BAB I
Latar Belakang
Proses pembelajaran di sekolah memerlukan dua pihak, pengajar dan pelajar. Proses
belajar-mengajar harus aktif dan dinamis. Sistem pembelajaran satu arah tidak seharusnya
dianut lagi. Pembelajaran harus berlangsung dua arah, masing-masing pihak harus
bekerjasama dan memainkan peran untuk menghasilkan pembelajaran yang sukses.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam
proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena
merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain,
memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain.
Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan
individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak
dari yang tidak tahu
menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik
menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan
pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung
memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga
perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan
banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali
pertemuan di kelas berlangsung.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan
pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian
tujuan
pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran
konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya
kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam
pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya
ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas
terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi
yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran
yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).
BAB II
Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk
memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai cara/ strategi
secara aktif. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan
penggunaan semua
potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping
itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian
siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu.
Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan
pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian
McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa dapat
mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir. Kondisi
tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini
menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan
anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan
visual,
sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang
diungkapkan Konfucius :
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di
bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab
permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya
penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi
apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu :
Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang
cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah
karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa
mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata
per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya
(setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru
sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam
suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan.
Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak
juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat
tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari
dapat diingat dengan baik.
Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171%
dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran
kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan
karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar
dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio
(pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh
reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi
pembelajaran. Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks
otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa
membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam)
bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan
seluruh proses otak kanan.
Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau
pemikiran sadar seseorang. Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak
menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang
diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak
kiri dan kanan sangat dipentingkan.
1. Law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan
antara stimulus dan respons.
2. Law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka
hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar
3. Law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika
dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu
diulang.
Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan
memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses
pembelajaran menjadi hal yang
menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan
strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory)
mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses.
Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus
dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi
pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar
murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna
sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai
motivasi yang tinggi untuk belajar.
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran
active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :
- Tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada Disesuaikan dengan
pengetahuan yang sudah ada
Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan
strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas.
2. Peserta didik tidak hanya mendengarkan materi pelajaran secara pasif tetapi mengerjakan
sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran tersebut.
3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran.
4. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan
evaluasi.
5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
Dalam saat-saat awal dari kegiatan belajar aktif, ada tiga tujuan penting yang harus
dicapai. Arti pentingnya jangan dipandang rendah sekalipun pelajarannya hanya berlangsung
satu jam pelajaran. Tujuan-tujuan ini adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan tim: membantu siswa untuk lebih menguasai satu sama lain dan menciptakan
semangat kerjasama dan interdependensi.
Ketiga tujuan di atas, bila dicapai, akan membantu menciptakan lingkungan belajar
yang melibatkan siswa, meningkatkan kemauan mereka untuk ambil bagian dalam kegiatan
belajar aktif, dan menciptakan norma kelas yang positif. Dengan hanya memakan waktu
sekitar lima menit (tergantung dari lamanya waktu pelajaran) untuk mengawali pelajaran
yang bisa berlangsung hingga dua jam, alokasi waktu pembuka ini sudah cukup memadai.
Memperkenalkan kembali aktivitas ini dari waktu ke waktu selama pelajaran juga akan
membantu memperbarui pembentukan tim, memperbaiki penilaian, dan menciptakan kembali
minat terhadap mata pelajaran.
Adapun strategi pembuka untuk digunakan dalam pengajaran, yang perlu
dipertimbangkan adalah:
1. Tingkat ancaman: apakah siswa yang akan anda ajar terbuka terhadap gagasan dan aktivitas
baru, atau apakah anda menengarai adanya keengganan dan keberatan dari siswa sejak
permulaan? Mengawali pelajaran dengan strategi yang mengungkapkan kurangnya
pengetahuan dan keterampilan siswa tentunya beresiko: mereka mungkin tidak siap untuk
mengungkapkan kelemahan mereka. Sebagai gantinya, sebuah strategi yang meminta
partisipan untuk berkomentar tentang sesuatu yang tidak asing lagi bagi mereka justru akan
memudahkan keterlibatan mereka di dalam kelas.
2. Kesesuaian dengan norma-norma siswa: pelajaran yang diikuti oleh siswa remaja atau dewasa
barangkali pada awalnya kurang bisa menerima metode permainan dibanding dengan siswa
usia sekolah dasar. Murid perempuan mungkin merasa lebih nyaman berbagai perasaan
dalam sebuah tugas yang mengungkapkan isi hati dibanding murid laki-laki. Anda
menciptakan lingkungan untuk semua siswa ketika memilih aktivitas pembuka; karena itu
pertimbangankanlah siapa saja siswa ada dan rencanakanlah dengan cermat.
3. Relevansi terhadap mata pelajaran: bila anda tertarik dengan pertukaran nama secara
sederhana, strategi yang akan anda baca berikut ini menawarkan peluang bagus bagi siswa
untuk memulai mempelajari materi pelajaran. Variasikan bahan pembuka percakapan agar
memiliki relevansi dengan materi yang hendak anda ajarkan.
Semakin erat antara latihan pembuka dengan mata pelajaran anda, semakin mudahlah
peralihan yang hendak anda lakukan terhadap aktivitas belajar utma yang telah anda siapkan.
Penggunaan strategi pembelajaran aktif bagi pendidik akan memudahkan dalam mengajar.
Adapun beberapa strategi untuk mengaplikasikan model pembelajaran aktif (active learning)
adalah:
1. Critical
Insident (Mengkritisi Pengalaman Penting) Strategi ini digunakan oleh pendidik dengan
maksud
mengajak peserta didik untuk mengingat pengalaman yang pernah dijumpai atau dialami
sendiri kemudian dikaitkan dengan materi bahasan.
3. Poster
Comment (Mengomentari Gambar)
Strategi ini digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk memunculkan
ide apa yang terkandung dalam gambar, yang mana gambar tersebut berkaitan dengan
pencapaian suatu kompetensi dalam pembelajaran.
4. Index
Card Matc (Mencari Pasangan Jawaban)
Suatu strategi yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk
menemukan jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang disiapkan.
9. JiQSaw Yaitu strategi kelompok yang terstruktur didasarkan pada kerjasama dan tanggung
jawab. Strategi ini menjamin setiap peserta didik memikul tanggung jawab yang signifikan
dalam kelompok.
L. Dee Fink
(1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut:
1. Dialog dengan diri sendiri adalah proses di
mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang dipelajari.
Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka pikir atau
yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik yang
dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah
jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana
mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.
2. Dialog
dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang
terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis
ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.
3. Observasi
terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang
melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah
itu guru atau teman mereka sendiri
4. Doing
atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti
membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan
lain sebagainya.
Ada
banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar
aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Melvin L. Silberman (2001) mengemukakan
101 bentuk metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya
dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan
tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain:
1.
Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik)
Metode
Question Student Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan
harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka
miliki. Metode ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi
siswa melalui tulisan. Hal ini sangat baik digunakan pada siswa yang kurang
berani mengungkapkan pertanyaan, keinginan dan harapan-harapannya melalui
percakapan.
Metode
reconnecting (menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan
perhatian anak didik pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan
aktivitas tersebut.
Metode
ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan
pengalaman-pengalaman (yang telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang
mereka miliki.
Metode
ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan
konsep, penggolongan sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi
informasi.
5. Trading Place
Metode
ini digunakan untuk memecahkan kebekuan suasana dalam kelas. Teknik ini lebih
mirip dengan perburuan terhadap teman-teman di kelas daripada terhadap benda.
Strategi ini membantu perkembangan pembangunan team (team building) dan membuat
gereakan fisik berjalan tepat pada permulaan gerakan fisik berjalan tepat pada
permulaan sebuah perjalanan.
7. Resume Kelompok
Teknik
resume secara khusus menggambarkan sebuah prestasi, kecakapan dan pencapaian
individual, sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk
membantu para peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem
dari sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain.
8. Prediction (Prediksi)
Metode
ini dapat menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat. Peserta
didik dibagi ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota dan diminta untuk
membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran dengan menekankan
nilainya bagi meraka atau bagi dunia.
Metode
ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama
lain aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.
Model
pembelajaran active learning menekankan pentingnya proses belajar siswa di
samping hasil belajar yang dicapainya. Bahwasanya proses belajar yang optimal
memungkinkan hasil belajar yang optimal pula.
Ada
beberapa kemampuan yang dituntut dari seorang guru dalam menumbuhkan keaktifan
belajar dalam proses pengajaran, yaitu:
f. Terampil
menggunakan metode mengajar yang mendorong keaktifan seperti metode pemberian
tugas. Metode diskusi, metode demontrasi, metode eksperimen, metode pemecahan
masalah dll.
g. Terampil
menggunakan model-model mengajar yang menumbuhkan keaktifan sehingga diperoleh
hasil belajar yang optimal. Model-model belajar yang bernafaskan keaktifan akan
dibahas lebih lanjut.
Dalam
menghadapi siswa yang kemampuan atau kesanggupanya rendah, guru hendaknya
melakukan usaha-usaha sebagai berikut:
3.
peregunakan alat bantu sehingga dapat memperjelas bahan yang diberikan
4. tugas dan
pekerjaan yang diberikan kepad asiswa yang rendah kemampuanya jangan terlalu
banyak dan sulit yang dapat menimbulkan rasa rendah diri da frustasi bila ia
tidak mampu mengerjakanya
5. berikan
penghargaan khusus setiap menunjukna kemajuan belajarnya, missal dengan
memberikan pujian atas prestasinya, memberikan penjelasan dan dorongan bahwa ia
tidak kalah dengan kelas lainya.
6. berikan
tugas dan pekerjaan rumah secara teratur agar ia dapat mengejar ketinggalanya
dari siswa lain.
7. berikan
perhatian khusus baik didalam kelas maupun diluar kelas dengan menunjukan rasa
sayang sehingga ia merasa diperhatikan
8. apabila
ad diskusi atau kerja kelompok jangan disatukan dengan anak pandai, namun ada
dalam satu kelompok dengan siswa yang setaraf sehingga ada keberanian untuk
berpartisipasi dalam kelompoknya.
9. jika guru
ada waktu berikan pelajaran tambahan diluar waktu belajar bersama-sama dengan
siswa yang setaraf kemampuanya.
a.
berikan tugas tambahan
sehingga ia dapat memanfaatkan waktunya dan bisa maju
sesuai dengan
kemampuanya.
c. Tempatkan siswa itu sebagai ketua kelompok belajar agar dapat
menggambil inisiatif dalam memecahkan masalah dan tugas yang diberikan kepada
mereka.
d.
Beri kesempatan untuk
mengemukakan di depan kelas dan beriakn penghargaan atas karya dan pendapatnya.
e. Berikan tugas dan tanggung jawab untuk membantu teman lain
dalam menyelesaikan pekerjaan dan aktifitas belajarnya.
c.
Pertimbangan minat belajar, pengelompokan siswa atas dasar minat yang sama
dapat dilakukan oleh guru dalam rangka mengembangkan kegiatan belajarnya,
sehingga guru harus mengetahui minat para siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan
cara bertanya pada siswa atau menyuruh siswa untuk memilih mata pelajaran yang
disukainya.
KESIMPULAN
1.
Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan
maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan
berbagai cara/ strategi secara aktif.
2. Adapun
karakterisrik model pembelajaran active learning adalah penekanan proses
pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada
pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau
permasalahan yang dibahas, peserta didik aktif mengerjakan sesuatu yang
berkaitan dengan materi pelajaran tersebut, penekanan pada eksplorasi
nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran, peserta didik
lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan
evaluasi, umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
3. Ada
banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar
aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Kesemuanya dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan
dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain Who is in the Class?
(siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV
Komersial, Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik), dan lain
sebagainya.
4. Peran
guru dalam pembelajaran active learning guru dituntut dapat menumbuhkan
keaktifan belajar dalam proses pengajaran.
Quantum learning
ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat
mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan
merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum
digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran
akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah
dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat
jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik
berkebangsaan Bulgaria.
Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia).
Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi
belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif.
Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para
murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka
didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel.
Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
1.Sebagian besar pengguna teknologi multi media masih menganggap multi media
hanya sebagai alat penampil suatu materi yang akan disampaikan
3.Level sensorik, yaitu yang berkaitan dengan saluran sensorik yang berfungsi
untuk menerima tanda (signs).
d.Pembelajaran non-linearitas
e.Interaktivitas.
2.Animasi
5.Interaktivitas
Interaktivitas disini
diterjermahkan sebagai tingkat interaksi dengan media pembelajaran yang
digunakan, yakni multimedia. Karena kelebihan yang dimiliki multimedia,
memungkinkan bagi siapapun (guru/fasilitator dan peserta diklat) untuk eksplore
dengan memanfaatkan detail-detail di dalam multimedia dalam menunjang kegiatan
pembelajaran. Permasalahannya tinggal bagaimana aktivitas behavioristik
terhadap multimedia memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak (guru
& peserta).
I. ABSTRAK
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan
untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Tujuan pendidikan tinggi di Indonesia sebagai berikut: (1) menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi
dan kesenian; (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Inti proses belajar adalah perubahan pada diri individu dalam aspek pengetahuan,
sikap, keterampilan, dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungan.
Belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Dengan
kata lain suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil bila dalam diri individu terbentuk
pengetahuan, sikap, keterampilan, atau kebiasaan baru yang secara kualitatif lebih baik dari
sebelumnya. Proses belajar dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan
lingkungan belajar secara mandiri atau sengaja dirancang. Orang yang belajar mandiri secara
individual dikenal sebagai otodidak, sedangkan orang yang belajar karena dirancang dikenal
sebagai pembelajaran formal. Proses belajar sebagian besar terjadi karena memang sengaja
dirancang. Proses tersebut pada dasarnya merupakan sistem dan prosedur penataan situasi
dan lingkungan belajar agar memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem dan prosedur
inilah yang dikenal sebagai proses pembelajaran aktif.
Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memungkinkan para
pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara
fisik. Model proses ini dikenal sebagai pembelajaran aktif atau pembelajaran interaktif
dengan karakteristiknya sebagai berikut: (1) adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok dan
perorangan; (2) dosen berperan sebagai fasilitator belajar, nara sumber dan manajer kelas
yang demokratis; (3) keterlibatan mental (pikiran, perasaan) siswa tinggi; (4) menerapkan
pola komunikasi yang banyak; (4) suasana kelas yang fleksibel, demokratis, menantang dan
tetap terkendali oleh tujuan; (6) potensial dapat menghasilkan dampak intruksional dan
dampak pengiring lebih efektif; (7) dapat digunakan di dalam atau di luar kelas/ruangan.
II. PENDAHULUAN
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Masyarakat ilmiah merupakan kategori masyarakat yang warganegaranya memiliki
sifat ingin mengetahui segala fenomena yang ada, dengan melakukan kegiatan pengkajian
secara ilmiah berbagai bidang ilmu, agar memperoleh kebenaran yang teruji sesuai dengan
metode ilmu pengetahuan.
Dalam metode dan proses belajar mengajar yang digunakan dalam masyatakat ilmiah
berbeda dengan proses yang dipakai oleh SLTP dan SLTA yang lebih bersifat arahan
(courses). Dosen dan mahasiswa sebagai sivitas akademika dalam pengembangan ilmu
pengetahuan lebih bersifat (discourses). Ciri-ciri masyarakat ilmiah Febrian (2000:11)
mengatakan bahwa: “kritis, objektif, analitis, kreatif dan konstruktif, bebas dari prasangka,
kesejawatan/kemitraan khususnya di antara sivitas akademika, dialogis, memiliki dan
menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta tradisi ilmiah, dinamis berorientasi ke
masa depan dan sebagainya”.
Demikian juga dengan pembelajaran. Satu materi pembelajaran jika diajarkan oleh
dosen/pengajar yang berbeda akan dirasakan oleh warga belajar dengan rasa yang berbeda
pula. Jika warga belajar ditanya kenapa dosen A banyak disenangi oleh mahasiswa, dapat
ditebak bahwa jawabannya akan berkisar pada cara mengajar dosen A yang menarik. Ilustrasi
di atas menggambarkan arti penting strategi atau teknik atau cara dalam melakukan
pekerjaan. Terlebih lagi bagi dosen di perguruan tinggi. Kenapa Perguruan Tinggi? Karena
asumsinya bahwa mahasiswa adalah orang dewasa yang sudah mampu berpikir kritis, dan
dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik bagi mereka. Di samping itu mahasiswa
juga dapat menggunakan otak mereka dalam belajar tanpa harus dipaksa. Berdasarkan alasan
di atas, seorang dosen dapat menyampaikan materi perkuliahan dengan strategi yang
bervariasi, dan tentunya melibatkan mahasiswa secara aktif. Hal ini dilakukan dengan tujuan
agar mahasiswa mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar dan kalau bisa diusahakan untuk
menumbuhkan daya kreativitas sehingga mampu membuat inovasi-inovasi. Strategi
pembelajaran ini disebut dengan Strategi Pembelajaran Aktif.
Pembelajaran aktif Zaini dkk. (2002:12) mengatakan bahwa:“suatu pembelajaran
yang mengajak mahasiswa untuk belajar secara aktif”. Ketika mahasiswa belajar dengan
aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara
aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi kuliah, memecahkan
persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang
ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, mahasiswa diajak untuk turut serta
dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik.
Dengan cara ini biasanya mahasiswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan
sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh mahasiswa untuk mendapatkan hasil belajar
yang maksimum. Ketika mahasiswa pasif, atau hanya menerima dari dosen, ada
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengikuti informasi yang baru saja diterima dari dosen.
Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian
menyimpannya dalam otak. Mengapa demikian? Karena salah satu faktor yang menyebabkan
informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Belajar yang
hanya mengandalkan indera pendengaran mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil
belajar seharusnya disimpan sampai waktu yang lama. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata
mutiara yang diberikan oleh seorang filosof kenamaan dari Cina, Konfusius (dalam Zaini
dkk, 2002:13) mengatakan bahwa: “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat,
saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham”.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini adalah Departemen Pendidikan Nasional,
memberlakukan Kurikulum Pendidikan Tinggi yang baru, yang selanjutnya disebut
Kurikulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000, dengan perubahan sangat mendasar, yakni pada
paradigmanya. Kurikulum yang sekarang diberlakukan, kurikulum 1994, menganut
paradigma content based approach, yaitu penguasaan materi perkuliahan menjadi prioritas
utama. Sementara itu, Kurikulum tahun 2000 menganut paradigma competent based
approach, yaitu kurikulum dikembangkan berdasarkan target kompetensi lulusan yang telah
terlebih dahulu diformulasikan. Kurikulum 2000 juga dikembangkan menurut filosofi
pendidikan yang direkomendasikan UNESCO sebagai berikut: “ learning to know, learning
to do, learning to be, dan learning to live together”.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan pasar bebas (globalisasi), yang
berupa persaingan ketat dalam kualitas, semua perguruan tinggi di Indonesi perlu melakukan
antisipasi serta tindakan konkret berkaitan dengan perubahan kurikulum di atas, sehingga
tidak banyak ditinggalkan oleh masyarakat penggunanya, baik pendidikan akademik maupun
pendidikan profesional.
III. PEMBAHASAN
IV. Strategi Pembelajaran Aktif
Sebagaimana ditegaskan oleh para teoritisi belajar seperti Crow and Crow (1963),
Gagne (1965), dan Hilgard and Bower (1966) dalam Knowles (1990), inti proses belajar
adalah perubahan pada diri individu dalam aspek-aspek pengetahuan, sikap, keterampilan,
dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungannya. Atau bila kita ambil
Kolb (1986), mengatakan bahwa: “belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui
transformasi pengalaman”. Dengan kata lain suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil
bila dalam diri individu terbentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, atau kebiasaan baru
yang secara kualitatif lebih baik dari sebelumnya. Proses belajar dapat terjadi karena adanya
interaksi antara individu dengan lingkungan belajar secara mandiri atau sengaja dirancang.
Jenis model-model pembelajaran interaktif Prof. Dr. Atwi Suparman, M.Sc.
(1997:12) menjelaskan antara lain:
1) Model berbagai informasi yang tujuannya menitikberatkan pada proses komunikasi dan
diskusi melalui interaksi argumentatif yang sarat penalaran. Termasuk ke dalam rumpun
ini Model Orientasi, Model Sidang Umum, Model Seminar, Model Konferensi Kerja,
Model Simposium, Model forum, dan Model Panel.
2) Model Belajar melalui pengalaman yang tujuannya menitikberatkan pada proses
perlibatan dalam situasi yang memberi implikasi perubahan perilaku yang sarat nilai dan
sikap sosial. Termasuk ke dalam rumpun ini Model Simulasi, Model Bermain Peran,
Model Sajian Situasi, Model Kelompok Aplikasi, Model Sajian Konflik, Model Sindikat,
dan Model Kelompok “T”.
3) Model pemecahan masalah yang tujuannya menitikberatkan pada proses pengkajian dan
pemecahan masalah melalui interaksi dialogis dalam situasi yang sarat penalaran induktif.
Termasuk ke dalam rumpun ini Model Curah Pendapat, Model Riuh Bicara, Model
Diskusi Bebas, Model Kelompok Okupasi, Model Kelompok Silang, Model Tutorial,
Model Studi Kasus, dan Model Lokakarya.
Model kelompok orientasi Situmorang (1997:3) mengatakan bahwa: ”suatu model
pembelajaran melalui pengenalan program dan lingkungan belajar. Dalam pembelajaran
tersebut dibentuk kelompok siswa. Yang dimaksud program meliputi tujuan dan strategi
pencapaiannya, sedangkan linmgkungan belajar meliputi sarana belajar, narasumber, sarana
pendukung, dan termasuk di dalamnya tata tertib yang harus dipatuhi”. Ada tiga keterampilan
dasar mengajar yang dibutuhkan pengajar yaitu keterampilan menjelaskan, keterampilan
bertanya dan keterampilan mengolah kelompok kecil.
Model Sidang Umum Winataputra (1997:13) menjelaskan bahwa: “istilah teknis
pembelajaran yang digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk prosedural pengorganisasian
interaksi belajar-mengajar yang melibatkan pengajar (guru, pelatih, tutor, dosen, instruktur,
widyaiswara) dan peserta didik (petatar, mahasiswa, siswa)”. Model ini merupakan bentuk
simulatif atau tiruan sidang umum atau dapat pula disebut Sidang Umum berskala pedagogis
kelas. Model ini bertujuan agar peserta didik dapat menyajikan informasi, memimpin
pertemuan, membahas masalah, dan merumuskan kesimpulan atau mengambil keputusan
dalam pertemuan formal. Beberapa keterampilan dasar mengajar yang perlu dikuasi yaitu
keterampilan menjelaskan, keterampilan bertanya, keterampilan mengadakan variasi,
keterampilan mengelola kelas dan ketarampilan memberikan penguatan.
Model Seminar Irawan (1997:25) menjelaskan bahwa: “suatu kegiatan belajar
mengajar yang melibatkan sekelompok orang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan
yang mendalam, atau dianggap mempunyai pengalaman dan pengetahuan mendalam tentang
suatu hal, dan membahas hal tersebut bersama-sama dengan tujuan agar setiap peserta dapat
saling belajar dan berbagi pengalaman dengan rekannya”.
Model Konferensi Kerja Tubbs (dalam Wardiani, 1997:37) mengartikan: “sebagai
rangkaian pertemuan yang membahas topik yang menjadi kepedulian berbagai orang atau
kelompok peserta konferensi. Misalnya, wakil-wakil dari berbagai perguruan tinggi
mengadakan konferensi untuk membahas kurikulum, pengabdian pada masyarakat, dan lain-
lain”.
Model Simposium Winataputra (1997:49) mengatakan: “merupakan bentuk
pertemuan ilmiah yang resmi”. Dalam pertemuan ini para pembicara menyampaikan
pandangan mengenai suatu topik dari berbagai visi. Dengan cara ini suatu topik permasalahan
dibahas secara meluas sehingga masalah itu terurai secara interdisipliner. Misalnya masalah
pendidikan dibahas dari visi sosial, ekonomi, psikologi, agama, dan teknologi. Model
simposium merupakan kerangka pembelajaran yang memerankan peserta didik sebagai pakar
dalam berbagai bidang untuk berlatih memecahkan suatu topik problematik. Peserta didik
dikondisikan untuk mencoba berbagai ide mengenai sesuatu dari visi masing-masing.
Model Forum dipakai sebagai istilah teknis pembelajaran untuk menunjukkan suatu
bentuk prosedural pengorganisasian interaksi belajar mengajar klasikal yang melibatkan
pengajar dan peserta didik dalam konteks pembahasan masalah. Model ini dapat bersifat
bentuk nyata (real) bila masalah yang dibahas memang benar-benar merupakan masalah yang
dihadapi peserta didik.
Diskusi Panel merupakan kerangka konseptual yang digunakan oleh pengajar dalam
mengorganisasikan interaksi belajar mengajar dalam konteks pembahasan masalah
kontroversial di lingkungannya. Model ini dapat dilakukan dalam bentuk real atau dalam
bentuk simulatif, tergantung dari hakekat masalah yang dibahas. Dengan menggunakan
model ini, peserta didik akan dapat menyampaikan informasi atau pendapat mengenai
permasalahan yang kontroversial. Proses ini akan mengkondisikan peserta didik untuk
berpikir secara kritis dan bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda.
Model Simulasi diartikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada siswa untuk meniru satu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan
sehari-hari, atau yang berkaitan dengan tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika
kelak siswa sudah bekerja. Misalnya, simulasi mengajar, simulasi menolong orang sakit,
simulasi mengatasi perampokan, atau simulasi pengaturan ruang. Dengan demikian, simulasi
sebagai salah satu model pembelajaran merupakan peniruan pekerjaan yang menuntut
kemampuan tertentu dari siswa sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan. Simulasi bertujuan
untuk memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi buatan
sehingga siswa terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya.
Bermain peran digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih menumbuhkan kesadaran dan kepekaan sosial serta
sikap positif, di samping menemukan alternatif pemecahan masalah. Dengan perkataan lain,
melalui bermain peran, siswa diharapkan mampu memahami dan menghayati berbagai
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang merupakan tekanan utama
dalam bermain peran yang membedakannya dari simulasi. Simulasi lebih menekankan pada
pembentukan keterampilan, sedangkan pembentukan sikap dan nilai merupakan tujuan
tambahan.
Model Sajian Situasi merupakan kerangka prosedural pembelajaran yang
menggunakan simulasi sebagai pemicu (trigger) belajar. Materi yang disajikan bukanlah
konsep yang abstrak secara verbal tetapi situasi yang dibuat mencerminkan suatu konsep.
Peserta didik dikondisikan untuk dapat menangkap konsep itu melalui proses analisis situasi
yang disimulasikan.
Model Kelompok Aplikasi adalah satu model pembelajaran keterampilan melalui
penerapan dalam situasi nyata. Istilah aplikasi sering digunakan untuk menggambarkan
wujud nyata dari suatu konsep, prinsip, maupun prosedur. Misalnya sering kita mendengar
orang mengatakan itu kan hanya konsep, tapi nyatanya bagaimana?
Model Kelompok Sindikat merupakan istilah teknis pembelajaran yang digunakan
untuk pengorganisasian interaksi belajar mengajar yang melibatkan pengajar, peserta didik,
dan lingkungan belajar. Tujuannya adalah untuk melatih keterampilan peserta didik agar
dapat menggali/mencari informasi, mendiskusikannya dengan sesama teman, meneliti
kebenaran informasi, menyajikan informasi dalam laporan ilmiah, dan mengembangkan sikap
bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri.
Kelompok “T” merupakan pendekatan yang dipinjam dari dunia psikologi dan
manajemen. Melalui model ini, sekelompok orang ditempatkan dalam suatu situasi tertentu,
sedemikian rupa, sehingga setiap orang dalam kelompok itu merasakan adanya suatu
kesatuan yang utuh dengan anggota lain dalam kelompok. Dalam dunia manajemen, strategi
ini sering dilakukan di berbagai organisasi karena dipercaya bahwa tujuan organisasi tidak
bisa dicapai secara optimal apabila personal dalam organisasi tidak memiliki sinergi tim,
tidak memiliki rasa kesatuan dengan rekan-rekan yang lain. Dalam dunia pendidikan dan
pelatihan, model kelompok “T” digunakan dengan alasan relatif sama.
Model Curah Pendapat (brainstorming) Suciati (1977:153) menjelaskan bahwa: “
pada dasarnya merupakan model untuk mencari pemecahan masalah (problem solving),
meskipun dapat juga digunakan untuk tujuan penyusunan program, manual kerja, dan
sebagainya”. Model ini terdiri dua tahap, tahap identifikasi gagasan (curah pendapat) dan
tahap evaluasi gagasan.
Model Riuh Bicara Wardani (1977:161) menjelaskan bahwa: “terjemahan dari Buzz
Group yang secara harfiah berarti “kumpulan lebah” yang berdengung”. Dengungan ini
merupakan ciri khas dari buzz group. Di dalam pembelajaran, Kelompok Riuh Bicara adalah
kelompok kecil yang terdiri dari 2-5 orang yang membahas satu isu atau masalah dalam
waktu yang singkat.
Model Kelompok Diskusi Bebas adalah model diskusi kelompok yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan topik dan arah diskusi. Dengan demikian,
kelompok bebas memilih topik bebas yang akan didiskusikan serta cara dan arah (tujuan)
yang ingin dicapai dalam diskusi. Bahkan siswa dapat menentukan dengan siapa dia ingin
berkelompok. Tujuan utama yang ingin dicapai melalui model ini agar siswa mampu
mengembangkan nilai dan sikap melalui diskusi ide-ide baru. Di samping itu, pengembangan
melalui diskusi bebas oleh mahasiswa juga diharapkan mampu mengembangkan ide-ide baru
yang mungkin belum pernah mendapat kesempatan untuk diungkapkan.
Model Kelompok Okupasi Situmorang (1997:183) menjelaskan bahwa: “satu model
belajar mengajar yang menggunakan pendekatan proses berbagi pengalaman dalam bidang
pekerjaan yang sama”. Mungkin kita yang memiliki profesi dan bidang pekerjaan yang sama
pernah berkumpul untuk memecahkan satu masalah tertentu; kemudian setiap orang diminta
mengutarakan pengalamannya yang berkisar dengan masalah tersebut. Proses berbagi
pengalaman seperti inilah yang disebut dengan Model Kelompok Okupasi.
Model Diskusi Kelompok Silang pada hakekatnya adalah diskusi secara umum.
Diskusi adalah suatu kegiatan yang dihadiri dua orang atau lebih untuk berbagi ide dan
pengalaman serta memperluas pengetahuan. Misalnya beberapa anggota kelompok diskusi
cenderung diam dan hanya menjadi pendengar. Di sisi lain, satu dua anggota lainnya
cenderung mendominasi seluruh pembahasan. Jelas keadaan ini tidak sehat (terutama bila
diskusi ini dipakai dalam konteks belajar mengajar). Model ini diperkenalkan untuk menutupi
beberapa kelemahan di atas.
Model Tutorial Winataputra (dalam Suparman, 1997:205) mengatakan: “bahwa
tutorial atau “tutoring” merupakan istilah teknis pembelajaran yang diartikan sebagai
bimbingan dan bantuan belajar”. Tutorial dapat diberikan oleh pengajar atau sesama peserta
didik (peer tutorial) atau orang lain sebagai tamu (guest tutorial) atau peserta didik yang
lebih tinggi (cross age tutorial).
Model Studi Kasus sangat produktif digunakan untuk mengembangkan
kemampuan/keterampilan memecahkan masalah. Model atau pendekatan ini sangat sering
digunakan dalam pendidikan dan pelatihan, dalam bentuk yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks. Studi kasus merupakan satu bentuk simulasi untuk mempelajari kasus nyata
atau kasus sekarang.
Model Lokakarya (workshop/bengkel kerja) adalah wahana atau forum sekumpulan
orang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan suatu karya. Apa yang dihasilkan dalam
suatu lokakarya adalah sesuatu yang nyata (konkret), dapat diamati (observable), real
(tangible). Karena itu, orientasi lokakarya adalah pada praktik, dan bukan pembahasan
teoritis.
DAFTAR PUSTAKA
Djahiri, A. Kosasih. 2001. Model Pembelajaran Portofolio Terpadu dan Utuh. CICED.
Feebrian, Jack. 2000. Buku Saku tentang Pendidikan Tinggi di Indonesia. Bandung:
Informatika.
Prrabowo, Andi Haris dan Siti Zuhriah Ariatmi (ed.). 2002. Paradigma Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000. Surakarta: Muhammadiah
University Press.
Roooijakkers, Ad. 1995. Cara Belajar di Perguruan Tinggi: Beberapa Petunjuk Praktis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suuparman, Atwi. (ed.). 1997. Model-Model Pembelajaran Interaktif. Jakarta: STIA LAN
Press.
Zaaini, Hisyam., Bermawy Munthe, dan Sekar ayu Aryani. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif
di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD.
ACTIVE LEARNING & SOFT SKILLS
Neila Ramdhani
“Tell me and I will forget… Show me and
I may remember… Involve me and I will
understand.” – Confucius, 450 BC
Secara pedagogis pembelajaran aktif (active learning) adalah proses pembelajaran yang
tidak hanya didasarkan pada proses mendengarkan dan mencatat. Menurut Bonwell
dan Eison (1991) pembelajaran aktif adalah melibatkan mahasiswa dalam melakukan
sesuatu dan berpikir tentang apa yang mereka/mahasiswa lakukan. Menurut Simons
(1997) pembelajaran aktif memiliki dua dimensi, yaitu pembelajaran mandiri
(independent learning) dan bekerja secara aktif (active working). Independent learning
merujuk pada keterlibatan mahasiswa pada pembuatan keputusan tentang proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Active working merujuk pada situasi dimana
pembelajar/mahasiswa ditantang untuk menggunakan kemampuan mentalnya saat
melakukan pembelajaran. Pembelajaran aktif mendasarkan pada asumsi bahwa
pembelajaran pada dasarnya adalah pencarian secara aktif pengetahuan dan setiap
orang belajar dengan cara yang berbeda (Meyers dan Jones, 1983)
Dalam penerapannya di kelas model pembelajaran ini pada dasarnya meminta semua
pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran yaitu dosen dan mahasiswa untuk
memiliki kemampuan merefleksikan pengalaman dan kemauan untuk membagikan
pengalaman tersebut dalam proses pembelajaran di kelas. Dosen diharapkan
membagikan pengalaman yang diperoleh pada saat melakukan penelitian, pengabdian
pada masyarakat dan juga pengalaman hidup sehari-hari yang relevan dengan topik
matakuliah kepada mahasiswa. Demikian juga mahasiswa dapat membagikan
pengalamannya kepada seluruh kelas. Dengan proses tersebut diharapkan baik dosen
dan mahasiswa dapat menajdi pribadi pembelajaran sepanjang hayat dan lebih
independen.
undefined undefined
Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah membuat siswa
dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain murid harus aktif dalam KBM, guru juga
harus aktif dalam memancing dan merangsang kreativitas anak didik sehingga terjadi dialog
dua arah yang dinamis.
Keaktifan peserta didik dalam KBM merupakan salah satu kunci keberhasilan,
pencapaian tujuan pendidikan. Peserta didik akan aktif dalam kegiatan pembelajaran apabila
ada motivasi baik yang bersifat ekstrinsik maupun intrinsik.
Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar aktif pada peserta
didik adalah sebagai berikut :
Profesi sebagai guru tentunya tidak hanya melulu mengajar dengan metode-metode
yang bagus-bagus, tidak mengandalkan kepandaian, dan juga tidak tergantung
lulusan dari perguruan tinggi tertentu. Namun sebagai guru, kita harus tampil
hangat, prima, bersemangat, simpatik, penuh percaya diri, tegas dan antusias. Segala
bentuk penampilan guru akan mempengaruhi sikap para peserta didik. Apabila
tampilan guru sudah tidak bersemangat (loyo, aroma balsem, tidak konsisten) maka
jangan harap akan tumbuh sikap aktif pada diri peserta didik.
Apabila peserta didik telah mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang
mereka ikuti, mereka akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar
secara aktif. Oleh karena itu, pada setiap awal kegiatan, guru wajib memberikan
penjelasan kepada peserta didik tentang apa dan untuk apa materi pelajaran harus
mereka pelajari serta apa manfaat yang akan mereka peroleh.
Agar peserta didik tetap aktif dalam mengikuti KBM, perlu dipilih jenis
kegiatan atau tugas yang sifatnya menarik atau menyenangkan bagi peserta didik
disamping juga bersifat menantang. Pelaksanaan kegiatan hendaknya bervariasi,
tidak selalu harus di dalam kelas, misalnya peserta didik diberikan tugas yang
dikerjakan di luar kelas seperti perpustakaan, di laboratorium, di sawah, di pasar, di
bank, dll.
L. Dee Fink (1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut.
Dialog dengan diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif
mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa
yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik
yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah jurnal
atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar,
apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.
Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang
terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru
membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.
Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang
melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru
atau teman mereka sendiri
Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti
membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain
sebagainya.
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif)
dalam pembelajaran di sekolah. Mel Silberman (2001) mengemukakan 101 bentuk metode
yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai
oleh anak. Metode tersebut antara lain Trading Place (tempat-tempat perdagangan), Who is in
the Class?(siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV
Komersial, the company you keep (teman yang anda jaga), Question Student Have
(Pertanyaan Peserta Didik), reconnecting (menghubungkan kembali), dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan ini penulis mencoba menyajikan beberapa model pembelajaran aktif yang
disajikan Silberman.
Prosedur :
1. beri peserta didik satu atau lebih catatan-catatan Post-it (tentukan apakah kegiatan tersebut
akan berjalan lebih baik dengan membatasi para peserta didik terhadap sebuah atau beberapa
kontribusi)
2. mintalah mereka untuk menulis dalam catatan merea salah satu dari hal berikut :
a. sebuah nilai yang mereka pegang
b. sebuah pengalaman yang telah mereka miliki saat ini
c. sebuah ide atau solusi kreatif terhadap sebuah problema yang telah anda tentukan
d. sebuah pertanyaan yang mereka miliki mengenai persoalan dari mata pelajaran
e. sebuah opini yang mereka pegang tentang sebuah topik pilihan anda
f. sebuah fakta tentang mereka sendiri atau persoalan pelajaran
3. mintalah peseta didik menaruh (menempelkan) catatan tersebut pada pakaian mereka dan
mengelilingi ruangan dengan atau sambil membaca tiap catatan milik peserta yang lain
4. kemudian, suruhlah para peserta didik berkumpul sekali lagi dan mengasosiasikan sebuah
pertukaran catatan-catatan yang telah diletakkan pada tempatnya (trade of Post-it notes) satu
sama lain. Pertukaran itu hendaknya didasarkan pada sebuah keinginan untuk memiliki
sebuah nilai, pengalaman, ide, pertanyaan, opini atau fakta tertentu dalam waktu yang
singkat. Buatlah aturan bahwa semua pertukaran harus menjadi dua jalan. Doronglah peserta
didik untuk membuat sebanyak mungkin pertukaran yang mereka sukai.
5. kumpulkan kembali kelas tersebut dan mintalah para peserta didik berbagi pertukaran apa
yang mereka buat dan mengapa demikian. (misalnya : Mita : “Saya menukar catatan dengan
Sonya karena dia telah membuat catatan tentang perjalanan ke Eropa Timur. Saya menyukai
perjalanan ke sana karena saya mempunyai nenek moyang yang berasal dari Hongaria dan
Ukraina
Prosedur:
1. Buatlah 6 sampau 10 pertanyaan deskriptif untuk melengkapi frase : Carilah seseorang
yang…………
Suka/senang menggambar
Mengetahui apa yang dimaksud rebonding
Mengira bahwa hari ini akan hujan
Berperilaku baik
Telah mengerjakan PR
Punya semangat kuat dalam belajar
dll
2. Bagikan pernyataan-pernyataan itu kepada peserta didik dan berikah beberapaperintah
berikut :
Kegiatan ini seperti sebuah perburuan binatang, kecuali bahwa anda mencari orang sebagai
pengganti benda. Ketika saya berkata “mulai” kelilingilah ruangan dengan mencari orang-
orang yang cocok dengan pernyataan ini. Anda bisa menggunakan masing-masing orang
hanya untuk sebuah pernyataan, meskipun dia memiliki kecocokan lebih dari satu. Tulislah
nama orang tersebut
3. ketika kebanyakan peserta didik telah selesai, beri tanda stop berburu dan kumpulkan
kembali ke kelas.
4. guru dapat menawarkan sebuah hadiah penghargaan teradap orang yang selesai pertama
kali. Yang lebih penting surveilah kelas tersebut. Kembangkan diskusi singkat tentang
beberapa bagian yang mungkin merangsang perhatian dalam topik pelajaran.
Resume kelompok
Teknik resume secara khusus menggambarkan sebuah prestasi , kecakapan dan pencapaian
individual, sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk
membantu para peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem dari
sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain.
Prosedur :
1. Bagilah peserta didik ke dalam kelompok sekitar 3 sampai 6 anggota
2. beritahukan kelas itu bahwa kelas berisi sebuah kesatuan bakat dan pengalaman yang
sangat hebat
3. sarankan bahwa salah satu cara untuk mengenal dan menyampaikan sumber mata pelajaran
adalah dengan membuat resume kelompok.
4. berikan kelompok cetakan berita dan penilai untuk menunjukkan resume mereka. Resume
tersebut seharusnya memasukkan beberapa informasi yang bisa menjual kelompok tersebut
secara keseluruhan. Data yang disertakan bisa berupa :
latar belakang pendidikan; sekolah-sekolah yang dimasuki
pengetahuan tentang isi pelajaran
pengalaman kerja
posisi yang pernah dipegang\keterampilan-keterampilan
hobby, bakat, perjalanan, keluarga
prestasi-prestasi
5. ajaklah masing-masing kelompok untuk menyampaikan resumenya
PREDICTION (PREDIKSI)
Metode ini dapat membantu para siswa menjadi kenal satu sama lain
Prosedur :
1. bentuklah sub-sub kelompok dari 3 sampai 4 orang siswa (yang relatif masih asing satu
sama lain)
2. beritahukan pada peserta didik bahwa pekerjaan mereka adalah meramalkan bagaimana
masing-masing orang dalam kelompoknya akan menjawab pertanyaan tertentu yang telah
dipersiapkan untuk mereka, seperti :
a. kamu menyukai musik apa?
b. Apa di antara kegiatan waktu luang favorit anda?
c. Berapa jam kamu bisa tidur malam?
d. Berapa saudara kandung yang kamu miliki dan kamu berada pada urutan berapa?
e. Di mana kamu dibesarkan?
f. Seperti apa kamu ketika masih kecil?
g. Apakah orang tua kamu bersikap toleran atau ketat?
h. Pekerjaan apa yang telah kamu miliki?
3. mintalah sub-sub kelompok mulai dengan memilih satu orang sebagaoi subyek
pertamanya. Dorong anggota kelompok se spesifik mungkin dalam prediksi mereka
mengenai orang itu. Beritahukan mereka agar tidak takut tentang tebakan-tebakan yang
berani.
4. mintalah masing-masing anggota kelompok bergiliran sebagai orang fokus/utama.
Tv Komersial
Metode ini dapat menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat
Prosedur :
1. bagilah peserta didik ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota
2. mintalah team-team membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran
dengan menekankan nilainya bagi meraka atau bagi dunia
3. iklan hendaknya berisi sebuah slogan (sebagai contoh “Lebih baik hidup dengan ilmu
Kimia”) dan visual (misalnya, produk-produk kimia terkenal)
4. jelaskan bahwa konsep umum dan sebuah outline dari iklan tersebut sesuai. Namun jika
team ingin memerankan iklannya, hal tersebut baik juga.
5. sebelum masing-masing team mulai merencanakan iklannya, maka diskusikan karakteristik
dari beberapa iklan yang saat ini terkenal untuk merangsang kreatifitas (misalnya penggunaan
sebuah kepribadian terkenal, humor, perbandingan terhadap persaingan, daya tarik sex)
6. mintalah masing-masing team menyampaikan ide-idenya. Pujilah kreatifitas setiap orang.
The Company You Keep
Metode ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama lain
aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.
Prosedur :
1. buatlah datar kategori yang anda pikir mungkin tepat dalam sebuah kegiatan untuk lebih
mengenal pelajaran yang anda ajar. Kategori-kategori tersebut meliputi :
a. bulan kelahiran
b. orang yang suka atau tidak suka suatu objek
c. kesukaan seseorang
d. tangan yang digunakan untuk menulis
e. warna sepatu
f. setuju atau tidak dengan beberapa pernyataan opini tentang sebuah isi hangat (misalnya
“Jaminan pemeliharaan kesehatan hendaknya bersifat universal”)
Catatan: Kategori dapat pula dikaitkan langsung dengan materi pelajaran yang diajarkan
2. bersihkan ruang lantaiagar peserta didik dapat berkeliling dengan bebas
3. sebutkan sebuah kategori. Arahkan para peserta didik untuk menentukan secepat mungkin
semua orang yang akan mereka kaitkan dengan kategori yang ada. Misal para penulis dengan
tangan kanan dan penulis dengan tangan kiri akan terpisah menjadi dua bagian.
4. ketika para peserta didik telah membentuk kelompok-kelompok yang tepat, mintalah
mereka berjabatan tangan dengan teman yang mereka jaga. Ajaklah semua untuk mengamati
dengan tepat berapa banyak otang yang ada di dalam kelompok-kelompok yang berbeda.
5. lanjutkan segera pada kategori berikutnya. Jagalah peserta didik tetap bergerak dari
kelompok ke kelompok ketika anda mengumumkan kategori-kategori baru.
6. kumpulkan kembali seluruh kelas. Diskusikan perbedaan peserta didik yang muncul dari
latihan itu. (http://edu-articles.com/)
DAFTAR BACAAN
Bonwell, Charles C., dan James A. Eison, Active Learning: Creating Excitement in the
Classroom, http://www.gwu.edu/eriche.
Dee Fink, L., Active Learning, reprinted with permission of the Oklahoma Instructional
Development Program, 1999,
http://www.edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta,
2002.
McKeachie W., Teaching Tips: A Guidebook for the Beginning College Teacher, Boston,
D.C. Health, 1986.
Silberman, Mel, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli et al.)
Yogyakarta, YAPPENDIS, 2004.
Wenger, Win, Beyond Teaching and Learning, Memadukan Quantum Teaching & Learning,
(terjemahan Ria Sirait dan Purwanto), Nuansa, 2003.
Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta, Gaung Persada Press,
2003.