PENELITI PENGUSUL:
Dr. lr. ISKANDAR ZULKARNAIN
JENIS INSENTIF:
Riset Terapan
BIDANG FOKUS:
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
LEMBAR PENGESAHAN
PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI
1.
Judul Kegiatan/Penelitian
2.
Bidang Fokus
3.
Peneliti Pengusul
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Surat Perjanjian
Nomor
Tanggal
: 09/SU/SP/Inst-Ristek/IV/1 0
: 06 April 2010
Biaya Total2010
: Rp 140.000.000,-
4.
5.
DISETUJUI:
ELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI
RINGKASAN
Sejak semburan lumpur panas pertama kali yang terjadi pada 29 Mei 2006 di
Sidoarjo, maka setidaknya sudah 18 desa yang tenggelam atau terendam lumpur,
yang meliputi: Desa Renokenongo, Jatirejo, Siring, Kedung Benda, Sentul, Besuki,
Glagah Arum, Kedung Cangkring , Mindi, Ketapang, Pajarakan, Permisan, Ketapang,
Pamotan, Keboguyang, Gempolsari, Kesambi, dan Kalitengah. Kerugian yang timbul
berkisar antara 34 hingga 45 Triliun Rupiah per tahunnya dan lebih dari 62% nya
diderita oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan sumber pemasok air ke danau
lumpur karena diasumsikan bahwa volume air pembentuk lumpur yang sudah lebih
dari 75 juta meter kubik haruslah berasal dari luar wilayah tersebut. Air laut dari
Selat Madura sebagai salah satu kemungkinan sumber, harus dikesampingkan
karena data isotop air lumpur tersebut menunjukkan bahwa air itu tidak berasal dari
air laut. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk mengetahui struktur bawah
permukaan wilayah sebelah barat dan selatan danau lumpur dengan menggunakan
metoda gayaberat, Audio Magnetotellurik (AMT) dan Magnetotellurik (MT) .
Hasil pengukuran dan interpretasi data gayaberat berupa anomaly Bouguer
dan data AMT dan MT menunjukkan bahwa terdapat suatu struktur patahan berarah
NE-SW yang
kaki
Gunung
PRAKATA
Penelitian ini didasari oleh suatu keinginan untuk dapat berkontribusi dalam mencari
pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh semburan lumpur panas di Sidoarjo.
Telah begitu banyak kerugian material dan immaterial yang terjadi akibat semburan
lumpur yang sudah berlangsung lebih dari empat tahun sejak 29 Mei 2006. Namun
hingga saat ini, titik terang untuk menghentikan semburan lumpur tersebut masih
belum terlihat. Apa yang terus dilakukan oleh pemerintah dewasa ini masih terfokus
untuk membatasi wilayah genangan agar tidak menjadi lebih luas, sedangkan upaya
yang dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur tersebut masih belum
membuahkan hasil.
Penelitian ini dilakukan melalui skema pendanaan Program lnsentif Riset untuk
Peneliti dan Perekayasa LIPI tahun 2010 dengan dana yang lebih terbatas (140 juta
Rupiah untuk tiga orang peneliti) dibandingkan tahun 2009, karena pada tahun 2009
setiap peneliti mendapat alokasi dana 50 juta Rupiah. Tentu saja dengan dana yang
sangat terbatas tersebut, hasil yang akan diperoleh tidak akan komprehensif seperti
bila dana yang tersedia cukup memadai. Namun demikian, penelitian ini diharapkan
akan dapat memberikan informasi dasar yang bernilai, sehingga dapat ditindaklanjuti
oleh berbagai pemangku kepentingan yang memiliki kompetensi yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik di
Kementerian Ristek maupun di LIPI yang telah membantu sehingga memungkinkan
penelitian ini dilaksanakan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam
upaya mencari jawaban terhadap persoalan semburan lumpur panas di Sidoarjo.
Tim Peneliti
DAFTAR 151
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5. 1.
27
Gambar 5. 4.
27
Gambar 5. 5.
28
Gambar 5. 6.
Gambar 5. 7.
BABIPENDAHULUAN
Sebuah kegiatan eksplorasi hidrokarbon pada tahap pemboran yang dilakukan oleh
perusahaan PT Lapindo Brantas di wilayah Porong, Jawa Timur, telah mengubah
wilayah itu menjadi danau lumpur yang terus menimbulkan persoalan. Semburan
lumpur panas yang terjadi pertama kali pada tanggal 29 Mei 2006 itu, telah
menenggelamkan setidaknya 18 desa, yang meliputi: Desa Renokenongo, Jatirejo,
Siring, Kedung Bendo, Sentul, Besuki, Glagah Arum, Kedung Cangkring, Mindi,
Ketapang, Pajarakan, Permisan, Ketapang, Pamotan, Keboguyang, Gempolsari,
Kesambi, dan Kalitengah, 1 serta memaksa penduduk setempat meninggalkan
kehidupan mereka di daerah itu (Gambar 1.1). Seiring dengan waktu, pusat-pusat
semburan baru bermunculan dan dalam waktu singkat telah membentuk danau
lumpur yang semakin luas. Kerugian yang timbul akibat semburan lumpur yang
masih terus berlangsung ini berkisar
antara 34 hingga 45 Triliun Rupiah
per tahunnya dan lebih 62% dari
kerugian tersebut ditanggung oleh
masyarakat. 2 Kerugian material dan
non-material
yang
dialami
oleh
terselesaikan.
Apa
yang
Lihat Kronologi Bencana Lumpur Lapindo, diunduh pada tanggal 5 November 2010 pada ala mat:
http://www. mediaindonesia.corn/read/201 0/07/27/158098/89/14/Kronologi-Bencana-LumpurLapindo
Lihat Kerugian Lumpur Lapindo san gat Besar, diunduh pada tanggal 8 Juni 2010 pada alamat:
http:/lmetrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/05/31/106282/Kerugian-LuapanLumpur-Lapindo-Sangat-Besar. Lihat juga: 62,5% Kerugian akibat Lumpur Lapindo Diderita
masyarakat pada http://www.primaironline.com/berita/sosiaV62-5-kerugian-akibat-lumpur-lapindodiderita-masyarakat
dilakukan pemerintah saat ini tidak lain hanyalah tindakan responsif untuk
menghambat agar permukaan danau lumpur tidak bertambah luas, tetapi akar
persoalan untuk menghentikan semburan lumpur tersebut hingga saat ini sepertinya
hampir tidak tersentuh. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mengetahui
penyebab terjadinya semburan lumpur ini dan kemudian menemukan alternatif untuk
menghentikannya.
Fenomena semburan lumpur panas yang berlangsung dalam waktu yang
lama seperti yang terjadi di Sidoarjo ini, merupakan peristiwa pertama dan satusatunya di Indonesia sehingga juga menjadi pusat perhatian kalangan ilmuwan dari
bidang geologi, geofisika dan bahkan perminyakan. Kurang dari setahun setelah
semburan pertama, yakni pada tanggal 20-21 Februari 2007, IAGI (lkatan Ahli
Geologi
Indonesia)
bekerjasama
dengan
Badan
Geologi,
BPPT
dan
LIPI
chained ball -HDCB) untuk menghentikan semburan lumpur tersebut. Ide yang
merupakan usulan dari tim ITB ini mengasumsikan bahwa bila mereka bisa
mengintervensi pusat semburan dengan sejumlah bola-bola beton (direncanakan
364 rangkai dengan 4 bola dalam setiap rangkai), maka semburan akan dapat
dihambat. Untaian beton seharga 1,6 Milyar Rupiah tersebut ternyata kemudian juga
gagal dalam menghentikan semburan lumpur panas di Sidoarjo itu. 3
Kondisi ini memperkuat pendapat para ahli geologi bahwa semburan lumpur
tersebut tidak akan dapat dihentikan dengan teknologi apapun. Data seismik
menunjukkan bahwa volume lumpur yang ada di bawah permukaan wilayah
3
Lihat: Telur Naga Meredam Semburan yang diunduh pada 14 April 2010 dari alamat:
http://www. gatra.com/2007 -05-21 /artikel. php?id= 102872
tersebut, berdasarkan kalkulasi, mencapai 1.155 milyar meter kubik sehingga bila
volume tersebut diperhitungkan dengan jumlah semburan yang dihasilkan tiap hari,
4
Sejak pertama kali semburan lumpur panas di daerah Sidoarjo/Porong terjadi pada
29 Mei 2006 hingga saat ini, tidak kurang dari 108 juta meter kubik lumpur pan as
telah disemburkan dari perut bumi .5 Lumpur ini telah menutupi wilayah hingga lebih
dari 717.027 ha 6 dengan kedalaman genangan mencapai beberapa meter. lnformasi
terakhir menyebutkan bahwa luas genangan lumpur sudah mencapai 800 ha dengan
titik semburan berjumlah 180 ribu titik.7 Bila dicermati, 70% dari lumpur yang
dikeluarkan tersebut adalah air. Dengan demikian, maka volume air yang telah
dikeluarkan tidak akan kurang dari 75 juta meter kubik. Volume air yang demikian
besar masih belum diketahui dari mana sumbernya, apakah air tersebut berasal dari
air tanah wilayah tersebut ataukah berasal dari daerah lain di luar daerah Sidoarjo.
Tetapi yang jelas, agar semburan lumpur tersebut dapat terus berlangsung seperti
saat ini, maka diperlukan suatu sumber air yang memasok secara kontinyu wilayah
semburan tersebut. Terdapat dua kemungkinan sumber air yang dapat berperan
dalam memasok air ke wilayah Porong , yaitu air tanah dari wilayah sekitarnya,
terutama dari daerah selatan yang lebih luas dan air laut yang berasal dari Selat
Madura. Namun demikian, untuk kedua kemungkinan tersebut diperlukan adanya
suatu zona berpori atau lapisan batuan di bawah permukaan yang bersifat
permeable yang menghubungkan sumber air tersebut dengan daerah semburan
atau lokasi danau lumpur. Oleh karena itu, untuk mengetahui sumber air yang
berperan dalam menjaga kontinyuitas semburan di wilayah ini, diperlukan informasi
geologi bawah permukaan untuk wilayah di sekitar daerah semburan sehingga dapat
diketahui dari mana sumber air tersebut berasal. Dalam konteks inilah penelitian ini
4
SEMBURAN LUMPUR PANAS LAPINDO; Baru Berhenti 31 Tahun Lagi, diunduh pada 12 Oktober
2010 dari alamat:
http://www.purbalinggakab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=445&1temid=62
5
Angka 108 juta meter kubik diperoleh dengan mengasumsikan bahwa semburan lumpur per hari
rata-rata 100.000 meter kubik dan dihitung untuk selama 3 tahun. Diketahui bahwa pada awalnya
semburan lumpur hanya sekitar 5.000 meter kubik per hari dan bertambah menjadi 50.000 dalam 3
bulan dan dalam waktu singkat mencapai 126.000 meter kubik per hari.
6
Lihat http://bk3sjatim .org/?p=36
7
Ibid.
Daerah Porong, Sidoarjo di Propinsi Jawa Timur, dalam katalog peta geologi
Indonesia termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Malang, Jawa yang dikeluarkan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) pada tahun 1992.
Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa permukaan bumi wilayah Porong
ditempati oleh tiga jenis batuan yang berbeda. Wilayah sebelah utara, dimulai dari
sekitar aliran sungai Porong terus ke utara ditutupi oleh batuan aluvial sungai, yakni
batuan-batuan lepas yang merupakan produk melalui mekanisme pengendapan
sungai. Wilayah ke arah selatan sungai Porong didominasi oleh batuan gunungapi
atau volkanik berumur Kuarter Atas yang terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf,
breksi tufan, agglomerat dan lahar. Semua produk volkanik ini membentuk morfologi
tinggian yang dikenal dengan nama Gunung Penanggungan. Di dalam dominasi
batuan volkanik berumur Kuarter Atas tersebut, terdapat juga batuan volkanik
berumur Kuarter Bawah, yakni di sebelah timur Gunung Gajah Mungkur.
Secara stratigrafi atau dalam penampang vertikal, wilayah Porong ini
termasuk ke dalam Cekungan Jawa Timur, dan lebih spesifik lagi Cekungan Jawa
Timur Utara (CJTU). Wilayah CJTU dibagi menjadi dua mandala geologi, yakni
Mandala Rembang yang mencakup daerah dalam zona tektono-fisiografi Rembang
serta zona tektonofisiografi Randublatung, dan Mandala Kendeng yang meliputi
daerah dalam zona tektonofisiografi Kendeng. 9
berumur Eosen
hingga
Pleistosen Awal,
umumnya
karakter
Lihat Santosa dan T. Suwarti, Geologi Lembar Ma/ang, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembang
Geologi, Bandung 1992
Lihat Pringgoprawiro, H., Biostratigrafi dan pa/eogeografi cekungan Jawa Timur Utara, suatu
pendekatan baru, Disertasi, ITB, 1983
10
stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara ini terdiri dari: batuan dasar (basalt), Formasi
Ngimbang, Kujung, Prupuh, Tuban, Tawun, Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok,
Mundu, Selorejo dan Lidah. Keberadaan jenis litologi di atas dengan ketebalan yang
signifikan telah membuat wilayah ini memiliki potensi hidrokarbon yang cukup
signifikan .
Ditinjau dari aspek potensi hidrokarbon tersebut, Cekungan Jawa Timur Utara
telah terbukti sebagai suatu wilayah yang kaya akan cekungan hidrokarbon. Sejak
ditemukannya lapangan-lapangan minyak di lokasi yang lama maupun baru di
wilayah Cepu dan Surabaya maka pencarian ladang-ladang minyak baru terus
berlanjut. Saat ini, di Jawa Timur terdapat 34 wilayah kerja aktif, atau 15% dari
jumlah seluruh wilayah kerja perminyakan di Indonesia, yang dioperasikan oleh
berbagai kontraktor, baik perusahaan nasional maupun multinasional. Dari 34
wilayah kerja tersebut, 13 di antaranya merupakan wilayah kerja berstatus
eksploitasi atau sedang dalam tahapan produksi migas. Luas wilayah kerja aktif ini
meliputi 52% luas wilayah Cekungan Jawa Timur, sehingga masih terdapat peluang
48% wilayah cekungan ini yang belum tereksplorasi. 10
Seiring semakin meningkatnya kebutuhan energi dalam negeri maupun dunia,
pencarian ladang-ladang minyak di lokasi lama maupun baru terus di upayakan.
Pada Akhir dasawarsa 1990 dan awal tahun 2000 penemuan lapangan minyak baru
di sekitar Surabaya (Lidah,Kruka, dsb) masih terus berlanjut. Dengan penemuan
lokasi-lokasi yang baru, maka kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan pemboranpemboran ladang minyak baru terus bertambah .
Pembahasan detil tentang cekungan ini yang menyangkut revisi stratigrafi
karena penemuan sejumlah stratigrafi baru dan berujung pada pengusulan tata
nama baru telah dilakukan oleh Pringgoprawiro (2008). 11 Sementara itu, struktur
bawah permukaan di daerah Bojonegoro-Tuban telah diungkap melalui pengukuran
geofisika dengan metoda gaya berat oleh Kamtono dkk.
12
10
Lihat Satyana, A.H . dan Paju, J.A., Optimalisasi sumberdaya migas cekungan Jawa Timur, pada
http://geologi .iag i. or.id/20 10/06/29/optimalisasi-su mberdaya-m igas-cekungan-jawa-timur/
11
Lihat Harsono Pringgoprawiro, Revisi Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara dan
Paleogeografinya, disertasi, ITB, 2008 pada
http:/ldigilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-harsonopri-28536
12
Lihat Kamtono dkk., Penelitian geologi dan geofisika daerah Bojonegoro- Tuban Cekungan Jawa
Timur Utara (CJTU), Laporan Penelitian , Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung, 2005
11
Besarnya jumlah lumpur yang keluar dari ratusan ribu titik semburan (informasi
terakhir berjumlah 180 ribu titik)
13
bagian bawah dari lokasi tersebut kemungkinan besar disusun oleh formasi batuan
sedimen dengan ketebalan yang cukup signifikan. lnterpretasi tersebut selaras
dengan hasil penelitian Hasan (2008) 14 yang menyatakan bahwa pemodelan yang
dilakukannya menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki cekungan sedimen Tersier
yang tebalnya mencapai 6 km. Pusat cekungan terletak di tengah - tengah Jawa
Timur berarah barat - timur, dan di antara bagian timur Jawa Timur dan selat
Madura berarah barat laut- tenggara .
Fenomena semburan lumpur di wilayah Cekungan Jawa Timur Utara,
sebenarnya bukanlah sebuah fenomena yang baru , karena sebelum semburan
lumpur panas di Sidoarjo terjadi, kawasan ini telah mengenal fenomena tersebut,
yang sering
disebut dengan
Gunungapi
Sejumlah
13
14
12
.f' '
ACTIVE MUD
VOLCANO
(PURWODADI)
PETA GEOLOGI
JAWA TENGAH-JAWATIMUR
...;;; .
Gambar 2. 1. Lokasi penyebaran Gunung Api Lumpur di wilayah CJTU (diunduh darl
http://hotmudflow.wordpress.com/maps/ pada tanggal10 November 2010)
tersebut.
terkonsentrasi
pada
Namun
sayangnya,
mencari
kebanyakan
kemungkinan-kemungkinan
kajian
yang
tersebut
lebih
menyebabkan
terjadinya semburan lumpur tersebut. Secara garis besar terdapat dua pendapat
tentang penyebab
te~adinya
Semburan tersebut dipicu oleh gempa Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 27 Mei
2006, dan (ii) Semburan tersebut terjadi karena kesalahan dalam proses pemboran
sumur Banjar Panji-1. Namun yang menarik adalah, bahwa semua pakar seolah
terobsesi untuk menemukan jawaban terhadap penyebab semburan lumpur
tersebut. Obsesi ini tidak hanya
te~adi
AAPG di Capetown, Afrika Selatan pada 28 Oktober 2008, para peserta pertemuan
juga memperdebatkan faktor pemicu semburan lumpur tersebut dan perdebatan itu
diakhiri dengan voting dan hasilnya sebagian besar peserta meyakini bahwa pemicu
semburan lumpur tersebut adalah kesalahan dalam pemboran. 15
15
13
Suatu
(2007)
16
dengan
menggunakan pendekatan geokimia dan isotop, juga terfokus pada upaya mencari
aspek pemicu terjadinya semburan lumpur tersebut. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa semburan air panas yang diikuti lumpur, uap air, C02 dan CH4
di Sidoarjo, disebabkan oleh adanya perekahan (fracturing) yang diikuti oleh
penurunan tekanan fluid a pori bertemperatur di atas 100C dari kedalaman yang
lebih dalam dari 1700 meter. Menariknya, kesimpulan itu adalah kesimpulan final
dari penelitian tersebut tanpa adanya suatu perhatian untuk mencari solusi
bagaimana cara menghentikan semburan lumpur tersebut.
Suatu tinjauan ilmiah tentang gunungapi lumpur yang diyakini terjadi melalui
proses
penetrasi
dari
bawah
permukaan
bumi
telah
dipublikasikan pada bulan Mei 2008.17 Publikasi ini menyatakan bahwa mud diapir
adalah suatu intrusi dari massa lumpur/serpih yang relatif mobile yang menerobos
lapisan batuan yang sudah ada sebelumnya yang disebabkan oleh tekanan
buoyancy dan differential. Bila mud diapir muncul di permukaan bumi karena adanya
zona-zona lemah akibat adanya reaktivasi patahan (sesar) ataupun karena adanya
migrasi material akibat kehilangan tekanan, maka di permukaan akan terbentuk
Gunungapi lumpur (mud volcano). Hal tersebut dipahami sebagai suatu erupsi liar
atau suatu proses ekstrusi dari lumpur yang kaya air yang seringkali diikuti dengan
keluarnya gas metan. Gejala ini ditemukan pada peristiwa semburan lumpur Lapindo
dimana gas metan keluar bersama-sama lumpur panas tersebut.
Mud diapir dan Gunungapi lumpur umumnya terjadi pad a cekungan "elisional"
yang
memenuhi
sejumlah
kriteria
seperti
penurunan
tektonik
yang
stabil,
pengendapan sedimen muda yang tebal dan berlangsung cepat, hadirnya lapisan
batuan yang bersifat plastis di bawah permukaan, tekanan fluida yang berlebihan
yang berada di bawah sedimen yang kompak/padat, potensi minyak bumi dan
pasokan gas yang cukup, adanya produksi air dari suatu sekuen batu lempung yang
terkubur, patahan dengan seismisitas yang tinggi dan kemungkinan gradien
16
Lihat Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia pada:
http://www.sciencedirect.com/science? ob=ArticleURL& udi=B6V61-4P5R6274& user=10& coverDate=09/30/2007& alid=1402253421& rdoc=1& fmt=hiqh& orig=search& cd
i-5801 & sort=r& docanchor=&view-c& ct-1 & acct-C000050221 & version-1 & uriVersion-O& u
serid= 1O&md5=9827 cbaf436e4 f66389573fd4023d428
17
Lihat Satyana A. H. dan Satnidar, Mud Diapirs and Mud Volcanoes in Depression of Java to
Madura: Origins, Natures and Implications to Petroleum System, Presiding IPA, 2008 .
14
Sidoa~o
ini
te~adinya
dihentikan maka semburan akan dapat dihentikan karena massa lumpur yang ada
akan kehilangan gaya bouyancy yang dimilikinya.
penelitian
Hasil
Porong1
di
SLUMP lndlkasl mobile slrale
Porong
patahan
yg
puncak
dari
memotong
batugamping
Formasi
Kujung;
adanya
(ii)
Mounded racoes
' LINE
8 91 16
" "
:21
te~adi
shale)
dan
(iii)
collapse
terdapatnya
yang
zone
terjadinya
runtuhan
purba
tersebut,
namun
setidaknya
hal
itu
Dengan demikian,
18
lihat: A. Kusumastuti, P. Van Rensbergen and J . K. Warren, Seismic Sequence Analysis and
Reservoir Potential of Drowned Miocene Carbonate Platforms in the Madura Strait, East Java,
Indonesia, AAPG Bull 86/2, p. 220, 2002.
15
3.1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu solusi alternatif dalam usaha
menghentikan semburan lumpur panas di Sidoarjo. Pendekatan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah dengan mencari sumber air yang memasok air sebagai
komponen pembentuk lumpur panas tersebut. Pendekatan ini dipilih karena air
merupakan komponen terbesar pembentuk lumpur tersebut (sekitar 70%), sehingga
bila sumber air tersebut dapat ditemukan dan dihentikan maka semburan lumpur
tersebut diharapkan juga akan berhenti .
3.2. Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat yang besar bagi semua pemangku kepentingan, baik
bagi pemerintah maupun masyarakat, karena bila semburan lumpur panas di
Sidoarjo tersebut dapat dihentikan, maka biaya penanggulangan yang harus
dikeluarkan pemerintah akan dapat dihemat dan dipergunakan untuk kepentingan
umum lainnya. Di samping itu, wilayah tersebut akan dapat dikembalikan menjadi
daerah produktif dan masyarakat akan dapat kembali memanfaatkan lahan tersebut.
16
BAS IV METODOLOGI
Metodologi penelitian ini mencakup dua aspek besar, yakni kerangka pemikiran dan
metode pengumpulan data. Dalam kerangka pemikiran akan diberikan konsep
teoritis yang akan dipakai untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan pada
metode pengumpulan data akan diuraikan cara untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam penerapan konsep teoritis tersebut.
4.1. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, fokus penelitian ditujukan untuk mengetahui aspek apa saja
yang berperan dalam menjaga kontinyuitas semburan sehingga dapat dicarikan
solusi alternatif untuk menghentikan semburan tersebut. Seperti telah disinggung
pada Bab pendahuluan bahwa fraksi terbesar dari lumpur yang keluar dari perut
bumi tersebut adalah air, yakni mencapai 70%. Oleh karena itu, secara teoritis dapat
dikatakan bahwa semburan lumpur tersebut tidak akan dapat berlangsung secara
kontinyu bila sumber air yang memasok air ke danau lumpur tersebut tidak ada.
Secara geografis, wilayah danau lumpur tersebut terletak di sebelah barat Selat
Madura
dan
Gunung
di
timur
laut
Penanggungan
air
yang
mungkin
memasok
wilayah
danau
paling
air
ke
lumpur,
dimuntahkan
ke
17
dengan
mengombinasikan
tiga
metoda
geofisika
yang
memiliki
Gayaberat adalah merupakan salah satu metode geofisika yang sering digunakan
dalam kegiatan eksplorasi , mulai dari hidrokarbon, panasbumi, mineral, airtanah
sampai kepada studi struktur kerak bumi. Prinsip metode ini berdasarkan kepada
anomali gayaberat yang muncul karena adanya keanekaragaman kerapatan batuan
(rock density inhomogeneity) di bawah permukaan. Keanekaragaman kerapatan
batuan tersebut boleh jadi mencirikan adanya suatu struktur geologi atau batas
lapisan, serta bahan-bahan penyusun lapisan tersebut, termasuk kehadiran fluida di
dalamnya. Kerapatan batuan yang belum terkompaksi akan lebih kecil nilainya
dibandingkan dengan batuan yang terkompaksi dengan baik (well compacted).
18
Dengan kata lain, anomali gayaberat batuan sedimen tebal yang tidak terkompaksi
akan lebih kecil daripada batuan sedimen tipis yang kompak. Perbedaan nilai
kerapatan tersebut berkisar antara 0.3 sampai 0.7 g/cm 3 .
Pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan:
a. Pengukuran data
utara-selatan dan barat timur daerah penelitian, dengan jarak antar stasiun titik
pengamatan kira-kira 1000 meter. Perkiraan jumlah titik ukur gayaberat sekitar
15 titik ukur/hari.
b. Pengukuran koordinat dan ketinggian dengan memakai alat GPS dan Altimeter
disetiap stasiun titik ukur gayaberat.
4.2.2.
Metode pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini adalah survey lapangan,
analisis di laboratorium dan studio. Survey lapangan berupa pengukuran geofisika
dengan metoda gayaberat, AMT dan MT. Sedangkan pekerjaan studio di lakukan
19
berupa pengolahan data, pembuatan peta kontur anomali Bouguer, peta anomali
sisa orde 1, 2 dan 3, model penampang 2-D bawah permukaan, model dekonvolusi
kedalam struktur gayaberat, model tahanan jenis AMT/MT 2-D. Studi pemetaan
bawah permukaan dan model bawah permukaan dimaksudkan untuk memperoleh
data berupa penampang geologi yang menggambarkan struktur bawah permukaan
wilayah penelitian . Kriteria dan lokasi penelitian adalah untuk mendapatkan
gambaran yang dibutuhkan agar tercapai sasaran, maka dicari lokasi penelitian yang
tepat sasaran. Lokasi pengambilan data dipilih pada lintasan yang berhadapan
dengan arah lokasi semburan lumpur agar data yang diperoleh memiliki validitas
yang layak (Gam bar 4.2.).
Secara garis besar kegiatan yang akan dilakukan, dibuat dalam bentuk tabel
kegiatan di bawah ini:
No
Kegiatan
Mengumpulkan bahan
Bahan/Peralatan
Luaran
Rencana desain
pengukuran di lapangan
Desain Riset
2
Persiapan lapangan
Gravimeter LaCoste&
Data Pengukuran :
lapangan Daerah
Porong sekitarnya
Paulin,Kompas geologi:
MTU-5A Phenix, 2 unit
lengkap dengan
peralatan asesorisnya
Studio/pengolahan
hasil pengukuran,
Bouguer, pemetaan
permukaan
penulisan laporan
Studio
Rekomendasi
geologi bawah
2D
20
j
\
21
Pada Bab ini akan disajikan hasil kegiatan lapangan berupa pengukuran topografi,
pengukuran dengan metode gayaberat atau gravity, AMT dan MT serta analisis dan
interpretasi terhadap semua data tersebut. Berdasarkan semua analisis dan
pembahasan pada bab ini, maka akan dapat ditarik kesimpulan pada bab
selanjutnya.
Penyajian dan pembahasan data gayaberat dibagi menjadi empat bagian, yakni
Anomali Bouguer, Anomali Sisa, Model 20 Anomali Bouguer Gaya Berat dan
Dekonvolusi Anomali Bouguer.
22
Tabel5. 1. Tabel koordinat dan hasil pengukuran gayaberat dari 161 titik lokasi di
wilayah Porong, Sidoarjo.
Station
Latitude
Longitude
Height
L001
L002
L003
L004
LOOS
L006
L007
L008
L009
LOlO
LOll
L012
L013
L014
L015
L016
L017
L018
L019
L020
L021
L022
L023
L024
L025
L026
L027
L028
L029
L030
L031
L032
L033
L034
L035
L036
L037
L038
L039
L040
L041
L042
L043
L044
L045
L046
L047
L048
L049
L050
L051
L052
L053
L054
7.586139
7.581694
7.577639
7.572722
7.568667
7.566139
7.521139
7.523944
7.525778
7.528417
7.530444
7.531944
7.535167
7.545722
7.554139
7.558444
7.562611
7.564333
7.566278
7.570444
7.572389
7.577167
7.581250
7.583500
7.585889
7.587444
7.589250
7.574389
7.573667
7.572167
7.575333
7.575583
7.570028
7.562917
7.554722
7.559417
7.552722
7.551722
7.549389
7.548778
7.546333
7.546111
7.545944
7.545944
7.546389
7.559583
7.543361
7.544417
7.542833
7.541528
7.540056
7.537111
7.535222
7.532722
112.660667
112.662389
112.664583
112.665333
112.666222
112.656556
112.567917
112.576750
112.586028
112.595278
112.604500
112.613667
112.623083
112.620778
112.622639
112.630833
112.640889
112.648667
112.675361
112.680111
112.689250
112.696750
112.706389
112.714389
112.724000
112.731417
112.739889
112.728444
112.738361
112.746639
112.754472
112.763750
112.769250
112.774500
112.778111
112.761333
112.756222
112.745361
112.736222
112.725861
112.718889
112.7137778
112.709028
112.704306
112.699556
112.674278
112.696250
112.690083
112.679083
112.674361
112.669750
112.665722
112.656583
112.647917
(m)
130.0
112.5
75 .0
37.5
12.5
14.5
37.5
36.5
37.0
36.5
36.5
37.5
38.5
29.5
26.3
25.4
14.5
12.6
11.5
12.5
10.5
7.5
6.2
5.8
5.4
5.3
6.1
5.5
4.5
4.3
3.6
3.0
2.5
1.5
1.2
1.4
1.5
2.2
2.6
2.3
2.1
1.8
1.6
1.5
2.8
3.5
3.3
3.5
3.8
3.9
4.1
4.0
4 .2
4.7
BA
(mGal
)
Station
Latitude
Longitude
Height
BA
L082
L083
L084
LOSS
L086
L087
L088
L089
L090
L091
L092
L093
L094
L095
L096
L097
L098
L099
L100
L101
L102
L103
L104
L105
L106
L107
L108
L109
L110
L111
L112
L113
L114
L115
L116
L117
L118
L119
L120
L121
L122
L123
L124
L125
L126
L127
L128
L129
L130
L131
L132
L133
Ll34
L135
7.492528
7.494389
7.496472
7.497806
7.501444
7.551528
7.504083
7.505667
7.510306
7.508361
7.516972
7.520722
7.530333
7.553611
7.540306
7.538833
7.533111
7.524417
7.517611
7.515833
7.510611
7.514306
7.517306
7.517722
7.515833
7.507139
7.501694
7.510278
7.535111
7.535278
7.510056
7.504194
7.495306
7.490028
7.487722
7.486389
7.517278
7.523528
7.542889
7.544611
7.546528
7.556389
7.549472
7.544028
7.540833
7.536583
7.527694
7.523083
7.515361
7.510306
7.501417
7.494556
7.492583
7.489278
112.665944
112.675667
112.684472
112.696472
112.705778
112.679639
112.714611
112.723556
112.731333
112.743389
112.746083
112.737861
112.734722
112.681250
112.684028
112.723806
112.721444
112.724611
112.728694
112.720389
112.712889
112.704778
112.698972
112.689944
112.681167
112.675972
112.657167
112.664139
112.684278
112.695333
112.696000
112.690667
112.650639
112.642806
112.633194
112.625306
112.616972
112.624028
112.656389
112.665750
112.673722
112.664500
112.657806
112.650306
112.639972
112.632889
112.623444
112.615250
112.608194
112.600722
112.599250
112.593306
112.584361
112.574972
(m)
4.3
4.3
4.2
4.0
4.0
3.5
3.1
3.0
2.5
2.9
1.5
1.2
1.3
2.5
2.8
1.4
1.5
1.6
1.7
1.5
1.8
1.6
1.5
1.5
1.5
1.7
2.2
1.6
1.5
1.7
2.0
2.3
2.5
2.8
2.8
2.9
3.2
3.5
2.8
2.8
2.9
3.5
3.5
3.6
3.5
3.6
3.7
3.7
3.8
3.7
3.6
3.3
3.2
3.4
(mGal)
6.07
5.11
1.56
2.53
3.67
5.45
-7.25
-6.72
-5.94
-7.20
-7.25
-6.34
-4.76
-1.05
1.39
1.97
2.38
4.02
-3.11
-4.02
-8.77
-12.40
-17.03
-19.25
-20.91
-21.31
-22.92
-21.18
-23.60
-24.78
-25.92
-27.19
-28.98
-30.33
-31.58
-28.52
-28.67
-26.95
-25 .71
-23.41
-22.77
-22.18
-21.33
-20.72
-19.26
-0.79
-19 .00
-17 .15
-14.31
-12.40
-11.41
-11.65
-10.99
-13.41
-24.82
-24.72
-24.75
-25.29
-25.74
-10.44
-26.74
-27.92
-27.74
-31.07
-30.93
-29.13
-27.36
-11.17
-17.20
-24.55
-24.52
-26.12
-27.76
-26.23
-25.55
-24.50
-23.73
-22.72
-22.33
-23.93
-23.94
-22.76
-18.84
-20.26
-24.52
-24.96
-24.72
-25.66
-25.45
-25.48
-18.29
-16.19
-7.67
-7.93
-10.08
-1.71
-4.07
-7.30
-9.87
-11.73
-14.64
-15.74
-18.07
-18.44
-20.99
-22.18
-22.04
-23.54
23
LOSS
LOS6
LOS7
LOSS
LOS9
LOGO
L061
L062
L063
L064
LOGS
L066
L067
L068
L069
L070
L071
L072
L073
L074
L07S
L076
L077
L078
L079
L080
L081
7.S29SOO
7.S2S444
7.S17222
7.S09639
7.S03889
7.498333
7.490444
7.487694
7.482SS6
7.477111
7.S24306
7.52S333
7.S27S28
7.S22SOO
7.S18361
7.S140S6
7.511944
7.503667
7.498278
7.49S472
7.48S667
7.477667
7.470SS6
7.473472
7.479028
7.483SOO
7.491000
112.639444
112.631639
112.626889
112.622417
112.614806
112.607889
112.603472
112.594S28
112.58S806
112.569944
112.696917
112.686778
112.674S28
112.666333
112.6S6694
112.648S83
112.639S28
112.63S833
112.628SS6
112.6202SO
112.617S28
112.61SS28
112.623667
112.631944
112.642917
112.6S0889
112.6S6611
4.9
S.1
S.3
S.4
s.s
S.8
6.2
6.3
6.S
6.7
2.3
2.7
3.1
3.2
3.1
3.2
4.0
4.2
4.4
4.6
4.9
s.o
s.o
4.9
4.7
4.S
4.4
-1S .14
-1S.88
-17.92
-20.00
-20.84
-20.91
-23.72
-23.69
-24.66
-24.75
-2l.S2
-21.06
-18.6S
-18.92
-20.11
-20.71
-20.48
-21.74
-22.91
-23.14
-2S.19
-26.37
-27.3S
-27.22
-26.87
-26.46
-2S .02
L136
L137
L138
L139
L140
L141
L142
L143
L144
L145
L146
L147
L148
L149
LlSO
L1S1
L1S2
L1S3
L1S4
LlSS
L1S6
L1S7
L1S8
L1S9
L160
L161
7.4827SO
7.503972
7.512861
7.513222
7.50S306
7.513SS6
7.S06472
7.5210S6
7.521472
7.S17694
7.S49639
7.S40833
7.SS4222
7.SS7194
7.5S1833
7.SS9111
7.56S278
7.S69722
7.S74222
7.564778
7.56S306
7.564667
7.5S6333
7.564167
7.SS80S6
7.5S7SOO
112.569472
112.570S83
112.569SS6
112.S77389
112.583S28
112.S87667
112.S91861
112.601S28
112.S92S28
112.S7S194
112.634417
112.631972
112.646111
112.6S3917
112.699SOO
112.694611
112.701028
112.708444
112.716194
112.737944
112.7SS639
112.728417
112.726306
112.718889
112.717S28
112.740694
3.2
2.6
2.9
3.0
2.8
2.8
2.9
3.4
3.6
4.4
4.2
4.1
4.0
3.8
3.0
2.2
2.5
2.8
3.0
3.4
3.S
3.8
3.9
4.0
4.0
3.7
-24.61
-18.S2
-1S.78
-16.32
-18.S2
-16.24
-18.66
-16.12
-14.70
-14.54
-4.39
-9.6S
-1.9S
0.13
-17.39
-14.73
-1S.69
-17.14
-19.07
-24.39
-26.62
-22.18
-22.62
-20.44
-20.S4
-2S.18
24
-7.5
_,
3
-5
-752
-7
.g
"
-t3
-t5
-754
112.58
1126
112.62
11284
112.66
112.68
112.7
112.72
11274
112.76
Gambar 5. 1. Peta kontur Anomali Bouguer daerah Porong, Sidoarjo Jawa Timur berikut titiktitik ukur gayaberat, inteNal kontur adalah 2 mGal, Lingkaran Putih Posisi
Semburan Lumpur dari Sumur Bor Lapindo, garis merah putus-putus adalah
lintasan pengukuran MT.
5.2.2.
Anomali Sisa
Anomali sisa gayaberat diperoleh dengan cara memisahkan pengaruh anomali lokal
dari pengaruh anomali regionaL Pada umumnya, solusi yang dihasilkan akan
tergantung pada kualitas informasi tambahan dalam mendekatkan sumber anomali
lokal yang benar-benar mewakili obyek batuan penyebab anomali. Dari hasil studi
pemisahan anomali sisa, diperoleh gambaran anomali sisa orde-satu (Gambar 5.2.),
orde-dua (Gambar 5.3.), dan orde-tiga (Gambar 5.4.) yang lebih representatif dan
diharapkan dapat mencerminkan konfigurasi geologi bawah permukaan daerah
penelitian. Namun perlu dicatat, pengujian statistik bukan merupakan metoda yang
tepat untuk memilih orde sisa mana yang paling representatif di suatu daerah. Hal ini
disebabkan masalahnya bukan estimasi statistik tetapi lebih pada masalah
pemisahan efek regional dengan lokal.
25
iii
(!)
!:?
;;;
~
....
;;;
0
~
...
;:;;
...;;;~
~
;;;
"'
..~
;;;
;;;
;;;
614000
67$000
Gambar 5. 2. Peta anomali sisa orde-satu yang memperlihatkan kemiripan dengan peta
anomali Bouguer.
pengaruh tersebut mencerminkan bahwa batuan penutup batuan dasar relatif tipis
atau batuan dasar sangat dalam.
Berdasarkan pola penyebaran maupun bentuk dari anomali yang diperoleh,
dapat ditafsirkan beberapa kelurusan yang diperkirakan sebagai garis patahan dan
umumnya diinterpretasikan sebagai sesar geser (Gambar 5.2., 5.3. dan 5.4.). Arah
pergerakan ditafsirkan dari bentuk ketidak lurusan pola anomali. Minimal Ada 2 buah
kelurusan yang teridentifikasi dengan pergeseran berarah relatif baratlaut-tenggara.
Beberapa tonjolan-tonjolan anomali positif membentuk kontur melingkar ditengahtengah lokasi penelitian yang letaknya hampir sejajar dari barat ke timur membentuk
punggungan.
26
~...
;;;
;:
;;;
I
;;;
80
r;;
;;;
::l
;;;
en
i!en
674000
676000
678000
680000
682000
~~
"'
~...
;;
I"'
.."'~
...;;;-~
;;;
.."'~
674000
676000
694000
696000
27
"'
~
2
2
-6
>-
-1 0
-..
>
"'
C)
.c:
a.
10
11
12
13
14
Dlstance(Km)
Lintasan ini memotong pola struktur yang umumnya berarah barat timur. Hasil
pemodelan menunjukkan penampang gayaberat terdiri atas 3 lapisan. Lapisan
pertama dengan nilai kerapatan batuan 2.10 gr/cm 3 , diinterpretasikan sebagai
28
..
'
~1ft
...
..
'
..'
\'
. ,. . .
:(."
'}
. . ? /
~
.....
r ..
,_.,
:.
. .. .
~
1ft
., '/
f ,
~1ft
:.~
..
''
::-..
~,
..
::
!.
..
. .
...
,.
..... .. ..,.
"it\
'\
./
"'
;;
. .
..
Ket~M
00 b::. 02Km
02C007t<m
e 0.7 to l .OKm
tO r.o 1 $Ktn
1.5 110 3.0 Ktn
"'
1ft
676000
676000
680000
682000
684000
~:
, ' .::
~
...
674000
...-
...., tt...t.
...:.:::;it:,.
.~:
:~ . ...,.~ ~ . ~- ~~_.r~ .
..
.. ...
~:: :. /
....
.....
. ...
1ft
80
"~\:~-
1il
)' ..
~-~
/
0
0
...... .
...
: .:~:,.
686000
688000
690000
692000
890000
696000
Gambar 5. 6. Peta dekonvolusi daerah Porong, Sidoarjo yang menunjukkan sejumlah kelurusan
struktur yang berarah NE-SW yang salah satunya menerus dari kaki Gunung
Penanggungan ke arah danau lumpur.
5.3.
Data Magnetotellurik
menempati wilayah mulai dari titik ukur MT-4 sampai dengan MT-9. Pada titik ukur
MT-3 lapisan ini muncul mulai dari permukaan dengan kisaran ketebalan 0-500
meter hingga pada titik MT-5. Dari titik MT-5, lapisan ini kembali agak menipis
dengan kisaran ketebalan 0-100 meter pada titik MT-7 kemudian agak menebal
kembali, mulai dari 0 - 400 meter pada titik MT-8. Dari titik MT-8 ke arah titik MT-9,
lapisan ini kembali agak menipis dengan ketebalan mulai dari 0 - 200 meter.
Utar~
Gambar 5. 7. Distribusi batuan berdasarkan tahanan jenis dan penafsiran struktur berdasarkan
penampang model 2-D tahanan jenis MT daerah Porong, Sidoarjo.
Lapisan kedua tersebar mulai dari titik ukur MT-2 sampai dengan titik ukur
MT-9. Pada umumnya ketebalan lapisan ini hampir homogen di bawah lapisan
pertama serta menunjukkan pola yang menerus sampai titik ukur MT-9. Tebal
lapisan kedua ini diperkirakan rata-rata 200 meter. Lapisan ketiga terdistribusi mulai
dari titik ukur MT-1 sampai dengan MT-9. Pada titik ukur MT-1 dan 2 lapisan ini
tampak muncul di dekat permukaan, kemudian menerus dibawah lapisan pertama
dan kedua sampai titik ukur MT-9. Antara titik ukur MT-2 dan MT-3, pada lapisan ini
dijumpai zona tahanan jenis yang melemah yang menerus mulai dari kedalaman 250
meter sampai kedalaman 1500 meter lebih. Kemudian, mulai dari titik MT-4 sampai
dengan titik MT-9 diperkirakan rata-rata ketebalan lapisan batuan ini adalah 300
meter dengan kedalaman bervariasi mulai dari 600 meter pada titik MT-4 sampai
1200 meter pad a MT-5 dan pad a titik MT-7 kembali lebih dangkal sampai kedalaman
31
400 meter dari permukaan . Pola ini mengalami perulangan yang sama sampai titik
MT-9 mengikuti pola lapisan di atasnya . Lapisan keempat dijumpai pada titk MT-1
mulai kedalaman 400 meter dari permukaan sampai kedalaman lebih dari 1500
meter. Kemudian, pada titik MT-4 lapisan ini terdapat mulai pada kedalaman 1000
meter dari permukaan menerus naik sampai kedalaman 600 meter pada titik MT-7
dan terus mengalami perulangan mengikuti lapisan di atasnya sampai titik MT-9.
Pola tahanan jenis yang melemah ini mengindikasikan bahwa zona tersebut
adalah zona yang telah berkurang kekompakan batuannya dan ini dapat diakibatkan
oleh gerakan atau deformasi yang terjadi disebabkan adanya struktur patahan.
Patahan ini sepertinya merupakan ujung selatan struktur patahan yang teridentifikasi
pada metode dekonvolusi, di kaki Gunung Penanggungan (lihat Gambar 5.6.) .
32
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis dari semua data yang sudah dikumpulkan di
lapangan dan pemodelan yang dilakukan dengan simulasi komputer maka dapat
disimpulkan:
a)
Terdapat tiga pola kelurusan struktur yang berarah NE-SW di wilayah Porong,
Sidoarjo, yang salah satunya membentang dari daerah desa Watukosek di kaki
Gunung Penanggungan ke arah danau lumpur di Sidoarjo (Gambar 5.6.).
Kelurusan struktur ini yang ditafsirkan sebagai zona patahan dengan
kedalaman antara 0.2 hingga 0. 7km di daerah desa Watukosek dan semakin
dalam di daerah danau lumpur (1.5 hingga 3 km), merupakan zona permeable
yang dapat berperan sebagai saluran air bawah permukaan (subsurface water
channe~.
danau lumpur sehingga semburan lumpur terus berlangsung hingga saat ini.
b)
6.2.
Saran
Dalam upaya untuk menghentikan semburan lumpur panas Sidoarjo yang masih
terus berlangsung, maka berdasarkan hasil penelitian ini masih perlu dilakukan
sejumlah aktifitas untuk menindaklanjuti temuan dalam penelitian ini, yakni:
a)
b)
c)
34
DAFTAR PUSTAKA
62,5%
Kerugian
akibat
Lumpur
Lapindo
Diderita
masyarakat
pad a
http://www.primaironline.com/berita/sosial/62-5-kerugian-akibat-lumpurlapindo-d iderita-masyarakat
Kamtono dkk., 2005, Penelitian geologi dan geofisika daerah Bojonegoro-Tuban
Cekungan
Jawa
Timur
Utara
(CJTU),
Laporan
Penelitian,
Puslit
Kerugian Lumpur Lapindo Sangat Besar, diunduh pad a tanggal 8 Juni 2010 pad a
alamat:
http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/20 10/05/31/1 06282/
Kerugian-Luapan-Lumpur-Lapindo-Sangat-Besar.
Kronologi Bencana Lumpur Lapindo, diunduh pad a tanggal 5 November 2010 pad a
ala mat:
http:/lwww. med iai ndonesia. com/read/20 10/07127 /158098/89/14/KronologiBencana-Lumpur-Lapindo
Kusumastuti, A. , P. Van Rensbergen and J. K. Warren, Seismic Sequence Analysis
volcano, Indonesia, Earth and Planetary Science Letters, vol. 261, Issues
3-4, p. 375-388 .
Muhammad Adib Hasan, Pemodelan Model Zona Subduksi dan Struktur Bawah
Permukaan
Jawa
Timur
Berdasarkan
Kajian
Anomali
Gravitasi,
http://eprints.undip.ac. id/2663/1 I
Penyebab Semburan Lumpur Sidoarjo, diunduh pada tanggal 14 April 2010 dari
alamat:
http://miningundana07.wordpress.com/2009/1 0/08/penyebab-
semburan-lumpur-sidoarjo/
H.,
Revisi
Paleogeografinya,
Stratigrafi
Cekungan
Disertasi,
Jawa
Timur
ITB,
Utara
dan
2008,
35
http:l/digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdlharsonopri-28536
Santosa dan T. Suwarti, Geologi Lembar Malang, Jawa, Pusat Penelitian dan
Pengembang Geologi, Bandung 1992
Satyana, A.H. dan Paju, J.A., 2010, Optimalisasi sumber daya migas cekungan
Jawa
Timur,
Blog
lAG I,
http://geologi.iagi.or.id/201 0/06/29/optimalisasi-
sumberdaya-migas-cekungan-jawa-timur/
Satyana A. H. dan Satnidar, Mud Diapirs and Mud Volcanoes in Depression of Java
to Madura: Origins,
12
Oktober
201 0
dari
alamat:
http://www.purbalinggakab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&
id=445&1temid=62
Telur Naga Meredam Semburan yang diunduh pada 14 April 2010 dari alamat:
http://www.gatra.com/2007 -05-21 /artikel.php?id=1 02872
Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia, diunduh pada
tanggal
22
Oktober
2010
pad a
alamat:
36