Anda di halaman 1dari 2

Tradisi Lompat Batu Nias, Satu Cara Untuk Menjadi Dewasa

Batu yang harus dilompati tingginya sekira 2 meter, berlebar 90 cm, dan panjangnya 60 cm.
Dengan ancang-ancang lari yang tidak jauh, seorang pemuda Nias akan dengan tangkas melaju
kencang lalu menginjak sebongkah batu untuk kemudian melenting ke udara melewati sebuah
batu besar setinggi 2 meteran menyerupai benteng. Puncak bantu tidak boleh tersentuh dan
sebuah pendaratan yang sempurna harus dituntaskan karena apabila tidak maka resikonya
adalah cedera otot atau bahkan patah tulang.
Sedari 7 tahun anak lelaki di Pulau Nias berlatih melompati tali yang terus meninggi takarannya
seiring usia mereka yang bertambah. Bila saatnya tiba maka mereka akan melompati tumpukan
batu berbentuk seperti prisma terpotong setinggi 2 meter. Ini juga sekaligus menjadi penakar
keberanian dan kedewasaan mereka sebagai keturunan pejuang Nias.
Tradisi lompat batu di Pulau Nias, Sumatera Utara atau disebut sebagai hombo batu atau
fahombo telah berlangsung selama berabad-abad. Tradisi ini lestari bersama budaya megalit di
pulau seluas 5.625 km yang dikelilingi Samudera Hindia dan berpenduduk 700.000 jiwa itu.
Tradisi fahombo diwariskan turun-termurun di setiap keluarga dari ayah kepada anak lelakinya.
Akan tetapi, tidak semua pemuda Nias sanggup melakukannya meskipun sudah berlatih sedari
kecil. Masyarakat Nias percaya bahwa selain latihan, ada unsur magis dari roh leluhur dimana
seseorang dapat berhasil melompati batu dengan sempurna.
Kemampuan dan ketangkasan melompat batu juga dihubungkan dengan kepercayaan lama.
Seseorang yang baru belajar melompat batu, ia terlebih dahulu memohon restu dan meniati rohroh para pelompat batu yang telah meninggal. Tujuanya untuk menghindari kecelakaan atau
bencana bagi para pelompat ketika sedang mengudara, lalu menjatuhkan diri ke tanah. Sebab
banyak juga pelompat yang gagal dan mendapat kecelakaan.
Lompat batu di Pulau Nias awalnya merupakan tradisi yang lahir dari kebiasaan berperang
antardesa suku-suku di Pulau Nias. Masyarakat Nias memiliki karakter keras dan kuat diwarisi
dari budaya pejuang perang.
Dahulu suku-suku di pulau ini sering berperang karena terprovokasi oleh rasa dendam,
perbatasan tanah, atau masalah perbudakan. Masing-masing desa kemudian membentengi
wilayahnya dengan batu atau bambu setinggi 2 meter. Oleh karena itu, tradisi lompat batu pun
lahir dan dilakukan sebagai sebuah persiapan sebelum berperang.
Saat itu, desa-desa di Pulau Nias yang dipimpin para bangsawan dari strata balugu akan
menentukan pantas tidaknya seorang pria Nias menjadi prajurit untuk berperang. Selain memilki
fisik yang kuat, menguasai bela diri dan ilmu-ilmu hitam, mereka juga harus dapat melompati
sebuah batu bersusun setinggi 2 meter tanpa menyentuh permukaannya sedikitpun sebagai tes
akhir.
Namun tradisi loncat batu tidak terdapat di semua wilayah Nias dan hanya terdapat pada
kampung-kampung tertentu saja seperti di wilayah Teluk Dalam. Dan satu hal lagi, tradisi ini
hanya boleh diikuti oleh kaum laki-laki saja, dan sama sekali tak memperbolehkan kaum
perempuan.
Kini tradisi lompat batu bukan untuk persiapan perang antarsuku atau antardesa tetapi sebagai
ritual dan simbol budaya orang Nias. Pemuda Nias yang berhasil melakukan tradisi ini akan
dianggap dewasa dan matang secara fisik sehingga dapat menikah. Kadang orang yang berhasil

melakukan tradisi ini juga akan dianggap menjadi pembela desanya jika terjadi konflik (samui
mbanua atau laimba hor).
Atraksi hombo batu tidak hanya memberikan kebanggaan bagi seorang pemuda Nias tetapi juga
untuk keluarga mereka. Keluarga yang anaknya telah berhasil dalam hombo batu maka akan
mengadakan pesta dengan menyembelih beberapa ekor ternak.
Anda dapat menikmati atraksi mengagumkan ini di beberapa tempat di Pulau Nias, seperti di
Desa Bawo Mataluo (Bukit Matahari) atau di Desa Bawomataluo, Kabupaten Nias Selatan. Saat
menyambangi Pulau Nias jangan lewatkan juga untuk mengamati kemegahan warisan budayanya
berupa arca peninggalan megalit, rumah tradisional, dan tentunya berselancar (surfing) atau
menyelam (diving). (deni)

Anda mungkin juga menyukai