Makalah Kelompok18 Kasus 3 Pneumothorax
Makalah Kelompok18 Kasus 3 Pneumothorax
Respirasi-2
D6
Lisa Nauli Siagian 102009149
Cynthia cristiviane 102009198
Febri ekawati 102009209
Sarah Regina Christy 102009230
Andre.Dermawan 102009240
Florentina 102009264
Kristina 102009247
Hana christiyanti 102009266
Nur Hamizah Binti Hashim 102009322
Jeyabaskaran Renganathen 102009332
DAFTAR ISI
Bab I: Pendahuluan.................................................................................................................3
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
Bab II: Pembahasan...........................................................................................................4-26
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
Anamnesis
Pemeriksaan
Diagnosis banding
Working diagnosis
Klasifikasi dan etiologi
Epidemiologi
Patogenesis
Manifestasi klinis
Penatalaksanaan
Komplikasi
Pencegahan
Prognosis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma toraks merupakan penyebab utama kematian. Banyak penderita trauma toraks
datang dengan keadaan kritis, lalu meninggal setelah sampai di rumah sakit. Untuk itu
diperlukan diagnosis yang cepat dan terapi yang adekuat. Kurang dari 10% dari cedera
tumpul toraks dan 15-30% dari cedera tembus toraks yang membutuhkan tindakan
torakotomi. Mayoritas kasus trauma toraks dapat diatasi dengan prosedur resusitasi, peralatan
yang lengkap, dan perawatan rawat inap yang tepat. Pneumotoraks adalah keadaan
terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak
berisi udara, sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks
didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga pleura, yaitu, di ruang potensial
antara pleura viseral dan parietal paru. Hasilnya adalah kolapsnya paru-paru pada sisi yang
terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui hubungan dari dinding dada (yaitu,
trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura visceral.1
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai pneumotoraks. Juga sebagai tambahan bahan materi pembelajaran agar dapat lebih
menguasai materi perkuliahan.
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario 3
Seorang laki-laki 30 tahun datang ke Unit Gawat Darurat RS, dengan keluhan sesak
nafas dan nyeri pada dada sebelah kanan, setelah menabrak truk saat sedang mengendarai
sepeda motor. Menurut pasien saat kejadian stang motor sebelah kanan menghantam dada
kanannya dengan keras. Pada pemeriksaan fisik, tampak pasien sakit sedang, kesadaran
pasien Compos Mentis, TD : 120/80 mmHg, denyut nadi : 85x/menit. Saat menghitung
frekuensi pernafasan, tampak dada kanan pasien tidak mengembang seperti dada kirinya saat
pasien menarik nafas.
A. Anamnesis
Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
pasien. Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto Anamnesa
apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat atau
orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau
kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa.2
Dengan dilakukanya anamnesis maka 70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan
30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik, lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Hal
yang perlu ditanyakan dokter pada saat anamnesis antara lain:2
Keluhan utama yakni gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan
pertolongan serta menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Hal ini
merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.
Riwayat pribadi merupakan segala hal yang menyangkut pribadi pasien seperti
data diri pasien seperti nama, tanggal lahir, umur, alamat, suku, agama, dan
pendidikan.
Riwayat keluarga meliputi segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
dan kontak antara anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami.
lokasi sakitnya
Pada kasus pneumotoraks, hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain :3-6
Sesak napas tanyakan awal mula keluhan ini, lama, progresivitas, variabilitas,
derajat beratnya, faktor-faktor yang memperberat/meringankan dan keluhan
berkaitan lain. Tentukan apakah sesak napas terjadi secara mendadak dan semakin
memberat dalam waktu beberapa menit? (akibat pneumotoraks, ventil, emboli,
asma, aspirasi benda asing).
Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi
paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan
skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan
berangsur -angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk
biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain;
biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.2
Nyeri dada apakah seperti tusukan, tajam, semakin berat saat bernapas/batuk?
Tanyakan juga tanyakan awal mula keluhan ini, lama, progresivitas, variabilitas,
derajat beratnya, faktor-faktor yang memperberat/meringankan dan keluhan
berkaitan lain.
Adakah batuk-batuk?seperti apa batuknya?
Adakah riwayat trauma atau tindakan medis yang invasif.2
Hasil anamnesis berdasarkan dari skenario antara lain : Laki-laki 30 tahun, keluhan
sesak nafas dan nyeri dada sebelah kanan setelah menabrak truk yang saat mengendarai
5
motor. Menurut pasien saat kejadian, stang motor menghantam dada kanannya dengan
keras.
B. Pemeriksaan
Setelah melalui proses anamnesa dan diketahui keluhan dari pasien lalu dapat
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang2.
Pemeriksaan Fisik
Sakit dada dapat berasal dari dinding dada, pleura dan organ mediastinum. Paru
mendapatkan persarafan otonom eksklusif sehingga tidak dapat dijadikan sebagai
sumber sakit dada. Nyeri dada harus diuraikan mencakup lokasi nyeri dan
penyebarannya,
awal
mula
keluhan,
derajat
nyeri,
faktor
yang
4
Nyeri pleura : sifatnya tajam, menusuk, terlokalisir dengan jelas dan semakin
berat pada saat menarik napas/batuk yang disebabkan oleh iritasi pleura
parietalis oleh proses inflamasi, infrak jantung akibat anoksia, keganasan dan
pneumotoraks. Nyeri alih dapat dirasakan pada puncak bahu yang sesuai atau
pada abdomen bagian atas.3,4
Nyeri dinding dada : dapat terjadi akibat adanya gangguan pada saluran
napas maupun kelainan muskuloskeletal. Nyeri yang timbul mendadak dan
terlokalisir setelah mengalami batuk-batuk yang hebat atau trauma langsung
menunjukan adanya injuri pada otot-otot interkostal atau faktur iga. Faktur iga
yang disebabkan oleh batuk yang hebat dapat menimbulkan nyeri pergerakan
dada tetapi nyerinya bersifat superfisial dan terdapat nyeri tekan pada iga
tersebut. 3,4
Nyeri mediastinum : memiliki ciri yang bersifat sentral/retrosentral serta
tidak berkaitan dengan pernapasan ataupun batuk (tidak dipengaruhi oleh
aktivitas fisik). Namun demikian, nyeri yang berasal dari trakea dan bronkus
akibat infeksi maupun iritasi oleh debu iritan dapat dirasakan sebagai panas di
daerah retrosternal, yang semakin berat bila pasien batuk. 3,4
Inspeksi 3,4
ada/tidaknya lesi pada dada seperti spider naevi, scar, pelebaran vena-vena
superfisial akibat bendungan vena dan sebagainya
menentukan jenis napas seperti torakal (tumor abdomen, peritonitis),
abdominal (PPOK lanjut) dan kombinasi seperti torakoabdominal pada
wanita sehat dan pria sehat abdominaltorakal. Perhatikan pasien apakah
menggunakan otot-otot bantu pernapasan, kalau ada biasanya pada pasien
RBC paru lanjut atau PPOK. Lihat apakah ada paru yang tertinggal? Kalau
ada berarti ada gangguan di daerah paru yang tertinggal.
warna tubuh, lihat adakah perubahan warna kulit seperti sianosis.
bentuk toraks antara lain; pectus exacavatum (dada dan tulang sterum cekung
ke dalam), pectus carinatum (dada dan tulang sterum menonjol ke depan),
barrel chest (diameter anteroposterior membesar) sedangkan posterior
perhatikan apakah berbentuk kifosis atau skoliosis.
pola pernapasan pasien : normal (iramanya teratur silih berganti inspirasi atau
ekspirasi) dan abnormal seperti takipnea (napas cepat dan dangkal),
hiperventilasi (napas cepat dan dalam), bradipnea (napas lambat) dan
sebagainya.
2.
Palpasi3,4
Palpasi statis dilakukan untuk pemeriksaan kelenjar getah bening (tempat
predileksi tumbuh tumor), posisi mediastinum(menentukan trakea dan
denyuk apeks berada dalam posisi normal), dan palpasi dengan jari ke
daerah dada depan (untuk mengetahui ada tumor, nyeri tekan pada
dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain). Pada
pneumotorak ada pembengkakan dan krepitasi pada pada kulit tersebut
saat di palpasi.
Palpasi dinamis yaitu :
7
dan
rasakan
getarannya.
Dilaporkan
sebagai
normal,
3.
Perkusi melakukan pengetukan pada dada dengan jari dan mendengarkan bunyi
ketukan yaitu: sonor(paru normal), hipersonor (pneumotorak, emfisema, bula
yang besar), redup (pneumonia, efusi pleura sedang), pekak(tumor paru,efusi
pleura masif) dan timpani (lambung). Pengetukan bergantian secara zigzag
(kanan-kiri). 3,4
4.
Hasil
Nilai Normal*
120/80 mmHg
120/80 mmHg
Normal
Denyut nadi
85x / menit
70-80 x / menit
Lebih cepat
Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah
Interpretasi
Pemeriksaan Penunjang3-9
Foto toraks dapat menegakan diagnosis. Deviasi mediastinal menunjukan
adanya tegangan (tension). Pada foto toraks juga akan diketahui bila ada
penyakit paru. Pemeriksaan foto dada garis pleura viseralis tampak putih, lurus
atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vaskular pada daerah tersebut. Pada
tension pneumotoraks gambaran foto dadanya tampak jumlah udara pada
hemitoraks yang cukup besar dan susunan mediastinum yang bergeser ke arah
kontralateral.
Saturasi oksigen harus diukur biasanya normal kecuali ada penyakit paru.
Ultrasonografi atau CT keduanya lebih baik daripada foto toraks dalam
mendeteksi pneumotoraks kecil dan biasanya digunakan setelah biopsi paru
perkutan. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) mungkin diperlukan
apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakan.
Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
atau sekunder. Sensitivitas pemeriksaan CT-scan untuk mendiagnosis
emfisema subpleura yang bisa menimbulkan pneumotoraks spontan primer
antara 80-90%.
Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada sebuah penelitian didapatkan
17% dengan PO2 < 55 mmHg, 4% dengan PO2 < 45 mmHg, 16% dengan
PCO2 > 50 mmHg dan 4% dengan PCO2 > 60 mmHg. Pada pasien PPOK
lebih mudah terjadi pneumotoraks spontan.
Pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan
gelombang T prekordial pada rekaman elektrokardiografi (EKG) dan dapat
ditafsirkan sebagai Infark Miokard Akut (IMA).
Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive,
tetapi memiliki sensitivitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CTscan. Menurut Swierenga dan Vanderschueren, berdasarkan analisa dari 126
kasus pada tahun 1990, hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi menjadi 4
derajat yaitu :
Derajat I : pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekati normal
(40%)
Derajat II : pneumotoraks dengan perlengketan diserati hemotoraks (12%)
Derajat III : pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm (31%)
Derajat IV : neurotoraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm
(17%).
C. Diagnosis Banding
1. Hemotoraks
Istilah hemotoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati ke dalam
rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura yang berdarah.
Dibagi menjadi hemotoraks ringan bila jumlah darah sampai 300 ml saja. Hemotoraks
sedang bila jumlah darah sampai 800 ml dan hemotoraks berat bila jumlah darah
melebihi 800 ml. Trauma dapat diklasifikasikan sebagai trauma tembus (misalnya
luka tusuk ) atau trauma tumpul (fraktur iga yang selanjutnya menyebabkan laserasi
paru atau pembuluh darah interkostal). Pengumpulan darah dalam rongga toraks akan
menekan paru-paru sehingga mengganggu ventilasi yang berakibat hipoksia.
Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan kematian. Penanggulangan
hemotoraks dengan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD untuk
evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita.11
Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan
paru, kronik atelektasis, pneumoni dan empiema. Gejala utamanya adalah syok
hipovolemik .11
Perbandingan pneumotoraks dan hemotoraks11
Sisi yang terkena tak ikut pada pernapasan, perkusi hipersonor (pada pneumotoraks)
atau pekak (pada hemotoraks) atau terdapat bersama-sama (hemopneumotoraks);
suara napas menghilang.
Bila keluhan sesak napas dibalik (nyeri) cepat memberat curiga adanya tension
pneumotoraks
10
2. Efusi pleura
Efusi pleura, yaitu adanya cairan yang tertimbun dalam rongga pleura dan
memisahkan paru yang terisi udara dengan dinding dada sehingga menyekat transmisi
bunyi. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml.
Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Etiologi terjadinya efusi
pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan penyebab yang paling
sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit sistemik dan
keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.12
Efusi pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada
peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jantung kongestif.
Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan
ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Penimbunan
eksudat disebabkan oleh peradangan permeabilitas kapiler pleura dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening. Jika efusi
pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh
perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan merupakan komplikasi dari
pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma dalam rongga pleura.Duktus
torasikus juga dapat mengeluarkan getah bening ke dalam rongga pleura sebagai
akibat trauma atau keganasan, keadaan ini dikenal dengan nama kilotoraks.13
Gejala klinisnya dari asimptomatis sampai sesak napas berupa nyeri dada,
sesak nafas, batuk-batuk, panas. Lebih senang tidur/baring ke satu arah (sisi yang
berupa cairan). Keluhan-keluhan tersebut tergantung dari jumlah dan jenis cairan;
kalau banyak atau purulent keluhan lebih berat.12
Pada pemeriksaan didapatkan :
Pada sisi yang sakit, dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal.
Bunyi perkusi : redup (dull) hingga pekak (flat) pada daerah cairan. Trakea bergeser
ke sisi yang berlawanan pada efusi yang banyak. Mediastinum terdorong ke sisi yang
sehat. Iktus kordis berpindah ke sisi yang sehat. Bunyi pernapasan berkurang hingga
tidak terdengar, tetapi bunyi pernapasan bronchial dapat terdengar di dekat bagian
11
puncak efusi yang luas. Tidak terdengar bunyi tambahan, kecuali kemungkinan
pleural rub. Fremitus taktil dan bunyi suara yang ditransmisikan: berkurang hingga
tidak terdengar, tetapi dapat meningkat ke arah bagian puncak efusi yang luas.10
Tabel 2. Tanda dan gejala efusi pleura dan pneumotoraks13
EFUSI PLEURA
PNEUMOTORAKS
Dispnea bervariasi
penyakit pleura
Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami
efusi
pneumothoraks
3. Empyema
Suatu keadaan dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi terkumpul di
suatu rongga tubuh. Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya
menghasilkan nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai
pengumpulan nanah di dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi,
kadang juga digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga
pelvic. Empyema di rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk
membedakan dengan empyema di rongga tubuh lain. 3,5-9
Hampir 90 % kasus empyema thoraks disebabkan oleh Stapylococus aureus, dan
kurang sering akibat Pneumokokus terutama tipe 1 dan 3 dan Haemophilus influenza.
12
Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang. Terdengar
suara redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang
disisi hemithorak yang sakit. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran
opacity yang menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. 3,5-9
Jika efusi pleura yang tertimbun adalah nanah maka disebut empiema, ini
disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan merupakan
komplikasi dari pneumonia, abses paru, perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura.
Apabila tidak di drainase secara baik akan membahayakan otot rangka toraks. Eksudat
yang mengalami peradangan maka akan terjadi perlekatan fibrosa antar pleura,
disebut denga Fibrotoraks. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik
ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan. 3,5-9
5. Kanker paru
Dibedakan menjadi kanker paru jenis sel kecil dan jenis sel bukan kecil. Berdasarkan
histologi dibedakan menjadi 4 jenis sel utama yaitu karsinoma skuamosa (30%),
karsinoma sel kecil (sekitar 25%), adenokarsinoma (30%), dan karsinoma nukan sel
kecil (< 10%). Diagnosis kanker paru didasarkan pada keluhan dan gejala klinis, foto
toraks, bronkoskopi dan dipastikan dengan pemeriksaan histologi. Gejala klinis akan
muncul setelah stadium lanjut terdiri dari gangguan saluran napas, penekanan pada
atau penyusupan ke dalam alat sekitarnya dan metatasis sehingga menimbulkan gejala
batuk dan hemoptisis. Gangguan faal bronkus retensi lendir umumnya menimbulkan
pneumonitis yang berulang, lebih berat lagi abses paru, obstruksi bronkus dan
atelektaksis. 3,5-9
13
D. Working Diagnosis
Berdasarkan data yang didapatkan maka diagnosis kerja adalah Pneumotorak
traumatik
14
traumatik
iatrogenik
aksidental,
adalah
dada,
biopsi
pleura,
biopsi
transbronkial,
Aspirasi jarum biopsi nodul transthoracic paru (penyebab yang paling umum,
akuntansi untuk 32-37% kasus).
Thoracentesis
Trakeostomi
16
Distres sindrom pernafasan akut ( ARDS ) dan ventilasi tekanan positif di ICU:
tekanan puncak tinggi dapat diterjemahkan ke dalam jalan napas barotrauma
pada sampai dengan 3% dari pasien pada ventilator dan sampai 5% pasien
dengan ARDS.
F. Epidemiologi
a. Primer, sekunder, dan spontan pneumotoraks berulang
Sangat
mungkin
bahwa
kejadian
untuk
pneumotoraks
spontan
diremehkan.Sampai dengan 10% dari pasien mungkin asimtomatik, dan lain-lain dengan
gejala ringan mungkin tidak hadir untuk penyedia medis.
Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi pada orang berusia 20-30 tahun,
dengan kejadian puncak pada twenties.PSP awal jarang diamati pada orang tua dari 40
tahun. Kejadian yang disesuaikan menurut umur dari PSP adalah 7,4-18 kasus per
100.000 orang per tahun untuk pria dan 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun untuk
wanita. Rasio laki-perempuan usia-disesuaikan tingkat adalah 6,2: 1.
Pneumotoraks spontan sekunder (SSPS) terjadi lebih sering pada pasien berusia
60-65 tahun. Kejadian yang disesuaikan menurut umur dari SSP adalah 6,3 kasus per
100.000 orang per tahun untuk pria dan 2,0 kasus per 100.000 orang per tahun untuk
wanita. Rasio laki-perempuan usia-disesuaikan tingkat adalah 3.2:1.
Merokok meningkatkan risiko pneumotoraks spontan pertama oleh lebih dari 20
kali lipat pada pria dan hampir 10 kali lipat pada wanita dibandingkan dengan risiko
dalam bukan perokok. Peningkatan risiko pneumotoraks dan kambuh terlihat naik secara
proporsional dengan jumlah rokok yang dihisap.
17
tension pneumothorax. Sebuah tinjauan kematian militer dari trauma toraks menunjukkan
bahwa sampai 5% dari korban pertempuran dengan trauma toraks memiliki tension
pneumothorax pada saat kematian.
d. Catamenial pneumotoraks
Pneumotoraks Catamenial merupakan fenomena langka yang umumnya terjadi
pada wanita berusia 30-50 tahun. Sering dimulai 1-3 hari setelah onset menstruasi. Risiko
endometriosis toraks tidak dapat diprediksi dari situs lesi peritoneal.
e. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum spontan umumnya terjadi pada muda, pasien sehat tanpa
penyakit paru yang serius yang mendasarinya, terutama di kedua dekade keempat
kehidupan. Sebuah dominasi sedikit pneumomediastinum ada untuk laki-laki. Kondisi ini
terjadi pada sekitar 1 kasus per 10.000 penerimaan rumah sakit.
G. Patogenesis
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun nonpenetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Ketika udara masuk ke dalam rongga pleura yang dalam keadaan normal
bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfer, paru akan kolaps sampai batas paru tertentu.
Sehingga paru akan mengempes karena tidak ada lagi tarikan ke luar dnding dada.
Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti dengan pengembangan paru
yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali. Tekanan pleura yang normalnya
negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan ventilasi pada bagian yang
mengalami pneumotoraks. Mediastinum akan bergeser ke arah paru yang kolaps dan dapat
berpindah bolak balik selama siklus pernapasan, sewaktu udara keluar masuk rongga
paru.10,11
Penyebab pneumotoraks iatrogenik meliputi:
Aspirasi jarum biopsi nodul transthoracic paru (penyebab yang paling umum, akuntansi
untuk 32-37% kasus)
Thoracentesis
Trakeostomi
Distres sindrom pernafasan akut ( ARDS ) dan ventilasi tekanan positif di ICU: tekanan
puncak tinggi dapat diterjemahkan ke dalam jalan napas barotrauma pada sampai dengan
3% dari pasien pada ventilator dan sampai 5% pasien dengan ARDS.
Gambar 3. Pneumothorak
http://www.medicinenet.com/pneumotho
rax/article.htm
H. Manifestasi klinis1,5-10
Keluhan Subyektif
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah :
Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Lindskog dan Halasz
menemukan 69% dari 72 pasien mengalami nyeri dada. Rasa nyeri bersifat
menusuk di daerah hemitoraks yang terserang dan bertambah berat pada saat
bernafas, batuk dan bergerak. Nyeri dapat menjalar ke arah bahu, hipokondrium
atau tengkuk. Rasa nyeri ini disebabkan oleh perdarahan yang terjadi akibat
robekan pleura viseralis dan darah menimbulkan iritasi pada pleura viseralis
Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien
Tidak menunjukan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan biasanya
pada PSP (Loddenkemper, 2003).
20
Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut Mills
dan Luce derajat gangguannya bisa mulai dari asimtomatik atau menimbulkan
gangguan ringan sampai berat.
Pneumotoraks kecil bisa asimtomatik
Pneumotoraks sedang-besar : nyeri dada mendadak disertai sesak adalah gejala yang
paling sering dijumpai. Terdapat hiperinflasi dengan menurunnya ekspansi paru dan
melemahnya bunyi napas.
Emfisema subkutan bisa terjadi akibat bocornya udara ke kulit dan jaringan subkutan,
yang terasa meretas (crackling) dalam kulit. Bisa disertai pembengkakan wajah dan
gangguan salurn pernapasan.
Pneumotoraks tension menyebabkan dispnea yang berat, deviasi trakea, takikardia,
dan hipotensi.
Cara Menentukan Ukuran (Persentase) Pneumotoraks5
Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah (isi) paru yang
kolaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks sebagai nilai
perbandingan (rasio). Misalnya : Diameter kubus rata-rata hemitoraks 10 cm dan
diameter kubus rata-rata paru yang kolaps 8 cm, maka rasio diameter kubus adalah
83/103 = 512/1000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50%.
Cara lain untuk menentukan luas atau persentase pneumotoraks adalah dengan
menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal ditambah dengan
jarak terjauh celah pleura pada garis horizontal ditambah dengan jarak terdekat celah
pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi 3 dan dikalikan 10.
I. Penatalaksanaan
Tindakan
pengobatan
pneumotoraks
tergantung
dari
luasnya
permukaan
pneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumotoraks yang
kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah
pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap. British Thoracic
Society dan American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi
penanganan pneumotoraks adalah :9
21
22
J. Komplikasi
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventil : komplikasi ini terjadi karena
tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat,
mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan.
Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan
24
diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.3. Keadaan ini dapat
mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau
tidak akan berakibat fatal2.
2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan
pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang membentuk gas atau
dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura.
3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita
pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya
bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul
dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan
intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks.
Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan
kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum
(menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher
(menimbulkan emfisema subkutan).
5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara
serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai
lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan
enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari
perforasi esofagus.
6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini
adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya
perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula
bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui
lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.
25
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan
dengan pemeriksaan sinar tembus dada1. Dimana diagnosis pneumotoraks tergantung
kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan
dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan
di luar garis ini5.Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru
meliputi emfisema, trauma, tuberculosis5.
K. Pencegahan
Pencegahan yang diutamakan untuk mencegah kekambuhan pneumotoraks
meliputi pleurodesis. Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik
secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi
cairan maupun udara dalam rongga pleura. Tidak ada kontraindikasi absolut untuk
pleurodesis, namun perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur
serta risikonya agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan ini. Pemilihan teknik
yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang sering
diperdebatkan serta menentukan keberhasilan tindakan.10-12
L. Pronogsis
Dengan drainase adekuat, bahkan bila ada penyakit paru, hampir selalu bisa terjadi
resolusi. Setelah pneumotoraks spontan primer, 30% pasien mengalami episode kedua
dalam waktu 5 tahun. Setelah episode kedua, tingkat rekurensi meningkat di atas 50% dan
oleh karenanya penderita disarankan untuk menjalani pleurodesis. Setelah pleurodesis
jarang terjadi rekurensi. 6-12
26
BAB III
PENUTUP
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks traumatik terjadi setelah trauma toraks
tumpul (misalnya kecelakaan lalu lintas) atau tajam (misalnya fraktur iga, luka tusuk) yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik
diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumatik tidak harus
disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Jika pneumothoraks luas,
akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus
mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu juga iga lebih lebar. Apabila udara
terkumpul dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar maka akan mendesak mediastinum ke
arah paru yang sehat (ke arah kontralateral). Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis
pneumothoraks tergantung pada besarnya lesi dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru.
Sesak napas secara mendadak dan/atau nyeri pleuritik tajam menunjukkan suatu
pneumotoraks.
27
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Light RW. Disorders of the pleura, mediastinum, and diaphragm. In: Braunwald E,
Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. Harrisons
principles of internal medicine.15th ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p.1513-6.
2. Santoso M. Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia; 2005.
3. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi 8.
Jakarta: Penerbit buku kedokteran;2009.
4. Rumende.C. Pemeriksaan fisis dada dan paru. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.p.54-64.
5. Hisyam B, Budiono E. Pneumotoraks spontan. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi
5.
Jakarta
Balai
Penerbit
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia;2009.p.2339-46.
6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.p..631-7.
7. Price SA. Pathophysiology : clinical concepts of disease process. Jakarta : EGC ;
2006.
8. Davey P. At a glance medicine. Rahmalia A, Novianty C, alih bahasa. Safitri A,
editor. Jakarta : Erlangga ;2005.
9. Alsagaff H. Mukty HA.. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga University
Press; 2009. p. 162-179.
10. The Medscape Journal of Medicine. Pneumothorax traumatik. 19 Juli 2011. Diunduh
dari www.medscape.com, 16 Juli 2011.
11. Reichman EF, Simon RR, editors. Emergency medicine. New York: McGraw-Hill;
2007.p.98-103.
12. Tambunan KL, Ahmadsyah I, Iskandar N, Madjid AS, Sastrosatomo H. Buku
panduan penatalaksanaan gawat darurat. Jilid 1. Jakarta : FKUI ; 1992.
13. Tua
P.
Pneumotoraks
dan
hemotoraks.
2009
Diunduh
dari:
http://www.scribd.com/doc/29308190/Askep-Pneumotoraks-Dan-Hemotoraks, 15 Juli
2011.
14. Abdurrahman. Anamnesis & pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.11-20.
28
15. Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan sistem
pernapasan. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi 5 (III). Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2189-95.
16. Diagnosis
dan
penatalaksanaan
pada
pneumotoraks.
Diunduh
dari:
29