Anda di halaman 1dari 60

PEMBELAJARAN AKTIF LEARNING

BAB I

Latar Belakang

Proses pembelajaran di sekolah memerlukan dua pihak, pengajar dan pelajar. Proses
belajar-mengajar harus aktif dan dinamis. Sistem pembelajaran satu arah tidak seharusnya
dianut lagi. Pembelajaran harus berlangsung dua arah, masing-masing pihak harus
bekerjasama dan memainkan peran untuk menghasilkan pembelajaran yang sukses.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam
proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena
merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain,
memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain.
Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan
individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak
dari yang tidak tahu
menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik
menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan
pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung
memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga
perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan
banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali
pertemuan di kelas berlangsung.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan
pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian
tujuan
pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran
konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya
kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam
pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya
ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas
terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi
yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran
yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).

            

                                                                     

 
BAB II

MODEL PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING

Pengertian Active Learning

Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan maksud untuk
memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan berbagai cara/ strategi
secara aktif. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan
penggunaan semua
potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping
itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian
siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu.
Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan
pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian
McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa dapat
mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir. Kondisi
tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini
menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama disebabkan
anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan
visual,
sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang
diungkapkan Konfucius :

Apa yang saya dengar, saya lupa


Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham

Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di
bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab
permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya
penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.

Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi
apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu :

- Apa yang saya dengar, saya lupa


- Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
- Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya
mulai paham
- Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan
keterampilan
- Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai

Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang
cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah
karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa
mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata
per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya
(setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru
sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam
suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan.
Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak
juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat
tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari
dapat diingat dengan baik.

            Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171%
dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran
kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan
karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar
dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio
(pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh
reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi
pembelajaran. Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks
otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa
membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam)
bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan
seluruh proses otak kanan.

         Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau
pemikiran sadar seseorang. Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak
menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang
diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak
kiri dan kanan sangat dipentingkan.

Thorndike mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :

  1. Law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan
antara stimulus dan respons.
2. Law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka
hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar
3. Law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika
dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu
diulang.

Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan
memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses
pembelajaran menjadi hal yang
menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan
strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory)
mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses.
Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.

          Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus
dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi
pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar
murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna
sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai
motivasi yang tinggi untuk belajar.

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran
active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :

- Pembelajaran konvensional Pembelajaran Active learning

- Berpusat pada guru Berpusat pada anak didik

- Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan


pengetahuan

- Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan

-Kurang memberdayakan semua indera dan potensi anak didik


Membemberdayakan semua indera dan
potensi anak didik

- Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode

- Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media

- Tidak perlu disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah ada Disesuaikan dengan
pengetahuan yang sudah ada

Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan
strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas.

2. Karakteristik Model Pembelajaran Active Learning

            Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik


sebagai
berikut:

1. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar 


melainkan pada
pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau permasalahan
yang dibahas.

   
2. Peserta didik tidak hanya mendengarkan materi pelajaran secara pasif tetapi mengerjakan
sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran tersebut.
   
3. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran.

   
4. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan
evaluasi.

  
5. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

Di samping karakteristik tersebut di atas, secara umum suatu proses pembelajaran


aktif memungkinkan diperolehnya beberapa hal. Pertama, interaksi yang timbul selama
proses pembelajaran akan menimbulkan positive interdependence dimana konsolidasi
pengetahuan yang dipelajari hanya dapat diperoleh secara bersama-sama melalui eksplorasi
aktif dalam belajar. Kedua, setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan
pengajar harus dapat mendapatkan penilaian untuk setiap peserta didik sehingga terdapat
individual accountability. Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat berjalan dengan
efektif diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan memupuk social skills.
Dengan demikian kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan sehingga penguasaan materi juga
meningkat.
          Suatu studi yang dilakukan Thomas (1972) menunjukkan bahwa setelah 10 menit
belajar di kelas, peserta didik cenderung akan kehilangan konsentrasinya untuk mendengar
pelajaran yang diberikan oleh pendidik secara pasif. Hal ini tentu saja akan makin membuat
pembelajaran tidak efektif jika kegiatan belajar mengajar terus dilanjutkan tanpa upaya-upaya
untuk memperbaikinya. Dengan
menggunakan cara-cara pembelajaran aktif hal tersebut dapat dihindari. Pemindahan peran
pada peserta didik untuk aktif belajar dapat mengurangi kebosanan ini bahkan bisa
menimbulkan minat belajar yang besar pada peserta didik. Pada akhirnya hal ini akan
membuat proses pembelajaran mencapai learning outcomes yang diinginkan.

3. Aplikasi Active Learning (Belajar Aktif)


Dalam Pembelajaran

             Dalam saat-saat awal dari kegiatan belajar aktif, ada tiga tujuan penting yang harus
dicapai. Arti pentingnya jangan dipandang rendah sekalipun pelajarannya hanya berlangsung
satu jam pelajaran. Tujuan-tujuan ini adalah sebagai berikut:

       1. Pembentukan tim: membantu siswa untuk lebih menguasai satu sama lain     dan menciptakan
semangat kerjasama dan interdependensi.

      2. Penilaian sederhana: pelajarilah sikap, pengetahuan dan pengalaman siswa.

       3. Keterlibatan belajar langsung: ciptakan minat awal terhadap pelajaran.

Ketiga tujuan di atas, bila dicapai, akan membantu menciptakan lingkungan belajar
yang melibatkan siswa, meningkatkan kemauan mereka untuk ambil bagian dalam kegiatan
belajar aktif, dan menciptakan norma kelas yang positif. Dengan hanya memakan waktu
sekitar lima menit (tergantung dari lamanya waktu pelajaran) untuk mengawali pelajaran
yang bisa berlangsung hingga dua jam, alokasi waktu pembuka ini sudah cukup memadai.
Memperkenalkan kembali aktivitas ini dari waktu ke waktu selama pelajaran juga akan
membantu memperbarui pembentukan tim, memperbaiki penilaian, dan menciptakan kembali
minat terhadap mata pelajaran.

             Adapun strategi pembuka untuk digunakan dalam pengajaran, yang perlu
dipertimbangkan adalah:

 1. Tingkat ancaman: apakah siswa yang akan anda ajar terbuka terhadap gagasan dan aktivitas
baru, atau apakah anda menengarai adanya keengganan dan keberatan dari siswa sejak
permulaan? Mengawali pelajaran dengan strategi yang mengungkapkan kurangnya
pengetahuan dan keterampilan siswa tentunya beresiko: mereka mungkin tidak siap untuk
mengungkapkan kelemahan mereka. Sebagai gantinya, sebuah strategi yang meminta
partisipan untuk berkomentar tentang sesuatu yang tidak asing lagi bagi mereka justru akan
memudahkan keterlibatan mereka di dalam kelas.

2.  Kesesuaian dengan norma-norma siswa: pelajaran yang diikuti oleh siswa remaja atau dewasa
barangkali pada awalnya kurang bisa menerima metode permainan dibanding dengan siswa
usia sekolah dasar. Murid perempuan mungkin merasa lebih nyaman berbagai perasaan
dalam sebuah tugas yang mengungkapkan isi hati dibanding murid laki-laki. Anda
menciptakan lingkungan untuk semua siswa ketika memilih aktivitas pembuka; karena itu
pertimbangankanlah siapa saja siswa ada dan rencanakanlah dengan cermat.

3. Relevansi terhadap mata pelajaran: bila anda tertarik dengan pertukaran nama secara
sederhana, strategi yang akan anda baca berikut ini menawarkan peluang bagus bagi siswa
untuk memulai mempelajari materi pelajaran. Variasikan bahan pembuka percakapan agar
memiliki relevansi dengan materi yang hendak anda ajarkan.

            Semakin erat antara latihan pembuka dengan mata pelajaran anda, semakin mudahlah
peralihan yang hendak anda lakukan terhadap aktivitas belajar utma yang telah anda siapkan.
Penggunaan strategi pembelajaran aktif bagi pendidik akan memudahkan dalam mengajar.
Adapun beberapa strategi untuk mengaplikasikan model pembelajaran aktif (active learning)
adalah:

1. Critical
Insident (Mengkritisi Pengalaman Penting) Strategi ini digunakan oleh pendidik dengan
maksud
mengajak peserta didik untuk mengingat pengalaman yang pernah dijumpai atau dialami
sendiri kemudian dikaitkan dengan materi bahasan.

2. Reading Guide (Penuntun Bacaan)


Strategi ini digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk mempelajari
sesuatu dengan cara membaca suatu teks bacaan (buku, majalah, koran dan lain-lain) sesuai
dengan materi bahasan.

3. Poster
Comment (Mengomentari Gambar)
Strategi ini digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk memunculkan
ide apa yang terkandung dalam gambar, yang mana gambar tersebut berkaitan dengan
pencapaian suatu kompetensi dalam pembelajaran.

4. Index
Card Matc (Mencari Pasangan Jawaban)
Suatu strategi yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk
menemukan jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang disiapkan.

5. Card Sort (Mensortir Kartu)


Yaitu strategi yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk
menemukan konsep dan fakta melalui klasifikasi materi yang dibahas dalam pembelajaran.

6. The Power of Two (Kekuatan Berpasangan)


Strategi ini digunakan guru dengan maksud mengajak pesreta didik untuk belajar
berpasangan, karena hasil belajar berpasangan memiliki kekuatan yang lebih dibanding
sendirian.

7. Snowballing (1, 2, 4, 8,………dst)


Yaitu suatu strategi yang digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik
untuk merumuskan sebuah jawaban dari pertanyaan guru dengan cara sendirian (1 orang)
kemudian hasilnya dipadukan dengan teman lain dalam kelompok kecil (2 orang) sampai
disepakati dalam kelompok besar.

8. Concept Mapping (Peta Konsep)


Suatu cara yang digunakan oleh pendidik dengan maksud meminta peserta didik untuk
membuat konsep atau kata-kata kunci dari suatu pokok persoalan sebagai rumusan inti
pelajaran.

9. JiQSaw Yaitu strategi kelompok yang terstruktur didasarkan pada kerjasama dan tanggung
jawab. Strategi ini menjamin setiap peserta didik memikul tanggung jawab yang signifikan
dalam kelompok.

10. Brainstorming (Curah Pendapat) dan Elisitasi (Seleksi Pendapat)


Strategi ini digunakan dengan cara meminta peserta didik untuk mencurahkan pendapatnya
atau memunculkan ide gagasan secara lisan dan di Eliminasi atau dipilah jawaban yang
dianggap benar dan cocok.

11. Information Search (Mencari Informasi)


Yaitu suatu cara yang digunakan oleh guru dengan maksudmeminta peserta didik untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan baik oleh pendidik maupun peserta didik
sendiri, kemudian mencari informasi jawabannya lewat membaca untuk menemukan
informasi yang akurat.

12. Active Debate (Debat Aktif)


Strategi ini dapat mendorong pemikiran dan perenungan terutama kalau peserta didik
diharapkan mempertahankan pendapat yang bertentangan dengan keyakinannya sendiri.

13. Everyone is Teacher Here (Semua adalah Pendidik/ Guru)


Strategi ini digunakan oleh pendidik dengan maksud meminta peserta didik untuk semuanya
berperan menjadi narasumber terhadap sesama temannya di kelas belajar.

L. Dee Fink
(1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut:

 
1. Dialog dengan diri sendiri adalah proses di
mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang dipelajari.
Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka pikir atau
yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik yang
dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah
jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana
mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.

2. Dialog
dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang
terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis
ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.

3. Observasi
terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang
melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah
itu guru atau teman mereka sendiri

4. Doing
atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti
membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan
lain sebagainya.

                 Ada
banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar
aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Melvin L. Silberman (2001) mengemukakan
101 bentuk metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya
dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan
tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain:

1.
Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik)

            Metode
Question Student Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan
harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka
miliki. Metode ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi
siswa melalui tulisan. Hal ini sangat baik digunakan pada siswa yang kurang
berani mengungkapkan pertanyaan, keinginan dan harapan-harapannya melalui
percakapan.

2. Reconnecting (menghubungkan kembali)

          Metode
reconnecting (menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan
perhatian anak didik pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan
aktivitas tersebut.

3. Pengajaran Sinergetik (Synergetic Teaching)

          Metode
ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan
pengalaman-pengalaman (yang telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang
mereka miliki.

4. Kartu Sortir (Card Sort)

          Metode
ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan
konsep, penggolongan sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi
informasi.

5. Trading Place

         Metode ini


memungkinkan peserta didik lebih mengenal, tukar menukar pendapat dan
mempertimbangkan gagasan, nilai atau pemecahan baru terhadap berbagai masalah.

6. Who in The Class?

          Metode
ini digunakan untuk memecahkan kebekuan suasana dalam kelas. Teknik ini lebih
mirip dengan perburuan terhadap teman-teman di kelas daripada terhadap benda.
Strategi ini membantu perkembangan pembangunan team (team building) dan membuat
gereakan fisik berjalan tepat pada permulaan gerakan fisik berjalan tepat pada
permulaan sebuah perjalanan.

7. Resume Kelompok

           Teknik
resume secara khusus menggambarkan sebuah prestasi, kecakapan dan pencapaian
individual, sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk
membantu para peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem
dari sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain.

8. Prediction (Prediksi)

         Metode ini


dapat membantu para siswa menjadi kenal satu sama lain. Dalam metode ini,
peserta didik diminta untuk meramalkan bagaimana masing-masing orang dalam
kelompoknya akan menjawab pertanyaan tertentu yang telah dipersiapkan untuk
mereka.
9. TV Komersial

          Metode
ini dapat menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat. Peserta
didik dibagi ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota dan diminta untuk
membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran dengan menekankan
nilainya bagi meraka atau bagi dunia.

10. The Company You Keep

           Metode
ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama
lain aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.

.4. Peran Guru


dalam Pembelajaran Active Learning

          Model
pembelajaran active learning menekankan pentingnya proses belajar siswa di
samping hasil belajar yang dicapainya. Bahwasanya proses belajar yang optimal
memungkinkan hasil belajar yang optimal pula.

            Ada
beberapa kemampuan yang dituntut dari seorang guru dalam menumbuhkan keaktifan
belajar dalam proses pengajaran, yaitu:

 a. Mampu menjabarkan bahan pengajaran dalam


berbagai bentuk, misalnya dalam bentuk  pertanyaan-petanyaan
problematic untuk didiskusikan antar teman, dalam bentuk scenario atau
disimulasikan dan didemonstrasikan oleh siswa, dalam bentuk pernyataan
hipotesisuntuk dipecahkan melalui problem solving, dalam bentuk konsep dan
prisip agar diaplikasikan oleh para siswa dll.

 b. Mampu merumuskan tujuan instruksional


kognitif tingkat tinggi, seperti analisis,sintesis, evaluasi sekurang-kurangnya
aplikasi. Dengan kegiatan tersebut maka kegiatan belajar siswa lebih aktif,
lebih kaya dan lebih komprehensif.

 c. Menguasai cara-cara beljar yang efektif


seperti cara belajar mandiri, berkelompok, cara mempelajari buku, cara bertanya
atau mengajukan pertanyaan, cara mengemukakan pendapat dll. Cara-cara tersebut
hendaknya ditanamkan pada siswa sehingga siswa dapat mempraktikkanya.

 d. Memiliki sikap yang positif terhadap tugas


profesinya, mata pelajaran yang di asuhnya, sehingga selalu berupaya
meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
 e. Terampil dalam membuat alat peraga
pengjaran sederhana sesuaia dengan kebutuhan dan tuntutan mata pelajaran yang
diasuhnya, serta penggunanay dalamproses pengajaran.

 f.  Terampil
menggunakan metode mengajar yang mendorong keaktifan seperti metode pemberian
tugas. Metode diskusi, metode demontrasi, metode eksperimen, metode pemecahan
masalah dll.

 g.  Terampil
menggunakan model-model mengajar yang menumbuhkan keaktifan sehingga diperoleh
hasil belajar yang optimal. Model-model belajar yang bernafaskan keaktifan akan
dibahas lebih lanjut.

 h. Terampil dalam melakukan interaksi dengan


siswa dengan mempertimbangkan tujuan dan bahan pengajaran, suasana belajar,
jumlah siswa, waktu yang tersedia, dan factor yang berkenaan dengan diri guru
itu sendi. Yaitu cara-cara yang digunakan guru dalam melakukan hubungan timbal
balik dengan para siswa.

 i. Memahami sifat dan karakteristik siswa


terutama kemampuan belajarnya, cara dan kebiasaan belajar, minat terhadap mata
pelajaran, motivasi untuk belajar dan hasil belajar yang dicapainya.

 j. Terampil menggunakan sumber-sumber yang ada


sebagai bahan ataupun media belajar para siswa dalam proses belajar mengajar.
Sumber belajar bisa berupa manusia misalnya siswa yang dianggap menguasai bahan
belajar, barang seperti alat-alat peraga, buku sumber dll.

 k. Terampil mengelola kelas atau memimpin


siswa belajar. Guru dituntut menguasai  kelas
dalam pengertian kegiatan siswa belajar dapat dikendalikan dengan baik dan
produktif.

             Disamping ketrampilan-ketrampilan


diatas, guru dituntut untuk dapat menyesuaikan interaksinya dengan kesanggupan
dan kemampuan siswa. Dilihat dari kemampuan atau potensi siswa dalam hubunganya
dengan kesanggupan menerima pelajaran, dapat dibedakan menjadi tiga kategori
siswa, yakni siswa yang tergolong kurang, siswa sedang dan siswa yang
berkemampuan tinggi. Atas dasar kategori ini pendekatan guru bisa berbeda satu
sama lain.

        Dalam
menghadapi siswa yang kemampuan atau kesanggupanya rendah, guru hendaknya
melakukan usaha-usaha sebagai berikut:

  1. sering mengulang bahan pengajaran agar


siswa tersebut dapat lebih memahaminya.
 
2. pembicaraan guru jangan terlalu cepat, dan
berikan contoh-contoh konkrit bagi setiap konsep yang dibahas.

3.
peregunakan alat bantu sehingga dapat memperjelas bahan yang diberikan

4. tugas dan
pekerjaan yang diberikan kepad asiswa yang rendah kemampuanya jangan terlalu
banyak dan sulit yang dapat menimbulkan rasa rendah diri da frustasi bila ia
tidak mampu mengerjakanya

5. berikan
penghargaan khusus setiap menunjukna kemajuan belajarnya, missal dengan
memberikan pujian atas prestasinya, memberikan penjelasan dan dorongan bahwa ia
tidak kalah dengan kelas lainya.

6. berikan
tugas dan pekerjaan rumah secara teratur agar ia dapat mengejar ketinggalanya
dari siswa lain.

7. berikan
perhatian khusus baik didalam kelas maupun diluar kelas dengan menunjukan rasa
sayang sehingga ia merasa diperhatikan

8. apabila
ad diskusi atau kerja kelompok jangan disatukan dengan anak pandai, namun ada
dalam satu kelompok dengan siswa yang setaraf sehingga ada keberanian untuk
berpartisipasi dalam kelompoknya.

9. jika guru
ada waktu berikan pelajaran tambahan diluar waktu belajar bersama-sama dengan
siswa yang setaraf kemampuanya.

           Lain halnya dengan menghadapi siswa


yang memiliki kemampuan tinggi. Dalam menghadapi siswa kategori ini tugas guru
lebih mudah dan lebih ringan. Beberapa sifat yang menonjol dari kategori siswa
ini adalah:

1. cepat tanggap terhadap bahan yang diberikan oleh guru.

2. memberikan reaksi yang spontan bila tidak mengerti.

3. sering mengambil inisiatif untuk melakukan kegiatan


belajar.

4. sering menunjukkan keakuannya kepada teman sekelasnya.

5. kadang-kadang memandang enteng kepada tugas-tugas yang


diberikan dan bahan yang disampaikan oleh guru.
          Oleh
sebab itu, pendekatan guru menghadapi siswa kategori ini bisa dilakukan sebagai
berikut:

a.      
berikan tugas tambahan
sehingga ia dapat memanfaatkan waktunya dan bisa maju

sesuai dengan
kemampuanya.

b.      Jangan terlalu banyak mengulang bahan sebab bisa membosankan


siswa sehingga menggurangi motifasi dan perhatian belajarnya.

c.       Tempatkan siswa itu sebagai ketua kelompok belajar agar dapat
menggambil inisiatif dalam memecahkan masalah dan tugas yang diberikan kepada
mereka.

d.     
Beri kesempatan untuk
mengemukakan di depan kelas dan beriakn penghargaan atas karya dan pendapatnya.

e.       Berikan tugas dan tanggung jawab untuk membantu teman lain
dalam menyelesaikan pekerjaan dan aktifitas belajarnya.

Melalui upaya diatas siswa kategori tinggi tidak dihambat


kemajuanya, tetapi disalurkan sehingga dapat menambah usahanya menuju hasil
yang lebih optimal. Adapun menghadapi siswa kategori sedang-sedang saja atau
pandai tidak kurang juga tidak, pendekatanya berada pada kondisi antara
karakteristik anak kurang dengan karakteristik anak pandai atau tinggi
kemampuanya. Jumlah ini biasanya paling banyak, sehingga upaya yang dilakukan
oleh guru harus mendorong mereka meningkatkan usahanya agar usaha yang dicapai
mereka lebih meningkat. Sisiwa kategori ini biasanya tidak menunjukkan
kelainan-kelainan, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Apabila
dikelompokan dengan anak pandai, mereka masih bisa menyesuaikan diri dan turut
mengambil peran dalam kegiatan belajar kelompoknya.

             Bahkan jika dikelompokan dengan


siswa kategori kurang, mereka bisa mengambil inisiatif dalam kelompoknya, namun
ada beberapa pertimbangan dalam pengelompokan siswa untuk kegiatan belajar
antara lain:

 a. Pertimbangan praktis


dan kemudahan belajar. Misal kelompok terdiri dari siswa  yang tempat tinggalnya
berdekatan;kelompok
berdasarkan jenis kelamin, artinya laki-laki dengan laki-laki dan perempuan
dengan perempuan; kelompok atas dasar keinginan siswa yang bersangkutan,
biasanya dengan teman yang paling akrab.
b.
Pertimbangan kecakapan atau prestasi belajar. Pengelompokan atas dasar prestasi
belajar bisa dibuat dalam kategori, yakni kategori yang sejenis atas dasar
prestasinya(homogen) dan kelompok dari berbagai taraf kemampuan(heterogen)
kelompok yang setara prestasinya bisa dibedakan menjadi tiga kategori yakni
kelompok prestasi tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan kelompok heterogen
campuran dari siswa kategori tinggi sedang dan rendah. Setiap kategori
pengelompikan prestasi diatas ada kelebihan dan kekuranganya oleh sebab itu,
guru harus mempunyai tujuan tertentu apabila siswa akan dikelompokkan
berdasarkan taraf prestasinya. Hal ini penting agar jangan ada kesan dari siswa
terhadap klasifikasi prestasi mereka yang bisa membuat rasa rendah diri.

c.
Pertimbangan minat belajar, pengelompokan siswa atas dasar minat yang sama
dapat dilakukan oleh guru dalam rangka mengembangkan kegiatan belajarnya,
sehingga guru harus mengetahui minat para siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan
cara bertanya pada siswa atau menyuruh siswa untuk memilih mata pelajaran yang
disukainya.

Kompetisi kelompok diarahkan kepada produktifitas belajar


kelompok agar dapat mencapai hasil yang optimal.
                                                                
BAB III

                                                  
KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1.
Pembelajaran aktif (active learning) adalah suatu proses pembelajaran dengan
maksud untuk memberdayakan peserta didik agar belajar dengan menggunakan
berbagai cara/ strategi secara aktif.

2. Adapun
karakterisrik model pembelajaran active learning adalah penekanan proses
pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada
pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau
permasalahan yang dibahas, peserta didik aktif mengerjakan sesuatu yang
berkaitan dengan materi pelajaran tersebut, penekanan pada eksplorasi
nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi pelajaran, peserta didik
lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan
evaluasi, umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.

3. Ada
banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar
aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Kesemuanya dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan
dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain Who is in the Class?
(siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV
Komersial, Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik), dan lain
sebagainya.

4. Peran
guru dalam pembelajaran active learning guru dituntut dapat menumbuhkan
keaktifan belajar dalam proses pengajaran.

                                        DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Strategi Pembelajaran Active Learning,


(http://edu-articles.com/)
Samadhi, T.M.A. Ari, 2008. Pembelajaran Aktif (Active
Learning), Enginering Education Development Project

Silberman, Melvin L., 2006. Active Learning: 101 Cara


Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia

Surjadi, 1989. Membuat Siswa Aktif Belajar, Bandung:


Mandar Maju

Yasin, A. Fatah, 2008. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Malang:


UIN-Malang Press

MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING

Quantum learning
ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat
mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan
merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum
digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran
akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah
dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat
jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik
berkebangsaan Bulgaria.
Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia).
Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi
belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif.
Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para
murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka
didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel.
Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.

                Prinsip suggestology


hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni,
proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang
mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana
belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur
hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.

               “Quantum learning mencakup


aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian
tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara
bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian
siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP
mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan
tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang
paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya
belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)

               Selanjutnya Porter dkk


mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah
energi menjadi cahaya.” Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian
penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2,
mereka alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara
fisik adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak
mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi
cahaya”. Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik
pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode tertentu.
Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti: teori
otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual,
auditorial, dan kinestik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistik, belajar
berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (metaphoric learning),
simulasi/permainan.

           Beberapa hal yang penting


dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para
siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa
otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert
Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan
bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning,
dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7
tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan
kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”.
Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah
menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan
bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk
terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam
proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan
tepukan.”

               Berdasarkan penjelasan


mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja,
dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan
linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal,
interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor
sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif
(melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih
tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat).
Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses
berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional),
misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang
bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan
detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme.                  Proses berpikir otak kanan
(yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan
proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan
dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau
suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni,
kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.

             Semua itu, pada akhirnya,


tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan
otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan
saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang
mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi)
kepada penciptaan kehormatan diri.

              Dari proses inilah, quantum


learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan
belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan
seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda
pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana,
bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar
pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar,
mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar,
membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”

            Dalam kaitan itu pula, antara


lain, quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar
yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan
mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk
belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang
optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar
demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif
untuk mengatur pengalaman belajar.

             Penataan lingkungan belajar


ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro
ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi).
Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena
semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan
mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum
learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang
pendidikan di Indonesia,
lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan
terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang
teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan
kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat
berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah.
Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya
konsentrasi siswa.

            Lingkungan makro ialah “dunia


yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di
masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi,
berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa
berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang
menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru,” tulis Porter.
Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru
dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang
penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi dengan masyarakat
juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptakan
peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses
interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada
akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri
dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status
quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk melebarkan
lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu
yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan merasa dihargai” dari siswa.

STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN QUANTUM


LEARNING

              Seperti kita ketahui, di


dalam dua tiga dasa warsa terakhir ini perkembangan teknologi itu berjalan
dengan amat cepat. Teknologi yang di hari keamarin masih dianggap modern
(sunrise teohnology ) bukan tak mungkin hari ini sudah mulai basi (sunset
technology).

Teknologi baru terutama multimedia mempunyai peranan semakin penting dalarn


pembelajaran. Banyak orang percaya bahwa multimedia akan dapat membawa kita
kepada situasi belajar dimana learning with effort akan dapat digantikan dengan
learning with fun. Apalagi dalam pembelajaran orang dewasa, learning with
effort menjadi hal yang cukup menyulitkan untuk dilaksanakan karena berbagai
faktor pembatas, seperti kemauan berusaha, mudah bosan dll. Jadi proses
pembelajaran yang menyenangkan, kreatif, tidak membosankan menjadi pilihan para
guru/fasilitator. Jika situasi belajar seperti ini tidak tercipta, paling tidak
multimedia dapat membuat belajar lebih efektif menurut pendapat beberapa
pengajar.
            Pada saat ini kita semua
memahami bahwa proses belajar dipandang sebagai proses yang aktif dan partisipatif,
konstruktif, kumulatif, dan berorientasi pada tujuan pembelajaran, baik Tujuan
Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) untuk mencapai
kompetensi tertentu.

           SMK yang sudah mapan pada


umumnya menggunakan teknologi multimedia di dalam kegiatan pembelajaran di
kelas. Pada beberapa tahun lalu yang masih menggunakan Overhead Projector (OHP)
dan menggunakan media Overhead Transparancy (OHT), pada saat ini menjadi tidak
mode dan mulai ditinggalkan. Beberapa kelebihan multimedia seperti tidak perlu
pencetakan hard copy dan dapat dibuat/diedit pada saat mengajar menjadi hal
yang memudahkan guru dalam penyampaian materinya. Berbagai variasi
tampilan/visual bahkan audio mulai dicoba seperti animasi bergerak, potongan
video, rekaman audio, paduan warna dll dibuat untuk mendapatkan sarana bantu
mengajar yang sebaik-baiknya. Bahkan pada beberapa kesempatan telah diadakan
ToT Multimedia dan juga In House Training

Pembelajaran yang Efektif

          Sejauh ini multimedia mampu


mengubah pembelajaran secara drastis dan fundamental. Namun pertanyaannya
adalah, kapan multimedia efektif digunakan dalam proses pembelajaran peserta
diktat ? dan mengapa efektif ?

          Untuk dapat menjawab pertanyaan


di atas, kita harus merniliki pemahaman yang menyeluruh tentang multimedia.
Ketika membahas multimedia, biasanya yang kita maksudkan adalah gabungan
alat-alat teknik seperti komputer, memori elektronik, jaringan informasi, dan
alat-alat display yang dapat menyajikan informasi melalui berbagai format
seperti teks, gambar nyata atau grafik dan melalui multi saluran sensorik. Hal
ini analog dengan pernikiran jika kita menganggap komputer sebagai mesin tik
misalnya. Padahal komputer jelas-jelas merniliki berbagai fungsi dan manfaat yang
lebih banyak dibanding mesin tik manual.

Beberapa kesalahan konsep mengenai multimedia dapat diringkas sebagai berikut :

1.Sebagian besar pengguna teknologi multi media masih menganggap multi media
hanya sebagai alat penampil suatu materi yang akan disampaikan

2.Multimedia dipandang sebagai wahana yang selalu memberikan dampak positif


pada pembelajaran.

3.Karena multimedia memanfaatkan banyak ragam media (audio, visual, animasi


gerak, dll) maka serta merta akan menghasilkan proses kognitif yang banyak
pula. Dengan bahasa sederhana dikatakan bahwa dengan memberikan banyak hal
(teks, gambar, animasi, dll.) maka peserta didik akan mendapatkan lebih banyak.
Kembali pada topik terkemuka, sebelum kita mencari jawaban atas pertanyaan di
atas hendaknya kita memaharni level-level pada multimedia. Secara keseluruhan,
multimedia terdiri dari tiga level (Mayer, 2001) yaitu :

1.Level teknis, yaitu multimedia berkaitan dengan alat-alat teknis ; alat-alat


ini dapat diartikan sebagai wahana yang meliputi tanda-tanda (signs).

2.Level semiotik, yaitu representasi hasil multimedia seperti teks, gambar,


grafik, tabel, dll.

3.Level sensorik, yaitu yang berkaitan dengan saluran sensorik yang berfungsi
untuk menerima tanda (signs).

Dengan memanfaatkan ketiga level di atas diharapkan kita dapat mengoptimalkan


multimedia dan mendapatkan efektifitas pemanfaatan multimedia pada proses
pembelajaran.

Berikut ini dipaparkan hasil-hasil penelitian berkaitan dengan pemanfaatan


multimedia. Pengaruh multimedia dalam pembelajaran menurut YG Harto Pramono
antara lain :

a.Multi bentuk representasi


b.Animasi

c.Multi saluran sensorik

d.Pembelajaran non-linearitas

e.Interaktivitas.

1.Multi Bentuk Representasi

           Yang dimaksud dengan multi


bentuk representasi adalah perpaduan antara teks, gambar nyata, atau grafik.
Berdasarkan hasil penelitian tentang pemanfaatan multi bentuk representasi,
informasi/materi pengajaran melalui teks dapat diingat dengan baik jika
disertai dengan gambar. Hal ini dijelaskan dengan dual coding theory (Paivio,
1986). Menurut teori ini, sistem kognitif manusia terdiri dua sub sistem :
sistem verbal dan sistem gambar (visual). Kata dan kalimat biasanya hanya
diproses dalam sistem verbal (kecuali untuk materi yang bersifat kongkrit), sedangkan
gambar diproses melalui sistem gambar maupun sistem verbal. Jadi dengan adanya
gambar dalam teks dapat meningkatkan memori oleh karena adanya dual coding
dalam memori (bandingkan dengan single coding).
          Seseorang yang membaca/memahami
teks yang disertai gambar, aktifitas yang dilakukannya yaitu : memilih
informasi yang relevan dari teks, membentuk representasi proporsi berdasarkan
teks tersebut, dan kemudian mengorganisasi informasi verbal yang diperoleh ke
dalam mental model verbal.

         Demikian juga ia memilih informasi yang


relevan dari gambar, lalu membentuk image, dan mengorganisasi informasi visual
yang dipilih ke dalam mental mode visual. Tahap terakhir adalah menghubungkan
'model' yang dibentuk dari teks dengan model yang dibentuk dari gambar .Model
ini kemudian dapat menjelaskan mengapa gambar dalam teks dapat menunjang memori
dan pemahaman peserta didik.

        Fitur penting lain dalam


multimedia adalah animasi. Berbagai fungsi animasi antara lain : untuk
mengarahkan perhatian peserta diklat pada aspek penting dari materi yang sedang
dipelajari (tetapi awas, animasi dapat juga mengalihkan perhatian peserta dari
topik utama), Menurut Schnotz dan Bannert (2003), pemahaman melalui teks dan
gambar dapat mendukung pembentukan mental model melalui berbagai route (yang
juga ditunjang oleh latar belakang pengetahuan sebelurnnya atau prior
knowledge).

        Menurut model ini, gambar dapat


menggantikan teks dan demikian pula sebaliknya. Model ini dapat juga
menjelaskan perbedaan tiap-tiap individu dalam belajar menggunakan multimedia
Beberapa hasil penelitian menunjukkan peserta diklat yang memiliki latar
belakang pengetahuan sebelurnnya (prior knowledge) tinggi tidak memperoleh
banyak keuntungan dengan adanya gambar pada teks, sedangkan peserta diklat
dengan prior knowledge rendang sangat terbantu dengan adanya gambar pada teks.

         Berarti bagi guru/fasilitator


cukup jelas kapan menggunakan gambar pada teks dan kapan tidak menggunakannya.
Tetapi perlu diingat juga bahwa pada dasarnya gambar sebagai penunjang
penjelasan substansi materi yang tertera pada teks, jadi jangan sekali-sekali
porsi gambar melebihi teks yang ada. Juga gambar harus relevan dan berkaitan
dengan narasi pada teks.

2.Animasi

         Menurut Reiber (1994) bagian


penting lain pada multimedia adalah animasi. Animasi dapat digunakan untuk
menarik perhatian peserta diklat jika digunakan secara tepat, tetapi sebaliknya
anirnasi juga dapat mengalihkan perhatian dari substansi materi yang
disampaikan ke hiasan animatif yang justru tidak penting. Animasi dapat
membantu proses pelajaran jika peserta diklat banya akan dapat melakukan proses
kognitif jika dibantu dengan animasi, sedangkan tanpa animasi proses kognitif
tidak dapat dilakukan. Berdasarkan penelitian, peserta diklat yang memiliki
latar belakang pendidikan dan pengetahuan rendah cenderung memerlukan bantuan,
salah satunya animasi, untuk menangkap konsep materi yang disampaikan.

3.Multi Saluran Sensorik


         Dengan penggunaan multimedia,
peserta diklat sangat dimungkinkan mendapatkan berbagai variasi pemaparan
materi. Atau sebaliknya guru/fasilitator dapat menggunakan berbagai saluran
sensorik yang tersedia pada media tersebut. Dengan penggunaan multi saluran
sensorik, dimungkinkan penggunaan bentuk-bentuk auditif dan visual. Menurut
basil penelitian, pemerolehan pengetahuan melalui teks yang menggunakan gambar
disertai animasi, basil belajar peserta akan lebih baik jika teks disajikan
dalam bentuk auditif dari pada visual.

4.Pembelajaran Non Linear

         Pembelajaran non linear


dirnaksudkan sebagai proses pembelajaran yang tidak hanya mengandalkan
materi-materi dari guru/widyaiswara, tetapi peserta diklat hendaknya menambah
pengetahuan dan ketrampilan dari berbagai somber ekstemal seperti narasumber di
lapangan, studi literatur dari beberapa perpustakaan, situs internet, dan
sumber-sumber lain yang relevan dan menunjang peningkatan diri. Berdasarkan
suatu penelitian dikatakan bahwa tingkat pemahaman dengan sistem pembelajaran
non linear merniliki hasil yang lebih baik dibanding peserta diktat mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan hanya dari fasilitator. Jadi tugas guru/fasilitator
untuk dapat merangsang dan menciptakan suatu kondisi semangat menambah ilmu
para peserta diklat dari berbagai sumber lain.

5.Interaktivitas
          Interaktivitas disini
diterjermahkan sebagai tingkat interaksi dengan media pembelajaran yang
digunakan, yakni multimedia. Karena kelebihan yang dimiliki multimedia,
memungkinkan bagi siapapun (guru/fasilitator dan peserta diklat) untuk eksplore
dengan memanfaatkan detail-detail di dalam multimedia dalam menunjang kegiatan
pembelajaran. Permasalahannya tinggal bagaimana aktivitas behavioristik
terhadap multimedia memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak (guru
& peserta).

I. ABSTRAK
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan
untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
Tujuan pendidikan tinggi di Indonesia sebagai berikut: (1) menyiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi
dan kesenian; (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan
masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Inti proses belajar adalah perubahan pada diri individu dalam aspek pengetahuan,
sikap, keterampilan, dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungan.
Belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Dengan
kata lain suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil bila dalam diri individu terbentuk
pengetahuan, sikap, keterampilan, atau kebiasaan baru yang secara kualitatif lebih baik dari
sebelumnya. Proses belajar dapat terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan
lingkungan belajar secara mandiri atau sengaja dirancang. Orang yang belajar mandiri secara
individual dikenal sebagai otodidak, sedangkan orang yang belajar karena dirancang dikenal
sebagai pembelajaran formal. Proses belajar sebagian besar terjadi karena memang sengaja
dirancang. Proses tersebut pada dasarnya merupakan sistem dan prosedur penataan situasi
dan lingkungan belajar agar memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem dan prosedur
inilah yang dikenal sebagai proses pembelajaran aktif.
Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memungkinkan para
pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara
fisik. Model proses ini dikenal sebagai pembelajaran aktif atau pembelajaran interaktif
dengan karakteristiknya sebagai berikut: (1) adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok dan
perorangan; (2) dosen berperan sebagai fasilitator belajar, nara sumber dan manajer kelas
yang demokratis; (3) keterlibatan mental (pikiran, perasaan) siswa tinggi; (4) menerapkan
pola komunikasi yang banyak; (4) suasana kelas yang fleksibel, demokratis, menantang dan
tetap terkendali oleh tujuan; (6) potensial dapat menghasilkan dampak intruksional dan
dampak pengiring lebih efektif; (7) dapat digunakan di dalam atau di luar kelas/ruangan.

II. PENDAHULUAN
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Masyarakat ilmiah merupakan kategori masyarakat yang warganegaranya memiliki
sifat ingin mengetahui segala fenomena yang ada, dengan melakukan kegiatan pengkajian
secara ilmiah berbagai bidang ilmu, agar memperoleh kebenaran yang teruji sesuai dengan
metode ilmu pengetahuan.
Dalam metode dan proses belajar mengajar yang digunakan dalam masyatakat ilmiah
berbeda dengan proses yang dipakai oleh SLTP dan SLTA yang lebih bersifat arahan
(courses). Dosen dan mahasiswa sebagai sivitas akademika dalam pengembangan ilmu
pengetahuan lebih bersifat (discourses). Ciri-ciri masyarakat ilmiah Febrian (2000:11)
mengatakan bahwa: “kritis, objektif, analitis, kreatif dan konstruktif, bebas dari prasangka,
kesejawatan/kemitraan khususnya di antara sivitas akademika, dialogis, memiliki dan
menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta tradisi ilmiah, dinamis berorientasi ke
masa depan dan sebagainya”.
Demikian juga dengan pembelajaran. Satu materi pembelajaran jika diajarkan oleh
dosen/pengajar yang berbeda akan dirasakan oleh warga belajar dengan rasa yang berbeda
pula. Jika warga belajar ditanya kenapa dosen A banyak disenangi oleh mahasiswa, dapat
ditebak bahwa jawabannya akan berkisar pada cara mengajar dosen A yang menarik. Ilustrasi
di atas menggambarkan arti penting strategi atau teknik atau cara dalam melakukan
pekerjaan. Terlebih lagi bagi dosen di perguruan tinggi. Kenapa Perguruan Tinggi? Karena
asumsinya bahwa mahasiswa adalah orang dewasa yang sudah mampu berpikir kritis, dan
dapat membedakan mana yang baik dan tidak baik bagi mereka. Di samping itu mahasiswa
juga dapat menggunakan otak mereka dalam belajar tanpa harus dipaksa. Berdasarkan alasan
di atas, seorang dosen dapat menyampaikan materi perkuliahan dengan strategi yang
bervariasi, dan tentunya melibatkan mahasiswa secara aktif. Hal ini dilakukan dengan tujuan
agar mahasiswa mempunyai jiwa kemandirian dalam belajar dan kalau bisa diusahakan untuk
menumbuhkan daya kreativitas sehingga mampu membuat inovasi-inovasi. Strategi
pembelajaran ini disebut dengan Strategi Pembelajaran Aktif.
Pembelajaran aktif Zaini dkk. (2002:12) mengatakan bahwa:“suatu pembelajaran
yang mengajak mahasiswa untuk belajar secara aktif”. Ketika mahasiswa belajar dengan
aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara
aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi kuliah, memecahkan
persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang
ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, mahasiswa diajak untuk turut serta
dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik.
Dengan cara ini biasanya mahasiswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan
sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.
Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh mahasiswa untuk mendapatkan hasil belajar
yang maksimum. Ketika mahasiswa pasif, atau hanya menerima dari dosen, ada
kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan. Oleh sebab itu diperlukan
perangkat tertentu untuk dapat mengikuti informasi yang baru saja diterima dari dosen.
Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian
menyimpannya dalam otak. Mengapa demikian? Karena salah satu faktor yang menyebabkan
informasi cepat dilupakan adalah faktor kelemahan otak manusia itu sendiri. Belajar yang
hanya mengandalkan indera pendengaran mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil
belajar seharusnya disimpan sampai waktu yang lama. Kenyataan ini sesuai dengan kata-kata
mutiara yang diberikan oleh seorang filosof kenamaan dari Cina, Konfusius (dalam Zaini
dkk, 2002:13) mengatakan bahwa: “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat,
saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham”.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini adalah Departemen Pendidikan Nasional,
memberlakukan Kurikulum Pendidikan Tinggi yang baru, yang selanjutnya disebut
Kurikulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000, dengan perubahan sangat mendasar, yakni pada
paradigmanya. Kurikulum yang sekarang diberlakukan, kurikulum 1994, menganut
paradigma content based approach, yaitu penguasaan materi perkuliahan menjadi prioritas
utama. Sementara itu, Kurikulum tahun 2000 menganut paradigma competent based
approach, yaitu kurikulum dikembangkan berdasarkan target kompetensi lulusan yang telah
terlebih dahulu diformulasikan. Kurikulum 2000 juga dikembangkan menurut filosofi
pendidikan yang direkomendasikan UNESCO sebagai berikut: “ learning to know, learning
to do, learning to be, dan learning to live together”.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan pasar bebas (globalisasi), yang
berupa persaingan ketat dalam kualitas, semua perguruan tinggi di Indonesi perlu melakukan
antisipasi serta tindakan konkret berkaitan dengan perubahan kurikulum di atas, sehingga
tidak banyak ditinggalkan oleh masyarakat penggunanya, baik pendidikan akademik maupun
pendidikan profesional.

III. PEMBAHASAN
IV. Strategi Pembelajaran Aktif
Sebagaimana ditegaskan oleh para teoritisi belajar seperti Crow and Crow (1963),
Gagne (1965), dan Hilgard and Bower (1966) dalam Knowles (1990), inti proses belajar
adalah perubahan pada diri individu dalam aspek-aspek pengetahuan, sikap, keterampilan,
dan kebiasaan sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungannya. Atau bila kita ambil
Kolb (1986), mengatakan bahwa: “belajar adalah proses membangun pengetahuan melalui
transformasi pengalaman”. Dengan kata lain suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil
bila dalam diri individu terbentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, atau kebiasaan baru
yang secara kualitatif lebih baik dari sebelumnya. Proses belajar dapat terjadi karena adanya
interaksi antara individu dengan lingkungan belajar secara mandiri atau sengaja dirancang.
Jenis model-model pembelajaran interaktif Prof. Dr. Atwi Suparman, M.Sc.
(1997:12) menjelaskan antara lain:
1) Model berbagai informasi yang tujuannya menitikberatkan pada proses komunikasi dan
diskusi melalui interaksi argumentatif yang sarat penalaran. Termasuk ke dalam rumpun
ini Model Orientasi, Model Sidang Umum, Model Seminar, Model Konferensi Kerja,
Model Simposium, Model forum, dan Model Panel.
2) Model Belajar melalui pengalaman yang tujuannya menitikberatkan pada proses
perlibatan dalam situasi yang memberi implikasi perubahan perilaku yang sarat nilai dan
sikap sosial. Termasuk ke dalam rumpun ini Model Simulasi, Model Bermain Peran,
Model Sajian Situasi, Model Kelompok Aplikasi, Model Sajian Konflik, Model Sindikat,
dan Model Kelompok “T”.
3) Model pemecahan masalah yang tujuannya menitikberatkan pada proses pengkajian dan
pemecahan masalah melalui interaksi dialogis dalam situasi yang sarat penalaran induktif.
Termasuk ke dalam rumpun ini Model Curah Pendapat, Model Riuh Bicara, Model
Diskusi Bebas, Model Kelompok Okupasi, Model Kelompok Silang, Model Tutorial,
Model Studi Kasus, dan Model Lokakarya.
Model kelompok orientasi Situmorang (1997:3) mengatakan bahwa: ”suatu model
pembelajaran melalui pengenalan program dan lingkungan belajar. Dalam pembelajaran
tersebut dibentuk kelompok siswa. Yang dimaksud program meliputi tujuan dan strategi
pencapaiannya, sedangkan linmgkungan belajar meliputi sarana belajar, narasumber, sarana
pendukung, dan termasuk di dalamnya tata tertib yang harus dipatuhi”. Ada tiga keterampilan
dasar mengajar yang dibutuhkan pengajar yaitu keterampilan menjelaskan, keterampilan
bertanya dan keterampilan mengolah kelompok kecil.
Model Sidang Umum Winataputra (1997:13) menjelaskan bahwa: “istilah teknis
pembelajaran yang digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk prosedural pengorganisasian
interaksi belajar-mengajar yang melibatkan pengajar (guru, pelatih, tutor, dosen, instruktur,
widyaiswara) dan peserta didik (petatar, mahasiswa, siswa)”. Model ini merupakan bentuk
simulatif atau tiruan sidang umum atau dapat pula disebut Sidang Umum berskala pedagogis
kelas. Model ini bertujuan agar peserta didik dapat menyajikan informasi, memimpin
pertemuan, membahas masalah, dan merumuskan kesimpulan atau mengambil keputusan
dalam pertemuan formal. Beberapa keterampilan dasar mengajar yang perlu dikuasi yaitu
keterampilan menjelaskan, keterampilan bertanya, keterampilan mengadakan variasi,
keterampilan mengelola kelas dan ketarampilan memberikan penguatan.
Model Seminar Irawan (1997:25) menjelaskan bahwa: “suatu kegiatan belajar
mengajar yang melibatkan sekelompok orang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan
yang mendalam, atau dianggap mempunyai pengalaman dan pengetahuan mendalam tentang
suatu hal, dan membahas hal tersebut bersama-sama dengan tujuan agar setiap peserta dapat
saling belajar dan berbagi pengalaman dengan rekannya”.
Model Konferensi Kerja Tubbs (dalam Wardiani, 1997:37) mengartikan: “sebagai
rangkaian pertemuan yang membahas topik yang menjadi kepedulian berbagai orang atau
kelompok peserta konferensi. Misalnya, wakil-wakil dari berbagai perguruan tinggi
mengadakan konferensi untuk membahas kurikulum, pengabdian pada masyarakat, dan lain-
lain”.
Model Simposium Winataputra (1997:49) mengatakan: “merupakan bentuk
pertemuan ilmiah yang resmi”. Dalam pertemuan ini para pembicara menyampaikan
pandangan mengenai suatu topik dari berbagai visi. Dengan cara ini suatu topik permasalahan
dibahas secara meluas sehingga masalah itu terurai secara interdisipliner. Misalnya masalah
pendidikan dibahas dari visi sosial, ekonomi, psikologi, agama, dan teknologi. Model
simposium merupakan kerangka pembelajaran yang memerankan peserta didik sebagai pakar
dalam berbagai bidang untuk berlatih memecahkan suatu topik problematik. Peserta didik
dikondisikan untuk mencoba berbagai ide mengenai sesuatu dari visi masing-masing.
Model Forum dipakai sebagai istilah teknis pembelajaran untuk menunjukkan suatu
bentuk prosedural pengorganisasian interaksi belajar mengajar klasikal yang melibatkan
pengajar dan peserta didik dalam konteks pembahasan masalah. Model ini dapat bersifat
bentuk nyata (real) bila masalah yang dibahas memang benar-benar merupakan masalah yang
dihadapi peserta didik.
Diskusi Panel merupakan kerangka konseptual yang digunakan oleh pengajar dalam
mengorganisasikan interaksi belajar mengajar dalam konteks pembahasan masalah
kontroversial di lingkungannya. Model ini dapat dilakukan dalam bentuk real atau dalam
bentuk simulatif, tergantung dari hakekat masalah yang dibahas. Dengan menggunakan
model ini, peserta didik akan dapat menyampaikan informasi atau pendapat mengenai
permasalahan yang kontroversial. Proses ini akan mengkondisikan peserta didik untuk
berpikir secara kritis dan bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda.
Model Simulasi diartikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada siswa untuk meniru satu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan
sehari-hari, atau yang berkaitan dengan tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika
kelak siswa sudah bekerja. Misalnya, simulasi mengajar, simulasi menolong orang sakit,
simulasi mengatasi perampokan, atau simulasi pengaturan ruang. Dengan demikian, simulasi
sebagai salah satu model pembelajaran merupakan peniruan pekerjaan yang menuntut
kemampuan tertentu dari siswa sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan. Simulasi bertujuan
untuk memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi buatan
sehingga siswa terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya.
Bermain peran digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih menumbuhkan kesadaran dan kepekaan sosial serta
sikap positif, di samping menemukan alternatif pemecahan masalah. Dengan perkataan lain,
melalui bermain peran, siswa diharapkan mampu memahami dan menghayati berbagai
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang merupakan tekanan utama
dalam bermain peran yang membedakannya dari simulasi. Simulasi lebih menekankan pada
pembentukan keterampilan, sedangkan pembentukan sikap dan nilai merupakan tujuan
tambahan.
Model Sajian Situasi merupakan kerangka prosedural pembelajaran yang
menggunakan simulasi sebagai pemicu (trigger) belajar. Materi yang disajikan bukanlah
konsep yang abstrak secara verbal tetapi situasi yang dibuat mencerminkan suatu konsep.
Peserta didik dikondisikan untuk dapat menangkap konsep itu melalui proses analisis situasi
yang disimulasikan.
Model Kelompok Aplikasi adalah satu model pembelajaran keterampilan melalui
penerapan dalam situasi nyata. Istilah aplikasi sering digunakan untuk menggambarkan
wujud nyata dari suatu konsep, prinsip, maupun prosedur. Misalnya sering kita mendengar
orang mengatakan itu kan hanya konsep, tapi nyatanya bagaimana?
Model Kelompok Sindikat merupakan istilah teknis pembelajaran yang digunakan
untuk pengorganisasian interaksi belajar mengajar yang melibatkan pengajar, peserta didik,
dan lingkungan belajar. Tujuannya adalah untuk melatih keterampilan peserta didik agar
dapat menggali/mencari informasi, mendiskusikannya dengan sesama teman, meneliti
kebenaran informasi, menyajikan informasi dalam laporan ilmiah, dan mengembangkan sikap
bertanggung jawab atas proses belajarnya sendiri.
Kelompok “T” merupakan pendekatan yang dipinjam dari dunia psikologi dan
manajemen. Melalui model ini, sekelompok orang ditempatkan dalam suatu situasi tertentu,
sedemikian rupa, sehingga setiap orang dalam kelompok itu merasakan adanya suatu
kesatuan yang utuh dengan anggota lain dalam kelompok. Dalam dunia manajemen, strategi
ini sering dilakukan di berbagai organisasi karena dipercaya bahwa tujuan organisasi tidak
bisa dicapai secara optimal apabila personal dalam organisasi tidak memiliki sinergi tim,
tidak memiliki rasa kesatuan dengan rekan-rekan yang lain. Dalam dunia pendidikan dan
pelatihan, model kelompok “T” digunakan dengan alasan relatif sama.
Model Curah Pendapat (brainstorming) Suciati (1977:153) menjelaskan bahwa: “
pada dasarnya merupakan model untuk mencari pemecahan masalah (problem solving),
meskipun dapat juga digunakan untuk tujuan penyusunan program, manual kerja, dan
sebagainya”. Model ini terdiri dua tahap, tahap identifikasi gagasan (curah pendapat) dan
tahap evaluasi gagasan.
Model Riuh Bicara Wardani (1977:161) menjelaskan bahwa: “terjemahan dari Buzz
Group yang secara harfiah berarti “kumpulan lebah” yang berdengung”. Dengungan ini
merupakan ciri khas dari buzz group. Di dalam pembelajaran, Kelompok Riuh Bicara adalah
kelompok kecil yang terdiri dari 2-5 orang yang membahas satu isu atau masalah dalam
waktu yang singkat.
Model Kelompok Diskusi Bebas adalah model diskusi kelompok yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk menentukan topik dan arah diskusi. Dengan demikian,
kelompok bebas memilih topik bebas yang akan didiskusikan serta cara dan arah (tujuan)
yang ingin dicapai dalam diskusi. Bahkan siswa dapat menentukan dengan siapa dia ingin
berkelompok. Tujuan utama yang ingin dicapai melalui model ini agar siswa mampu
mengembangkan nilai dan sikap melalui diskusi ide-ide baru. Di samping itu, pengembangan
melalui diskusi bebas oleh mahasiswa juga diharapkan mampu mengembangkan ide-ide baru
yang mungkin belum pernah mendapat kesempatan untuk diungkapkan.
Model Kelompok Okupasi Situmorang (1997:183) menjelaskan bahwa: “satu model
belajar mengajar yang menggunakan pendekatan proses berbagi pengalaman dalam bidang
pekerjaan yang sama”. Mungkin kita yang memiliki profesi dan bidang pekerjaan yang sama
pernah berkumpul untuk memecahkan satu masalah tertentu; kemudian setiap orang diminta
mengutarakan pengalamannya yang berkisar dengan masalah tersebut. Proses berbagi
pengalaman seperti inilah yang disebut dengan Model Kelompok Okupasi.
Model Diskusi Kelompok Silang pada hakekatnya adalah diskusi secara umum.
Diskusi adalah suatu kegiatan yang dihadiri dua orang atau lebih untuk berbagi ide dan
pengalaman serta memperluas pengetahuan. Misalnya beberapa anggota kelompok diskusi
cenderung diam dan hanya menjadi pendengar. Di sisi lain, satu dua anggota lainnya
cenderung mendominasi seluruh pembahasan. Jelas keadaan ini tidak sehat (terutama bila
diskusi ini dipakai dalam konteks belajar mengajar). Model ini diperkenalkan untuk menutupi
beberapa kelemahan di atas.
Model Tutorial Winataputra (dalam Suparman, 1997:205) mengatakan: “bahwa
tutorial atau “tutoring” merupakan istilah teknis pembelajaran yang diartikan sebagai
bimbingan dan bantuan belajar”. Tutorial dapat diberikan oleh pengajar atau sesama peserta
didik (peer tutorial) atau orang lain sebagai tamu (guest tutorial) atau peserta didik yang
lebih tinggi (cross age tutorial).
Model Studi Kasus sangat produktif digunakan untuk mengembangkan
kemampuan/keterampilan memecahkan masalah. Model atau pendekatan ini sangat sering
digunakan dalam pendidikan dan pelatihan, dalam bentuk yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks. Studi kasus merupakan satu bentuk simulasi untuk mempelajari kasus nyata
atau kasus sekarang.
Model Lokakarya (workshop/bengkel kerja) adalah wahana atau forum sekumpulan
orang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan suatu karya. Apa yang dihasilkan dalam
suatu lokakarya adalah sesuatu yang nyata (konkret), dapat diamati (observable), real
(tangible). Karena itu, orientasi lokakarya adalah pada praktik, dan bukan pembahasan
teoritis.

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


V.1.Strategi pembelajaran aktif mengajak mahasiswa untuk belajar lebih aktif. Ketika
mahasiswa belajar secara aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran.
Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok
dari materi kuliah, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka
pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif
ini, mahasiswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya
mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya mahasiswa akan
merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat
dimaksimalkan.
V.2Strategi menilai proses pembelajaran meliputi: (1) penilaian peengetahuan awal, ingatan
dan pemahaman, (2) penilaian kecakapan dalam berpikir analisis kritis, (3) penilaian
kecakapan dalam berpikir sintesis kreatif, (4) penilaian dalam memecahkan masalah, dan
(5) penilaian kecakapan dalam aplikasi dan performasi.
V.3Pendidikan kita seharusnya tidak disibukkan dengan kurikulum akan tetapi disibukkan
kepada pemberdayaan siswa dengan cara; (1) tumbuhkan, (2) alami, (3) namai, (4)
demontrasikan, (5) ulangi, dan (6) rayakan.
V.4Kurikulum yang dilaksanakan hendaknya menggunakan pilar belajar melalui: (1)
learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be
diharapkan dapat membawa siswa pada tingkat perkembangan yang integral, untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Diirektorat Pendidikan Tinggi. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60


Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi dan peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai
Badan Hukum.

Djahiri, A. Kosasih. 2001. Model Pembelajaran Portofolio Terpadu dan Utuh. CICED.
 
Feebrian, Jack. 2000. Buku Saku tentang Pendidikan Tinggi di Indonesia. Bandung:
Informatika.
 
Prrabowo, Andi Haris dan Siti Zuhriah Ariatmi (ed.). 2002. Paradigma Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000. Surakarta: Muhammadiah
University Press.
 
Roooijakkers, Ad. 1995. Cara Belajar di Perguruan Tinggi: Beberapa Petunjuk Praktis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
 
Suuparman, Atwi. (ed.). 1997. Model-Model Pembelajaran Interaktif. Jakarta: STIA LAN
Press.
 
Zaaini, Hisyam., Bermawy Munthe, dan Sekar ayu Aryani. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif
di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD.
ACTIVE LEARNING & SOFT SKILLS
Neila Ramdhani
“Tell me and I will forget… Show me and
I may remember… Involve me and I will
understand.” – Confucius, 450 BC

A. Apakah Soft Skills itu?


Sering juga disebut keterampilan lunak adalah keterampilan yang digunakan
dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Secara garis besar
keterampilan ini dapat dikelompokkan ke dalam:
1. Process Skills
2. Social Skills
3. Generic Skills
Contoh lain dari keterampilan-keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft
skills adalah etika/profesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama, inisiatif,
facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir kritis, dan
problem solving. Keterampilan-keterampilan tersebut umumnya berkembang
dalam kehidupan bermasyarakat.
Fakta-fakta yang ada di dalam kehidupan saat ini:
1. Terjadi perubahan kehidupan bermasyarakat sebagai dampak dari
perkembangan teknologi dan lingkungan sosial telah mempersempit
kesempatan mengembangkan keterampilan sosial.
2. Penyesuaian diri terhadap persaingan hidup (baik kehidupan pribadi
maupun dunia kerja) menuntut dikuasainya keterampilan (hard maupun
soft).
3. Pembelajaran tradisional yang lebih banyak dilakukan dengan satu arah,
kurang memfasilitasi berkembangnya soft skills ini.
B. Pembelajaran Aktif?
Pembelajaran aktif (active learning) adalah proses belajar dimana mahasiswa
mendapat kesempatan untuk lebih banyak melakukan aktivitas belajar, berupa
hubungan interaktif dengan materi pelajaran sehingga terdorong untuk
menyimpulkan pemahaman daripada hanya sekedar menerima pelajaran yang
diberikan. Meyer & Jones (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran aktif
terjadi aktivitas berbicara dan mendengar, menulis, membaca, dan refleksi yang
menggiring ke arah pemaknaan mengenai isi pelajaran, ide-ide, dan berbagai hal
yang berkaitan dengan satu topik yang sedang dipelajari. Dalam pembelajaran
aktif, dosen lebih berperan sebagai fasilitator bukan pemberi ilmu.
im
Beberapa aktivitas pembelajaran khas yang terjadi di dalam pembelajaran aktif di
antaranya adalah sbb:
1. Pengamatan terhadap beberapa model atau contoh yang memberikan
kesempatan pada mahasiswa untuk melihat dan mengetahui.
2. Refleksi yang dilakukan dengan cara mengungkapkan pengalaman
kepada teman dan dosen potensial mengundang dialog di dalam kelas
sehingga memungkinkan muncul pengalaman atau pengetahuan baru
(Fink, 2003).
3. Pemecahan masalah yang disajikan memungkinkan mahasiswa berada
di dalam kondisi higher-order thinking (Bonwell & Eison, 1991).
4. Diskusi melatih mahasiswa untuk menganalisis, menilai, membandingkan,
dan memecahkan masalah adalah metode belajar ko-operatif dan
interaktif (Haller, 2000).
5. Self explanation adalah suatu proses menjelaskan mengenai pemahaman
mahasiswa, baik kepada temannya maupun dosen memungkinkan
terjadinya pemahaman yang lebih kuat.
6. Vicarious learning yang diperoleh pada saat mahasiswa menyaksikan
perdebatan mengenai topik tertentu (Cox, 2004).
C. Mengapa Pembelajaran Aktif?
Sekolah yang dilaksanakan di dalam kelas sudah berlangsung ratusan bahkan
ribuan tahun. Hasil dari proses belajar ini bukan tidak ada. Beribu karya
monumental sudah dihasilkan sehingga dapat membuat kehidupan manusia
menjadi lebih baik. Hanya saja, meningkatnya kompleksitas kehidupan manusia
telah banyak menyita waktu sehingga seringkali proses belajar cenderung
dilakukan secara ’terlalu’ mekanis – dosen mengajar di depan kelas, mahasiswa
mendengar dan mencatat. Di samping itu, bertambahnya stimulus di lingkungan
mahasiswa pun menjadi salah satu distraktor bagi tercapainya efektivitas
pembelajaran.
Banyak riset yang menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional (kuliah satu arah), pembelajaran aktif ini memberikan peluang bagi
mahasiswa untuk dapat menyerap lebih banyak materi pelajaran, mengingat dan
memahami lebih lama, dan yang terpenting adalah menyukai aktivitas belajar itu
sendiri. Fink, (2003) menyarankan bahwa mahasiswa harus melakukan hal yang
lebih daripada sekedar mendengarkan. Dalam pembelajaran aktif, mahasiswa
Gambar 1. Perbedaan Belajar Aktif dan Belajar Pasif (Fink, 2003)
tidak belajar sendiri tetapi mereka dapat belajar dengan pendampingan guru
selaku instruktur atau teman sekelasnya.
D. Penerapan Metode Pembelajaran Aktif di dalam Kelas
Satu hal yang sangat penting dalam upaya menerapkan pembelajaran aktif di
dalam kelas adalah merubah paradigma
Peran Dosen:
o Mengajar (to teach) ----- memfasilitasi (to help students learn)
o FOKUS (teacher centered) ----- FASILITATOR (students centered).
Mahasiswa mengambil alih tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
Guru-Dosen mengontrol berbagai aktivitas sehingga tidak hanya
mengenai apa yang dipelajari (maha)siswa tetapi lebih ke
bagaimana mereka mempelajari topik tersebut.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memfasilitasi pembelajaran aktif
adalah sebagai berikut:
1. Think-pair-share (Felder & Brent, 2003) dapat dilakukan dengan cara
yang amat sederhana, yaitu beri waktu secukupnya pada (maha)siswa
untuk berpikir mengenai sub-topik yang sedang akan dibahas, kemudian
minta mereka mendiskusikan dengan teman di sebelahnya. Setelah itu,
jangan lupa minta mereka mengungkapkan hasil diskusi
kepada seluruh kelas.
2. Minute Papers adalah teknik yang dapat memberi kesempatan pada
(maha)siswa untuk mengungkapkan hasil pemahamannya (synthesize)
dan mengemukakan hal-hal yang belum dipahami. Caranya adalah
dengan memberikan waktu di akhir perkuliahan kepada mahasiswa untuk
menjawab pertanyaan berikut secara tertulis:
a. Apa yang sudah anda pelajari hari ini?
b. Hal apa saja yang masih belum anda pahami?
Jangan lupa beri feedback terhadap kedua hal tersebut, karena hal
ini sangat berguna untuk meningkatkan proses belajar mahasiswa
3. Writing activities untuk memberi kesempatan pada mahasiswa untuk
berpikir mengenai proses pembelajaran yang baru saja selesai. Contoh,
dosen mengemukakan pertanyaan kemudian minta mahasiswa untuk
mengemukakan atau menuliskan jawabannya. Again, feedback
sangat dibutuhkan untuk memperkuat keyakinan mahasiswa terdapat
kemampuannya dalam memberi penjelasan.
4. Brainstorming adalah teknik sederhana yang dapat melibatkan seluruh
mahasiswa di dalam kelas. Sebelum dimulai, berikan pengantar dan
penjelasan singkat mengenai topik yang akan dibahas, kemudian minta
mahasiswa mengemukakan pendapat mereka. Sebelum memulai teknik
ini, dosen perlu mempersiapkan dan memberikan bahan terlebih dahulu
kepada mahasiswa untuk dibaca di rumah. Catat semua pendapat
mahasiswa di papan tulis atau flip chart sehingga dapat terjadi proses
belajar yang lebih baik.
5. Games yang didesain khusus berkaitan dengan topik sangat baik untuk
memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap materi. Proses permainan
ini juga memberi kesempatan pada mahasiswa untuk secara aktif
berpartisipasi, baik secara kognitif, afektif, dan konatif di dalam
kelas. Berbagai permainan yang dapat dilakukan, misalnya matching,
mysteries, group competitions, solving puzzles, pictionary, etc.
6. Debates yang diawali dengan presentasi di depan kelas, kemudian diikuti
dengan debat sangat efektif untuk mendorong mahasiswa berpikir
mengenai berbagai sisi yang berkaitan dengan topik, sehingga dapat
mengasah pemahaman yang lebih kuat. Dalam debat akan terjadi
beberapa proses penting di antaranya self explanation dan
students tutoring to each other.
7. Group work memungkinkan bagi semua mahasiswa mendapat
kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya, berbagi pengalaman
yang berkaitan dengan topik, dan mengembangkan keterampilan
kerjasama. Kerjasama harus dilakukan oleh semua anggota
kelompok untuk menyelesaikan tugas. Kegiatan ini dapat dilakukan
dengan cara membagi mahasiswa di kelas ke dalam beberapa kelompok
yang terdiri dari 2-5 mahasiswa. Hal-hal yang perlu disiapkan untuk
aktivitas ini adalah sbb.:
a. Artikel yang berkaitan dengan topik bahasan
b. Beberapa pertanyaan yang harus dijawab dan didiskusikan dalam
kelompok
c. Materi pelajaran yang harus dibaca
d. Petunjuk atau cara melaksanakan kegiatan.
Pada aktivitas seperti ini, mahasiswa diminta untuk membaca artikel,
menjawab pertanyaan, menyusun presentasi yang harus
disampaikan kepada teman-teman dari kelompok lain, dan teori atau inti
materi pembelajaran yang harus disampaikan kepada temanteman
dari kelompok lain.
8. Case studies yang disusun berdasarkan kasus nyata yang
memberikan gambaran mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan
pokok kasus tersebut. Mahasiswa diminta membahas kasus tersebut
mengintegrasikan dengan teori yang sesuai dengan situasi, aktivitas, dan
berbagai konsekuensinya.
E. Bacaan
Bonwell CC & Eison JA. 1991. Active Learning: Creating Excitement in the
Classroom. Washington, DC : George Washington University
Fink, L.D. 2003. Creating Significant Learning Experiences; An Integrated
Approach to Designing College Courses. San Fransisco: Jossey Bass, A
Wiley Imprint
Haller, C.R, Gallagher, V.J, Weldon, T.L, Felder, R.M. 2000. Dynamics of Peer
Education in Cooperative Learning Workgroups. Journal of Engineering
Education. Vol. 89 No.3. 285 – 293.
Pauw, K.; Oosthuizen, M. and van der Westhuizen, C, 2006, “Graduate
Unemployment in the Face of Skills Shortages: A Labour Market
Paradox”, Development Policy Research Unit (DPRU) Working Paper

06/114, University of Cape Town, Rondebosch, November 2006.


Pembelajaran Aktif-Reflektif
Learning being a journey, not a destination (Bilveer Singh, 2004). Filosofi ini nampaknya
perlu terus disampaikan kepada kita semua untuk memberikan kesadaran bahwa
pembelajaran adalah sebuah proses dan bukan sekedar tujuan. Sebagai sebuah proses
maka pembelajaran akan dilakukan terus menerus dan sebenarnya tidak akan pernah
berhenti selama kita masih hidup (life-long learning).

Model pembelajaran aktif-reflektif pada prinsipnya adalah menggabungkan model


pembelajaran aktif (active learning) dan model pembelajaran reflektif (reflective
learning). Model pembelajaran aktif-reflektif ini juga mencoba mengadopsi model
pedagogi ignasian. Model pembelajaran ini nampaknya cocok untuk diterapkan di
Universitas Atma Jaya Yogyakarta dalam upaya menciptakan atau menghasilkan
lulusan atau insan yang unggul dan humanis.

Secara pedagogis pembelajaran aktif (active learning) adalah proses pembelajaran yang
tidak hanya didasarkan pada proses mendengarkan dan mencatat. Menurut Bonwell
dan Eison (1991) pembelajaran aktif adalah melibatkan mahasiswa dalam melakukan
sesuatu dan berpikir tentang apa yang mereka/mahasiswa lakukan. Menurut Simons
(1997) pembelajaran aktif memiliki dua dimensi, yaitu pembelajaran mandiri
(independent learning) dan bekerja secara aktif (active working). Independent learning
merujuk pada keterlibatan mahasiswa pada pembuatan keputusan tentang proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Active working merujuk pada situasi dimana
pembelajar/mahasiswa ditantang untuk menggunakan kemampuan mentalnya saat
melakukan pembelajaran. Pembelajaran aktif mendasarkan pada asumsi bahwa
pembelajaran pada dasarnya adalah pencarian secara aktif pengetahuan dan setiap
orang belajar dengan cara yang berbeda (Meyers dan Jones, 1983)

Pembelajaran reflektif (reflective learning) memberikan kesempatan kepada peserta


untuk melakukan analisis atau pengalaman individual yang dialami dan memfasilitasi
pembelajaran dari pengalaman tersebut. Pembelajaran reflektif juga mendorong peserta
didik untuk berpikir kreatif, mempertanyakan sikap dan mendorong kemandirian
pembelajar. Pembelajaran reflektif melihat bahwa proses adalah produk dari berpikir dan
berpikir adalah produk dari sebuah proses (Donald F. Favareau, 2005).

Pembelajaran aktif-reflektif pada dasarnya memberikan kesempatan kepada peserta


didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan melibatkan pengalaman
dirinya sebagai bahan pembelajaran untuk membantu dalam membentuk sebuah
pengetahuan dan merangsang peserta didik untuk berpikir kreatif berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menyelesaikan permasalahan nyata
dalam kehidupan. Pembelajaran aktif-reflektif juga menghargai keunikan dan
kemampuan individu dalam proses pembelajaran. Pembelajaran aktif-reflektif akan
sangat membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara utuh sebagai
sebuah pribadi, karena pengetahuan yang diperoleh peserta didik bukan hanya berasal
dari pengetahuan atau teori orang lain akan tetapi juga dibantu dengan pengalaman
nyata dari diri peserta didik. Kondisi pembelajaran tersebut akan sangat membantu
dalam pembentukan pribadi yang dewasa, mandiri dan kreatif.
Model pembelajaran aktif-reflektif juga sejalan dengan arah dasar pendidikan yaitu
proses seseorang men-transformasi-kan diri dg terus menerus dan terpadu utk
membangun harapan makin jadi manusia yg mandiri dalam kebersamaan (inkorporasi)
dengan alam, manusia lain dan akhirnya dengan allah sendiri (Mardiatmadja, 2006).

Dalam penerapannya di kelas model pembelajaran ini pada dasarnya meminta semua
pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran yaitu dosen dan mahasiswa untuk
memiliki kemampuan merefleksikan pengalaman dan kemauan untuk membagikan
pengalaman tersebut dalam proses pembelajaran di kelas. Dosen diharapkan
membagikan pengalaman yang diperoleh pada saat melakukan penelitian, pengabdian
pada masyarakat dan juga pengalaman hidup sehari-hari yang relevan dengan topik
matakuliah kepada mahasiswa. Demikian juga mahasiswa dapat membagikan
pengalamannya kepada seluruh kelas. Dengan proses tersebut diharapkan baik dosen
dan mahasiswa dapat menajdi pribadi pembelajaran sepanjang hayat dan lebih
independen.

undefined undefined

Strategi Pembelajaran Aktif


Add comments

Masih ada guru yang beranggapan bahwa pembelajaran


yang sukses bila siswa yang di didik mendapatkan nilai tinggi,
waktu proses pembelajaran siswa tenang, tidak gaduh,
memperhatikan dengan sekasama, tunduk dan patuh
terhadap apa yang disampaikan oleh guru. Padahal hal ini
bertolak jauh dari keinginan siswa yang menginginkan
kebebasan ekspresi terutama bagi siswa sekolah lanjut
(SMA/SMK) yang sudah sedikit tahu tanggung jawab
terhadap apa yang diperbuatnya. Sebenarnya apa sih
pembelajaran efektif itu? Dan bagaimana pengajaran yang
efektif itu?

a. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif


Strategi merupakan istilah lain dari pendekatan, metode atau
cara. Di dalam kepustakaan pendidikan istilah-istilah tersebut
di atas sering digunakan secara bergantian. Menurut Udin S.
Winataputra & Tita Rosita ( 1995: 124) istilah strategi secara
harfiah adalah akal atau siasat. Sedangkan strategi
pembelajaran diartikan sebagai urutan langkah atau prosedur
yang digunakan guru untuk membawa siswa dalam suasana
tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya.
Sedangkan pembelajaran aktif menurut Hisyam Zaini,
Bermawy Munthe & Sekar Ayu Aryani (2007:xvi) adalah
suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk
belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif,
berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Di
sisi lain, Silberman (2006:35-41) menyatakan lingkungan fisik
dalam kelas dapat mendukung atau menghambat kegiatan
belajar aktif. Sehingga dari pernyataan tersebut perlengkapan
kelas perlu disusun ulang untuk menciptakan formasi tertentu
yang sesuai dengan kondisi belajar siswa. Namun begitu di
tidak ada satu susunan atau tata letak yang mutlak ideal,
namun ada banyak pilihan yang tersedia. Sepuluh
kemungkinan susunan tata letak meja dan kursi yang
disarankan sebagai berikut: bentuk U, gaya tim, meja
konferensi, lingkaran, kelompok pada kelompok, ruang kerja,
pengelompokan berpencar, formasi tanda pangkat, ruang
kelas tradisional, auditorium. Sejalan dengan pendapat
tersebut, Syamsu Mappa dan Anisa Basleman (1994:46)
menyatakan penggunaan meja, kursi dan papan tulis berroda
lebih memungkinkan berlangsungnya proses interaksi belajar
dan membelajarkan yang bergairah.
Aktifitas siswa belajar di kelas terwujud bila terjadi interaksi
antar warga kelas. Boakes dalam Mar’at (1984:110)
menyatakan bahwa di dalam interaksi ada aktifitas yang
bersifat resiprokal (timbal balik) dan berdasarkan atas
kebutuhan bersama, ada aktifitas daripada pengungkapan
perasaan, dan ada hubungan untuk tukar-menukar
pengetahuan yang didasarkan take and give, yang semuanya
dinyatakan dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Lebih
lanjut, Syamsu Mappa dan Anisa Basleman (1994:46)
menyatakan hubungan timbal balik antar warga kelas yang
harmonis dapat merangsang terwujudnya masyarakat kelas
yang gemar belajar. Dengan demikian, upaya mengaktifkan
siswa belajar dapat dilakukan dengan mengupayakan
timbulnya interaksi yang harmonis antar warga di dalam
kelas. Interaksi ini akan terjadi bila setiap warga kelas melihat
dan merasakan bahwa kegiatan belajar tersebut sebagai
sarana memenuhi kebutuhannya. Dalam kaitannya dengan
proses pembelajaran, berdasarkan teori kebutuhan Maslow,
Silberman (2006:30) menyatakan kebutuhan akan rasa aman
harus dipenuhi sebelum bisa dipenuhinya kebutuhan untuk
mencapai sesuatu, mengambil resiko, dan menggali hal-hal
baru.
Dari pembahasan di atas, tip – tip dibawah ini dapat
digunakan guru untuk mengarah pada strategi pembelajaran
yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar:
1)Selalu berpenampilan menarik dan penuh wibawa.
Kesan pertama siswa saat bertemu gurunya adalah fisik dari
guru tersebut. dengan penampilan yang menarik dan penuh
wibawa akan membuat kesan yang positif dari siswa,
sehingga dengan mudah guru akan dapat membawa siswa
kedalam suasana belajar yang guru inginkan.
2)Manfaatkan pertemuan pertama dengan siswa untuk
perkenalan antar warga kelas, tunjukkan cara-cara belajar
matematika yang baik, buatlah kesepakatan (kontrak) terkait
norma-norma yang harus dipatuhi oleh warga kelas.
3)Buatlah formasi tata letak meja, kursi, pajangan dinding,
dan perabot kelas yang lain sesuai dengan kesepakatan
warga kelas dan kebutuhan.
4)Siapkan semua peralatan yang akan digunakan di dalam
ruang kelas sebelum memulai pembelajaran.
5)Mulailah proses belajar mengajar dengan materi yang
ringan tetapi menantang yang dapat merangsang siswa turut
aktif berfikir. Kemudian masuk pada materi yang akan kita
ajarkan dengan senantiasa melibatkan siswa dalam proses
belajar mengajar. Misalkan senantiasa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang kita ajarkan agar
siswa lebih mudah memahami materi yang kita berikan.
6)Selalu memulai dan mengakhiri pembelajaran tepat waktu
serta dengan salam yang menghangatkan, yaitu salam penuh
kasih dan hormat.
7)Gunakan bahasa yang santun, hormat, dan dengan nada
bicara yang lembut.
8)Memahami dan menghormati berbagai perbedaan yang
ada.
9)Menghormati kerahasiaan setiap siswa
10)Tidak merendahkan dan mencemooh siswa
11)Memberi kesempatan yang sama kepada semua siswa
untuk bicara dan jangan mengintrupsi pembicaraan siswa
12)Bila seorang siswa mengemukakan pendapat, jadilah
pendengar yang baik dan selanjutnya berikan kesempatan
kepada siswa lain untuk memahaminya dan memberikan
komentarnya.
13)Memahami dan menghormati pendapat setiap siswa, bila
perlu melancarkan kritik: gunakan bahasa yang mengayomi,
dan bila kritik bersifat pribadi seyogyanya dilakukan di ruang
khusus.
14)Sekali waktu, berilah kesempatan kepada siswa untuk
memberikan saran atau kritik guna perbaikan proses
pembelajaran.
15)Sediakan waktu untuk berkomunikasi dengan siswa di luar
kelas

STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF DAN EFEKTIF


DALAM KBM BERBASIS KTSP
Oleh : Yohanes Yuda Firmantara, S.Pd *)

Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah membuat siswa
dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain murid harus aktif dalam KBM, guru juga
harus aktif dalam memancing dan merangsang kreativitas anak didik sehingga terjadi dialog
dua arah yang dinamis.

Keaktifan peserta didik dalam KBM merupakan salah satu kunci keberhasilan,
pencapaian tujuan pendidikan. Peserta didik akan aktif dalam kegiatan pembelajaran apabila
ada motivasi baik yang bersifat ekstrinsik maupun intrinsik.

Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar aktif pada peserta
didik adalah sebagai berikut :

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--> Penampilan guru yang simpatik, hangat,


tegas dan energik

Profesi sebagai guru tentunya tidak hanya melulu mengajar dengan metode-metode
yang bagus-bagus, tidak mengandalkan kepandaian, dan juga tidak tergantung
lulusan dari perguruan tinggi tertentu. Namun sebagai guru, kita harus tampil
hangat, prima, bersemangat, simpatik, penuh percaya diri, tegas dan antusias. Segala
bentuk penampilan guru akan mempengaruhi sikap para peserta didik. Apabila
tampilan guru sudah tidak bersemangat (loyo, aroma balsem, tidak konsisten) maka
jangan harap akan tumbuh sikap aktif pada diri peserta didik.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]--> Peserta didik mengetahui maksud dan


tujuan pembelajaran

Apabila peserta didik telah mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang
mereka ikuti, mereka akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar
secara aktif. Oleh karena itu, pada setiap awal kegiatan, guru wajib memberikan
penjelasan kepada peserta didik tentang apa dan untuk apa materi pelajaran harus
mereka pelajari serta apa manfaat yang akan mereka peroleh.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Fasilitas, sumber belajar, dan lingkungan


yang memadai

Sudah barang tentu dengan tersedianya fasilitas, sumber belajar dan


lingkungan yang nyaman akan menumbuhkan semangat belajar dan keaktifan para
peserta didik dalam KBM. Jadi di sini nampaklah fungsi guru benar-benar menjadi
motivator dan mediator dalam KBM. Tetapi pada kenyataannya masih banyak
sekolah-sekolah di daerah yang mengalami minimnya fasilitas dan sumber belajar
sehingga kurikulum yang dipakai KTSP namun pada prakteknya menggunakan
kurikulum lama yaitu guru mencatat materi, murid mencatat materi tersebut, guru
menjelaskan dan diakhiri dengan ulangan.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Pujian dan Sanksi

Pemberian pujian dan sanksi ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan


keaktifan belajar dan mencegah berulangnya kesalahan dari peserta didik.
Penguatan/pujian yang sifatnya positif dapat dilakukan dengan kata-kata : bagus,
betul, luar biasa. Semua itu disajikan tidak berpura-pura, tetapi tulus dari nurani
guru. Pemberian pujian dapat juga dengan gerak: acungan jempol, tepuk tangan, dan
menjabat tangan. Ada pula dengan cara memberi hadiah misalnya: buku atau benda
lain.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Pembelajaran yang menarik, menyenangkan,


dan menantang

Agar peserta didik tetap aktif dalam mengikuti KBM, perlu dipilih jenis
kegiatan atau tugas yang sifatnya menarik atau menyenangkan bagi peserta didik
disamping juga bersifat menantang. Pelaksanaan kegiatan hendaknya bervariasi,
tidak selalu harus di dalam kelas, misalnya peserta didik diberikan tugas yang
dikerjakan di luar kelas seperti perpustakaan, di laboratorium, di sawah, di pasar, di
bank, dll.

<!--[if !supportLists]--><!--[endif]-->Penilaian hasil belajar dilakukan secara


serius, obyektif dan teliti
Penilaian hasil belajar yang tidak serius akan sangat mengecewakan peserta
didik dan hal itu akan memperlemah semangat belajar para peserta didik, guru
hendaknya melakukannya dengan serius sesuai dengan ketentuan, jangan sampai
terjadi manipulasi (membatik nilai, ngaji: ngarang biji) sehingga hasilnya betul-
betul obyektif.

STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING


9 01 2008

(Suatu Strategi Pembelajaran Berbasis Student Centred)

oleh : Drs. Hartono, M.Pd


A. Latar Belakang
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam
proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena
merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain,
memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu
pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut,
sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi
tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi
baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan
pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung
memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga
perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan
banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali
pertemuan di kelas berlangsung.
Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada
keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan
pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran
konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya
kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam
pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya
ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan
terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah.
Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi
yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran
yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy).

B. Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning Strategy)


1. Pengertian
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua
potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping
itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian
siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan
berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas
hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia.
Sementara penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama
perthatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20
menit terakhir.
Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah.
Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama
disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya
dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk
dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius:
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya lihat, saya ingat
Apa yang saya lakukan, saya paham
Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di
bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab
permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya
penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran.
Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi
apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu :
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya
mulai paham
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan
keterampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai
Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang
cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah
karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa
mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata
per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya
(setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru
sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam
suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan.
Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak
juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada
stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat
dengan baik.
Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari
ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan
yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama
dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan
karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa
saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang
dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini
sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik
terhadap materi pembelajaran.
Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia
bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat
orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja
10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh
proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding
pengalaman atau pemikiran sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13). Strategi
pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri
(otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran
dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan.
Thorndike (Bimo Wagito, 1997) mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :
1. law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan
antara stimulus dan respons.
2. law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka
hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar
3. law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika
dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak
didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan
mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan
respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran.
Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus
dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang
ditimbulkan akan menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak
didik, sehingga mereka akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memory
(ingatan) nya. Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat
menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus
akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka
cenderung akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu
mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm memory),
sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa
mengalami hambatan apapun.
Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar
stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi
hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan
memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan
(memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan
sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional.
Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus
dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi
pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid
dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa,
sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241)
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran Active
learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu :
Pembelajaran konvensional Pembelajaran Active learning
Berpusat pada guru Berpusat pada anak didik
Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan
Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan
Kurang memberdayakan semua Membemberdayakan semua
indera danpotensi anak didik indera dan potensi anak didik
Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode
Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media
Tidak perlu disesuaikan dengan Disesuaikan dengan
Pengetahuan yang sudah ada pengetahuan yang sudah ada
Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan
strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas.
Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar anak didik tidak hanya
sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau
bersama-sama dengan anggta kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling
penting adalah bagaimana membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula
mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti
menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah
strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik
active learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang
besar terhadap belajar siswa.

2. Aplikasi Active learning (belajar aktif) dalam Pembelajaran

L. Dee Fink (1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut.

Dialog dengan diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif
mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa
yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik
yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah jurnal
atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar,
apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka.
Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang
terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru
membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari.
Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang
melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru
atau teman mereka sendiri
Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti
membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain
sebagainya.
Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif)
dalam pembelajaran di sekolah. Mel Silberman (2001) mengemukakan 101 bentuk metode
yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai
oleh anak. Metode tersebut antara lain Trading Place (tempat-tempat perdagangan), Who is in
the Class?(siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV
Komersial, the company you keep (teman yang anda jaga), Question Student Have
(Pertanyaan Peserta Didik), reconnecting (menghubungkan kembali), dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan ini penulis mencoba menyajikan beberapa model pembelajaran aktif yang
disajikan Silberman.

Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik)


Metode Question Student Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan
harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Metode
ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi siswa melalui tulisan. Hal ini
sangat baik digunakan pada siswa yang kurang berani mengungkapkan pertanyaan, keinginan
dan harapan-harapannya melalui percakapan.
Prosedur :
1. Bagikan kartu kosong kepada siswa
2. Mintalah setiap siswa menulis beberapa pertanyaan yang mereka miliki tentang mata
pelajaran atau sifat pelajaran yang sedang dipelajari
3. Putarlah kartu tersebut searah keliling jarum jam. Ketika setiap kartu diedarkan pada
peserta berikutnya, peserta tersebut harus membacanya dan memberikan tanda cek di sana
jika pertanyaan yang sama yang mereka ajukan
4. Saat kartu kembali pada penulisnya, setiap peserta telah memeriksa semua pertanyaan yang
diajukan oleh kelompok tersebut. Fase ini akan mengidentifikasi pertanyaan mana yang
banyak dipertanyakan. Jawab masing-masing pertanyaan tersebut dengan :
a. Jawaban langsung atau berikan jawaban yang berani
b. Menunda jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai waktu yang tepat
c. Meluruskan pertanyaan yang tidak menunjukkan suatu pertanyaan
5. Panggil beberapa peserta berbagi pertanyaan secara sukarela, sekalipun pertanyaan mereka
tidak memperoleh suara terbanyak
6. Kumpulkan semua kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan-pertanyaan yang
mungkin dijawab pada pertemuan berikutnya.
Variasi :
1. Jika kelas terlalu besar dan memakan waktu saat memberikan kartu pada siswa, buatlah
kelas menjadi sub- kelompok dan lakukan instruksi yang sama. Atau kumpulkan kartu
dengan mudah tanpa menghabiskan waktu dan jawab salah satu pertanyaan
2. Meskipun meminta pertanyaan dengan kartu indeks, mintalah peserta menulis harapan
mereka dan atau mengenai kelas, topik yang akan anda bahas atau alasan dasar untuk
partisipasi kelas yang akan mereka amati.
3. Variasi dapat pula dilakukan dengan meminta peserta untuk memeriksa dan menjawab
semua pertanyaan yang diajukan oleh kelompok tersebut, sehingga fase ini akan dapat
mengidentifikasi pertanyaan mana yang mendapat jawaban terbanyak, sebagai indikasi
penguasaan anak terhadap objek yang dipertanyakan.

Reconnecting (menghubungkan kembali)


Metode reconnecting (menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan
perhatian anak didik pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan aktivitas tersebut.
Prosedur :
1. Ajaklah anak didik kembali kepada pelajaran. Jelaskan pada anak didik bahwa
menghabiskan beberapa menit untuk mengaitkan kembali pelajaran dengan pengetahuan anak
akan memberi makna yang berarti.
2. Tentukan satu atau lebih dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada para peserta didik :
• Apa saja yang masih anda ingat tentang pelajaran terakhir kita ? apa saja yang masih
bertahan dalam diri anda ?
• Sudahkah anda membaca / berpikir /melakukan sesuatu yang dirangsang oleh pelajaran
terakhi kita ?
• Pengalaman menarik apa yang telah anda miliki di antara pelajaran-pelajaran?
• Apa saja yang ada dalam pikiran anda sekarang (misal nya sebuah kekhawatiran) yang
mungkin mengganggu kemampuan anda untuk memberi perhatian pebuh terhadap pelajaran
hari ini?
• Bagaimana perasaan anda hari ini? (Dapat dilakukan dengan memberikan metafor, seperti
“Saya merasa bagaikan pisang busuk
3. Dapatkan respons dengan menggunakan salah satu format, seperti sub-kelompok atau
pembicara dengan urutan panggilan berikutnya
4. Hubungkan dengan topik sekarang
Variasi :
1. Lakukan sebuah ulasan tentang pelajaran yang telah lalu
2. Sampaikan dua pertanyaan, konsep atau sejumlah informasi yang tercakup dalam pelajaran
yang lalu. Mintalah peserta didik untuk memberikan suara terhadap sesuatu yang paling
mereka sukai agar anda mengulas pelajaran tersebut. Ulaslah pertanyaan, konsep, atau
informasi yang menang.

Pengajaran Sinergetik (Synergetic Teaching)


Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan
pengalaman-pengalaman (yang telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang mereka
miliki.
Prosedur :
a. Bagi kelas menjadi dua kelompok
b. Salah satu kelompok dipisahkan ke ruang lain untuk membaca topik pelajaran
c. Kelompok yang lain diberikan materi pelajaran yang sama dengan metode yang diinginkan
oleh guru.
d. Pasangkan masing-masing anggota kelompok pembaca dan kelompok penerima materi
pelajaran dari guru dengan tugas menyimpulkan/meringkas materi pelajaran.

Kartu Sortir (Card Sort)


Metode ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep,
penggolongan sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi informasi.
Prosedur :
a. Masing-masing siswa diberikan kartu indek yang berisi materi pelajaran. Kartu indek
dibuat berpasangan berdasarkan definisi, kategori/kelompok, misalnya kartu yang berisi
aliran empiris dengan kartu pendidikan ditentukan oleh lingkungan dll. Makin banyak siswa
makin banyak pula pasangan kartunya.
b. Guru menunjuk salah satu siswa yang memegang kartu, siswa yang lain diminta
berpasangan dengan siswa tersebut bila merasa kartu yang dipegangnya memiliki kesamaan
definisi atau kategori.
c. Agar situasinya agak seru dapat diberikan hukuman bagi siswa yang melakuan kesalahan.
Jenis hukuman dibuat atas kesepakatan bersama.
d. Guru dapat membuat catatan penting di papan tulis pada saat prosesi terjadi.
TRADING PLACE
Metode ini memungkinkan peserta didik lebih mengenal, tukar menukar pendapat dan
mempertimbangkan gagasan, nilai atau pemecahan baru terhadap berbagai masalah.

Prosedur :
1. beri peserta didik satu atau lebih catatan-catatan Post-it (tentukan apakah kegiatan tersebut
akan berjalan lebih baik dengan membatasi para peserta didik terhadap sebuah atau beberapa
kontribusi)
2. mintalah mereka untuk menulis dalam catatan merea salah satu dari hal berikut :
a. sebuah nilai yang mereka pegang
b. sebuah pengalaman yang telah mereka miliki saat ini
c. sebuah ide atau solusi kreatif terhadap sebuah problema yang telah anda tentukan
d. sebuah pertanyaan yang mereka miliki mengenai persoalan dari mata pelajaran
e. sebuah opini yang mereka pegang tentang sebuah topik pilihan anda
f. sebuah fakta tentang mereka sendiri atau persoalan pelajaran
3. mintalah peseta didik menaruh (menempelkan) catatan tersebut pada pakaian mereka dan
mengelilingi ruangan dengan atau sambil membaca tiap catatan milik peserta yang lain
4. kemudian, suruhlah para peserta didik berkumpul sekali lagi dan mengasosiasikan sebuah
pertukaran catatan-catatan yang telah diletakkan pada tempatnya (trade of Post-it notes) satu
sama lain. Pertukaran itu hendaknya didasarkan pada sebuah keinginan untuk memiliki
sebuah nilai, pengalaman, ide, pertanyaan, opini atau fakta tertentu dalam waktu yang
singkat. Buatlah aturan bahwa semua pertukaran harus menjadi dua jalan. Doronglah peserta
didik untuk membuat sebanyak mungkin pertukaran yang mereka sukai.
5. kumpulkan kembali kelas tersebut dan mintalah para peserta didik berbagi pertukaran apa
yang mereka buat dan mengapa demikian. (misalnya : Mita : “Saya menukar catatan dengan
Sonya karena dia telah membuat catatan tentang perjalanan ke Eropa Timur. Saya menyukai
perjalanan ke sana karena saya mempunyai nenek moyang yang berasal dari Hongaria dan
Ukraina

WHO IN THE CLASS?


Metode ini digunakan untuk memecahkan kebekuan suasana dalam kelas. Teknik ini lebih
mirip dengan perburuan terhadap teman-teman di kelas daripada terhadap benda. Strategi ini
membantu perkembangan pembangunan team (team building) dan membuat gereakan fisik
berjalan tepat pada permulaan gerakan fisik berjalan tepat pada permulaan sebuah perjalanan.

Prosedur:
1. Buatlah 6 sampau 10 pertanyaan deskriptif untuk melengkapi frase : Carilah seseorang
yang…………
Suka/senang menggambar
Mengetahui apa yang dimaksud rebonding
Mengira bahwa hari ini akan hujan
Berperilaku baik
Telah mengerjakan PR
Punya semangat kuat dalam belajar
dll
2. Bagikan pernyataan-pernyataan itu kepada peserta didik dan berikah beberapaperintah
berikut :
Kegiatan ini seperti sebuah perburuan binatang, kecuali bahwa anda mencari orang sebagai
pengganti benda. Ketika saya berkata “mulai” kelilingilah ruangan dengan mencari orang-
orang yang cocok dengan pernyataan ini. Anda bisa menggunakan masing-masing orang
hanya untuk sebuah pernyataan, meskipun dia memiliki kecocokan lebih dari satu. Tulislah
nama orang tersebut
3. ketika kebanyakan peserta didik telah selesai, beri tanda stop berburu dan kumpulkan
kembali ke kelas.
4. guru dapat menawarkan sebuah hadiah penghargaan teradap orang yang selesai pertama
kali. Yang lebih penting surveilah kelas tersebut. Kembangkan diskusi singkat tentang
beberapa bagian yang mungkin merangsang perhatian dalam topik pelajaran.

Resume kelompok
Teknik resume secara khusus menggambarkan sebuah prestasi , kecakapan dan pencapaian
individual, sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk
membantu para peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem dari
sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain.

Prosedur :
1. Bagilah peserta didik ke dalam kelompok sekitar 3 sampai 6 anggota
2. beritahukan kelas itu bahwa kelas berisi sebuah kesatuan bakat dan pengalaman yang
sangat hebat
3. sarankan bahwa salah satu cara untuk mengenal dan menyampaikan sumber mata pelajaran
adalah dengan membuat resume kelompok.
4. berikan kelompok cetakan berita dan penilai untuk menunjukkan resume mereka. Resume
tersebut seharusnya memasukkan beberapa informasi yang bisa menjual kelompok tersebut
secara keseluruhan. Data yang disertakan bisa berupa :
latar belakang pendidikan; sekolah-sekolah yang dimasuki
pengetahuan tentang isi pelajaran
pengalaman kerja
posisi yang pernah dipegang\keterampilan-keterampilan
hobby, bakat, perjalanan, keluarga
prestasi-prestasi
5. ajaklah masing-masing kelompok untuk menyampaikan resumenya

PREDICTION (PREDIKSI)
Metode ini dapat membantu para siswa menjadi kenal satu sama lain

Prosedur :
1. bentuklah sub-sub kelompok dari 3 sampai 4 orang siswa (yang relatif masih asing satu
sama lain)
2. beritahukan pada peserta didik bahwa pekerjaan mereka adalah meramalkan bagaimana
masing-masing orang dalam kelompoknya akan menjawab pertanyaan tertentu yang telah
dipersiapkan untuk mereka, seperti :
a. kamu menyukai musik apa?
b. Apa di antara kegiatan waktu luang favorit anda?
c. Berapa jam kamu bisa tidur malam?
d. Berapa saudara kandung yang kamu miliki dan kamu berada pada urutan berapa?
e. Di mana kamu dibesarkan?
f. Seperti apa kamu ketika masih kecil?
g. Apakah orang tua kamu bersikap toleran atau ketat?
h. Pekerjaan apa yang telah kamu miliki?
3. mintalah sub-sub kelompok mulai dengan memilih satu orang sebagaoi subyek
pertamanya. Dorong anggota kelompok se spesifik mungkin dalam prediksi mereka
mengenai orang itu. Beritahukan mereka agar tidak takut tentang tebakan-tebakan yang
berani.
4. mintalah masing-masing anggota kelompok bergiliran sebagai orang fokus/utama.

Tv Komersial
Metode ini dapat menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat
Prosedur :

1. bagilah peserta didik ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota
2. mintalah team-team membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran
dengan menekankan nilainya bagi meraka atau bagi dunia
3. iklan hendaknya berisi sebuah slogan (sebagai contoh “Lebih baik hidup dengan ilmu
Kimia”) dan visual (misalnya, produk-produk kimia terkenal)
4. jelaskan bahwa konsep umum dan sebuah outline dari iklan tersebut sesuai. Namun jika
team ingin memerankan iklannya, hal tersebut baik juga.
5. sebelum masing-masing team mulai merencanakan iklannya, maka diskusikan karakteristik
dari beberapa iklan yang saat ini terkenal untuk merangsang kreatifitas (misalnya penggunaan
sebuah kepribadian terkenal, humor, perbandingan terhadap persaingan, daya tarik sex)
6. mintalah masing-masing team menyampaikan ide-idenya. Pujilah kreatifitas setiap orang.
The Company You Keep
Metode ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama lain
aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.

Prosedur :
1. buatlah datar kategori yang anda pikir mungkin tepat dalam sebuah kegiatan untuk lebih
mengenal pelajaran yang anda ajar. Kategori-kategori tersebut meliputi :
a. bulan kelahiran
b. orang yang suka atau tidak suka suatu objek
c. kesukaan seseorang
d. tangan yang digunakan untuk menulis
e. warna sepatu
f. setuju atau tidak dengan beberapa pernyataan opini tentang sebuah isi hangat (misalnya
“Jaminan pemeliharaan kesehatan hendaknya bersifat universal”)
Catatan: Kategori dapat pula dikaitkan langsung dengan materi pelajaran yang diajarkan
2. bersihkan ruang lantaiagar peserta didik dapat berkeliling dengan bebas
3. sebutkan sebuah kategori. Arahkan para peserta didik untuk menentukan secepat mungkin
semua orang yang akan mereka kaitkan dengan kategori yang ada. Misal para penulis dengan
tangan kanan dan penulis dengan tangan kiri akan terpisah menjadi dua bagian.
4. ketika para peserta didik telah membentuk kelompok-kelompok yang tepat, mintalah
mereka berjabatan tangan dengan teman yang mereka jaga. Ajaklah semua untuk mengamati
dengan tepat berapa banyak otang yang ada di dalam kelompok-kelompok yang berbeda.
5. lanjutkan segera pada kategori berikutnya. Jagalah peserta didik tetap bergerak dari
kelompok ke kelompok ketika anda mengumumkan kategori-kategori baru.
6. kumpulkan kembali seluruh kelas. Diskusikan perbedaan peserta didik yang muncul dari
latihan itu. (http://edu-articles.com/)

DAFTAR BACAAN

Bonwell, Charles C., dan James A. Eison, Active Learning: Creating Excitement in the
Classroom, http://www.gwu.edu/eriche.

Dee Fink, L., Active Learning, reprinted with permission of the Oklahoma Instructional
Development Program, 1999,

http://www.edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta,
2002.

McKeachie W., Teaching Tips: A Guidebook for the Beginning College Teacher, Boston,
D.C. Health, 1986.

Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan


Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004.
Pollio, H.R., “What Students Think About and Do in College Lecture Classes” dalam
Teaching-Learning Issues No. 53, Knoxville, Learning Research Centre, University of
Tennesse, 1984.

Silberman, Mel, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli et al.)
Yogyakarta, YAPPENDIS, 2004.

Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi Offset, 1997.

Wenger, Win, Beyond Teaching and Learning, Memadukan Quantum Teaching & Learning,
(terjemahan Ria Sirait dan Purwanto), Nuansa, 2003.

Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta, Gaung Persada Press,
2003.

Anda mungkin juga menyukai