalah 3,87 dengan standar deviasi 0,652.
Teknik ini dapat mengurangi intensitas nyeri pada pasien post
appendiktomi. Diharapkan teknik relaksasi ini dapat digunakan
dan dapat juga menggunakan metode penelitian yg berbeda dan
menggunakan teknik non farmakologis lainnya seperti faktor
usia, jenis kelamin, dan pengalaman masa lalu.
JURNAL
2
Jurnal
2

● A randomized controlled trial on irrigation of


Judul
open appendectomy wound with gentamicin-
: saline solution versus saline solution for
prevention of surgical site infection
Penuli Sameh Hany Emile, Ahmed Hossam Elfallal,
Mohamed Anwar Abdel-Razik, Mohamed
s: El- Said, Ayman Elshobaky

Tahun 2020
:
Latar Belakang Apendisitis akut adalah salah satu kegawatdaruratan bedah yang
paling umum di dunia dengan kejadian tahunan 10 kasus per
100.000 penduduk. Sementara apendisitis dengan komplikasi
massa atau abses biasanya diobati secara konservatif atau dengan
drainase tertutup yang dipandu ultrasound, apendektomi tetap
menjadi pengobatan standar emas untuk apendisitis akut tanpa
komplikasi. Apendektomi dapat dilakukan dengan pendekatan
terbuka tradisional atau laparoskopi. Komplikasi apendektomi
termasuk infeksi tempat operasi (SSI), dehiscence luka, obstruksi
usus, abses perut / panggul, dan, apendisitis tunggul. Infeksi
tempat operasi (IDO) merupakan salah satu komplikasi yang
paling sering terjadi setelah operasi abdomen. Sebuah studi baru-
baru ini mengungkapkan bahwa apendektomi terbuka memiliki
insiden IDO keseluruhan dan insisional yang lebih tinggi daripada
apendektomi laparoskopi (6,7% vs 4,5%), sedangkan insiden IDO
organ / ruang pada kedua kelompok serupa (3%). Studi observasi
lain menemukan angka yang lebih tinggi dari IDO superfisial
setelah apendektomi terbuka (9%) dibandingkan dengan
apendektomi laparoskopi (5%).
Tujuan Percobaan ini bertujuan untuk meneliti kemanjuran irigasi saline pada
luka apendektomi terbuka dengan atau tanpa antibiotik topikal dalam
pencegahan IDO.

Hasil Merupakan uji coba acak tersamar ganda pada pasien apendisitis akut
yang menjalani apendektomi terbuka. Pasien secara acak dialokasikan ke
salah satu dari tiga kelompok yang sama; kelompok I dilakukan irigasi
luka lapis demi lapis dengan larutan saline gentamisin, kelompok II
dilakukan irigasi luka dengan larutan saline, dan kelompok III tidak
mendapat irigasi (kelompok kontrol). Ukuran hasil utama adalah insiden
IDO insisional, kejadian di tempat operasi (SSO), komplikasi lain, waktu
operasi, nyeri pasca operasi, dan kepuasan pasien.
Hasil 205 pasien (113 wanita) dengan usia rata-rata 27,9 tahun
dimasukkan. Rata-rata skor rawat inap dan nyeri di rumah
sakit serupa pada ketiga kelompok. Kelompok I dan II
memiliki tingkat SSI insisional yang lebih rendah secara
signifikan (4,3% Vs 2,9%; Vs 17,4%, p = 0,005)
dan SSO (24,6% Vs 13,4% Vs 43,5%; p = 0,0003)
dibandingkan dengan kelompok III. Grup I dan II memiliki
tingkat SSI dan SSO yang sebanding. Ketiga kelompok
tersebut memiliki tingkat seroma luka, hematoma, dan
dehiscence yang sama. Kelompok I dan II memiliki kepuasan
yang lebih tinggi secara signifikan dengan prosedur
dibandingkan kelompok III.
Kesimpulan Irigasi lapis demi lapis pada luka apendektomi
terbuka dengan larutan garam, baik antibiotik topikal
digunakan atau tidak, secara efektif menurunkan angka
SSI dan SSO insisional dibandingkan dengan tanpa
irigasi. Penambahan gentamisin topikal ke larutan garam
tidak berguna untuk meningkatkan
hasil karena tidak memberikan penurunan yang
nyata pada tingkat IDO dan SSO dibandingkan
dengan irigasi dengan garam normal saja.
JURNAL
3
Jurnal
3
● Studi Perbandingan Modern Dressing
Judul
(SalepTribee) dan Konvensional
:
Terhadap Proses Penyembuhan
Luka pada pasien Postoperasi
Penuli Tusyanawati, V. M ., S utrisna, M ., &
s: Tohri, T.
2019
Tahun
:
Latar belakang Apendisitis merupakan salah satu kasus kegawat daruratan di bagian
abdomen dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah yang
menetap dan bertambah nyeri. Perawatan post operasi apendiktomi
meliputi monitor tanda vital, menghilangkan / mengurangi nyeri,
mencegah kekurangan volume cairan, mengurangi kecemasan,
memberikan gizi yang optimal, mencegah risiko infeksi, dan
perawata nluka (Smeltzer, dkk., 2010). Untuk mencegah terjadinya
infeksi maka diperlukan perawatan luka post operasi apendiktomi
yang tepat.

Tujuan Untuk mengetahui pengaruh jenis perawatan luka terhadap


penyembuhan luka post operasi apendiktomi.
Metode dan Sampel dalam penelitian berjumlah 18 orang, dengan kelompok
Sampel intervensi secara accidental sampling. Perawatan luka dengan modern
dressing (selep tribee) dan perawatan luka konvensional menggunkan
iodine povidone 10%.

Hasil Hasil penelitian penyembuhan luka post operasi apendiktomi pada


kelompok perawatan luka konvensional hari ke-4 post operasi
mengalami penyembuhan luka terganggu dengan nilai rerata 2,89.
Sedangkan nilai penyembuhan luka pada kelompok perawatan luka
modern dan perawatan standar pada pasien post operasi apendiktomi di
RS Dustira Cimahi memiliki nilai penyembuhan luka yang lebih baik
dibandingkan dengan perawatan luka konvensional dengan rerata nilai
penyembuhan luka 1,33.
Kesimpulan Terdapat perbedaan bermakna dalam proses penyembuhan luka
dengan menggunakan perawatan luka modern dan
konvensional. Hal ini karena migrasi epidermal pada luka
superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering.
Balutan modern ini berfungsi untuk melindungi luka dari
kontaminasi kuman dan mencegah masuknya kuman.Sehingga
dapat mempertahankan kondisil embab, mengontrol kejadian
infeksi, mempercepat penyembuhan luka, mengabsorpsi cairan
luka yang berlebihan, membuang jaringan mati, nyaman
digunakan, steril dan cost-effective
JURNAL
4
Jurnal
4
Judul Application of Interventions Progressive
: Muscle Relaxation to Lower Pain Post
OP Appendectomy in RSU D
Tenriawaru.
Penuli M ardiana
s:
202
Tahun 1
:
Latar
Sebuah survei di Indonesia pada tahun 2014 menunjukkan banyaknya penyakit usus buntu yaitu
Belakang dibuktikan dengan rawat inap sebanyak 4.351 kasus. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan
tahun sebelumnya, tahun 2013 sebanyak 3.236 orang (Depkes RI, 2013). Dari kejadian
apendisitis, dalam menangani masalah ini maka perlu dilakukan penanganan masalah surgicall.
Hal ini perlu dilakukan pembedahan, dimana pembedahan adalah pengobatan yang
menggunakan cara invasif yaitu dengan membuka bagian tubuh dan umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan dan diakhiri dengan menutup dan menjahit luka. Sayatan atau luka yang
dihasilkan inilah merupakan trauma bagi penderita dan hal ini dapat menimbulkan berbagai
keluhan dan gejala (Lasender, Rumende, & Huragana, 2016).

Salah satu terapi non farmakologis untuk mengatasi nyeri adalah terapi relaksasi otot progresif.
Ini dapat dilihat pada beberapa penelitian tentang efektivitas terapi relaksasi otot progresif yaitu
menurut penelitian Fitria & Ambrawati (2015), mengenai perbedaan skala nyeri antar sebelum
dan sesudah relaksasi otot progresif dinyatakan signifikan, hal ini dibuktikan dengan adanya
terapi relaksasi otot progresif, terjadi penurunan skala nyeri rata-rata. –sebuah rata-rata 2.00.
Sedangkan untuk mengetahui kekuatan hubungan atau pengaruh antar variabel tersebut
dinyatakan memiliki pengaruh yang kuat yaitu 0,76. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tekhnik relaksasi progresif dapat secara efektif mengurangi nyeri pada pasien pasca
operasi.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien
yang mengalami pasca operasi usus buntu dengan masalah nyeri akut,
dengan intervensi relaksasi muscel progresif.

Metode Penelitian ini menggunakan desain studi kasus. Jumlah kasus dalam studi kasus ini sebanyak
5 kasus Post Op pembedahan usus buntu. Penelitian ini dilakukan di ruang perawatan bedah
Tenriawaru Rumah Sakit, Kabupaten Bone. Penelitian ini berlangsung pada bulan yang
berlangsung pada bulan Desember 2019. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah pasien
yang menjalani post op appendectomy pada hari kedua, 5 Skala nyeri (sedang), klien yang
berusia> 18 tahun dan bersedia menjadi subjek studi kasus. Data diperoleh dari rekam medis,
penilaian dan observasi tingkat nyeri. Intervensi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah
teknik relaksasi muscel progresif.
Hasil Hasil penilaian nyeri kelima kasus dengan menggunakan Number Rating Scale
(NRS) nyeri skala pengukuran dan penilaian Skala Wong Baker (ekspresi wajah)
didapatkan hasil yang sama hasil. Hal ini dikarenakan pemilihan sampel sesuai
dengan kriteria inklusi yang ditetapkan. Yaitu evaluasi asuhan keperawatan selama 3
hari pelaksanaan pemberian menemukan bahwa nyeri akut telah teratasi
sesuai dengan hasil yang ditentukan.

Kesimpulan Evaluasi penerapan teknik relaksasi progresif relaksasi muscel untuk mengobati
nyeri akut pada pasien apendektomi pasca operasi dikatakan berhasil ditandai dengan
hasilnya dicapai seperti yang ditentukan dalam penerapan intervensi.
Resource

s
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(edisi 8). Jakarta: ECG.
● Grace, P.A., &Borley, N.R. (2006). At a Glance :Ilmu Bedah (edisi ketiga):
Erlangga.
● Fransisca, C., Gotra, I.M., & Mahastuti, N.M. (2019). Karakteristik pasien
dengan gambaran his patologi apendisitis di RSUP Sanglah Denpasar
Tahun 2015-2017. Jurnal Medika Unaya. 8(7).
● Sjamsuhidajat,R.- De Jong.et al. 2010. Buku Ajar Bedah Edisi 3 : EGC.
Jakarta.
● Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. 2021. Keperawatan Medikal
B edah Edisi 9: Elsevier. S ingapore
● KM B Brunner & Suddarth, 2001
● Finansah, Y. W., dkk. (2020). Tata Laksana Apendisitis Akut di Era Pandemi
Covid-19.
● Erianto, M. dkk.(2020). PerforasipadaPenderitaApendisitis Di RS UD
DR.H.AbdulMoeloek Lampung.JurnalIlmiahKesehatan Sandi Husada, Vol 11
(1).
● Ignatavicius & Workman. (2006). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking
forCollaborative Case. Philadelphia: WB Saunders.
Than
ks!

Anda mungkin juga menyukai