Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim,
non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini terutama berlaku di Malaysia, karena
di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak
walaupun beberapa di antaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai
Tradisi kedua dari masyarakat suku Dayak ialah tato yang menjadi
simbol dari kekuatan serta hubungan mereka dengan Tuhan,
perjalanan kehidupan, dan lain sebagainya. Hingga kini, tradisi tato
masih dimiliki dan dilakukan oleh masyarakat suku Dayak
3. NGAYAU/BERBURU KEPALA
Ngayau atau berburu kepala merupakan salah satu tradisi yang dimiliki oleh masyarakat
suku Dayak dan telah dihentikan saat ini. Alasanya, karena tradisi ini cukup mengerikan dan
mengancam nyawa seseorang.
Ngayau merupakan tradisi di mana seseorang dari suku Dayak akan berburu kepala
musuhnya. Tradisi ngayau ini hanya dilakukan oleh beberapa rumpun Dayak saja, yaitu
Ngaju, Iban, serta Kenyah.
Tradisi berburu kepala ini merupakan tradisi yang penuh dendam. Sebab, seorang anak
akan memburu keluarga dari pembunuh ayahnya dan mengambil kepala dan membawa
kepala tersebut ke rumah. Tradisi ini ditanamkan secara turun temurun.
Berburu kepala harus dilakukan oleh pemuda Dayak sebagai wujud pembuktian, bahwa ia
mampu membanggakan keluarganya dan menyandang gelar Bujang Berani. Tidak hanya
itu, ngayau menjadi syarat agar para pemuda Dayak dapat menikahi gadis pilihannya.
Perburuan kepala, tidak dilakukan sendirian akan tetapi dalam sebuah kelompok kecil
ataupun besar.
Akan tetapi pada tahun 1874, kepala suku Dayak Khayan kemudian mengumpulkan para
kepala suku dari rumpun lainnya dan menyepakati hasil musyawarah Tumbang Anoi. Hasil
musyawarah tersebut berisi larangan untuk melaksanakan tradisi ngayau, karena dapat
menyebabkan perselisihan di antara suku Dayak.
4. TIWAH
Tradisi suku Dayak selanjutnya ialah Tiwah, Tiwah merupakan upacara pemakaman yang
dilakukan oleh masyarakat Dayak Ngaju, di mana mereka akan membakar tulang belulang
dari kerabat yang telah meninggal dunia.
Menurut kepercayaan Kaharingan, tradisi Dayah Tiwah, dipercaya mampu mengantarkan
arwah dari orang yang telah meninggal agar mudah menuju dunia akhirat atau disebut pula
dengan nama Lewu Tatau.
Ketika melaksanakan tradisi Twiah, biasanya keluarga yang ditinggalkan akan menari dan
bernyanyi sambil mengelilingi jenazah. Proses pembakaran tulang belulang jenazah, hanya
dilakukan secara simbolis sehingga tidak semua tulang jenazah akan ikut dibakar dalam
upacara Tiwah.