Anda di halaman 1dari 11

REKONSILIASI FISKAL DAN SPT TAHUNAN

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perpajakan

Disusun Oleh

: Kelompok 13

Nama Kelompok

1. Dian Damayanti (103341013)


2. Fuji Kurniawan (103341018)

Semester IV Akuntansi Reguler Pagi

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


LA TANSA MASHIRO
2012

BAB 1
PENDAHULUAN
1. A
1.1. Latar Belakang Masalah
Pajak sebagai sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
Undang-undang dasar 1945 telah menempatkan kewajiban perpajakan
sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana
peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur. Pasal 33 uud 1945 menyatakan
bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui pengertian Rekonsiliasi Fiskal
1.2.2. Mengetahui bentuk SPT Tahunan
1.2.3. Mengetahui Fungsi SPT

BAB 2
PEMBAHASAN

1. A
1.1. Pengertian Akuntansi Pajak Untuk Rekonsiliasi Fiskal Dan Pengisian
Spt Pph Badan
Penyesuaian laporan keuangan komersial untuk kepentingan
perpajakan pada akhir tahun sudah menjadi kewajiban bagi setiap
perusahaan. Penyesuaian ini muncul karena terjadinya perbedaan
pengakuan atas penghasilan dan biaya pada satu periode tertentu (tahun
buku) antara pengakuan penghasilan berdasarkan PSAK dan pengakuan
penghasilan berdasarkan peraturan perundangan perpajakan. PSAK hanya
memberikan pedoman dalam menyusun laporan keuangan komersial dan
tidak secara spesifik mengatur perlakuan akuntansi yang berkaitan dengan
peraturan perundangan perpajakan. Sehingga muncullah rekonsiliasi
fiskal atas laporan keuangan komersial untuk kepentingan perpajakan.
Training ini didisain untuk memberikan pemahaman yang
komprehensif mengenai proses rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial
dan Laporan Keuangan Fiskal.

1.2. Objective
1.2.1. Memahami perbedaan antara PSAK dan peraturan perpajakan dan
pengaruhnya terhadap laporan keuangan
1.2.2. Memahami tata cara penghitungan dan pelaporan PPh badan yang
disesuaikan dengan ketentuan terbaru yaitu UU PPh terbaru.
1.2.3. Memahami teknik melakukan rekonsiliasi Laporan Keuangan
Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal

1.3. Training Method


Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah lektur, workshop,
studi kasus dan konsultasi interaktif.
Laporan Keuangan Konsep Dasar Dan Pelaporan
1.3.1. Tujuan laporan keuangan
1.3.2. Komponen laporan keuangan
1.3.2.1.

Laporan posisi keuangan

1.3.2.2.

Laporan kinerja

1.3.2.3.

Laporan perubahan posisi keuangan

1.3.3. Asumsi dasar penyusunan laporan keuangan : Accrual Base &


Cash Base
1.3.4. Pengukuran komponen laporan keuangan

1.4. Penjurnalan Kewajiban Perpajakan Atas Transaksi Bisnis


1.4.1. Penjurnalan atas kewajiban perpajakan
1.4.1.1.

Terkait dengan kewajiban pemotongan & pemungutan

1.4.1.2.

Terkait dengan pemotongan & pemungutan oleh pihak lain

1.4.1.3.

Terkait dengan kewajiban pembayaran pajak yang bersifat

sebagai pelunasan pajak pada tahun berjalan


1.4.2. Penjurnalan PPN dan PPh Potput
1.4.2.1.

Mekanisme pengkreditan PM vs PK

1.4.2.2.

Penyetoran PPN

1.4.2.3.

Mekanisme pemungutan PPN Indonesia

1.4.2.4.

Mekanisme pemungutan pajak oleh pemungut PPN ditinjau

dari pihak PKP rekanan


1.4.2.5.

Mekanisme pemungutan pajak oleh bendaharawan selaku

pemungut PPN
1.4.2.6.

Pos yang relevan dengan PPN

1.4.3. Penjurnalan PPh Pasal 21


1.4.3.1.

PPh Pasal 21 dipotong dari pegawai

1.4.3.2.

PPh Pasal 21 tunjangan PPh 21

1.4.3.3.

PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan

1.4.3.4.

Penyetoran PPh Pasal 21

Penjurnalan PPh Pasal 22 Impor


o

Pembelian oleh pemungut PPh Pasal 22

Pembelian dari pemungut PPh Pasal 22

Penjualan ke pemungut PPh Pasal 22

Penjurnalan PPh Pasal 23


o

PPh Pasal 23

Pembayaran beban objek PPh Pasal 23

Akun terkait PPh dalam laporang keuangan


o

Penyajian PPh Cfm PSAK 46 vs Pajak

Aspek pajak royalty

4. Kewajiban Melakukan Rekonsiliasi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Bagi


Wajib Pajak Badan

Beda Tetap (Permanent Difference)


o

Beda tetap penghasilan

Beda tetap biaya

Beda tetap murni

Beda tetap karena syarat-syarat yang diatur dalam UU PPh tidak


terpenuhi

Beda tetap karena praktek akuntansi yang tidak sehat

Beda waktu (Timing Difference)

Koreksi fiskal Positif Vs Negatif

Penyusutan fiskal dan Amortisasi Fiskal

Kompensasi kerugian

Cadangan piutang

2.2 Hal Penting Sehubungan dengan SPT Tahunan PPh Badan 2010
Beberapa hal penting sehubungan dengan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan
tahun pajak 2010 yang berhasil saya rangkum adalah sebagai berikut :
1. Form Utama SPT Tahunan terdiri :

Form Induk ==> Harus ada

Form lampiran Utama ==> Harus ada

Form Lampiran Khusus ==> Terdiri dari form 1A s.d 7A. Yang harus ada
adalah form penyusutan, sedangkan untuk lampiran khusus yang lain, isi
form yang relevan saja

Transkrip Laporan Keuangan ==> Terdiri dari form 8A-1 s.d 8A-2. Harus
ada dan isi salah satu form yang sesuai dengan jenis usaha Anda.

1. Untuk yang menggunakan E-SPT, E-SPT Badan yang digunakan adalah


adalah E-SPT yang lama sesuai PER-13/PJ/2011
2. Atas kekurangan bayar, paling lambat harus di setor ke bank persepsi/
kantor pos sebelum SPT disampaiakan (batas akhir penyampaian SPT
adalah 30 April 2011)
Sedangkan hal penting lainnya sesuai dengan Lampiran VIII PER-34/PJ/2010
adalah sebagai berikut :
1. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan SPT Tahunan
dengan benar, lengkap dan jelas, serta menandatanganinya
2. SPT Tahunan ditandatangani oleh pengurus, direksi, atau orang yang
diberi kuasa untuk menandatangani sepanjang dilampiri dengan surat
kuasa khusus
3. SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani
atau

tidak

sepenuhnya

dilampiri

keterangan

dan/atau

dokumen

sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor


181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata

Cara Pengambilan, Pengisian dan Penandatanganan dan Penyampaian


Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009 dan Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen
Yang harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan
4. Wajib Pajak harus mengambil sendiri formulir SPT Tahunan ke Kantor
Pelayanan pajak (KPP)/Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) atau dengan cara mengunduh (download) melalui website
www.pajak.go.id dan menyampaikannya paling lambat 4 (empat) bulan
setelah Tahun Pajak berakhir.
5. Penyampaian SPT Tahunan dapat dilakukan secara langsung di Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak meliputi Pojok
Pajak, Mobil Pajak dan Tempat Khusus Penerimaan Surat Pemberitahuan
(Drop Box) atau dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti
penerimaan surat atau dengan cara lain sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk
dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian dan
Penandatanganan dan Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana
telah

diubah

dengan

Peraturan

Menteri

Keuangan

Nomor

152/PMK.03/2009.
6. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan
harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
disampaikan. Apabila pembayaran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) perbulan yang dihitung dari tanggal jatuh
tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
7. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang ke Kas
Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan untuk menerima pembayaran pajak (Bank Persepsi).

8. Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan


persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk
kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan
(PPh Pasal 29) paling lama 12 (dua belas) bulan. Berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tata Cara
Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran pajak, permohonan
harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum
jatuh tempo pembayaran, dengan menggunakan formulir tertentu
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal
Pajak tersebut.
9. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan paling lama 2 (dua) bulan. Pemberitahuan harus disertai
penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran
pajak yang terutang.
10. Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT
Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta rupiah).
11. Pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dollar
Amerika Serikat dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat
izin

Menteri

Keuangan.

Wajib

Pajak

yang

diizinkan

untuk

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan


mata uang Dollar Amerika Serikat wajib menyampaikan SPT Tahunan
PPh Badan beserta lampirannya dalam bahasa Indonesia (kecuali lampiran
berupa laporan keuangan) dan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat.
Persetujuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
196/PMK.03/2007.
12. Setiap orang yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak
menyampaikan SPT Tahunan atau menyampaikan SPT Tahunan tetapi

isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara, dapat dikenai sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26
oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak dan kepada Wajib Pajak
Luar Negeri selaku penjual diberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 26.

10

DAFTAR PUSTAKA
Tjahjono, A., & Husein, M. F. (2009). Perpajakan. Jakarta: UPP-STIM YKPN.
Waluyo, & Ilyas, W. B. (2000). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

11

Anda mungkin juga menyukai