Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara maritim dengan sumber daya alam yang
melimpah dalam berbagai aspek. Dalam bidang kelautan, dasar laut Indonesia
sangat kompleks dan tidak ada negara lain yang mempunyai topografi dasar laut
yang begitu beragam seperti Indonesia. Karakteristik ini menjadikan lautan
Indonesia merupakan wilayah Marine Mega - Biodiversity terbesar di dunia, yang
memiliki 8.500 spesies ikan, 555 spesies rumput laut dan 950 spesies biota
terumbu karang. Sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia ini, memberikan
kelimpahan sumber bahan makanan yang bermanfaat, salah satunya adalah
fitoplankton.
Menurut NASA, Fitoplankton menghasilkan antara 50 % dan 90 % dari
semua oksigen di udara yang kita hirup, hal ini tergantung pada musim.
Fitoplankton juga menyerap sebagian besar Karbondioksida di atmosfer,
membantu mempertahankan ekosistem yang seimbang yang penting untuk semua
kehidupan dan planet yang sehat. Ada miliaran ton karbon dioksida yang berada
di dasar laut yang telah diangkutoleh Fitoplankton sampai akhirnya tenggelam ke
dasar laut. Lebih dari 99 % dari semua makhluk hidup yang terdapat di Samudra
bergantung baik secara langsung maupun tidak langsung pada Fitoplankton ini
untuk kelangsungan hidup mereka. Berkat mikro alga yang luar biasa ini,

beberapa spesies paus dapat menikmati kehidupan yang aktif dan reproduksi
hingga 200 tahun (Anonim, 2007).
Fitoplankton dapat diandalkan sebagai sumber protein karena mengandung
asam-asam amino cukup lengkap. Tidak hanya sebagai sumber protein sel tunggal
(single cell protein), bahan makanan dari fitoplankton kualitasnya lebih baik dari
bahan protein nabati, karena mengandung hampir semua vitamin.
Dunaliella sp. merupakan salah satu pakan alami yang cukup baik untuk
ikan. Fitoplankton ini juga dapat digunakan sebagai pakan Artemia pada budidaya
Artemia dalam bentuk segar. Keberadaan fitoplankton jenis ini berperan penting
dalam lingkungan perairan sebagai produsen primer karena Dunaliella sp. bersifat
fotosintetik, mempunyai klorofil untuk menangkap energi matahari dan
karbondioksida menjadi karbon organik yang berguna sebagai sumber energy bagi
kehidupan konsumen copepoda, larva moluska, udang, teripang dan jenis
zooplankton. Selain peranannya sebagai produsen primer, hasil dari fotosintesis
fitoplankton yaitu oksigen yang berperan sebagai respirasi biota air sekitarnya
(Prasojo, 2010).
Komposisi nutrisi Dunaliella sp. Berdasarkan berat kering (%) adalah
sebagai berikut : protein 57%; lemak 6%; karbohidrat 32% (Putranto, 2007).
Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada Dunaliella sp. Ini sangat
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan utama pembuatan bioetanol.
Penelitian sejak 2007 di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, membuktikan tumbuhan bersel satu itu mampu menghasilkan bioetanol
2

100 kali lipat dibanding singkong, karena pemanenan dapat dilakukan berkali-kali
dengan masa kultivasi singkat (hanya sepekan), tak perlu lahan luas, pengolahan
sederhana, dan ramah lingkungan. Dengan berbagai keistimewaan itu, algae
adalah salah satu komoditas potensial sebagai bahan baku bio premium. (Mujizat
Kawaroe, 2008).
Pertumbuhan dan perkembangan sel Dunaliella sp. dipengaruhi oleh
delapan komponen besar faktor media, antara lain adalah intensitas cahaya,
temperatur, ukuran inokulasi, muatan padatan terlarut, salinitas, ketersediaan
makro dan mikronutrien (C, N, P, K, S, Mg, Na, Cl, Ca, dan Fe, Zn, Cu, Ni, Co,
dan W) (Suminto, 2009). Kedelapan faktor utama tersebut salah satunya
dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara makro dan mikro. Akan tetapi nutrient
menjadi unsur paling penting dikarenakan fungsi utama nutrient adalah sebagai
sumber energy dan bahan pembangun sel Dunaliella sp. (Sylvester et al.,2002).
Tidak tersedianya nutrien, akan mengakibatkan pertumbuhan Dunaliella sp.
terganggu.
Budidaya massal dapat dilakukan di laboratorium dengan hasil yang
maksimal. Ketersediaan suatu tabung, pencahayaan buatan, dan peralatan untuk
mensterilkan volume air laut dalam skala besar mungkin tidak tersedia, dan
beberapa lokasi membuat budidaya skala besar fitoplankton mustahil. Oleh karena
itu penting untuk menemukan metode canggih untuk produksi fitoplankton skala
besar. Investigasi lainnya menunjukkan bahwa pada budidaya massal fitoplankton

tergantung pada kondisi air laut, baik dalam tangki terbuka dan sistem tertutup
yang dikendalikan (Ravenna, 1965).
Media Walne (Walne, 1970 dalam CCAP, 2002) dan Guillard (Guillard,
1958) merupakan media-media yang biasa digunakan dalam kultur massal sel
fitoplankton. Ada pula media yang saat ini masih dikembangkan yaitu media
Arschat. Untuk alasan itulah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh terhadap penggunaan ketiga media tersebut untuk mengetahui media
kultur yang terbaik pada pertumbuhan Dunaliella sp.
1.2 Rumusan Masalah
Ketersediaan nutrien sangat penting untuk pertumbuhan fitoplankton.
Untuk mendapatkan Dunaliella sp. dengan pertumbuhan yang optimum
diperlukan media dengan komposisi yang tepat antara nutrien makro maupun
mikro yang diperlukan oleh fitoplankton tersebut. Nutrisi medium merupakan
salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan komposisi
biokimia fitoplankton.
1.3 Tujuan Penelitian
Dengan mengukur tingkat pertumbuhan populasi Dunaliella sp. pada
beberapa medium, maka dapat diketahui medium terbaik untuk diterapkan pada
kultur biomassa fitoplankton. Yang kemudian nantinya diharapkan dapat
digunakan pada produksi fitoplankton jenis Dunaliella sp. dalam skala yang lebih
besar.

1.4 Manfaat Penelitian


Setelah mengetahui medium terbaik bagi pertumbuhan Dunaliella Sp.,
maka produksi Dunaliella sp. dalam skala besar dapat dilakukan untuk
meningkatkan pemanfaatannya dalam kehidupan manusia, baik itu sebagai pakan,
sumber protein, ataupun sebagai bioetanol.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dunaliella sp. merupakan alga uniseluler biflagellate yang dapat hidup
pada air asin. Dunaliella sp. terdiri dari kloroplas, pyrenoid, vakuola inti dan
nucleolus Sel Dunaliella berbentuk bulat telur, atau dalam bentuk buah pir, sisi
basal lebih luas dari bagian atas flagella. Bentuk sel Dunaliella sp. tidak stabil
karena dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, dapat berbentuk lonjong, bulat
silindris, ellip. Klasifikasi Dunaliella sp. adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Phylum

: Chlorophyta

Class

: Chlorophyceae

Ordo

: Volvocales

Family

: Dunaliellaceae

Genus

: Dunaliella

Spesies

: Dunaliella sp.

Gambar 1. Dunaliella sp.

Menurut kasim (2013), Dunaliella Lebar 5-8 m Panjang 7-12 m.


Berwarna hijau motil dengan dua flagella, yang muncul di dekat bagian belakang
sel, sel-selnya bergerak dengan cepat di air dan tampak bergoncang pada saat
berenang. Selnya berbentuk melingkar hingga memanjang dan biasanya memiliki
sebuah titik mata merah. Dunaliella sp. memperoleh energi melalui proses yang
6

dinamakan fotosintesis sehingga mereka harus berada pada bagian permukaan


permukaan lautan. Melalui fotosintesis, Dunaliella sp. menghasilkan banyak
oksigen yang memenuhi atmosfer Bumi. Kemampuan mereka untuk mensintesis
sendiri bahan organiknya menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian besar
rantai makanan di ekosistem lautan dan di ekosistem air tawar.
Dunaliella sp. merupakan salah satu mikroalga yang cukup banyak diteliti
terutama sebagai sumber -karoten dan gliserol. Pemanfaatan Dunaliella cukup
beragam mulai dari sebagai makanan kesehatan seperti yang telah dipasarkan di
negara-negara maju. Dunaliella salina juga dapat dimanfaatkan sebagai jasad
pakan yang cukup baik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Chang et al. (1993)
telah melakukan pemurnian sebagian komponen antibiotik Dunaliella primolecta
yang memiliki aktivitas antibiotik terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Bacillus cereus, dan Enterobacter aerogenes. Ekstrak Dunaliella
tertiolecta menunjukkan hasil positif sebagai antibakteri (Becker, 1994).
Tabel 1. Komposisi kimia Dunaliella (Bekker, 1994 dalam Putranto, 2007)
Senyawa kimia
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu

Kadar (%)
57
6
32
5

Tingginya kadar karbohidrat yang dimiliki Dunaliella sp. Dapat


dimanfaatkan berpotensi sebagai sumber Biofuel jenis Bioetanol.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Dunaliella sp.


Kultur mikroalga dalam skala laboratorium biasanya memerlukan kondisi
lingkungan yang terkendali. Pertumbuhan mikroalga sangat erat kaitannya dengan
ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga,
antara lain cahaya, suhu, pH air, dan salinitas (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
a. Unsur hara
Menurut handayani 2012, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga, diantaranya faktor abiotik (cahaya matahari, temperatur, nutrisi, O2,
CO2, pH, salinitas), factor biotik (bakteri, jamur, virus, dan kompetisi dengan
mikroalga lain), serta faktor teknik (cara pemanenan, dll). Mikroalga dapat
tumbuh dengan sangat cepat pada kondisi iklim yang tepat. Umumnya, mikroalga
menduplikasikan diri dalam jangka waktu 24 jam atau bahkan 3,5 jam selama fasa
pertumbuhan eksponensial.
Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri atas unsur hara makro (N, P,
K, S, Fe, Mg, Si dan Ca) dan unsur hara mikro (Mn, Zn, Co, Bo, Mo, B, Cu, dan
lain-lain.). Setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus yang ditunjukkan
pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai. Unsur N, P, dan S penting untuk
pembentukan protein. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur dapat
diperoleh dari: KNO3, NaNO3, NH4Cl, dan lain-lain. Fosfor juga merupakan
bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Unsur fosfor dapat

diperoleh dari KH2PO4, NaH2PO4, Ca3PO4 dan unsur sulfur dapat diperoleh dari
NH4SO4, CuSO4 (Tjahjo et al. 2002).
Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan juga sebagai
kofaktor untuk beberapa koenzim. Unsur kalium dapat diperoleh dari KCl, KNO 3,
KH2PO4. Unsur Fe berperan dalam pembentukan klorofil dan sebagai komponen
esensial dalam proses oksidasi. Unsur ini dapat diperoleh dari FeCl 3, FeSO4,
FeCaH5O7. Unsur Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel
atau cangkang. Vitamin B12 banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan
melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
Unsur hara mikro dibutuhkan untuk menjalankan berbagai fungsi dalam
pertumbuhan mikroalga, misalnya Mn, Zn diperlukan untuk fotosintesis, unsur
Mo, Bo, Co diperlukan untuk metabolisme nitrogen, serta unsur Mn, B, Cu untuk
fungsi metabolik lainnya (Eyster 1964 diacu dalam Krisanti 2003). Unsur hara
mikro dibutuhkan dalam jumlah kecil tetapi harus ada dan untuk menstabilkan
fungsi hara mikro biasanya ditambahkan senyawa sitrat atau EDTA (Kabinawa
1994).
b. Cahaya
Mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk
senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis, yaitu
asimilasi karbon anorganik untuk dikonversi menjadi materi organik. Dalam
proses fotosintesis tersebut, cahaya memegang peranan yang sangat penting,
namun intensitas cahaya yang diperlukan tiap jenis tumbuhan dan alga untuk
9

dapat tumbuh secara maksimum berbeda-beda. Cahaya matahari dapat diganti


dengan sinar lampu TL dan kisaran optimum intensitas cahaya bagi mikroalga
antara 2000-8000 lux. Pada mikroalga hijau, pigmen yang menyerap cahaya
adalah klorofil a, disamping pigmen lain seperti karotenoid dan xantofil (Tjahjo et
al. 2002). Selain intensitas cahaya, fotoperiode juga memegang peranan penting
sebagai pendukung pertumbuhan alga. Periode penyinaran buatan pada kultivasi
mikroalga minimum 18 jam per hari, walaupun kultivasi fitoplankton berkembang
normal di bawah cahaya yang konstan (Kawaroe, 2009).
c. Suhu
Suhu secara langsung mempengaruhi efesiensi fotosintesis dan faktor yang
menentukan dalam pertumbuhan. Pada kondisi laboratorium, perubahan suhu air
dipengaruhi oleh temperatur ruangan dan intensitas cahaya. Suhu optimum untuk
kultur mikroalga di laboratorium antara 25-32 oC (Fogg, 1975). Kenaikan
temperatur akan meningkatkan kecepatan reaksi. Umumnya setiap kenaikan 10 oC
dapat mempercepat reaksi 2-3 kali lipat. Akan tetapi, temperatur tinggi yang
melebihi temperatur maksimum akan menyebabkan proses metabolisme sel
terganggu.
d. pH
Proses fotosintesis mengambil karbondioksida terlarut dari dalam air, yang
berakibat penurunan kandungan CO2 terlarut di air. Penurunan ini akan
meningkatkan pH berkaitan dengan kesetimbangan CO2 terlarut, bikarbonat
(HCO3-) dan ion karbonat (CO32-) dalam air. Oleh karena itu, laju fotosintesis akan
10

terbatas oleh penurunan karbon dalam hal ini karbondioksida. (Talling 1976 diacu
dalam Krisanti 2003). Umumnya pH optimum bagi pertumbuhan mikroalga
adalah 8-8,5.
e. Salinitas
Fluktuasi salinitas secara langsung menyebabkan perubahan tekanan
osmosis di dalam sel mikroalga. Salinitas yang tinggi atau rendah dapat
menyebabkan tekanan osmosis di dalam sel juga menjadi lebih rendah atau lebih
tinggi sehingga aktivitas sel menjadi terganggu. Hal ini dapat mempengaruhi pH
sitoplasma sel dan menurunkan kegiatan enzim di dalam sel. Salinitas optimum
bagi pertumbuhan mikroalga antara 25-35 (Tjahjo et al. 2002).
Media kultur Dunaliella sp.
Pertumbuhan Dunaliella sp dipengaruhi oleh tersedianya unsur makro
maupun unsur mikro dalam air laut. Akan tetapi nutrient menjadi unsur paling
penting dikarenakan fungsi utama nutrient adalah sebagai sumber energi dan
bahan pembangun sel Dunaliella sp. (Sylvester et al.,2002). Tidak tersedianya
nutrien, akan mengakibatkan pertumbuhan Dunaliella sp. Terganggu.

Menurut Setiyono 1996, komponen kimia air laut terdiri atas :

11

1. Partikel tersuspensi (filter > 0,45 m) => bahan organik (detritus), dan bahan
anorganik (mineral).
2. Gas, => Konservatif (tidak terpengaruh oleh proses biologi; N2, Ar dan Xe)
dan non-konservatif (dipengaruhi oleh proses biologi; O2 dan CO2).
3. Kolloids (< 0,45 m, tidak terlarut) => anorganik (oxyhidroksida), dan
organik (organometalik).
4. Bahan Terlarut => anorganik, unsur utama (makro elemen) (0,05 750 mM);
Na, Cl, Ca, K, Mg, unsur minor (mikro elemen) (0,05 50 M); P dan N,
unsur trace (0,05 50 nM); Pb, Hg, Cd, dan organik (asam humus).
Tabel 2. Komposisi kimia air laut pada pertumbuhan normal Dunaliella sp.
No. Unsur
1.
Unsur Kation:
Na+
Mg2+
Ca2+
K+
Sr2+
2.
Unsur Anion:
ClSO42HCO3BrCO32B(OH)4FB(OH)3

Kadar gr/Cl ()
0,55653
0,06626
0,02127
0,02060
0,00041
0,99891
0,14000
0,00586
0,00347
0,00060
0,00034
0,000067
0,00105

Budidaya massal dapat dilakukan di laboratorium dengan hasil yang


maksimal dibanding pada air laut biasa. Ketersediaan suatu tabung, pencahayaan
buatan, dan peralatan untuk mensterilkan volume air laut dalam skala besar
12

mungkin tidak tersedia, dan beberapa lokasi membuat budidaya skala besar
fitoplankton mustahil. Investigasi lainnya menunjukkan bahwa pada budidaya
massal fitoplankton tergantung pada kondisi air laut, baik dalam tangki terbuka
dan sistem tertutup yang dikendalikan (Ravenna, 1965). Media Walne (Walne,
1970 dalam CCAP, 2002) dan Guillard (Guillard, 1958) merupakan media-media
yang biasa digunakan dalam kultur massal sel fitoplankton.
Tabel 3. Komposisi media kultur Walne dan Guillard
Komposisi
NaH2PO4.2H2O
NaNO3
Na2EDTA
Na2SiO3
MnCl2.H2O
FeCl3
H3BO3
Akuades
ZnCl2
CoCl2.6H2O
(NH4)8.Mo7O24.4H2O
CuSO4.7H2O
FeCl3.6H2O
Akuades
Vitamin B12
Thiamin
Biotin

Walne (gram)
Larutan nutrien:
20
100
5
40
0,36
1,3
10
1000 ml
Larutan Trace metal:
21
2
0,9
20
3,15
Vitamin:
0,1
20
0,1

Guillard (gram)
10
84,2
10
50
0,36
2,9
1000 ml
2
1,26
1,96
3,15
100 ml
0,01
0,2
0,01

Ada pula media yang saat ini masih dikembangkan yaitu media Arschat.
13

Tabel 4. komposisi makro pupuk Arschat


No
.

Mineral salt

Conc
(mM)

use
MW

g/L

Note

1.
NaCl
300
58.45
25.38
Direct addition
2. MgSO4.7H2O
10
246.48 4.730
Direct additon
3.
KNO3
4
101
0.503 Stock 1 M/100 mL
4.
KH2PO4
2
136
0.236 Stock 1 M/100 mL
5.
CaCl2.6H2O
15
110.99 1.210 Stock 1 M/1000 mL
Medium : Add (1, 2, 3, 4, and 5) to 775 mL distilled deionized water

Gram

(mL/
L)

10.1
13.6
110.99

3
1
10

Tabel 5. komposisi mikro pupuk arschat


No.

Mineral salt

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9

H2BO2
ZnSO4.7H2O
MnSO44H2O
CuSO45H2O
CoCl26H2O

10.

(NH4)6Mo7O244H2O

NaFeEDTA
NaSiO39H2O
Tris mix (7.8)
TRIS-HCl
TRIS-base
Vitamin mix:
Biotin
Vit B1
Vit B12

Conc
(M)
300
1
1
0.2
0.2
0.2
25
15

MW

Stock 1
(M/mL)

61.81
191.37
223.06
249.50
273.75

0.4/100
0.2/100
0.4/100
0.01/100
0.01/100

Use
Gram
2.5724
3.7274
0.3495
0.8016

(mL/L)
1

Stock 2
(M/mL)

Use (mL)

0.02/100
0.02/100

Stock 1*
1
1

Stock 2+
1
1

0.01/100
0.01/100

1
1

1
1

1253.58

367.10
259.09
0.1/100
2.6909
1
0.023% ; mean: 0.025 Tris mix in 100 g water (MJ water = 1 g/mL)
0.01722
157.6
0.00778
121.4
1
0.2
0.15
0.2

Catatan: * Penggunaan 1 mL larutan stok untuk membuat larutan stok 2

2.2 Kerangka Pemikiran


14

Dunaliella sp. merupakan salah satu jenis fitoplankton yang


memiliki banyak manfaat. Pertumbuhan sel Dunaliella sp. dipengaruhi oleh
delapan komponen besar faktor media, antara lain adalah intensitas cahaya,
temperatur, ukuran inokulasi, muatan padatan terlarut, salinitas, ketersediaan
makro dan mikronutrien dalam air laut. Media Guillard, Walne dan Arschat
merupakan media-media yang biasa digunakan dalam kultur massal sel
fitoplankton. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
pengaruh terhadap penggunaan ketiga media tersebut untuk mengetahui media
kultur yang terbaik pada pertumbuhan Dunaliella sp.

BAB III
15

METODE PENELITIAN
3.1

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Unit Kimia

Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas


Halu Oleo Kendari Tahun 2014.
3.2

Alat dan Bahan

3.2.1

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: toples kaca (sebagai wadah

penelitian), aerator, selang aerator, sterofom, gelas ukur, pipet volume, mikroskop,
handcounter, spektrofotometer, autoclave, sentrifuge, haemocytometer, test tube,
refraktometer, pH paper, kapas, kasa, tisu, corong air, erlenmeyer, handtally
counter, timbangan digital analitik, salinometer, termometer, aluminium foil,
lampu TL neon dan kertas saring, gelas kimia, pipet volum, pH meter,
Erlenmeyer, gelas ukur, botol semprot, lap halus, batang pengaduk, dan pisau.
3.2.2

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan penelitian ini yaitu: bibit Dunaliella sp.,

pupuk Walne, Guillard dan Arschat, air laut dan air tawar, aquades, alkohol,
khlorin dan Na-Thiosulfat, MgCO3.
3.3

Rancangan Penelitian

16

Penelitian ini merupakan eksperimen yang terdiri dari 3 perlakuan dengan


3 ulangan. Variabel bebas yang digunakan adalah perbedaan pemberian jenis
pupuk. Variabel terikat yang digunakan adalah jumlah populasi Dunaliella sp.
Variabel kendali yang digunakan adalah kualitas air media pemeliharaan : suhu,
pH air, salinitas.
a. Persiapan penelitian
Air laut yang akan digunakan untuk kultur dengan salinitas 30 ppt
disterilisasi menggunakan larutan khlorin. Air laut terlebih dahulu disaring dengan
kapas yang diletakkan dalam corong air, kemudian disterilkan dengan khlorin 60
ppm selama 24 jam. Sisa-sisa khlorin dihilangkan dengan memberikan Na
Thiosulfat 20 ppm dan diaerasi sampai khlorin hilang yang ditandai dengan bau
khlorin sudah tidak ada selama kurang lebih 24 jam. Air laut yang sudah steril
disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya dan tertutup rapat (Ekawati,
2005). Peralatan kultur yang akan digunakan dicuci dengan sabun cuci sampai
bersih kemudian dibilas air tawar dan dikeringkan. Peralatan yang terbuat dari
kaca tahan panas harus ditutup dengan kapas dan kasa, kemudian dibungkus
dengan aluminium foil dan disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 121oC
selama 15 menit. Sterilisasi peralatan yang tidak tahan panas dan berukuran besar
dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan larutan klorin dengan
konsentrasi 40 ppm. Sterilisasi laboran dilakukan dengan menyemprotkan alkohol
70% pada kedua tangan untuk menghindari kontaminasi pada mikroalga ketika
laboran berinteraksi dengan kultivan (Mamduh et al, 2012).

17

b. Persiapan Pupuk Walne, Guillard dan Arschat.


Pupuk teknis skala laboratorium yang digunakan sebagai media kultur dan
kontrol adalah pupuk Walne, Guillard dan Arschat. Komposisi pupuk Walne
adalah Na2EDTA 45 gr, NaH2PO4.H2O 20 gr, FeCl3.6H2O 1,5 gr, H3BO3 33,6 gr,
MnCl2 0,36 gr, NaNO3 100 gr, trace metal solution 1 ml, vitamin 0,1 ml, dan
akuades 1 liter (Walne, 1970 dalam CCAP, 2002). Komposisi pupuk Guillard
adalah NaNO3 75 g, NaH2PO4 5 g, Na2EDTA 4,36 g, FeCl3.6H2O 3.15 g, primary
metal stocks 1 ml, vitamin, dan akuades 1 liter (Guillard and Ryther, 1963).
Sedangkan komposisi pupuk Arschat dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5.
Larutan pupuk yang telah siap disimpan dalam wadah yang tidak tembus
cahaya. Larutan pupuk ini kemudian disterilkan dengan menggunakan autoclave.
c. Lingkungan dan Media Kultur Dunaliella sp.
Sediaan fitoplankton dikultur dalam Erlenmeyer 100 mL. Setelah 4 hari,
kultur dipindah ke botol 500 mL. Lingkungan kultur Dunaliella Sp. dalam
penelitian adalah suhu 25 - 30oC, salinitas 30 ppt, intensitas cahaya dengan
menggunakan TL 40 watt 1 buah. Selama pelaksanaan kultur, parameter fisikakimia dipertahankan meliputi gas CO2 dari aerasi, suhu antara 25-27oC, pH
medium air laut antara 7,0 - 9,0; serta salinitas medium untuk kondisi optimum
spesies fitoplankton. Seluruh peralatan dan bahan yang digunakan dalam kultur
disterilkan terlebih dahulu (Mamduh et al, 2012).
d. Penebaran Bibit Dunaliella Sp.
18

Penebaran stok bibit Dunaliella Sp. murni dimasukkan kedalam botol


kultur sesuai dengan kepadatan yaitu 105 sel/ml. Volume bibit atau jumlah bibit
yang dibutuhkan untuk penebaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Ekawati, 2005) :

Keterangan:
V1 = Volume bibit untuk penebaran awal (ml)
N1 = Kepadatan bibit/ stock Dunaliella Sp. (unit/ml)
V2 = Volume media kultur yang dikehendaki (ml)
N2 = Kepadatan bibit Dunaliella Sp. yang dikehendaki (unit/ml)
e. Perhitungan Pertumbuhan Populasi Dunaliella Sp.
Penentuan

pola

pertumbuhan

fitoplankton,

dilakukan

dengan

penghitungan jumlah sel per mililiter medium setiap 12 jam selama 10 hari.
Contoh diambil dengan pipet tetes steril, diteteskan sekitar 0,1-0,5 mL pada
Haemositometer, kemudian diamati melalui mikroskop. Bila kepadatan sel masih
normal, penghitungan kepadatannya menggunakan rumus:

Bila kepadatan selnya terlalu tinggi, penghitungannya menggunakan rumus:


Jumlah sel/mL = Jumlah sel dalam 4 bagian x 4 x 10.000 (Rizky, Y.A., Raya,
Indah & Dali, Seniwati, 2012)
19

20

Anda mungkin juga menyukai