Anda di halaman 1dari 9

J urnal Nuansa Kependidikan Vol 16 Nomor.

1, Nopember 2012 75
MENGKONDISIKAN PEMBELAJARAN IPA DENGAN
PENDEKATAN SAINTIFIK
(Natural Science Learning Conditional with Saintific Approach)
Agus Sujarwanta

Abstract: Saintific approach or scientific approach is empirical knowledge. In the realm of
knowledge, this approach emphasizes direct observation and experimentation as
a way to answer the question. Basically, science has a specific way to analyze
the information with the aim of testing. Specific way that makes scientific
knowledge is different from non-scientific knowledge is the use of what is
known as the scientific method. This non-scientific or non-saintific acquiring
knowledge involves informal type of thinking. This approach can be considered
as a way to think critically and systematically. The scientific method is rooted
in the knowledge gained by finding problems through observation,
experimentation, and through a process of objective reasoning and logic.
Key words: saintific method and natural science learning.


A. Pengertian Pendekatan Saintific
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintific adalah pembelajaran
yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung baik menggunakan
observasi, eksperimen maupun cara yang lainnya, sehingga realitas yang akan berbicara
sebagai informasi atau data yang diperoleh selain valid juga dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan menggunakan metode ilmiah, maka untuk mendapatkan
pengetahuan para ilmuwan berusaha untuk membiarkan realitas berbicara sendiri,
membahas mendukung teori ketika prediksi teori ini sudah dikonfirmasi dan menentang
teori ketika prediksinya terbukti tidak teruji.
Gagne, menyebutkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan Sains anak
akan dibuat kreatif, dan mampu mempelajari sains di tingkat yang lebih tinggi dalam
waktu yang lebih singkat. Dengan menggunakan keterampilan-keterampilan memproses
perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep
serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Tujuan pembelajaran sains akan
tercapai jika terdapat keberhasilan penilaian aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek
kognitif adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan
intelektual, aspek afektif erat kaitannya dengan sikap dan emosi, dan aspek psikomotor
berkaitan dengan keterampilan. Ketiga aspek tersebut searah dengan hakikat sains yang
harus ditinjau dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah. Penguasaan aspek-aspek tersebut
pada siswa dapat dilihat dari hasil belajar.

B. Metode Ilmiah akar dari Pendekatan Saintific
Menurut Aragon (2007: 9), metode ilmiah didefinisikan sebagai: systematic
process for acquiring new knowledge that uses the basic principle of deductive (and to a
lesser extent inductive) reasoning. Its considered the most rigorous way to elucidate
cause and effect, as well as discover and analyze less direct relationships between agents
J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 76
and their associated phenomena. Metode ilmiah adalah "proses yang sistematis untuk
memperoleh pengetahuan baru yang menggunakan prinsip dasar penalaran deduktif (dan
pada tingkat lebih rendah induktif). Ini dianggap sebagai cara yang paling ketat untuk
menjelaskan sebab dan akibat, serta menemukan dan menganalisis hubungan yang kurang
langsung antara agen dan fenomena yang terkait. "
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Deduktif atau deduksi adalah cara
berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir
yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah
kesimpulan (Suriasumantri, 2005: 48-49).
Dalam konteks berpikir, deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal
yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus. Berbeda dengan berpikir induktif, induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik
suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Proses yang berkaitan temuan ke dunia
nyata dikenal sebagai induksi, atau penalaran induktif, dan merupakan cara berhubungan
temuan ke alam semesta di sekitar kita.

Pembelajaran dengan pendekatan saintific menuntut siswa harus dapat
menggunakan metode-metode ilmiah yaitu menggali pengetahuan melalui mengamati,
mengklasifikasi memprediksi, merancang, melaksanakan eksperimen mengkomunikasikan
pengetahuannya kepada orang lain dengan menggunakan keterampilan berfikir, dan
menggunakan sikap ilmiah seperti ingin tahu, hati-hati, objektif, dan jujur. Kedua
penalaran tersebut dapat digambarkan dalam siklus metode ilmiah oleh Shuttleworh
(2009), sebagai berikut:


J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 77
Pendekatan saintific dengan demikian mengkaji cara-cara untuk mendapat
pengetahuan baru yang dipelajari dengan menggunakan proses yang sistimatis. Proses
sistimatis ini memadukan dua penalaran yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Penggunaan pendekatan saintific dalam pembelajaran membawa iklim berpikir rasional
yakni mendasarkan kesimpulan pada kecerdasan, logika dan bukti empirik.

C. Efektivitas Pendekatan Saintific dalam Pembelajaran
Fakta empirik tentang keberhasilan pendekatan saintific dalam pem-belajaran
dilaporkan oleh Mulyono, dkk (2012), bahwa perangkat pembelajaran dengan pendekatan
scientific skill teknologi fermentasi berbasis masalah lingkungan pada limbah produksi
tempe-tahu, yaitu meliputi silabus, RPP, bahan ajar, lembar diskusi peserta didik (LDPD),
dan lembar penilaian scientific skill. Hasil analisis menunjukkan perangkat pembelajaran
sangat valid, efektif, dan praktis diterapkan.
Pendekatan saintific dalam pembelajaran yang membawa proses mendapatkan
pengetahuan diantaranya juga dilakukan melalui eksperimen, mendorong siswa belajar
metode penelitian. Implikasi ini ternyata positif, yakni ada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa belajar tentang metodologi penelitian dapat meningkatkan berpikir
dalam bidang kehidupan lainnya (Lehman, Lempert, & Nisbett, 1988).

D. Implikasi Pendekatan Saintific dalam Pembelajaran
Pendekatan saintific dalam proses ilmiah merupakan suatu cara untuk mempelajari
aspek-aspek tertentu dari alam secara terorganisir, sistematik dan melalui metode-metode
saintific yang terbakukan. Ruang lingkup sains terbatas pada pada hal-hal yang dapat
dipahami oleh indera (penglihatan, sentuhan, pendengaran, rabaan, dan pengecapan).
Sedangkan yang disebut metode saintific adalah langkah-langkah yang tersusun
secara sistematik untuk memperoleh suatu kesimpulan ilmiah. Metode saintific juga sering
disebut metode induktif karena dalam prosesnya, metode saintific dimulai dari hal-hal
yang bersifat spesifik ke kesimpulan yang bersifat general. Metode saintific pada dasarnya
merujuk pada model penelitian yang dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626).
Model tersebut memiliki langkah-langkah :
1) Mengidentifikasi masalah (dari fakta yang ditemukan di lingkungan).
2) Mengumpulkan data yang sesuai dengan permasalahan yang ditemukan.
3) Memilah data yang sesuai dengan permasalahan.
4) Merumuskan hipotesis (dugaan ilmiah yang menjelaskan data dan permasalahan yang
ada sehingga dapat menentukan langkah penyelesaian masalah lebih lanjut).
5) Menguji hipotesis dengan mencari data yang lebih faktual (mengadakan eksperimen)
6) Menguji keakuratan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya agar dapat mentukan
tindakan terhadap hipotesis tersebut (mengkonfirmasi, memodifikasi, ataupun menolak
hipotesis).
Implikasi dalam pembelajaran berkenaan dengan hakikat metode saintific di atas,
maka pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian atau
pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hokum-hukum alam yang
J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 78
terjadi misalnya didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Pembelajaran dengan
pendekatan saintific dalam hal ini merujuk kepada sebuah sistem untuk mendapatkan
pengetahuan dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan
dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Penekanan belajar tampak
bahwa siswa aktif berproses, ini secara operasional membawa kepada situasi pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan saintific, menghadirkan keterampilan proses pada siswa.
Langkah-langkah belajar dengan pendekatan proses, tidak lain merupakan
refleksi dari pertanyaan mengapa para ilmuwan bisa menemukan teori atau hukum
dalam ilmu pengetahuan? Sebenarnya, mereka bukan orang-orang yang super, tetapi
mereka memiliki kelebihan dalam hal ketekunan, kerajinan, serta tidak mudah merasa
putus asa. Keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan saja, tetapi harus didukung
dengan kerja keras dan ketekunan sehingga dapat diperoleh suatu keberhasilan.
Para ilmuwan tersebut bekerja secara sistematis, tekun, teliti, dan disiplin. dengan
metode ilmiah seperti dikembangkan Bacon. Cara mempelajari ilmu pengetahuan dengan
menggunakan keterampilan proses akan mendekatkan siswa memiliki pengalaman belajar
yang lebih lengkap dan tidak terjebak dalam belajar hafalan. Secara operasional
pendekatan saintific dalam pembelajaran yang menekankan pada keterampilan proses,
meliputi kegiatan: observasi, menggolongkan, menafsirkan, memperkirakan, mengajukan
pertanyaan, dan mengidentifikasi variabel. Dengan mekanisme pembelajaran tersebut
siswa dalam belajar akan menemukan pengetahuan itu dengan sendirinya.
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan
kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti: mengamati, berhipotesa,
merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Perlu diketahui pendekatan
keterampilan proses ini sebenarnya sudah digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum
1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam
kegiatan belajar.
Dalam pendekatan proses, ada hal mendasar yang harus selalu dipegang pada
setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan, yakni proses mengalami. Pendidikan
harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan proses
mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri peserta didik, bukan
lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya
bukan miliknya sendiri. Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri siswa
dalam setiap proses pendidikan yang dialaminya.

1. Esensi Aktivitas Siswa dalam Observasi
Ketika mengamati fenomena ilmuwan suka mengerahkan tingkat tertentu kontrol.
Ketika menggunakan kontrol, siswa/ilmuwan menyelidiki efek dari berbagai faktor satu
per satu. Tujuan utama untuk siswa/ilmuwan ini adalah untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas tentang faktor-faktor yang benar-benar menghasilkan fenomena. Dalam
proses kerja saintific, kontrol ketat adalah fitur utama sains. Pendekatan non-ilmiah untuk
pengetahuan sering dibuat tanpa sistem. Pendekatan non-ilmiah tidak berusaha untuk
mengendalikan banyak faktor yang dapat mempengaruhi peristiwa-peristiwa yang mereka
J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 79
hadapi (tidak tahan kondisi konstan). Kurangnya kontrol ini membuat sulit untuk
menentukan hubungan sebab-akibat (terlalu banyak mengacaukan, variabel bebas yang
tidak diinginkan).

2. Esensi Siswa dalam Melaporkan Hasil Observasi
Dua orang menyaksikan peristiwa yang sama tetapi hasil yang dilaporkan dapat
berbeda. Hal ini sering terjadi karena bias individu dan pandangan subyektif. Karakteristik
ini adalah ciri-ciri umum di kalangan non-ilmuwan (non-saintis). Laporan mereka
seringkali melampaui apa yang baru saja diamati dan melibatkan spekulasi. Dalam buku
Metode Penelitian dalam Psikologi (Shaughnessy & Zechmeister 1990), contoh yang
sangat baik diberikan menunjukkan perbedaan antara pelaporan ilmiah dan non-ilmiah.
Sebuah ilustrasi disediakan menampilkan dua orang yang berjalan di sepanjang jalan
dengan satu orang yang berjalan di depan yang lain. Ilmuwan akan melaporkannya dalam
cara itu hanya dijelaskan. Non-ilmuwan dapat mengambil langkah lebih lanjut dan
melaporkan satu orang yang mengejar yang lain atau mereka berlomba. Ini bukan
informasi yang obyektif namun spekulasi.

3. Esensi Konsep dalam Pembelajaran
Banyak pelajaran yang dibahas secara rutin meskipun siswa tidak tahu persis
tentang apa yang didiskusikan. Siswa mungkin memiliki gagasan tentang apa yang
dibicarakan (meskipun ide-ide siswa mungkin benar-benar berlawanan). Meskipun siswa
tidak dapat dengan tepat menentukan konsep yang dibicarakan, ini menyebabkan siswa
terjebak dalam pembahasan yang buntu. Ilmuwan berpikir dengan berpijak pada definisi
operasional (berdasarkan set operasi yang menghasilkan hal yang didefinisikan) dengan
konsep. Sebuah contoh dari definisi operasional berikut: kelaparan kebutuhan fisiologis
untuk makanan, konsekuensi dari kekurangan makanan. Setelah definisi operasional telah
ditetapkan komunikasi dapat bergerak maju.

4. Esensi Instrumen/Alat Ukur dalam Pembelajaran
Dalam kehidupan sehari-hari banyak instrumen yang digunakan untuk mengukur
peristiwa. Instrumen umum termasuk alat pengukur gas, timbangan, dan timer. Instrumen
ini tidak terlalu tepat dibandingkan dengan instrumen yang lebih tepat digunakan dengan
pendekatan ilmiah.

5. Esensi Pengukuran dalam Pembelajaran
Sebuah instrumen dapat memberikan tingkat akurasi dan ketepatan tapi masih
kekurangan nilai jika pengukurannya adalah non-valid. Aspek penting lain dari
pengukuran adalah kehandalan. Pengukuran dikatakan dapat diandalkan ketika hasilnya
konsisten. Dalam konteks ilmu pengetahuan adalah penting untuk pengukuran dapat
diandalkan. Di kalangan non-ilmuwan justru kurang penekanan pada keandalan.


J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 80
E. Penerapan Pendekata Saintific dalam Pembelajaran
Penerapan pendekatan saintific yang diangkat dalam contoh berikut adalah pada
pembelajaran mata pelajaran Biologi. Berikut ini langkah-langkah belajar dengan
pendekatan saintific melalui operasionalisasi keterampilan proses, sebagaimana diuraikan
oleh Budiyanto (2013), sebagai berikut:

1. Mengobservasi
Observasi merupakan hasil dari pengamatan melalui indera, siswa akan belajar dengan
mencari gambaran atau informasi tentang objek yang diamati. Hasil apa saja yang kita
peroleh dari suatu pengamatan? Coba anda sebutkan fungsi alat indera kita. Dengan
mata, kita bisa melihat bentuk, warna, serta gerak suatu objek. Dengan alat
pendengaran, kita bisa mendengar bunyi atau suara. Dengan lidah, kita bisa merasakan
berbagai rasa, dengan perabaan bisa mengetahui permukaan objek, adapun dengan
penciuman kita bisa merasakan macam-macam bau. Dalam mempelajari biologi,
kegiatan observasi ini bisa dibantu dengan alat bantu, antara lain mikroskop, kertas
lakmus, lup, termometer, penggaris, dan sebagainya. Hasil observasi dapat berupa
gambar, bagan, tabel, atau grafik.

2. Menggolongkan
Untuk memudahkan cara mempelajari suatu objek, maka kita lakukan penggolongan
suatu objek itu. Jika kita melakukan kegiatan untuk menggolongkan makhluk hidup,
maka hasilnya dapat berupa bagan. Contoh: Jika Anda diminta membuat penggolongan
tanaman kembang merak, kembang sepatu, rumput, palem maka contoh hasilnya bagan
sebagai berikut.

3. Menafsirkan
Menafsirkan, artinya memberikan arti terhadap suatu kejadian berdasarkan kejadian
lainnya. Ketika menafsirkan suatu data, hendaknya kita menggunakan acuan atau
patokan.
Contoh: suatu hari Anda menanam 10 tanaman cabai di halaman rumah. Tanaman
cabai itu tumbuh dengan subur. Karena beberapa hari kurang perawatan, akhirnya 5
tanaman cabai mati. Contoh penafsirannya, ada penurunan jumlah populasi tanaman
cabai sebesar 5 10 Biji berkeping satu Biji berkeping dua 100% = 50%. Penurunan
populasi ini mungkin disebabkan oleh pengaruh cuaca, kekurangan air, suhu, atau
kelembapan udara.

4. Memperkirakan
Kegiatan memperkirakan bukan berarti meramalkan, tetapi membuat perkiraan
berdasarkan pada kejadian sebelumnya atau hukum-hukum yang berlaku. Contoh:
Anda mengamati pertumbuhan tanaman cabai. Pada hari ke-5 tingginya 4 cm, pada hari
ke-10 tingginya 6 cm, hari ke-15 tingginya 8 cm, dan pada hari ke-20 tingginya 10 cm.
Jika dibuat menjadi sebuah grafik.
J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 81

5. Mengajukan Pertanyaan
Seringkah Anda memiliki naluri ingin tahu untuk mengetahui suatu permasalahan?
Untuk menemukan suatu permasalahan, Anda harus dapat mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan, misalnya apa, bagaimana, di mana, kapan, mengapa, dan siapa terhadap
suatu objek. Contohnya, suatu saat Anda mengamati tanaman cabai di sekitar rumah.
Tanaman cabai tersebut sepertinya terlihat akan mati karena banyak daun yang mulai
layu dan menguning, serta banyak bunga yang berguguran. Selanjutnya, tentu akan
timbul pertanyaan untuk mengetahui permasalahan tersebut. Bagaimana ciri tanaman
cabai yang subur dan tanaman cabai yang tidak subur? Adakah ciri-ciri ketidaksuburan
pada tanaman cabai yang Anda amati? Pada bagian mana tanaman itu terganggu?
Mengapa tanaman cabai menjadi tidak subur?
Semua pertanyaan itu perlu dicari jawabannya. Di antara pertanyaan itu, ada yang bisa
dijawab dan ada yang belum bisa dijawab. Pertanyaan yang belum terjawab merupakan
permasalahan yang harus dicari jawabannya, misalnya dengan cara membaca laporan-
laporan dari penemuan sebelumnya atau bisa juga dengan cara lain.

6. Mengidentifikasi Variabel
Tentu Anda mengetahui bahwa pertumbuhan tanaman cabai membutuhkan tanah
sebagai tempat tumbuhnya yang ditunjang dengan pupuk, air, pH, cahaya, suhu, serta
udara. Faktor-faktor pendukung itulah yang dimaksud dengan variabel. Jadi, variabel
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dan memiliki nilai (ukuran tertentu) serta
dapat berubah atau diubah.
Ada tiga jenis variabel, yaitu variabel bebas, variabel kontrol, dan variabel terikat.
Pada contoh tersebut, tanah sebagai variabel bebas karena akan diteliti pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman cabai. Variabel bebas adalah faktor yang dapat dibuat
bervariasi. Adapun faktor seperti cahaya, suhu, pH, air, udara, dan pupuk merupakan
variabel kontrol, yaitu faktor lain yang ikut berpengaruh dan dibuat sama serta
terkendali, sedangkan pertumbuhan tanaman cabai sebagai variabel terikat, yaitu faktor
yang muncul akibat variabel bebas.

F. Sistem Penilaian
Salah satu komponen penting dalam sistem pembelajaran adalah penilaian atau
evaluasi. Oleh karena itu, perangkat penilaian merupakan bagian integral yang
dikembangkan berdasarkan tuntutan tujuan pendidikan. Menurut Arikunto (2009),
penilaian dalam pendidikan merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk
menentukan ketercapaian tujuan pendidikan, bahkan aktivitas penilaian dapat pula
digunakan untuk mengambil keputusan. Penilaian dilakukan dengan berbagai cara dan
menggunakan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang kemajuan atau
pencapaian kompetensi siswa.
Dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan oleh guru untuk
mengukur perkembangan hasil belajar siswa sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan
J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 82
pembelajaran. Selain itu, penilaian juga dilakukan untuk mendiagnosis kesulitan belajar
dan memberikan umpan balik kepada siswa. Penilaian dilakukan secara terus menerus
guna memastikan terjadinya kemajuan dalam belajar siswa. Hasil penilaian yang
diperoleh, dapat dijadikan sebagai dasar menentukan keputusan tentang upaya perbaikan
pembelajaran. Dalam hal ini upaya bimbingan terhadap siswa, yang diperlukan untuk
memperbaiki hasil pembelajaran.
Menurut Rezba (1999) yang dikutip Mulyana (2009), ada tiga dimensi pengetahuan
yang penting untuk dievaluasi, yakni:
1. Dimensi konten atau isi dari ilmu pengetahuan. Dimensi ini merupakan dimensi ilmu
pengetahuan yang sangat penting dan umumnya menjadi bahan pemikiran pertama.
2. Dimensi proses sains. Dalam hal ini adalah keterampilan proses sains yang digunakan
para ilmuan dalam kerja ilmiah. Ketika siswa belajar sains menggunakan pendekatan
keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama juga belajar tentang keterampilan
proses sains.
3. Dimensi sikap ilmiah. Dimensi ini fokus pada sikap dan watak yang menjadi
karakter dari sains. Dimensi ini mencakup hal-hal seperti rasa keingintahuan dan
kemampuan imajinasi, antusiasme dalam mengajukan pertanyaan dan menyelesaikan
masalah. Selain itu, sikap ilmiah yang diperlukan adalah penghargaan terhadap metode
dan nilai-nilai ilmiah.
Ketiga dimensi penilaian di atas sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi dalam
penilaian pembelajaran yang lengkap yang mencakup domain kognitif, psikomotorik, dan
afektif. Oleh karena itu, sistem penilaian pembelajaran dengan pendekatan saintific harus
mampu mengukur penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tulis obyektif dan
subyektif. Realita tersebut menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional belum
mampu mengungkap hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja siswa
secara aktual.
Target hasil belajar yang diharapkan dicapai siswa setelah berlangsungnya proses
pembelajaran tertuang dalam tujuan pembelajaran agar tercapai penilaian otentik yang
reliabel. Untu ini diperlukan upaya meminimalkan adanya faktor penyebab perbedaan
keputusan penskoran terhadap kinerja yang sama. Reliabilitas dalam penskoran sangat
dituntut demi keadilan bagi peserta didik. Hal ini dapat diupayakan dengan menselaraskan
antara komponen yang menyangkut proses dan evaluasi yang menghasilkan hasil belajar
siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Penilaian (evaluasi) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau
ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Dalam konteks pendekatan
saintific maka diperlukan asesmen alternatif (alternative assessment) yakni segala jenis
bentuk asesmen di luar asesmen konvensional (selected respon test dan paper-pencil test)
yang lebih autentik dan signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar
siswa.
Penilaian otentik yang juga diartikan sebagai proses penilaian performance siswa
dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam situasi nyata, guru dapat menetapkan
J urnal Nuansa Kependidikan Vol. 16 Nomor.1, Nopember 2012 83
kriteria kinerja dan penskoran yang memenuhi aspek reliabilitas dan validitas. Penilaian
kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis (paper and pencil test),
kumpulan hasil kinerja siswa (portofolio), penilaian produk 3 dimensi, dan penilaian unjuk
kerja siswa.

Daftar Pustaka

Aragon, A. 2007. Girth Control: The Science of Fat Loss and Muscle Gain. Alan Aragon
Publishing.
Budiyanto. Metode Model Pembelajaran dan Strategi Pembelajaran. http://
budisma.web.id/materi/sma/kelas-x-biologi/belajar-pendekatan-proses.
Definisi Sains. http://www.sciencemadesimple.com/science-definition. html.
Hale, Jamie. Scientific & Nonscientific Approaches To Knowledge. Hale J. (2007) The
Fitness Skeptic. [Online] 25 August 2008. http://www. Maxcon-dition.
com/page.php?105
Mahmuddin. 2010. Pentingnya Penilaian Keterampilan Proses Sains.
Mulyono, S. Yatin, Siti Harnina Bintari, Enni Suwarsi Rahayu, dan Priyantini
Widiyaningrum. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan
Scientific Skill Teknologi Fermentasi Berbasis Masalah Lingkungan. Jurnal
Lembaran Ilmu Kependidikan, Uniniversitas Negeri Semarang, Vol. 41. No. 1.
Tahun 2012.
Mulyana, Edi Hendri. 2009. Penilaian dan Asesmen Dalam Pembelajaran IPA. UPI
Bandung.
Peraturan Mendiknas Nomor: 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian.
Shuttleworth, Martyn. (Jun 26, 2009). What is the Scientific Method?. Retrieved Apr 15,
2013 from Explorable.com: http://explorable. com.
Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai