Anda di halaman 1dari 29

Makalah Kelompok

Respirasi-2

D6
Lisa Nauli Siagian 102009149
Cynthia cristiviane 102009198
Febri ekawati 102009209
Sarah Regina Christy 102009230
Andre.Dermawan 102009240
Florentina 102009264
Kristina 102009247
Hana christiyanti 102009266
Nur Hamizah Binti Hashim 102009322
Jeyabaskaran Renganathen 102009332

FK Universitas Kristen Krida Wacana

DAFTAR ISI
Bab I: Pendahuluan.................................................................................................................3
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
Bab II: Pembahasan...........................................................................................................4-26
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.

Anamnesis
Pemeriksaan
Diagnosis banding
Working diagnosis
Klasifikasi dan etiologi
Epidemiologi
Patogenesis
Manifestasi klinis
Penatalaksanaan
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis

Bab III: Penutup.....................................................................................................................27


Bab IV: Daftar pustaka....................................................................................................28-29

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma toraks merupakan penyebab utama kematian. Banyak penderita trauma toraks
datang dengan keadaan kritis, lalu meninggal setelah sampai di rumah sakit. Untuk itu
diperlukan diagnosis yang cepat dan terapi yang adekuat. Kurang dari 10% dari cedera
tumpul toraks dan 15-30% dari cedera tembus toraks yang membutuhkan tindakan
torakotomi. Mayoritas kasus trauma toraks dapat diatasi dengan prosedur resusitasi, peralatan
yang lengkap, dan perawatan rawat inap yang tepat. Pneumotoraks adalah keadaan
terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak
berisi udara, sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks
didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yaitu, di ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal paru. Hasilnya adalah kolapsnya paru-paru pada sisi yang
terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui hubungan dari dinding dada (yaitu,
trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura visceral.1
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai pneumotoraks. Juga sebagai tambahan bahan materi pembelajaran agar dapat lebih
menguasai materi perkuliahan.

BAB II
PEMBAHASAN
Skenario 3
Seorang laki-laki 30 tahun datang ke Unit Gawat Darurat RS, dengan keluhan sesak
nafas dan nyeri pada dada sebelah kanan, setelah menabrak truk saat sedang mengendarai
sepeda motor. Menurut pasien saat kejadian stang motor sebelah kanan menghantam dada
kanannya dengan keras. Pada pemeriksaan fisik, tampak pasien sakit sedang, kesadaran
pasien Compos Mentis, TD : 120/80 mmHg, denyut nadi : 85x/menit. Saat menghitung
frekuensi pernafasan, tampak dada kanan pasien tidak mengembang seperti dada kirinya saat
pasien menarik nafas.

A. Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa
apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau
orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau
kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.2
Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan
30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal
yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:2

Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan
pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini
merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.

Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti
data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan
pendidikan.

Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pekerjaan, aktivitas, perkawinan,


lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.

Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit yang pernah di derita


pasien pada masa lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang
dialami sekarang.
4

Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.

Pada riwayat penyakit sekarang dapat menanyakan mengenai:

sejak kapan muncul gangguan atau gejala-gejala tersebut

frekuensi serangan atau kualitas penyakit

sifat serangan atau kuantitas penyakit

lamanya penyakit tersebut diderita

perjalanan penyakitnya, riwayat pengobatan sebelumnya

lokasi sakitnya

akibat yang timbul

gejala-gejala yang berhubungan

Pada kasus pneumotoraks, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :3-6
Sesak napas tanyakan awal mula keluhan ini, lama, progresivitas, variabilitas,
derajat beratnya, faktor-faktor yang memperberat/meringankan dan keluhan
berkaitan lain. Tentukan apakah sesak napas terjadi secara mendadak dan semakin
memberat dalam waktu beberapa menit? (akibat pneumotoraks, ventil, emboli,
asma, aspirasi benda asing).
Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi
paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan
skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan
berangsur -angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk
biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain;
biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.2
Nyeri dada apakah seperti tusukan, tajam, semakin berat saat bernapas/batuk?
Tanyakan juga tanyakan awal mula keluhan ini, lama, progresivitas, variabilitas,
derajat beratnya, faktor-faktor yang memperberat/meringankan dan keluhan
berkaitan lain.
Adakah batuk-batuk?seperti apa batuknya?
Adakah riwayat trauma atau tindakan medis yang invasif.2

Hasil anamnesis berdasarkan dari skenario antara lain : Laki-laki 30 tahun, keluhan
sesak nafas dan nyeri dada sebelah kanan setelah menabrak truk yang saat mengendarai
5

motor. Menurut pasien saat kejadian, stang motor menghantam dada kanannya dengan
keras.
B. Pemeriksaan
Setelah melalui proses anamnesa dan diketahui keluhan dari pasien lalu dapat
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang2.
Pemeriksaan Fisik
Sakit dada dapat berasal dari dinding dada, pleura dan organ mediastinum. Paru
mendapatkan persarafan otonom eksklusif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai
sumber sakit dada. Nyeri dada harus diuraikan mencakup lokasi nyeri dan
penyebarannya,

awal

mula

keluhan,

derajat

nyeri,

faktor

memperberat/meringankan misalnya efek terhadap pernapasan dan pergerakan.

yang
4

Nyeri pleura : sifatnya tajam, menusuk, terlokalisir dengan jelas dan semakin
berat pada saat menarik napas/batuk yang disebabkan oleh iritasi pleura
parietalis oleh proses inflamasi, infrak jantung akibat anoksia, keganasan dan
pneumotoraks. Nyeri alih dapat dirasakan pada puncak bahu yang sesuai atau
pada abdomen bagian atas.3,4
Nyeri dinding dada : dapat terjadi akibat adanya gangguan pada saluran
napas maupun kelainan muskuloskeletal. Nyeri yang timbul mendadak dan
terlokalisir setelah mengalami batuk-batuk yang hebat atau trauma langsung
menunjukan adanya injuri pada otot-otot interkostal atau faktur iga. Faktur iga
yang disebabkan oleh batuk yang hebat dapat menimbulkan nyeri pergerakan
dada tetapi nyerinya bersifat superfisial dan terdapat nyeri tekan pada iga
tersebut. 3,4
Nyeri mediastinum : memiliki ciri yang bersifat sentral/retrosentral serta
tidak berkaitan dengan pernapasan ataupun batuk (tidak dipengaruhi oleh
aktivitas fisik). Namun demikian, nyeri yang berasal dari trakea dan bronkus
akibat infeksi maupun iritasi oleh debu iritan dapat dirasakan sebagai panas di
daerah retrosternal, yang semakin berat bila pasien batuk. 3,4

Sesak Napas (Dispnea)


Merupakan keluhan subyektif yang timbul bila ada perasaan tidak nyaman gangguan /
kesulitan lainnya saat bernapas yang tidak sebanding dengan tingkat aktivitas.
Serangan sesak napas akut yang berat merupakan kedaruratan medis karena keadaan
ini menunjukkan adanya tension pneumothorax, asma, atau gagal jantung kiri akut. 3,4
1.

Inspeksi 3,4
ada/tidaknya lesi pada dada seperti spider naevi, scar, pelebaran vena-vena
superfisial akibat bendungan vena dan sebagainya
menentukan jenis napas seperti torakal (tumor abdomen, peritonitis),
abdominal (PPOK lanjut) dan kombinasi seperti torakoabdominal pada
wanita sehat dan pria sehat abdominaltorakal. Perhatikan pasien apakah
menggunakan otot-otot bantu pernapasan, kalau ada biasanya pada pasien
RBC paru lanjut atau PPOK. Lihat apakah ada paru yang tertinggal? Kalau
ada berarti ada gangguan di daerah paru yang tertinggal.
warna tubuh, lihat adakah perubahan warna kulit seperti sianosis.
bentuk toraks antara lain; pectus exacavatum (dada dan tulang sterum cekung
ke dalam), pectus carinatum (dada dan tulang sterum menonjol ke depan),
barrel chest (diameter anteroposterior membesar) sedangkan posterior
perhatikan apakah berbentuk kifosis atau skoliosis.
pola pernapasan pasien : normal (iramanya teratur silih berganti inspirasi atau
ekspirasi) dan abnormal seperti takipnea (napas cepat dan dangkal),
hiperventilasi (napas cepat dan dalam), bradipnea (napas lambat) dan
sebagainya.

2.

Palpasi3,4
Palpasi statis dilakukan untuk pemeriksaan kelenjar getah bening (tempat
predileksi tumbuh tumor), posisi mediastinum(menentukan trakea dan
denyuk apeks berada dalam posisi normal), dan palpasi dengan jari ke
daerah dada depan (untuk mengetahui ada tumor, nyeri tekan pada
dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain). Pada
pneumotorak ada pembengkakan dan krepitasi pada pada kulit tersebut
saat di palpasi.
Palpasi dinamis yaitu :
7

Pemeriksaan ekspansi paru yang normal adalah kedua sisi dada


harus sama-sama terangkat dan mengembang selama inspirasi
maksimal.
Pemeriksaan vokal fremitus, meletakkan kedua telapak tangan pa
permukaan dinding dada lalu minta pasien menyebutkan 77 atau
99

dan

rasakan

getarannya.

Dilaporkan

sebagai

normal,

melemah(hidrotorak, atelektasis) dan mengeras(pneumonia, TBC


aktif).

3.

Perkusi melakukan pengetukan pada dada dengan jari dan mendengarkan bunyi
ketukan yaitu: sonor(paru normal), hipersonor (pneumotorak, emfisema, bula
yang besar), redup (pneumonia, efusi pleura sedang), pekak(tumor paru,efusi
pleura masif) dan timpani (lambung). Pengetukan bergantian secara zigzag
(kanan-kiri). 3,4

4.

Auskultasi mendengarkan suara dengan stestoskop. Suara napas melemah


sampai menghilang, fremitus melemah sampai menghilang, resonansi perkusi
dapat normal atau meningkat (hipersonor). Pneumotoraks ukuran besar biasanya
didapatkan suara napas yang melemah bahkan sampai menghilang pada
auskultasi, fremitus raba menurun dan perkusi hipersonor. Pneumotoraks tension
dicurigai apabila didapatkan adanya takikardia berat, hipotensi dan pergeseran
mediastinum atau trakea. 3,4
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal*

120/80 mmHg

120/80 mmHg

Normal

Denyut nadi

85x / menit

70-80 x / menit

Lebih cepat

Pemeriksaan Fisik

Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis dan

Tekanan darah

Interpretasi

dada kanan pasien tidak mengembang seperti dada


kirinya pada saat inspirasi

Tabel 1. Hasil pemeriksaan fisik berdasarkan skenario

Pemeriksaan Penunjang3-9
Foto toraks dapat menegakan diagnosis. Deviasi mediastinal menunjukan
adanya tegangan (tension). Pada foto toraks juga akan diketahui bila ada
penyakit paru. Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus
atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut. Pada
tension pneumotoraks gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada
hemitoraks yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser ke arah
kontralateral.
Saturasi oksigen harus diukur biasanya normal kecuali ada penyakit paru.
Ultrasonografi atau CT keduanya lebih baik daripada foto toraks dalam
mendeteksi pneumotoraks kecil dan biasanya digunakan setelah biopsi paru
perkutan. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) mungkin diperlukan
apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakan.
Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
atau sekunder. Sensitivitas pemeriksaan CT-scan untuk mendiagnosis
emfisema subpleura yang bisa menimbulkan pneumotoraks spontan primer
antara 80-90%.
Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada sebuah penelitian didapatkan
17% dengan PO2 < 55 mmHg, 4% dengan PO2 < 45 mmHg, 16% dengan
PCO2 > 50 mmHg dan 4% dengan PCO2 > 60 mmHg. Pada pasien PPOK
lebih mudah terjadi pneumotoraks spontan.
Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan
gelombang T prekordial pada rekaman elektrokardiografi (EKG) dan dapat
ditafsirkan sebagai Infark Miokard Akut (IMA).
Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive,
tetapi memiliki sensitivitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CTscan. Menurut Swierenga dan Vanderschueren, berdasarkan analisa dari 126

kasus pada tahun 1990, hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi menjadi 4
derajat yaitu :
Derajat I : pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal
(40%)
Derajat II : pneumotoraks dengan perlengketan diserati hemotoraks (12%)
Derajat III : pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm (31%)
Derajat IV : neurotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm
(17%).

C. Diagnosis Banding
1. Hemotoraks
Istilah hemotoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati ke dalam
rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura yang berdarah.
Dibagi menjadi hemotoraks ringan bila jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotoraks
sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotoraks berat bila jumlah darah
melebihi 800 ml. Trauma dapat diklasifikasikan sebagai trauma tembus (misalnya
luka tusuk ) atau trauma tumpul (fraktur iga yang selanjutnya menyebabkan laserasi
paru atau pembuluh darah interkostal). Pengumpulan darah dalam rongga toraks akan
menekan paru-paru sehingga mengganggu ventilasi yang berakibat hipoksia.
Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan kematian. Penanggulangan
hemotoraks dengan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD untuk
evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita.11
Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan
paru, kronik atelektasis, pneumoni dan empiema. Gejala utamanya adalah syok
hipovolemik .11
Perbandingan pneumotoraks dan hemotoraks11

Sisi yang terkena tak ikut pada pernapasan, perkusi hipersonor (pada pneumotoraks)
atau pekak (pada hemotoraks) atau terdapat bersama-sama (hemopneumotoraks);
suara napas menghilang.

Mungkin disertai emfisema subkutis dan patah tulang iga.

Bila keluhan sesak napas dibalik (nyeri) cepat memberat curiga adanya tension
pneumotoraks
10

Radiologik tampak bayangan paru mengecil, dikelilingi daerah radiolusen


(pneumotoraks), bila ada daerah radioopak menandakan adanya hemotoraks.

2. Efusi pleura

Efusi pleura, yaitu adanya cairan yang tertimbun dalam rongga pleura dan
memisahkan paru yang terisi udara dengan dinding dada sehingga menyekat transmisi
bunyi. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml.
Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Etiologi terjadinya efusi
pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan penyebab yang paling
sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit sistemik dan
keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.12
Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif.
Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan
ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Penimbunan
eksudat disebabkan oleh peradangan permeabilitas kapiler pleura dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Jika efusi
pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh
perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan merupakan komplikasi dari
pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma dalam rongga pleura.Duktus
torasikus juga dapat mengeluarkan getah bening ke dalam rongga pleura sebagai
akibat trauma atau keganasan, keadaan ini dikenal dengan nama kilotoraks.13
Gejala klinisnya dari asimptomatis sampai sesak napas berupa nyeri dada,
sesak nafas, batuk-batuk, panas. Lebih senang tidur/baring ke satu arah (sisi yang
berupa cairan). Keluhan-keluhan tersebut tergantung dari jumlah dan jenis cairan;
kalau banyak atau purulent keluhan lebih berat.12
Pada pemeriksaan didapatkan :
Pada sisi yang sakit, dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal.
Bunyi perkusi : redup (dull) hingga pekak (flat) pada daerah cairan. Trakea bergeser
ke sisi yang berlawanan pada efusi yang banyak. Mediastinum terdorong ke sisi yang
sehat. Iktus kordis berpindah ke sisi yang sehat. Bunyi pernapasan berkurang hingga
tidak terdengar, tetapi bunyi pernapasan bronchial dapat terdengar di dekat bagian
11

puncak efusi yang luas. Tidak terdengar bunyi tambahan, kecuali kemungkinan
pleural rub. Fremitus taktil dan bunyi suara yang ditransmisikan: berkurang hingga
tidak terdengar, tetapi dapat meningkat ke arah bagian puncak efusi yang luas.10
Tabel 2. Tanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks13
EFUSI PLEURA

PNEUMOTORAKS

Dispnea bervariasi

Dispnea (jika luas)

Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika

Nyeri pleuritik hebat

penyakit pleura
Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami

Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami

efusi

pneumothoraks

Ruang intercostalis menonjol (efusi lebih berat)

Takikardi, Sianosis (jika luas)

Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada

Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada

bagian yang terkena

bagian yang terkena

Perkusi meredup diatas efusi pleura

Perkusi hipersonor diatas pneumotoraks

Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi

Perkusi meredup diatas paru yang kolaps

Suara napas berkurang diatas efusi pleura

Suara napas berkurang atau tidak ad pada sisi


yang terkena

Fremitus vocal dan raba berkurang

Fremitus vocal dan raba berkurang

3. Empyema
Suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi terkumpul di
suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya
menghasilkan nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai
pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi,
kadang juga digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga
pelvic. Empyema di rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk
membedakan dengan empyema di rongga tubuh lain. 3,5-9
Hampir 90 % kasus empyema thoraks disebabkan oleh Stapylococus aureus, dan
kurang sering akibat Pneumokokus terutama tipe 1 dan 3 dan Haemophilus influenza.

12

Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang. Terdengar
suara redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang
disisi hemithorak yang sakit. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran
opacity yang menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. 3,5-9
Jika efusi pleura yang tertimbun adalah nanah maka disebut empiema, ini
disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan merupakan
komplikasi dari pneumonia, abses paru, perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.
Apabila tidak di drainase secara baik akan membahayakan otot rangka toraks. Eksudat
yang mengalami peradangan maka akan terjadi perlekatan fibrosa antar pleura,
disebut denga Fibrotoraks. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik
ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan. 3,5-9

4. Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada)


Disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus
torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor. Rongga pleura yang
terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi pleura menahun
yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid. 3,5-9

5. Kanker paru
Dibedakan menjadi kanker paru jenis sel kecil dan jenis sel bukan kecil. Berdasarkan
histologi dibedakan menjadi 4 jenis sel utama yaitu karsinoma skuamosa (30%),
karsinoma sel kecil (sekitar 25%), adenokarsinoma (30%), dan karsinoma nukan sel
kecil (< 10%). Diagnosis kanker paru didasarkan pada keluhan dan gejala klinis, foto
toraks, bronkoskopi dan dipastikan dengan pemeriksaan histologi. Gejala klinis akan
muncul setelah stadium lanjut terdiri dari gangguan saluran napas, penekanan pada
atau penyusupan ke dalam alat sekitarnya dan metatasis sehingga menimbulkan gejala
batuk dan hemoptisis. Gangguan faal bronkus retensi lendir umumnya menimbulkan
pneumonitis yang berulang, lebih berat lagi abses paru, obstruksi bronkus dan
atelektaksis. 3,5-9

13

D. Working Diagnosis
Berdasarkan data yang didapatkan maka diagnosis kerja adalah Pneumotorak
traumatik

E. Klasifikasi dan Etiologi


Adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura Pneumotoraks dapat terjadi
secara spontan atau traumatik dan klasifikasi pneumotoraks berdasarkan penyebabnya
adalah sebagai berikut :3-10
Pneumotoraks Spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa
adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu :
1. Pneumotoraks Spontan Primer (PSP) adalah suatu pneumotoraks yang
terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya,
umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan
aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai
sekarang belum diketahui penyebabnya.

Gambar 1. pneumotoraks spontan primer kecil


www.medscape.com

2. Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS) adalah suatu pneumotoraks yang


terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK,
asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral
dengan reseksi torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang primernya
berasal dar sarkoma jaringan lunak di luar paru.

14

Gambar 2. pneumotoraks spontan sekunder (SSP) dari radiasi / kemoterapi untuk


limfoma.
www.medscape.com
Pneumotoraks Traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu
trauma, baik truma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik diperkirakan 40%
dari semua kasus pneumotoraks. pneumotoraks traumatik tidak harus disertai
dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma tumpul atau
kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks. Beberapa
penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka temabk,
akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral.
Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu : 3-10
1. Pneumotoraks Traumatik Bukan Iatrogenik adalah pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada
baik terbuka maupun tertutup, barotrauma.

2. Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi


akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih
dibedakan menjadi 2, yaitu : 3-10
Pneumotoraks

traumatik

iatrogenik

aksidental,

adalah

pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena


kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
parasentesis

dada,

biopsi

pleura,

biopsi

transbronkial,

biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma


(ventilasi mekanik).
Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate),
adalah pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi
15

udara ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat


Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era
antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.
Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3, yaitu : 3-10
Pneumotoraks tertutup (simple pneumothorax) yaitu suatu pneumotoraks
dengan tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih
rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau luka
terbuka dari dinding dada.
Pneumotoraks terbuka (open pneumothorax) terjadi karena luka terbuka
pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka
tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada
saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
Tension pneumothorax terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat
inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara
dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam
rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas. Pneumotoraks ini juga sering disebut pneumotoraks
ventil.
Penyebab pneumotoraks iatrogenik meliputi:

Aspirasi jarum biopsi nodul transthoracic paru (penyebab yang paling umum,
akuntansi untuk 32-37% kasus).

Transbronkial atau biopsi pleura

Thoracentesis

Penyisipan kateter vena sentral, biasanya jugularis subklavia atau internal

Interkosta blok saraf

Trakeostomi

Resusitasi cardiopulmonary (CPR): Pertimbangkan kemungkinan pneumotoraks


jika ventilasi menjadi semakin sulit.

16

Distres sindrom pernafasan akut ( ARDS ) dan ventilasi tekanan positif di ICU:
tekanan puncak tinggi dapat diterjemahkan ke dalam jalan napas barotrauma
pada sampai dengan 3% dari pasien pada ventilator dan sampai 5% pasien
dengan ARDS.

Penempatan tabung nasogastrik


Pneumotoraks iatrogenik adalah komplikasi prosedur medis atau bedah. Ia
paling umum hasil dari aspirasi jarum transthoracic. Prosedur lain yang biasa
menyebabkan pneumotoraks iatrogenik yang Thoracentesis terapi, biopsi pleura,
pusat penyisipan kateter vena, biopsi transbronkial, ventilasi mekanik tekanan
positif, dan intubasi sengaja bronkus mainstem tepat. Thoracentesis terapi rumit
oleh pneumotoraks 30% dari waktu ketika dilakukan oleh operator
berpengalaman dalam kontras dengan hanya 4% dari waktu bila dilakukan oleh
dokter yang berpengalaman.

F. Epidemiologi
a. Primer, sekunder, dan spontan pneumotoraks berulang
Sangat

mungkin

bahwa

kejadian

untuk

pneumotoraks

spontan

diremehkan.Sampai dengan 10% dari pasien mungkin asimtomatik, dan lain-lain dengan
gejala ringan mungkin tidak hadir untuk penyedia medis.
Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi pada orang berusia 20-30 tahun,
dengan kejadian puncak pada twenties.PSP awal jarang diamati pada orang tua dari 40
tahun. Kejadian yang disesuaikan menurut umur dari PSP adalah 7,4-18 kasus per
100.000 orang per tahun untuk pria dan 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun untuk
wanita. Rasio laki-perempuan usia-disesuaikan tingkat adalah 6,2: 1.
Pneumotoraks spontan sekunder (SSPS) terjadi lebih sering pada pasien berusia
60-65 tahun. Kejadian yang disesuaikan menurut umur dari SSP adalah 6,3 kasus per
100.000 orang per tahun untuk pria dan 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun untuk
wanita. Rasio laki-perempuan usia-disesuaikan tingkat adalah 3.2:1.
Merokok meningkatkan risiko pneumotoraks spontan pertama oleh lebih dari 20
kali lipat pada pria dan hampir 10 kali lipat pada wanita dibandingkan dengan risiko
dalam bukan perokok. Peningkatan risiko pneumotoraks dan kambuh terlihat naik secara
proporsional dengan jumlah rokok yang dihisap.

17

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyebab umum dari


pneumotoraks spontan sekunder yang mengusung kejadian 26 kasus per 100.000
orang. [30] Pada pria, risiko pneumotoraks spontan adalah 102 kali lebih tinggi pada
perokok berat dibandingkan bukan perokok. Pneumotoraks spontan terjadi paling sering
pada pria jangkung kurus berusia 20-40 tahun.
b. Pneumotoraks iatrogenik dan traumatis
Pneumotoraks traumatik dan ketegangan terjadi lebih sering daripada
pneumotoraks spontan, dan angka ini tidak diragukan lagi meningkat di rumah sakit AS
sebagai modalitas perawatan intensif pengobatan telah menjadi semakin tergantung pada
ventilasi tekanan positif, penempatan kateter vena sentral, dan penyebab lain yang
berpotensi menimbulkan pneumotoraks iatrogenik.
Pneumotoraks iatrogenik dapat menyebabkan morbiditas substansial dan, jarang,
kematian. Insiden pneumotoraks iatrogenik adalah 5-7 per 10.000 penerimaan rumah
sakit, dengan pasien bedah dada dikeluarkan karena pneumotoraks mungkin hasil yang
khas berikut ini operasi.
Pneumotoraks terjadi pada 1-2% dari semua neonatus, dengan insiden yang lebih
tinggi pada bayi dengan sindrom gangguan pernafasan neonatus. Dalam satu studi, 19%
dari pasien tersebut mengembangkan pneumotoraks.
c. Ketegangan pneumotoraks
Tension pneumothorax adalah komplikasi pada sekitar 1-2% dari kasus-kasus
pneumotoraks spontan idiopatik. Sampai akhir 1800-an, TBC adalah penyebab utama
pembangunan pneumotoraks. Sebuah studi 1962 menunjukkan frekuensi pneumotoraks
sebesar 1,4% pada pasien dengan TB.
Kejadian aktual dari tension pneumothorax luar lingkungan rumah sakit tidak
mungkin untuk menentukan. Sekitar 10-30% pasien diangkut ke tingkat-1 trauma center
di Amerika Serikat menerima thoracostomies pra-rumah sakit jarum decompressive,
namun, tidak semua pasien ini benar-benar memiliki tension pneumothorax yang
benar. Meskipun ini mungkin tampak tingkat kejadian tinggi, mengabaikan diagnosis
mungkin akan mengakibatkan kematian yang tidak perlu.
Insiden keseluruhan tension pneumothorax di unit perawatan intensif (ICU) tidak
diketahui. Literatur medis hanya memberikan sekilas frekuensi. Dalam satu laporan,
tahun 2000 insiden dilaporkan Studi Pemantauan Insiden Australia (AIMS), 17
pneumotoraks aktual atau yang dicurigai terlibat, dan 4 dari mereka didiagnosis sebagai
18

tension pneumothorax. Sebuah tinjauan kematian militer dari trauma toraks menunjukkan
bahwa sampai 5% dari korban pertempuran dengan trauma toraks memiliki tension
pneumothorax pada saat kematian.
d. Catamenial pneumotoraks
Pneumotoraks Catamenial merupakan fenomena langka yang umumnya terjadi
pada wanita berusia 30-50 tahun. Sering dimulai 1-3 hari setelah onset menstruasi. Risiko
endometriosis toraks tidak dapat diprediksi dari situs lesi peritoneal.
e. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum spontan umumnya terjadi pada muda, pasien sehat tanpa
penyakit paru yang serius yang mendasarinya, terutama di kedua dekade keempat
kehidupan. Sebuah dominasi sedikit pneumomediastinum ada untuk laki-laki. Kondisi ini
terjadi pada sekitar 1 kasus per 10.000 penerimaan rumah sakit.

G. Patogenesis
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun nonpenetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Ketika udara masuk ke dalam rongga pleura yang dalam keadaan normal
bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, paru akan kolaps sampai batas paru tertentu.
Sehingga paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding dada.
Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru
yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang normalnya
negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian yang
mengalami pneumotoraks. Mediastinum akan bergeser ke arah paru yang kolaps dan dapat
berpindah bolak balik selama siklus pernapasan, sewaktu udara keluar masuk rongga
paru.10,11
Penyebab pneumotoraks iatrogenik meliputi:

Aspirasi jarum biopsi nodul transthoracic paru (penyebab yang paling umum, akuntansi
untuk 32-37% kasus)

Transbronkial atau biopsi pleura

Thoracentesis

Penyisipan kateter vena sentral, biasanya jugularis subklavia atau internal

Interkosta blok saraf


19

Trakeostomi

Resusitasi cardiopulmonary (CPR): Pertimbangkan kemungkinan pneumotoraks jika


ventilasi menjadi semakin sulit.

Distres sindrom pernafasan akut ( ARDS ) dan ventilasi tekanan positif di ICU: tekanan

puncak tinggi dapat diterjemahkan ke dalam jalan napas barotrauma pada sampai dengan
3% dari pasien pada ventilator dan sampai 5% pasien dengan ARDS.

Makan tabung nasogastrik penempatan

Gambar 3. Pneumothorak
http://www.medicinenet.com/pneumotho
rax/article.htm

H. Manifestasi klinis1,5-10
Keluhan Subyektif
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah :
Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Lindskog dan Halasz
menemukan 69% dari 72 pasien mengalami nyeri dada. Rasa nyeri bersifat
menusuk di daerah hemitoraks yang terserang dan bertambah berat pada saat
bernafas, batuk dan bergerak. Nyeri dapat menjalar ke arah bahu, hipokondrium
atau tengkuk. Rasa nyeri ini disebabkan oleh perdarahan yang terjadi akibat
robekan pleura viseralis dan darah menimbulkan iritasi pada pleura viseralis
Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien
Tidak menunjukan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan biasanya
pada PSP (Loddenkemper, 2003).
20

Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut Mills
dan Luce derajat gangguannya bisa mulai dari asimtomatik atau menimbulkan
gangguan ringan sampai berat.
Pneumotoraks kecil bisa asimtomatik
Pneumotoraks sedang-besar : nyeri dada mendadak disertai sesak adalah gejala yang
paling sering dijumpai. Terdapat hiperinflasi dengan menurunnya ekspansi paru dan
melemahnya bunyi napas.
Emfisema subkutan bisa terjadi akibat bocornya udara ke kulit dan jaringan subkutan,
yang terasa meretas (crackling) dalam kulit. Bisa disertai pembengkakan wajah dan
gangguan salurn pernapasan.
Pneumotoraks tension menyebabkan dispnea yang berat, deviasi trakea, takikardia,
dan hipotensi.
Cara Menentukan Ukuran (Persentase) Pneumotoraks5
Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah (isi) paru yang
kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks sebagai nilai
perbandingan (rasio). Misalnya : Diameter kubus rata-rata hemitoraks 10 cm dan
diameter kubus rata-rata paru yang kolaps 8 cm, maka rasio diameter kubus adalah
83/103 = 512/1000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50%.
Cara lain untuk menentukan luas atau persentase pneumotoraks adalah dengan
menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan
jarak terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah
pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.

I. Penatalaksanaan
Tindakan

pengobatan

pneumotoraks

tergantung

dari

luasnya

permukaan

pneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumotoraks yang
kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah
pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap. British Thoracic
Society dan American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi
penanganan pneumotoraks adalah :9

21

1. Observasi dan pemberian tambahan oksigen


2. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau
tanpa pleurodesis.
3. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb/bulla
4. Torakotomi
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila
fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahanlahan akan diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks per
hari. Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen. Observasi
dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2
hari bisa dilakukan dengan atau tanpa harus dirawat dirumah sakit. Jika pasien dirawat di
rumah sakit dianjurkan untuk memberikan tambahan oksigen. Pasien dengan luas
pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan berobat jalan dan
dalam 2-3 hari pasien harus control lagi.9
Aspirasi dengan jarum dan tube torakostomi
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya
>15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara drongga pleura (dekompresi).
Tindakan dekompresi ini dapat dilakukan dengan cara :9
Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan
udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu dengan :
Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian ujung pipa plastic dipangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan
ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembunggelembung udara didalam botol.
Jarum abbacoth no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandarin di cabut,
dihubungkan dengan pipa infuse set, selanjutnya
Water sealed drainage (WSD) : pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar
dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang
antar sela iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan
pada ruang antar iga kedua pada linea mid klavikula. Sebelum melakukan insisi

22

kulit,daerah tersebut harus dibersihkan cairan disinfektan dan dilakukan injeksi


anastesi local dengan xilokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup dengan kain
duk steril. Setelah trokar masuk kedalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urin)
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya
pipa khusus itu yang masih tinggal di ruang pleura. Pemasukan pipa khusus tersebut
diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada diruang antar iga kedua. Pipa
khusus atau kateter tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang
dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol.
Masuknya pipa kaca ke dalam airvsebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya
gelembung udara mudah keluar. Apabila paru sudah mengembang penuh dan
tekanan rongga pleura sudah negative, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba
dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya adalah
melakukan evaluasi dengan foto dada, apakah paru mengembang dan tidak
mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan
rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Bila
paru sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saat
pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

ADA BEBERAPA MACAM WSD :


1. WSD dengan satu botol
Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana
Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung.
Drainage berdasarkan adanya grafitasi. Umumnya digunakan pada pneumotoraks

Gambar . Skema pemasangan WSD dengan 1 botol


Sumber : http://3.bp.blogspot.com/Skema+pemasangan+WSD+dengan+1+botol.JPG
2. WSD dengan dua botol
23

Botol pertama sebagai penampung / drainase


Botol kedua sebagai water seal
Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.
Dapat dihubungkan sengan suction control

Gambar. Skema pemasangan WSD dengan 2 botol


Sumber : http://3.bp.blogspot.com/Skema+pemasangan+WSD+dengan+2+botol.JPG

WSD dengan 3 botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase


Botol kedua sebagai water seal
Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.
Torakoskopi
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop. Torakoskopi yang dipandu dengan video (Video Assisted
Thoracoscopy Surgery/VATS) memberikan kenyamanan dan keamanan baik bagi operator
maupun pasiennya karena akan diperoleh lapangan pandang yang lebih luas dan gambar
yang lebih bagus.9
Torakotomi
Tindakan pembedahan ini indikasinya hampIr sama dengan torakoskopi. Tindakan ini
dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika ada bleb/bulla terdapat di apek paru,
maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb/bulla tersebut.9

J. Komplikasi
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventil : komplikasi ini terjadi karena
tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan.
Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan
24

diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.3. Keadaan ini dapat
mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau
tidak akan berakibat fatal2.
2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan
pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang membentuk gas atau
dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura.
3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita
pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya
bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul
dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan
intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks.
Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan
kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum
(menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher
(menimbulkan emfisema subkutan).
5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara
serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai
lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan
enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari
perforasi esofagus.
6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini
adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya
perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula
bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui
lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.

25

Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan
dengan pemeriksaan sinar tembus dada1. Dimana diagnosis pneumotoraks tergantung
kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan
dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan
di luar garis ini5.Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru
meliputi emfisema, trauma, tuberculosis5.
K. Pencegahan
Pencegahan yang diutamakan untuk mencegah kekambuhan pneumotoraks
meliputi pleurodesis. Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik
secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi
cairan maupun udara dalam rongga pleura. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk
pleurodesis, namun perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur
serta risikonya agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan ini. Pemilihan teknik
yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang sering
diperdebatkan serta menentukan keberhasilan tindakan.10-12
L. Pronogsis
Dengan drainase adekuat, bahkan bila ada penyakit paru, hampir selalu bisa terjadi
resolusi. Setelah pneumotoraks spontan primer, 30% pasien mengalami episode kedua
dalam waktu 5 tahun. Setelah episode kedua, tingkat rekurensi meningkat di atas 50% dan
oleh karenanya penderita disarankan untuk menjalani pleurodesis. Setelah pleurodesis
jarang terjadi rekurensi. 6-12

26

BAB III
PENUTUP
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks traumatik terjadi setelah trauma toraks
tumpul (misalnya kecelakaan lalu lintas) atau tajam (misalnya fraktur iga, luka tusuk) yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik
diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumatik tidak harus
disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Jika pneumothoraks luas,
akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus
mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu juga iga lebih lebar. Apabila udara
terkumpul dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar maka akan mendesak mediastinum ke
arah paru yang sehat (ke arah kontralateral). Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis
pneumothoraks tergantung pada besarnya lesi dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru.
Sesak napas secara mendadak dan/atau nyeri pleuritik tajam menunjukkan suatu
pneumotoraks.

27

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Light RW. Disorders of the pleura, mediastinum, and diaphragm. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrisons
principles of internal medicine.15th ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p.1513-6.
2. Santoso M. Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2005.
3. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran;2009.
4. Rumende.C. Pemeriksaan fisis dada dan paru. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.p.54-64.
5. Hisyam B, Budiono E. Pneumotoraks spontan. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi

5.

Jakarta

Balai

Penerbit

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia;2009.p.2339-46.
6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.p..631-7.
7. Price SA. Pathophysiology : clinical concepts of disease process. Jakarta : EGC ;
2006.
8. Davey P. At a glance medicine. Rahmalia A, Novianty C, alih bahasa. Safitri A,
editor. Jakarta : Erlangga ;2005.
9. Alsagaff H. Mukty HA.. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University
Press; 2009. p. 162-179.
10. The Medscape Journal of Medicine. Pneumothorax traumatik. 19 Juli 2011. Diunduh
dari www.medscape.com, 16 Juli 2011.
11. Reichman EF, Simon RR, editors. Emergency medicine. New York: McGraw-Hill;
2007.p.98-103.
12. Tambunan KL, Ahmadsyah I, Iskandar N, Madjid AS, Sastrosatomo H. Buku
panduan penatalaksanaan gawat darurat. Jilid 1. Jakarta : FKUI ; 1992.
13. Tua

P.

Pneumotoraks

dan

hemotoraks.

2009

Diunduh

dari:

http://www.scribd.com/doc/29308190/Askep-Pneumotoraks-Dan-Hemotoraks, 15 Juli
2011.
14. Abdurrahman. Anamnesis & pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.11-20.
28

15. Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan sistem
pernapasan. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5 (III). Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2189-95.
16. Diagnosis

dan

penatalaksanaan

pada

pneumotoraks.

Diunduh

dari:

http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-padapneumotoraks.html, 16 Juli 2011.


17. Santoso M, Kartadinata H, Yuliani IW, Widjaja WH, Nah YS, Rumawas MA. Buku
panduan keterampilan medik (skill-lab) semester 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran
UKRIDA; 2011. h.55-9
18. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. At a glance sistem respirasi. Edisi II.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. h. 74-5.
19. Hisyam B, Budiono E. Pneumotorak spontan. Dalam Aw, Setiyohadi B, Alwi I, K
Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 2007.h.1063
20. Sjamsuhidajat R, De Jong W.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-4. Jakarta; EGC,
2005.h. 408-9.
21. Chang AK. Pneumothorax, Iatrogenic, Spontaneous and Pneumomediastinum. 2007.
Available from: http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM
22. Hartanto H, Wulansari P, Susi N, Mahani DA. Patofisiologi : konsep Kliis Prosesproses Penyakit. Edisi ke-6. Volume 2. Jakarta; EGC, 2003.h.800-1
23. Mason: Murray & Nadel's. Textbook of Respiratory Medicine, 4th ed., Copyright
2005 Saunders, An Imprint of Elsevier
24. Setyohadi B. Anamnesis. Dalam Aw, Setiyohadi B, Alwi I, K Simandibrata M, Setiati
S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
2007.h.20-1

29

Anda mungkin juga menyukai