Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN AKHIR

PROGRAM INSENTIF PENELITI DAN PEREKAYASA LIPI TAHUN 2010

MENCARI SUMBER AIR LUMPUR PANAS SIDOARDJO:


Sebuah Pendekatan Geofisika untuk Menentukan Cara Menghentikan
Semburan Lumpur Panas di Wilayah Porong, Provinsi Jawa timur

PENELITI PENGUSUL:
Dr. lr. ISKANDAR ZULKARNAIN

JENIS INSENTIF:
Riset Terapan

BIDANG FOKUS:
Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI

LEMBAR PENGESAHAN
PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI

1.

Judul Kegiatan/Penelitian

: MENCARI SUMBER AIR LUMPUR PANAS SIDOARDJO:


Sebuah Pendekatan Geofisika untuk Menemukan Cara
menghentikan Semburan Lumpur Panas di Wilayah
Porong, Provinsi Jawa Timur

2.

Bidang Fokus

: Sumber Daya Alam dan Lingkungan

3.

Peneliti Pengusul
Nama Lengkap
Jenis Kelamin

: Dr. lr. Iskandar Zulkarnain


: Laki-laki

Surat Perjanjian
Nomor
Tanggal

: 09/SU/SP/Inst-Ristek/IV/1 0
: 06 April 2010

Biaya Total2010

: Rp 140.000.000,-

4.

5.

DISETUJUI:
ELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI

Dr. lr. lskanda Zulkarnain


NIP. 1959041 198503 1 003

Dr. lr. lskand r Zulkarnain


NIP. 19590414 198503 1 003

RINGKASAN

Sejak semburan lumpur panas pertama kali yang terjadi pada 29 Mei 2006 di
Sidoarjo, maka setidaknya sudah 18 desa yang tenggelam atau terendam lumpur,
yang meliputi: Desa Renokenongo, Jatirejo, Siring, Kedung Benda, Sentul, Besuki,
Glagah Arum, Kedung Cangkring , Mindi, Ketapang, Pajarakan, Permisan, Ketapang,
Pamotan, Keboguyang, Gempolsari, Kesambi, dan Kalitengah. Kerugian yang timbul
berkisar antara 34 hingga 45 Triliun Rupiah per tahunnya dan lebih dari 62% nya
diderita oleh masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan sumber pemasok air ke danau
lumpur karena diasumsikan bahwa volume air pembentuk lumpur yang sudah lebih
dari 75 juta meter kubik haruslah berasal dari luar wilayah tersebut. Air laut dari
Selat Madura sebagai salah satu kemungkinan sumber, harus dikesampingkan
karena data isotop air lumpur tersebut menunjukkan bahwa air itu tidak berasal dari
air laut. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk mengetahui struktur bawah
permukaan wilayah sebelah barat dan selatan danau lumpur dengan menggunakan
metoda gayaberat, Audio Magnetotellurik (AMT) dan Magnetotellurik (MT) .
Hasil pengukuran dan interpretasi data gayaberat berupa anomaly Bouguer
dan data AMT dan MT menunjukkan bahwa terdapat suatu struktur patahan berarah
NE-SW yang

membentang dari daerah desa Watukosek di

kaki

Gunung

Penanggungan ke arah danau lumpur, yang diinterpretasikan sebagai zona


permeable yang membentuk saluran air tanah sebagai pemasok air yang

menyebabkan semburan lumpur terus berlangsung .


Bila intervensi teknologi dapat dilakukan untuk mengubah zona permeable ini
menjadi impermeable, maka pasokan air akan terhambat secara signifikan, sehingga
dengan demikian semburan lumpur akan dapat dihentikan.

PRAKATA

Penelitian ini didasari oleh suatu keinginan untuk dapat berkontribusi dalam mencari
pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh semburan lumpur panas di Sidoarjo.
Telah begitu banyak kerugian material dan immaterial yang terjadi akibat semburan
lumpur yang sudah berlangsung lebih dari empat tahun sejak 29 Mei 2006. Namun
hingga saat ini, titik terang untuk menghentikan semburan lumpur tersebut masih
belum terlihat. Apa yang terus dilakukan oleh pemerintah dewasa ini masih terfokus
untuk membatasi wilayah genangan agar tidak menjadi lebih luas, sedangkan upaya
yang dilakukan untuk menghentikan semburan lumpur tersebut masih belum
membuahkan hasil.
Penelitian ini dilakukan melalui skema pendanaan Program lnsentif Riset untuk
Peneliti dan Perekayasa LIPI tahun 2010 dengan dana yang lebih terbatas (140 juta
Rupiah untuk tiga orang peneliti) dibandingkan tahun 2009, karena pada tahun 2009
setiap peneliti mendapat alokasi dana 50 juta Rupiah. Tentu saja dengan dana yang
sangat terbatas tersebut, hasil yang akan diperoleh tidak akan komprehensif seperti
bila dana yang tersedia cukup memadai. Namun demikian, penelitian ini diharapkan
akan dapat memberikan informasi dasar yang bernilai, sehingga dapat ditindaklanjuti
oleh berbagai pemangku kepentingan yang memiliki kompetensi yang terkait, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik di
Kementerian Ristek maupun di LIPI yang telah membantu sehingga memungkinkan
penelitian ini dilaksanakan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam
upaya mencari jawaban terhadap persoalan semburan lumpur panas di Sidoarjo.

Tim Peneliti

DAFTAR 151

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... 1


RINGKASAN .............................................................................................................. 2
PRAKATA .................................................................................................................. 3
DAFTAR 151 ...............................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 6
1.1. Latar Belakang dan Urgensi Penelitian ......................................................... 6
1.2. Permasalahan Penelitian .. ..... ..... ................. ................. .... ... .... .............. ..... ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 10
2.1. Kondisi Geologi Regional Daerah Porong ............... .. .................................. 10
2.2. Faktor Pemicu Semburan Lumpur .......... ................ .. ................................... 12
BAB Ill TUJUAN DAN MANFAAT .......................................................................... 16
3.1 . Tujuan ......................................................................................................... 16
3.2. Manfaat ...... ....................... .................................................... ...................... 16
BAB IV METODOLOGI ........................................................................................... 17
4.1. Kerangka Pemikiran ........... ....... .................................................................. 17
4.1.1 . Metode Gayaberat ................................................................................................... 18
4.2.2 . Audio Magnetotelluric (AMT) dan Magnetotellurik ................................... 19
4.3. Teknik Pelaksanaan Pengumpulan Data ...... ............ .. ... ....... ....................... 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 22
5.1. Pengukuran Topografi ................................................................................. 22
5.2. Data Gayaberat ....... ............. ..... .......... ........................................................ 22
5.2 .1. Anomali Bouguer ...................................................................................................... 22
5.2.2. Anomali Sisa ............................................................................................................... 25
5.2.3. Model 2-D Anomali Bouguer Gayaberat ....................................................... 28
5.2.4. Dekonvolusi Anomali Bouguer ........................................................................... 29
5.3. Data Magnetotellurik .................................................................................... 30
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 33
6.1. Kesimpulan .... ............ .... ..... .. ...... .......... .... .. .......... ....... ... .... ......... ................ 33
6.2. Saran ........................................................................................................... 33
DAFT AR PUST AKA ................................................................................................. 35

DAFTAR GAMBAR

Gambar 5. 1.

Peta kontur Anomali Bouguer daerah Porong, Sidoarjo Jawa


Timur berikut titik-titik ukur gayaberat, interval kontur adalah 2
mGal, Lingkaran Putih Posisi Semburan Lumpur dari Sumur Bar
Lapindo, garis merah putus-putus adalah lintasan pengukuran
25
MT. .... ... ... .... .... .. ...... ...... ...... ...... ....... ...... ...

Gambar 5. 2. Peta anomali sisa orde-satu yang memperlihatkan kemiripan


dengan peta anomali Bouguer.. .... ................ .. .. .. ................ .... .. ..
26
Gambar 5. 3.

Peta anomali sisa orde-dua daerah Porong , Sidoarjo.... .... .. ......

27

Gambar 5. 4.

Peta anomali sisa orde-tiga daerah Porong, Sidoarjo.............. ..

27

Gambar 5. 5.

Model 2-D Anomali Bouguer daerah Porong, Sidoarjo...... .. ........

28

Gambar 5. 6.

Peta dekonvolusi daerah Porong, Sidoarjo yang menunjukkan


sejumlah kelurusan struktur yang berarah NE-SW yang salah
satunya menerus dari kaki Gunung Penanggungan ke arah
danau lumpur.. ........ ........ ................ ........ ....................... .. .. ..
30

Gambar 5. 7.

Distribusi batuan berdasarkan tahanan jenis dan penafsiran


struktur berdasarkan penampang model 2-D tahanan jenis MT
daerah Porong, Sidoarjo.... .. .... .. .. .... ...... ........ .. .... .. ................
31

BABIPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Urgensi Penelitian

Sebuah kegiatan eksplorasi hidrokarbon pada tahap pemboran yang dilakukan oleh
perusahaan PT Lapindo Brantas di wilayah Porong, Jawa Timur, telah mengubah
wilayah itu menjadi danau lumpur yang terus menimbulkan persoalan. Semburan
lumpur panas yang terjadi pertama kali pada tanggal 29 Mei 2006 itu, telah
menenggelamkan setidaknya 18 desa, yang meliputi: Desa Renokenongo, Jatirejo,
Siring, Kedung Bendo, Sentul, Besuki, Glagah Arum, Kedung Cangkring, Mindi,
Ketapang, Pajarakan, Permisan, Ketapang, Pamotan, Keboguyang, Gempolsari,
Kesambi, dan Kalitengah, 1 serta memaksa penduduk setempat meninggalkan
kehidupan mereka di daerah itu (Gambar 1.1). Seiring dengan waktu, pusat-pusat
semburan baru bermunculan dan dalam waktu singkat telah membentuk danau
lumpur yang semakin luas. Kerugian yang timbul akibat semburan lumpur yang
masih terus berlangsung ini berkisar
antara 34 hingga 45 Triliun Rupiah
per tahunnya dan lebih 62% dari
kerugian tersebut ditanggung oleh
masyarakat. 2 Kerugian material dan
non-material

yang

dialami

oleh

masyarakat setempat telah mengubah


fenomena alam ini menjadi tragedi
Gambar 1. 1. Foto genangan lumpur panas Sidoarjo yang
menenggelamkan kawasan pemukiman penduduk
(sumber:http://img210.imageshack.us/img210/98
94/lapindoszS.jpg)

bencana yang hingga saat ini masih


tidak

terselesaikan.

Apa

yang

Lihat Kronologi Bencana Lumpur Lapindo, diunduh pada tanggal 5 November 2010 pada ala mat:
http://www. mediaindonesia.corn/read/201 0/07/27/158098/89/14/Kronologi-Bencana-LumpurLapindo
Lihat Kerugian Lumpur Lapindo san gat Besar, diunduh pada tanggal 8 Juni 2010 pada alamat:
http:/lmetrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/05/31/106282/Kerugian-LuapanLumpur-Lapindo-Sangat-Besar. Lihat juga: 62,5% Kerugian akibat Lumpur Lapindo Diderita
masyarakat pada http://www.primaironline.com/berita/sosiaV62-5-kerugian-akibat-lumpur-lapindodiderita-masyarakat

dilakukan pemerintah saat ini tidak lain hanyalah tindakan responsif untuk
menghambat agar permukaan danau lumpur tidak bertambah luas, tetapi akar
persoalan untuk menghentikan semburan lumpur tersebut hingga saat ini sepertinya
hampir tidak tersentuh. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mengetahui
penyebab terjadinya semburan lumpur ini dan kemudian menemukan alternatif untuk
menghentikannya.
Fenomena semburan lumpur panas yang berlangsung dalam waktu yang
lama seperti yang terjadi di Sidoarjo ini, merupakan peristiwa pertama dan satusatunya di Indonesia sehingga juga menjadi pusat perhatian kalangan ilmuwan dari
bidang geologi, geofisika dan bahkan perminyakan. Kurang dari setahun setelah
semburan pertama, yakni pada tanggal 20-21 Februari 2007, IAGI (lkatan Ahli
Geologi

Indonesia)

bekerjasama

dengan

Badan

Geologi,

BPPT

dan

LIPI

menyelenggarakan International Geological Workshop on Sidoarjo Mud Volcano di


Gedung BPPT yang antara lain diikuti oleh pakar ilmu kebumian dari Jepang,
Norwegia dan Rusia. Workshop ini membahas kasus lumpur panas Lapindo ini
dengan berbagai pendekatan dalam lingkup ilmu geologi dan geofisika, namun tidak
menghasilkan suatu kesepakatan tentang mekanisme yang menyebabkan terjadinya
semburan lumpur tersebut. Para pakar pada workshop tersebut berkesimpulan
bahwa fenomena tersebut adalah yang terbesar di dunia dan merupakan bencana
alam yang tidak akan dapat diatasi dengan teknologi apapun. Naniun demikian,
bukan tidak ada usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan lumpur
tersebut. Pemerintah, dalam hal ini Tim Nasional Penanganan Lumpur Sidoarjo,
pernah mencoba menggunakan teknik pemanfaatan bola-bola beton (high density

chained ball -HDCB) untuk menghentikan semburan lumpur tersebut. Ide yang
merupakan usulan dari tim ITB ini mengasumsikan bahwa bila mereka bisa
mengintervensi pusat semburan dengan sejumlah bola-bola beton (direncanakan
364 rangkai dengan 4 bola dalam setiap rangkai), maka semburan akan dapat
dihambat. Untaian beton seharga 1,6 Milyar Rupiah tersebut ternyata kemudian juga
gagal dalam menghentikan semburan lumpur panas di Sidoarjo itu. 3
Kondisi ini memperkuat pendapat para ahli geologi bahwa semburan lumpur
tersebut tidak akan dapat dihentikan dengan teknologi apapun. Data seismik
menunjukkan bahwa volume lumpur yang ada di bawah permukaan wilayah
3

Lihat: Telur Naga Meredam Semburan yang diunduh pada 14 April 2010 dari alamat:
http://www. gatra.com/2007 -05-21 /artikel. php?id= 102872

tersebut, berdasarkan kalkulasi, mencapai 1.155 milyar meter kubik sehingga bila
volume tersebut diperhitungkan dengan jumlah semburan yang dihasilkan tiap hari,
4

maka semburan lumpur tersebut baru akan berhenti setelah 31 tahun .

1.2. Permasalahan Penelitian

Sejak pertama kali semburan lumpur panas di daerah Sidoarjo/Porong terjadi pada
29 Mei 2006 hingga saat ini, tidak kurang dari 108 juta meter kubik lumpur pan as
telah disemburkan dari perut bumi .5 Lumpur ini telah menutupi wilayah hingga lebih
dari 717.027 ha 6 dengan kedalaman genangan mencapai beberapa meter. lnformasi
terakhir menyebutkan bahwa luas genangan lumpur sudah mencapai 800 ha dengan
titik semburan berjumlah 180 ribu titik.7 Bila dicermati, 70% dari lumpur yang
dikeluarkan tersebut adalah air. Dengan demikian, maka volume air yang telah
dikeluarkan tidak akan kurang dari 75 juta meter kubik. Volume air yang demikian
besar masih belum diketahui dari mana sumbernya, apakah air tersebut berasal dari
air tanah wilayah tersebut ataukah berasal dari daerah lain di luar daerah Sidoarjo.
Tetapi yang jelas, agar semburan lumpur tersebut dapat terus berlangsung seperti
saat ini, maka diperlukan suatu sumber air yang memasok secara kontinyu wilayah
semburan tersebut. Terdapat dua kemungkinan sumber air yang dapat berperan
dalam memasok air ke wilayah Porong , yaitu air tanah dari wilayah sekitarnya,
terutama dari daerah selatan yang lebih luas dan air laut yang berasal dari Selat
Madura. Namun demikian, untuk kedua kemungkinan tersebut diperlukan adanya
suatu zona berpori atau lapisan batuan di bawah permukaan yang bersifat
permeable yang menghubungkan sumber air tersebut dengan daerah semburan

atau lokasi danau lumpur. Oleh karena itu, untuk mengetahui sumber air yang
berperan dalam menjaga kontinyuitas semburan di wilayah ini, diperlukan informasi
geologi bawah permukaan untuk wilayah di sekitar daerah semburan sehingga dapat
diketahui dari mana sumber air tersebut berasal. Dalam konteks inilah penelitian ini
4

SEMBURAN LUMPUR PANAS LAPINDO; Baru Berhenti 31 Tahun Lagi, diunduh pada 12 Oktober
2010 dari alamat:
http://www.purbalinggakab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=445&1temid=62
5
Angka 108 juta meter kubik diperoleh dengan mengasumsikan bahwa semburan lumpur per hari
rata-rata 100.000 meter kubik dan dihitung untuk selama 3 tahun. Diketahui bahwa pada awalnya
semburan lumpur hanya sekitar 5.000 meter kubik per hari dan bertambah menjadi 50.000 dalam 3
bulan dan dalam waktu singkat mencapai 126.000 meter kubik per hari.
6
Lihat http://bk3sjatim .org/?p=36
7
Ibid.

menekankan pada pendekatan geofisika untuk dapat memperoleh gambaran bawah


permukaan wilayah Porong ini sehingga dapat diketahui apakah terdapat suatu
channel aliran air tanah yang memasok air ke pusat semburan lumpur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Geologi Regional Daerah Porong

Daerah Porong, Sidoarjo di Propinsi Jawa Timur, dalam katalog peta geologi
Indonesia termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Malang, Jawa yang dikeluarkan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) pada tahun 1992.

Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa permukaan bumi wilayah Porong
ditempati oleh tiga jenis batuan yang berbeda. Wilayah sebelah utara, dimulai dari
sekitar aliran sungai Porong terus ke utara ditutupi oleh batuan aluvial sungai, yakni
batuan-batuan lepas yang merupakan produk melalui mekanisme pengendapan
sungai. Wilayah ke arah selatan sungai Porong didominasi oleh batuan gunungapi
atau volkanik berumur Kuarter Atas yang terdiri dari breksi gunungapi, lava, tuf,
breksi tufan, agglomerat dan lahar. Semua produk volkanik ini membentuk morfologi
tinggian yang dikenal dengan nama Gunung Penanggungan. Di dalam dominasi
batuan volkanik berumur Kuarter Atas tersebut, terdapat juga batuan volkanik
berumur Kuarter Bawah, yakni di sebelah timur Gunung Gajah Mungkur.
Secara stratigrafi atau dalam penampang vertikal, wilayah Porong ini
termasuk ke dalam Cekungan Jawa Timur, dan lebih spesifik lagi Cekungan Jawa
Timur Utara (CJTU). Wilayah CJTU dibagi menjadi dua mandala geologi, yakni
Mandala Rembang yang mencakup daerah dalam zona tektono-fisiografi Rembang
serta zona tektonofisiografi Randublatung, dan Mandala Kendeng yang meliputi
daerah dalam zona tektonofisiografi Kendeng. 9
berumur Eosen

hingga

Pleistosen Awal,

umumnya

Mandala Rembang yang


mencerminkan

karakter

lingkungan paparan hingga daratan dengan litologi berupa batupasir kuarsa,


batulempung karbonan, batugamping pasiran, batugamping terumbu, napal pasiran,
batupasir gampingan, dan batubara. Ketebalan formasi ini mencapai 5.000 meter.
Sementara itu, Mandala Kendeng yang berumur lebih muda (Oiigosen-Akhir sampai
Pleistosen) dibentuk oleh litologi napal pasiran, batulempung, batupasir gampingan,
batulanau, batugamping pasiran dan batupasir konglomeratan. Litologi yang mengisi
8
9

Lihat Santosa dan T. Suwarti, Geologi Lembar Ma/ang, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembang
Geologi, Bandung 1992
Lihat Pringgoprawiro, H., Biostratigrafi dan pa/eogeografi cekungan Jawa Timur Utara, suatu
pendekatan baru, Disertasi, ITB, 1983

10

stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara ini terdiri dari: batuan dasar (basalt), Formasi
Ngimbang, Kujung, Prupuh, Tuban, Tawun, Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok,
Mundu, Selorejo dan Lidah. Keberadaan jenis litologi di atas dengan ketebalan yang
signifikan telah membuat wilayah ini memiliki potensi hidrokarbon yang cukup
signifikan .
Ditinjau dari aspek potensi hidrokarbon tersebut, Cekungan Jawa Timur Utara
telah terbukti sebagai suatu wilayah yang kaya akan cekungan hidrokarbon. Sejak
ditemukannya lapangan-lapangan minyak di lokasi yang lama maupun baru di
wilayah Cepu dan Surabaya maka pencarian ladang-ladang minyak baru terus
berlanjut. Saat ini, di Jawa Timur terdapat 34 wilayah kerja aktif, atau 15% dari
jumlah seluruh wilayah kerja perminyakan di Indonesia, yang dioperasikan oleh
berbagai kontraktor, baik perusahaan nasional maupun multinasional. Dari 34
wilayah kerja tersebut, 13 di antaranya merupakan wilayah kerja berstatus
eksploitasi atau sedang dalam tahapan produksi migas. Luas wilayah kerja aktif ini
meliputi 52% luas wilayah Cekungan Jawa Timur, sehingga masih terdapat peluang
48% wilayah cekungan ini yang belum tereksplorasi. 10
Seiring semakin meningkatnya kebutuhan energi dalam negeri maupun dunia,
pencarian ladang-ladang minyak di lokasi lama maupun baru terus di upayakan.
Pada Akhir dasawarsa 1990 dan awal tahun 2000 penemuan lapangan minyak baru
di sekitar Surabaya (Lidah,Kruka, dsb) masih terus berlanjut. Dengan penemuan
lokasi-lokasi yang baru, maka kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan pemboranpemboran ladang minyak baru terus bertambah .
Pembahasan detil tentang cekungan ini yang menyangkut revisi stratigrafi
karena penemuan sejumlah stratigrafi baru dan berujung pada pengusulan tata
nama baru telah dilakukan oleh Pringgoprawiro (2008). 11 Sementara itu, struktur
bawah permukaan di daerah Bojonegoro-Tuban telah diungkap melalui pengukuran
geofisika dengan metoda gaya berat oleh Kamtono dkk.

12

10

Lihat Satyana, A.H . dan Paju, J.A., Optimalisasi sumberdaya migas cekungan Jawa Timur, pada
http://geologi .iag i. or.id/20 10/06/29/optimalisasi-su mberdaya-m igas-cekungan-jawa-timur/
11
Lihat Harsono Pringgoprawiro, Revisi Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara dan
Paleogeografinya, disertasi, ITB, 2008 pada
http:/ldigilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-harsonopri-28536
12
Lihat Kamtono dkk., Penelitian geologi dan geofisika daerah Bojonegoro- Tuban Cekungan Jawa
Timur Utara (CJTU), Laporan Penelitian , Puslit Geoteknologi LIPI, Bandung, 2005

11

Mengingat daerah (CJTU) mempunyai endapan prospek hidrokaron yang


luas, maka penelitian untuk mendapatkan informasi struktur geologi bawah
permukaan (subsurface) terus dilakukan . Namun keterbatasan kemampuan di
kalangan industri perminyakan untuk mengungkap informasi geologi, terutama
geologi bawah permukaan dan khususnya dalam teknik pengeboran, masih
merupakan kendala yang cukup berarti. Pada tahun 2006, pemboran dalam upaya
menemukan cadangan hidrokarbon yang baru, dilakukan di Porong Sidoarjo.
Disinyalir akibat kesalahan teknis pemboran yang juga kemungkinan besar
dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya telah memicu datangnya musibah dengan
meluapnya lumpur panas dari perut bumi melalui sumur pemboran Banjar Panji 1.

2.2. Faktor Pemicu Semburan Lumpur

Besarnya jumlah lumpur yang keluar dari ratusan ribu titik semburan (informasi
terakhir berjumlah 180 ribu titik)

13

di danau lumpur tersebut, mengisyaratkan bahwa

bagian bawah dari lokasi tersebut kemungkinan besar disusun oleh formasi batuan
sedimen dengan ketebalan yang cukup signifikan. lnterpretasi tersebut selaras
dengan hasil penelitian Hasan (2008) 14 yang menyatakan bahwa pemodelan yang
dilakukannya menunjukkan bahwa Jawa Timur memiliki cekungan sedimen Tersier
yang tebalnya mencapai 6 km. Pusat cekungan terletak di tengah - tengah Jawa
Timur berarah barat - timur, dan di antara bagian timur Jawa Timur dan selat
Madura berarah barat laut- tenggara .
Fenomena semburan lumpur di wilayah Cekungan Jawa Timur Utara,
sebenarnya bukanlah sebuah fenomena yang baru , karena sebelum semburan
lumpur panas di Sidoarjo terjadi, kawasan ini telah mengenal fenomena tersebut,
yang sering

disebut dengan

Gunungapi

Lumpur (Mud Volcano).

Sejumlah

Gunungapi Lumpur ini dapat dijumpai di wilayah Purwodadi, Sangiran, Tuban,


Gunung Anyar, Mojokerto dan Bangkalan di pulau Madura (Gam bar 2.1 ).

13

14

Lihat Kerugian Luapan Lumpur Lapindo sangat Besar, pada


http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/20 10/05/31/1 06282/KerugianLuapan-Lumpur-Lapindo-Sangat-Besar
Lihat Muhammad Adib Hasan, Pemodelan Model Zona Subduksi dan Struktur Bawah Permukaan
Jawa Timur Berdasarkan Kajian Anomali Gravitasi pada: http:l/eprints.undip.ac.id/2663/1/

12

.f' '

ACTIVE MUD
VOLCANO
(PURWODADI)

PETA GEOLOGI
JAWA TENGAH-JAWATIMUR

...;;; .

Gambar 2. 1. Lokasi penyebaran Gunung Api Lumpur di wilayah CJTU (diunduh darl
http://hotmudflow.wordpress.com/maps/ pada tanggal10 November 2010)

Dalam konteks bencana yang ditimbulkan oleh semburan lumpur panas


tersebut, banyak para pakar dari ilmu kebumian yang sudah mencoba mengkaji
fenomena

tersebut.

terkonsentrasi

pada

Namun

sayangnya,

mencari

kebanyakan

kemungkinan-kemungkinan

kajian
yang

tersebut

lebih

menyebabkan

terjadinya semburan lumpur tersebut. Secara garis besar terdapat dua pendapat
tentang penyebab

te~adinya

semburan lumpur pada 29 Mei 2006 tersebut, yaitu: (i)

Semburan tersebut dipicu oleh gempa Yogyakarta yang terjadi pada tanggal 27 Mei
2006, dan (ii) Semburan tersebut terjadi karena kesalahan dalam proses pemboran
sumur Banjar Panji-1. Namun yang menarik adalah, bahwa semua pakar seolah
terobsesi untuk menemukan jawaban terhadap penyebab semburan lumpur
tersebut. Obsesi ini tidak hanya

te~adi

di dalam negeri, bahkan pada pertemuan

AAPG di Capetown, Afrika Selatan pada 28 Oktober 2008, para peserta pertemuan
juga memperdebatkan faktor pemicu semburan lumpur tersebut dan perdebatan itu
diakhiri dengan voting dan hasilnya sebagian besar peserta meyakini bahwa pemicu
semburan lumpur tersebut adalah kesalahan dalam pemboran. 15

15

Lihat Penyebab Semburan Lumpur Sidoarjo pada


http://mininqundana07.wordpress.com/2009/10/08/penyebab-semburan-lumpur-sidoarjo/

13

Suatu

penelitian yang dilakukan oleh Mazzini dkk.

(2007)

16

dengan

menggunakan pendekatan geokimia dan isotop, juga terfokus pada upaya mencari
aspek pemicu terjadinya semburan lumpur tersebut. Hasil penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa semburan air panas yang diikuti lumpur, uap air, C02 dan CH4
di Sidoarjo, disebabkan oleh adanya perekahan (fracturing) yang diikuti oleh
penurunan tekanan fluid a pori bertemperatur di atas 100C dari kedalaman yang
lebih dalam dari 1700 meter. Menariknya, kesimpulan itu adalah kesimpulan final
dari penelitian tersebut tanpa adanya suatu perhatian untuk mencari solusi
bagaimana cara menghentikan semburan lumpur tersebut.
Suatu tinjauan ilmiah tentang gunungapi lumpur yang diyakini terjadi melalui
proses

penetrasi

lumpur (mud diapir)

dari

bawah

permukaan

bumi

telah

dipublikasikan pada bulan Mei 2008.17 Publikasi ini menyatakan bahwa mud diapir
adalah suatu intrusi dari massa lumpur/serpih yang relatif mobile yang menerobos
lapisan batuan yang sudah ada sebelumnya yang disebabkan oleh tekanan
buoyancy dan differential. Bila mud diapir muncul di permukaan bumi karena adanya

zona-zona lemah akibat adanya reaktivasi patahan (sesar) ataupun karena adanya
migrasi material akibat kehilangan tekanan, maka di permukaan akan terbentuk
Gunungapi lumpur (mud volcano). Hal tersebut dipahami sebagai suatu erupsi liar
atau suatu proses ekstrusi dari lumpur yang kaya air yang seringkali diikuti dengan
keluarnya gas metan. Gejala ini ditemukan pada peristiwa semburan lumpur Lapindo
dimana gas metan keluar bersama-sama lumpur panas tersebut.
Mud diapir dan Gunungapi lumpur umumnya terjadi pad a cekungan "elisional"

yang

memenuhi

sejumlah

kriteria

seperti

penurunan

tektonik

yang

stabil,

pengendapan sedimen muda yang tebal dan berlangsung cepat, hadirnya lapisan
batuan yang bersifat plastis di bawah permukaan, tekanan fluida yang berlebihan
yang berada di bawah sedimen yang kompak/padat, potensi minyak bumi dan
pasokan gas yang cukup, adanya produksi air dari suatu sekuen batu lempung yang
terkubur, patahan dengan seismisitas yang tinggi dan kemungkinan gradien

16

Lihat Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia pada:
http://www.sciencedirect.com/science? ob=ArticleURL& udi=B6V61-4P5R6274& user=10& coverDate=09/30/2007& alid=1402253421& rdoc=1& fmt=hiqh& orig=search& cd
i-5801 & sort=r& docanchor=&view-c& ct-1 & acct-C000050221 & version-1 & uriVersion-O& u
serid= 1O&md5=9827 cbaf436e4 f66389573fd4023d428
17
Lihat Satyana A. H. dan Satnidar, Mud Diapirs and Mud Volcanoes in Depression of Java to
Madura: Origins, Natures and Implications to Petroleum System, Presiding IPA, 2008 .

14

panasbumi/geothermal yang tinggi. Semua kriteria tersebut sepertinya terpenuhi


oleh wilayah CJTU. Oleh karena itu, fenomena semburan lumpur panas

Sidoa~o

ini

dapat dilihat sebagai fenomena Gunungapi Lumpur yang mendapatkan pasokan


material dan air yang kontinyu sehingga semburan tersebut berlangsung dalam
waktu yang lama. Namun demikian, secara teoritis bila pasokan air yang
menyebabkan

te~adinya

material plastis di bawah permukaan dapat dihambat atau

dihentikan maka semburan akan dapat dihentikan karena massa lumpur yang ada
akan kehilangan gaya bouyancy yang dimilikinya.
penelitian

Hasil

Porong1

berdasarkan data seismik


wilayah

di
SLUMP lndlkasl mobile slrale

Porong

mengungkap, bahwa, (i)


terdapat

patahan

yg

puncak

dari

memotong
batugamping

Formasi

Kujung;

adanya

(ii)

indikasi SLUMP (bisa jadi


s

mewakili adanya mobile

Mounded racoes

(Modified from Kusumastuti, 20021

' LINE

8 91 16
" "

:21

Gambar 2. 2. Penampang seismik bawah permukaan wilayah Porong,


diunduh pada 10 November 2010 dari alamat:
http://rovicky.blogspot.com/2006/06/ada-apa-dengan-mudflow-di-jawa-timur .html

mengindikasikan bahwa di lokasi tersebut pernah

te~adi

shale)

dan

(iii)

collapse

terdapatnya
yang

zone

runtuhan pada masa lalu

atau paleo-collapse (lihat Gambar 2.2.).18 Walaupun belum diketahui faktor


penyebab

terjadinya

runtuhan

purba

tersebut,

namun

setidaknya

hal

itu

menunjukkan bahwa batuan-batuan di bawah permukaan wilayah Porong relatif


dinamis atau memiliki peluang pergerakan yang tinggi.

Dengan demikian,

kemungkinan terjadinya mekanisme diapir untuk membentuk gunungapi lumpur di


permukaan semakin besar.

18

lihat: A. Kusumastuti, P. Van Rensbergen and J . K. Warren, Seismic Sequence Analysis and

Reservoir Potential of Drowned Miocene Carbonate Platforms in the Madura Strait, East Java,
Indonesia, AAPG Bull 86/2, p. 220, 2002.

15

BAB Ill TUJUAN DAN MANF AAT

3.1. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu solusi alternatif dalam usaha
menghentikan semburan lumpur panas di Sidoarjo. Pendekatan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah dengan mencari sumber air yang memasok air sebagai
komponen pembentuk lumpur panas tersebut. Pendekatan ini dipilih karena air
merupakan komponen terbesar pembentuk lumpur tersebut (sekitar 70%), sehingga
bila sumber air tersebut dapat ditemukan dan dihentikan maka semburan lumpur
tersebut diharapkan juga akan berhenti .

3.2. Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat yang besar bagi semua pemangku kepentingan, baik
bagi pemerintah maupun masyarakat, karena bila semburan lumpur panas di
Sidoarjo tersebut dapat dihentikan, maka biaya penanggulangan yang harus
dikeluarkan pemerintah akan dapat dihemat dan dipergunakan untuk kepentingan
umum lainnya. Di samping itu, wilayah tersebut akan dapat dikembalikan menjadi
daerah produktif dan masyarakat akan dapat kembali memanfaatkan lahan tersebut.

16

BAS IV METODOLOGI

Metodologi penelitian ini mencakup dua aspek besar, yakni kerangka pemikiran dan
metode pengumpulan data. Dalam kerangka pemikiran akan diberikan konsep
teoritis yang akan dipakai untuk mencapai tujuan penelitian, sedangkan pada
metode pengumpulan data akan diuraikan cara untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam penerapan konsep teoritis tersebut.
4.1. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, fokus penelitian ditujukan untuk mengetahui aspek apa saja
yang berperan dalam menjaga kontinyuitas semburan sehingga dapat dicarikan
solusi alternatif untuk menghentikan semburan tersebut. Seperti telah disinggung
pada Bab pendahuluan bahwa fraksi terbesar dari lumpur yang keluar dari perut
bumi tersebut adalah air, yakni mencapai 70%. Oleh karena itu, secara teoritis dapat
dikatakan bahwa semburan lumpur tersebut tidak akan dapat berlangsung secara
kontinyu bila sumber air yang memasok air ke danau lumpur tersebut tidak ada.
Secara geografis, wilayah danau lumpur tersebut terletak di sebelah barat Selat
Madura

dan

Gunung

di

timur

laut

Penanggungan

(Gam bar 4.1 ). Selat Madura

dan gunung api merupakan


sumber

air

yang

mungkin

memasok

wilayah

danau

paling
air

ke

lumpur,

mengingat kuantitas air yang


sudah

dimuntahkan

ke

permukaan bumi begitu besar


sehingga tidak mungkin bila
Gam bar 4. 1. Citra daerah Jawa nmur yang memperlihatkan
lokasi danau lumpur yang berada di sebelah timur
laut Gunung Penanggungan. Diambil dari Google
Earth pad a 16 Juli 2010.

hanya dipasok dari wilayah


sekitar danau yang datar dan
sudah tidak hijau lagi.

17

Dari kedua kemungkinan tersebut, maka kemungkinan Selat Madura sebagai


sumber air pemasok untuk semburan lumpur dapat diabaikan karena hasil penelitian
Mazzini dkk. (2007) di atas menyimpulkan bahwa air yang membentuk lumpur
Sidoarjo tersebut tidak memiliki isotop yang sama dengan air laut. Dengan demikian,
maka alternatif air laut di Selat Madura sebagai sumber air untuk semburan lumpur
tersebut terbukti tidak mendukung. Namun demikian, untuk memastikan bahwa tidak
terdapat aliran air bawah permukaan yang menuju ke danau lumpur dari Selat
Madura, pengukuran geofisika dengan metoda gravity dan AMT tetap dilakukan di
sebelah timur danau untuk melengkapi pengukuran yang dilakukan di sebelah timur
laut Gunung Penanggungan. Gambar 4.1. di atas menunjukkan bahwa danau
lumpur tersebut berada di sebelah timur laut Gunung Penanggungan, sehingga bila
sumber air tersebut berasal dari wilayah gunung ini maka daerah pengukuran
geofisika tersebut merupakan jalan terpendek bagi aliran air menuju kawasan danau
lumpur.

Metode Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam mengungkap geologi bawah
permukaan wilayah sekitar daerah semburan lumpur Sidoarjo, maka pengukuran
dilakukan

dengan

mengombinasikan

tiga

metoda

geofisika

yang

memiliki

keunggulan masing-masing, sehingga hasil yang diperoleh dapat diharapkan


memberikan informasi yang valid, akurat dan jelas. Metoda geofisika dimaksud
adalah metoda Gayaberat. Magnetotelluric (MT) dan Audio Magnetotelluric (AMT).

4.2.1. Metode Gayaberat

Gayaberat adalah merupakan salah satu metode geofisika yang sering digunakan
dalam kegiatan eksplorasi , mulai dari hidrokarbon, panasbumi, mineral, airtanah
sampai kepada studi struktur kerak bumi. Prinsip metode ini berdasarkan kepada
anomali gayaberat yang muncul karena adanya keanekaragaman kerapatan batuan
(rock density inhomogeneity) di bawah permukaan. Keanekaragaman kerapatan

batuan tersebut boleh jadi mencirikan adanya suatu struktur geologi atau batas
lapisan, serta bahan-bahan penyusun lapisan tersebut, termasuk kehadiran fluida di
dalamnya. Kerapatan batuan yang belum terkompaksi akan lebih kecil nilainya
dibandingkan dengan batuan yang terkompaksi dengan baik (well compacted).

18

Dengan kata lain, anomali gayaberat batuan sedimen tebal yang tidak terkompaksi
akan lebih kecil daripada batuan sedimen tipis yang kompak. Perbedaan nilai
kerapatan tersebut berkisar antara 0.3 sampai 0.7 g/cm 3 .
Pengukuran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan:
a. Pengukuran data

gayaberat dengan membuat lintasan terpilih yang berarah

utara-selatan dan barat timur daerah penelitian, dengan jarak antar stasiun titik
pengamatan kira-kira 1000 meter. Perkiraan jumlah titik ukur gayaberat sekitar
15 titik ukur/hari.
b. Pengukuran koordinat dan ketinggian dengan memakai alat GPS dan Altimeter
disetiap stasiun titik ukur gayaberat.

4.2.2.

Audio Magnetotelluric (AMT) dan Magnetotellurik

Metoda AMT dan MT adalah metoda sounding elektromagnetik (EM) untuk


mengetahui struktur tahanan jenis bawah permukaan dengan cara melakukan
pengukuran pasif komponen medan listrik (E) dan medan magnet (H) alam yang
berubah terhadap waktu . Medan EM mempunyai kawasan frekuensi dengan rentang
band frekuensi panjang yang mampu untuk investigasi dari kedalaman beberapa
puluh meter hingga ribuan meter di bawah muka bumi. Makin rendah frekuensi yang
dipilih makin dalam jangkauan penetrasi. Sumber energi gelombang EM yang
digunakan dalam pengukuran AMT adalah sumber dari alam dengan frekuensi yang
diambil berada pada frekuensi aud io (30.000 - 1Hz), yang diperhitungkan dapat
menembus ked aIaman <1 000 meter. Sedangkan sumber energi gelombang EM
yang digunakan dalam pengukuran MT pada prinsipnya sama, hanya perbedaan
frekuensi yang digunakan pad a frekuensi audio antara ( 0,001 - 1OKHz) yang
diperhitungkan dapat menembus kedalaman > 6000 meter lebih.Pengukuran data
AMT dan MT dilakukan dengan jarak antar titik ukur 1000 meter yang dibuat dalam
lintasan terpilih . Perkiraan jumlah titik ukur AMT dan MT masing-masing sekitar 1
titik ukur/hari.

4.3. Teknik Pelaksanaan Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini adalah survey lapangan,
analisis di laboratorium dan studio. Survey lapangan berupa pengukuran geofisika
dengan metoda gayaberat, AMT dan MT. Sedangkan pekerjaan studio di lakukan

19

berupa pengolahan data, pembuatan peta kontur anomali Bouguer, peta anomali
sisa orde 1, 2 dan 3, model penampang 2-D bawah permukaan, model dekonvolusi
kedalam struktur gayaberat, model tahanan jenis AMT/MT 2-D. Studi pemetaan
bawah permukaan dan model bawah permukaan dimaksudkan untuk memperoleh
data berupa penampang geologi yang menggambarkan struktur bawah permukaan
wilayah penelitian . Kriteria dan lokasi penelitian adalah untuk mendapatkan
gambaran yang dibutuhkan agar tercapai sasaran, maka dicari lokasi penelitian yang
tepat sasaran. Lokasi pengambilan data dipilih pada lintasan yang berhadapan
dengan arah lokasi semburan lumpur agar data yang diperoleh memiliki validitas
yang layak (Gam bar 4.2.).
Secara garis besar kegiatan yang akan dilakukan, dibuat dalam bentuk tabel
kegiatan di bawah ini:
No

Kegiatan

Mengumpulkan bahan

Bahan/Peralatan

Literatur dan Komputer

literatur dan Membuat

Luaran

Rencana desain
pengukuran di lapangan

Desain Riset
2

Persiapan lapangan

Gravimeter LaCoste&

Data Pengukuran :

dan Pengukuran data

Romberg tipe G-804,

gayaberat, posisi, ketingg

lapangan Daerah

GPS Garmin , Altimeter

ian data AMT dan MT

Porong sekitarnya

Paulin,Kompas geologi:
MTU-5A Phenix, 2 unit
lengkap dengan
peralatan asesorisnya

Studio/pengolahan

Data mentah lapangan

- Peta Anomali Bouguer

data: koreksi Anomali

hasil pengukuran,

- Peta hasil interpretasi

Bouguer, pemetaan

Komputer dan perangkat

dan pembuatan model

lunak yang berlisensi

permukaan

Sintesa data dan

Hasil dari pekerjaan

Laporan akhir dan

penulisan laporan

Studio

Rekomendasi

geologi bawah

2D

20

j
\

Gambar 4. 2. Peta yang menunjukkan lokasi-lokasi lintasan pengukuran dengan metoda


Gravity, AMT dan MT di wilayah yang berhadapan dengan danau lumpur.

21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan disajikan hasil kegiatan lapangan berupa pengukuran topografi,
pengukuran dengan metode gayaberat atau gravity, AMT dan MT serta analisis dan
interpretasi terhadap semua data tersebut. Berdasarkan semua analisis dan
pembahasan pada bab ini, maka akan dapat ditarik kesimpulan pada bab
selanjutnya.

5.1. Pengukuran Topografi

Pengukuran topografi diwakili oleh pengumpulan data ketinggian dan koordinat


posisi dimana titik ukur gayaberat dilakukan. Pengukuran ketinggian dilakukan
dengan menggunakan altimeter merek Pauline dan Alfin, sedangkan pengukuran
posisi menggunakan GPS merek Garmin V. Variasi hasil pengukuran alat altimeter
ini sangat rentan terhadap perubahan suhu dan kelembapan udara artinya data
ketinggian hasil pengukuran altimeter disetiap titik ukur bukanlah hasil sebenarnya
sehingga data yang diperoleh dari pengukuran masih harus dikoreksi terhadap
perubahan suhu dan kelembapan udara tersebut.

5.2. Data Gayaberat

Penyajian dan pembahasan data gayaberat dibagi menjadi empat bagian, yakni
Anomali Bouguer, Anomali Sisa, Model 20 Anomali Bouguer Gaya Berat dan
Dekonvolusi Anomali Bouguer.

5.2.1. Anomali Bouguer


Pengukuran gayaberat telah dilakukan di daerah Porong Sidoarjo dan telah
merekam data sebanyak 161 titik ukur dengan interval jarak antara dua titik ukur
kira-kira 1km. Setelah terlebih dahulu dilakukan koreksi-koreksi terhadap data
tersebut maka disajikan dalam bentuk tabel (label 5.1.) dan peta kontur anomali
Bouguer (Gambar 5.1.).

22

Tabel5. 1. Tabel koordinat dan hasil pengukuran gayaberat dari 161 titik lokasi di
wilayah Porong, Sidoarjo.
Station

Latitude

Longitude

Height

L001
L002
L003
L004
LOOS
L006
L007
L008
L009
LOlO
LOll
L012
L013
L014
L015
L016
L017
L018
L019
L020
L021
L022
L023
L024
L025
L026
L027
L028
L029
L030
L031
L032
L033
L034
L035
L036
L037
L038
L039
L040
L041
L042
L043
L044
L045
L046
L047
L048
L049
L050
L051
L052
L053
L054

7.586139
7.581694
7.577639
7.572722
7.568667
7.566139
7.521139
7.523944
7.525778
7.528417
7.530444
7.531944
7.535167
7.545722
7.554139
7.558444
7.562611
7.564333
7.566278
7.570444
7.572389
7.577167
7.581250
7.583500
7.585889
7.587444
7.589250
7.574389
7.573667
7.572167
7.575333
7.575583
7.570028
7.562917
7.554722
7.559417
7.552722
7.551722
7.549389
7.548778
7.546333
7.546111
7.545944
7.545944
7.546389
7.559583
7.543361
7.544417
7.542833
7.541528
7.540056
7.537111
7.535222
7.532722

112.660667
112.662389
112.664583
112.665333
112.666222
112.656556
112.567917
112.576750
112.586028
112.595278
112.604500
112.613667
112.623083
112.620778
112.622639
112.630833
112.640889
112.648667
112.675361
112.680111
112.689250
112.696750
112.706389
112.714389
112.724000
112.731417
112.739889
112.728444
112.738361
112.746639
112.754472
112.763750
112.769250
112.774500
112.778111
112.761333
112.756222
112.745361
112.736222
112.725861
112.718889
112.7137778
112.709028
112.704306
112.699556
112.674278
112.696250
112.690083
112.679083
112.674361
112.669750
112.665722
112.656583
112.647917

(m)
130.0
112.5
75 .0
37.5
12.5
14.5
37.5
36.5
37.0
36.5
36.5
37.5
38.5
29.5
26.3
25.4
14.5
12.6
11.5
12.5
10.5
7.5
6.2
5.8
5.4
5.3
6.1
5.5
4.5
4.3
3.6
3.0
2.5
1.5
1.2
1.4
1.5
2.2
2.6
2.3
2.1
1.8
1.6
1.5
2.8
3.5
3.3
3.5
3.8
3.9
4.1
4.0
4 .2
4.7

BA
(mGal
)

Station

Latitude

Longitude

Height

BA

L082
L083
L084
LOSS
L086
L087
L088
L089
L090
L091
L092
L093
L094
L095
L096
L097
L098
L099
L100
L101
L102
L103
L104
L105
L106
L107
L108
L109
L110
L111
L112
L113
L114
L115
L116
L117
L118
L119
L120
L121
L122
L123
L124
L125
L126
L127
L128
L129
L130
L131
L132
L133
Ll34
L135

7.492528
7.494389
7.496472
7.497806
7.501444
7.551528
7.504083
7.505667
7.510306
7.508361
7.516972
7.520722
7.530333
7.553611
7.540306
7.538833
7.533111
7.524417
7.517611
7.515833
7.510611
7.514306
7.517306
7.517722
7.515833
7.507139
7.501694
7.510278
7.535111
7.535278
7.510056
7.504194
7.495306
7.490028
7.487722
7.486389
7.517278
7.523528
7.542889
7.544611
7.546528
7.556389
7.549472
7.544028
7.540833
7.536583
7.527694
7.523083
7.515361
7.510306
7.501417
7.494556
7.492583
7.489278

112.665944
112.675667
112.684472
112.696472
112.705778
112.679639
112.714611
112.723556
112.731333
112.743389
112.746083
112.737861
112.734722
112.681250
112.684028
112.723806
112.721444
112.724611
112.728694
112.720389
112.712889
112.704778
112.698972
112.689944
112.681167
112.675972
112.657167
112.664139
112.684278
112.695333
112.696000
112.690667
112.650639
112.642806
112.633194
112.625306
112.616972
112.624028
112.656389
112.665750
112.673722
112.664500
112.657806
112.650306
112.639972
112.632889
112.623444
112.615250
112.608194
112.600722
112.599250
112.593306
112.584361
112.574972

(m)
4.3
4.3
4.2
4.0
4.0
3.5
3.1
3.0
2.5
2.9
1.5
1.2
1.3
2.5
2.8
1.4
1.5
1.6
1.7
1.5
1.8
1.6
1.5
1.5
1.5
1.7
2.2
1.6
1.5
1.7
2.0
2.3
2.5
2.8
2.8
2.9
3.2
3.5
2.8
2.8
2.9
3.5
3.5
3.6
3.5
3.6
3.7
3.7
3.8
3.7
3.6
3.3
3.2
3.4

(mGal)

6.07
5.11
1.56
2.53
3.67
5.45
-7.25
-6.72
-5.94
-7.20
-7.25
-6.34
-4.76
-1.05
1.39
1.97
2.38
4.02
-3.11
-4.02
-8.77
-12.40
-17.03
-19.25
-20.91
-21.31
-22.92
-21.18
-23.60
-24.78
-25.92
-27.19
-28.98
-30.33
-31.58
-28.52
-28.67
-26.95
-25 .71
-23.41
-22.77
-22.18
-21.33
-20.72
-19.26
-0.79
-19 .00
-17 .15
-14.31
-12.40
-11.41
-11.65
-10.99
-13.41

-24.82
-24.72
-24.75
-25.29
-25.74
-10.44
-26.74
-27.92
-27.74
-31.07
-30.93
-29.13
-27.36
-11.17
-17.20
-24.55
-24.52
-26.12
-27.76
-26.23
-25.55
-24.50
-23.73
-22.72
-22.33
-23.93
-23.94
-22.76
-18.84
-20.26
-24.52
-24.96
-24.72
-25.66
-25.45
-25.48
-18.29
-16.19
-7.67
-7.93
-10.08
-1.71
-4.07
-7.30
-9.87
-11.73
-14.64
-15.74
-18.07
-18.44
-20.99
-22.18
-22.04
-23.54

23

LOSS
LOS6
LOS7
LOSS
LOS9
LOGO
L061
L062
L063
L064
LOGS
L066
L067
L068
L069
L070
L071
L072
L073
L074
L07S
L076
L077
L078
L079
L080
L081

7.S29SOO
7.S2S444
7.S17222
7.S09639
7.S03889
7.498333
7.490444
7.487694
7.482SS6
7.477111
7.S24306
7.52S333
7.S27S28
7.S22SOO
7.S18361
7.S140S6
7.511944
7.503667
7.498278
7.49S472
7.48S667
7.477667
7.470SS6
7.473472
7.479028
7.483SOO
7.491000

112.639444
112.631639
112.626889
112.622417
112.614806
112.607889
112.603472
112.594S28
112.58S806
112.569944
112.696917
112.686778
112.674S28
112.666333
112.6S6694
112.648S83
112.639S28
112.63S833
112.628SS6
112.6202SO
112.617S28
112.61SS28
112.623667
112.631944
112.642917
112.6S0889
112.6S6611

4.9
S.1
S.3
S.4

s.s
S.8
6.2
6.3
6.S
6.7
2.3
2.7
3.1
3.2
3.1
3.2
4.0
4.2
4.4
4.6
4.9

s.o
s.o
4.9
4.7
4.S
4.4

-1S .14
-1S.88
-17.92
-20.00
-20.84
-20.91
-23.72
-23.69
-24.66
-24.75
-2l.S2
-21.06
-18.6S
-18.92
-20.11
-20.71
-20.48
-21.74
-22.91
-23.14
-2S.19
-26.37
-27.3S
-27.22
-26.87
-26.46
-2S .02

L136
L137
L138
L139
L140
L141
L142
L143
L144
L145
L146
L147
L148
L149
LlSO
L1S1
L1S2
L1S3
L1S4
LlSS
L1S6
L1S7
L1S8
L1S9
L160
L161

7.4827SO
7.503972
7.512861
7.513222
7.50S306
7.513SS6
7.S06472
7.5210S6
7.521472
7.S17694
7.S49639
7.S40833
7.SS4222
7.SS7194
7.5S1833
7.SS9111
7.56S278
7.S69722
7.S74222
7.564778
7.56S306
7.564667
7.5S6333
7.564167
7.SS80S6
7.5S7SOO

112.569472
112.570S83
112.569SS6
112.S77389
112.583S28
112.S87667
112.S91861
112.601S28
112.S92S28
112.S7S194
112.634417
112.631972
112.646111
112.6S3917
112.699SOO
112.694611
112.701028
112.708444
112.716194
112.737944
112.7SS639
112.728417
112.726306
112.718889
112.717S28
112.740694

3.2
2.6
2.9
3.0
2.8
2.8
2.9
3.4
3.6
4.4
4.2
4.1
4.0
3.8
3.0
2.2
2.5
2.8
3.0
3.4
3.S
3.8
3.9
4.0
4.0
3.7

-24.61
-18.S2
-1S.78
-16.32
-18.S2
-16.24
-18.66
-16.12
-14.70
-14.54
-4.39
-9.6S
-1.9S
0.13
-17.39
-14.73
-1S.69
-17.14
-19.07
-24.39
-26.62
-22.18
-22.62
-20.44
-20.S4
-2S.18

Peta kontur anomali Bouguer tersebut secara kualitatif menunjukkan atau


dapat diinterpretasikan adanya dua pola anomali di wilayah tersebut yaitu, pola
pertama yang diwakili oleh anomali dengan nilai anomali berkisar antara +4 sampai-

16 mGal yang menempati daerah Baratdaya (SW), di sekitar daerah Watukosek di


kaki gunung Penanggungan. Anomali ini ditafsirkan sebagai tinggian anomali
gayaberat isostasi sedang. Sementara itu, pola kedua, merupakan anomali yang
diwakili oleh nilai anomali -20 sampai -36 dan menempati wilayah sebelah Timurlaut
(NE) di sebelah Timur komplek Porong Lapindo. Anomali ini ditafsirkan sebagai
anomali gayaberat isostasi rendah, yang diperkirakan sebagai endapan sedimen
Tersier dan Kuarter yang cukup tebal. Kedua pola ini menunjukkan adanya
perbedaan kedalaman batuan dasar (basement) antara bagian Baratdaya (SW)
dengan Timurlaut (NE) daerah penelitian. Lebih dari itu, kontrol struktur geologi
diduga sangat kuat mempengaruhi distribusi anomali gayaberat di daerah penelitian.

24

-7.5

_,
3
-5

-752

-7

.g

"
-t3
-t5

-754

112.58

1126

112.62

11284

112.66

112.68

112.7

112.72

11274

112.76

Gambar 5. 1. Peta kontur Anomali Bouguer daerah Porong, Sidoarjo Jawa Timur berikut titiktitik ukur gayaberat, inteNal kontur adalah 2 mGal, Lingkaran Putih Posisi
Semburan Lumpur dari Sumur Bor Lapindo, garis merah putus-putus adalah
lintasan pengukuran MT.

5.2.2.

Anomali Sisa

Anomali sisa gayaberat diperoleh dengan cara memisahkan pengaruh anomali lokal
dari pengaruh anomali regionaL Pada umumnya, solusi yang dihasilkan akan
tergantung pada kualitas informasi tambahan dalam mendekatkan sumber anomali
lokal yang benar-benar mewakili obyek batuan penyebab anomali. Dari hasil studi
pemisahan anomali sisa, diperoleh gambaran anomali sisa orde-satu (Gambar 5.2.),
orde-dua (Gambar 5.3.), dan orde-tiga (Gambar 5.4.) yang lebih representatif dan
diharapkan dapat mencerminkan konfigurasi geologi bawah permukaan daerah
penelitian. Namun perlu dicatat, pengujian statistik bukan merupakan metoda yang
tepat untuk memilih orde sisa mana yang paling representatif di suatu daerah. Hal ini
disebabkan masalahnya bukan estimasi statistik tetapi lebih pada masalah
pemisahan efek regional dengan lokal.

25

iii

(!)


!:?

;;;

~
....

;;;
0

~
...
;:;;

...;;;~
~

;;;
"'

..~
;;;

;;;

;;;

614000

67$000

Gambar 5. 2. Peta anomali sisa orde-satu yang memperlihatkan kemiripan dengan peta
anomali Bouguer.

Membandingkan anomali Bouguer dengan anomali sisa, maka terlihat bahwa


peta anomali Bouguer sangat mirip dengan peta anomali sisa orde 1. Sementara itu,
pada anomali sisa orde-dua sampai orde-tiga terlihat bahwa anomali positif relatif
lebih tersebar disertai munculnya lembah anomali negatif baik di sisi utara maupun
di sisi selatan. Oleh karena itu dapat ditafsirkan bahwa batuan dasar sangat
berpengaruh

dalam membentuk pola anomali Bouguer tersebut diatas. Kuatnya

pengaruh tersebut mencerminkan bahwa batuan penutup batuan dasar relatif tipis
atau batuan dasar sangat dalam.
Berdasarkan pola penyebaran maupun bentuk dari anomali yang diperoleh,
dapat ditafsirkan beberapa kelurusan yang diperkirakan sebagai garis patahan dan
umumnya diinterpretasikan sebagai sesar geser (Gambar 5.2., 5.3. dan 5.4.). Arah
pergerakan ditafsirkan dari bentuk ketidak lurusan pola anomali. Minimal Ada 2 buah
kelurusan yang teridentifikasi dengan pergeseran berarah relatif baratlaut-tenggara.
Beberapa tonjolan-tonjolan anomali positif membentuk kontur melingkar ditengahtengah lokasi penelitian yang letaknya hampir sejajar dari barat ke timur membentuk
punggungan.

26

~...

;;;

;:

;;;

I
;;;

80
r;;
;;;

::l
;;;

en

i!en
674000

676000

678000

680000

682000

Gambar 5. 3. Peta anomali sisa orde-dua daerah Porong, Sidoarjo.

~~

"'

~...

;;

I"'
.."'~

...;;;-~

;;;

.."'~

674000

676000

694000

696000

Gambar 5. 4. Peta anomali sisa orde-tiga daerah Porong, Sidoarjo.

27

5.2.3. Model 2-D Anomali Bouguer Gayaberat

Pemodelan gayaberat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ARKaim


yang ada di bidang pengolahan data Pusat Penelitian Geoteknologi- LIPI Bandung.
Hasil pemodelan gayaberat didasarkan pada satu lintasan terpilih berarah utara
selatan yang memotong pola umum struktur Cekungan Jawa Timur Utara (CJTU).
Model ini dibuat berimpit dengan model penampang tahanan jenis magnetotellurik
(MT). Hal ini dilakukan untuk mempertegas keberadaan struktur yang diharapkan,
dengan menerapkan metode yang berbeda. Langkah awal pemodelan adalah
dengan mencoba berbagai kemungkinan model yang sudah ada (ARK, 1994) .
Kemudian dilanjutkan dengan mengadaptasi model geologi bawah permukaan yang
dikembangkan. Untuk menghindari ambiguitas dalam pemodelan ini digunakan data
sekunder lain sebagai acuan tambahan, sehingga dengan demikian model yang
dihasilkan diharapkan benar-benar mencerminkan konsep geologi daerah penelitian.
Model lintasan

ini (Gambar 5.5.) dimulai dari Porong, sebelah utara wilayah

penelitian, menerus ke selatan sampai daerah Desa Watukosek dengan panjang


lintasan sekitar 10km.
10

"'
~

2
2

-6

>-

-1 0

-..

>
"'

C)

.c:

a.

10

11

12

13

14

Dlstance(Km)

Gambar 5. 5. Model 2-D Anomali Bouguer daerah Porong, Sldoarjo.

Lintasan ini memotong pola struktur yang umumnya berarah barat timur. Hasil
pemodelan menunjukkan penampang gayaberat terdiri atas 3 lapisan. Lapisan
pertama dengan nilai kerapatan batuan 2.10 gr/cm 3 , diinterpretasikan sebagai

28

Penanggungan kearah sebelah timurlaut Porong. Beberapa struktur lainnya yang


memiliki arah dan pola yang sama juga terdapat di tengah dan di sebelah barat
daerah penelitian dengan kedalaman serta panjang struktur yang bervariasi
(Gam bar 5.6.). Sesar-sesar tersebut tampak jelas dari kelurusan titik-titik kedalaman
yang dibuat dari solusi dekonvolusi Euler.

..

'

~1ft

...

..

'

..'
\'

. ,. . .

:(."
'}
. . ? /
~

.....

r ..
,_.,

:.

. .. .

..... ~ :.' ~ t;-7f, ........


:-

~
1ft

., '/

f ,

~1ft

:.~

..

''

::-..

~,

..

::

!.

..

. .

...
,.
..... .. ..,.

"it\

'\

./

"'
;;

. .

..

Ket~M

00 b::. 02Km
02C007t<m
e 0.7 to l .OKm
tO r.o 1 $Ktn
1.5 110 3.0 Ktn

"'
1ft
676000

676000

680000

682000

684000

~:

, ' .::

~
...

674000

...-

...., tt...t.

...:.:::;it:,.

.~:

:~ . ...,.~ ~ . ~- ~~_.r~ .
..
.. ...
~:: :. /

....
.....
. ...

1ft

80

"~\:~-

1il

)' ..

~-~
/

0
0

...... .
...

: .:~:,.

686000

688000

690000

692000

890000

696000

Gambar 5. 6. Peta dekonvolusi daerah Porong, Sidoarjo yang menunjukkan sejumlah kelurusan
struktur yang berarah NE-SW yang salah satunya menerus dari kaki Gunung
Penanggungan ke arah danau lumpur.

5.3.

Data Magnetotellurik

Pengukuran data magnetotellurik (MT) menghasilkan sebanyak 9 titik ukur yang


dibuat berbentuk penampang tahanan jenis MT, dengan interval antar titik ukur kirakira 1km . Lintasan ini dibuat pada arah dari baratdaya ke timurlaut, atau sepanjang
penampang dari Desa Watukosek di kaki Gunung Penanggungan sampai dengan
daerah Porong (Gambar 5.7.). Hasil dari studi model ini menghasilkan beberapa
lapisan kelompok tahanan jenis yaitu pertama (warna biru) kelompok tahanan jenis
1- 80 Ohm-m, kedua (warna putih) kelompok tahanan jenis 80-200 Ohm-m, ketiga
(warna merah muda) kelompok tahanan jenis 200-5000 Ohm-m dan keempat (warna
merah tua) kelompok tahanan jenis

5000-10000 Ohm-m. Lapisan pertama


30

menempati wilayah mulai dari titik ukur MT-4 sampai dengan MT-9. Pada titik ukur
MT-3 lapisan ini muncul mulai dari permukaan dengan kisaran ketebalan 0-500
meter hingga pada titik MT-5. Dari titik MT-5, lapisan ini kembali agak menipis
dengan kisaran ketebalan 0-100 meter pada titik MT-7 kemudian agak menebal
kembali, mulai dari 0 - 400 meter pada titik MT-8. Dari titik MT-8 ke arah titik MT-9,
lapisan ini kembali agak menipis dengan ketebalan mulai dari 0 - 200 meter.

MODEL TAHANAN JENIS MAGNETOTELURIK

Lintasan Porong, Sidoarjo


Selalan

Utar~

Gambar 5. 7. Distribusi batuan berdasarkan tahanan jenis dan penafsiran struktur berdasarkan
penampang model 2-D tahanan jenis MT daerah Porong, Sidoarjo.

Lapisan kedua tersebar mulai dari titik ukur MT-2 sampai dengan titik ukur
MT-9. Pada umumnya ketebalan lapisan ini hampir homogen di bawah lapisan
pertama serta menunjukkan pola yang menerus sampai titik ukur MT-9. Tebal
lapisan kedua ini diperkirakan rata-rata 200 meter. Lapisan ketiga terdistribusi mulai
dari titik ukur MT-1 sampai dengan MT-9. Pada titik ukur MT-1 dan 2 lapisan ini
tampak muncul di dekat permukaan, kemudian menerus dibawah lapisan pertama
dan kedua sampai titik ukur MT-9. Antara titik ukur MT-2 dan MT-3, pada lapisan ini
dijumpai zona tahanan jenis yang melemah yang menerus mulai dari kedalaman 250
meter sampai kedalaman 1500 meter lebih. Kemudian, mulai dari titik MT-4 sampai
dengan titik MT-9 diperkirakan rata-rata ketebalan lapisan batuan ini adalah 300
meter dengan kedalaman bervariasi mulai dari 600 meter pada titik MT-4 sampai
1200 meter pad a MT-5 dan pad a titik MT-7 kembali lebih dangkal sampai kedalaman
31

400 meter dari permukaan . Pola ini mengalami perulangan yang sama sampai titik
MT-9 mengikuti pola lapisan di atasnya . Lapisan keempat dijumpai pada titk MT-1
mulai kedalaman 400 meter dari permukaan sampai kedalaman lebih dari 1500
meter. Kemudian, pada titik MT-4 lapisan ini terdapat mulai pada kedalaman 1000
meter dari permukaan menerus naik sampai kedalaman 600 meter pada titik MT-7
dan terus mengalami perulangan mengikuti lapisan di atasnya sampai titik MT-9.
Pola tahanan jenis yang melemah ini mengindikasikan bahwa zona tersebut
adalah zona yang telah berkurang kekompakan batuannya dan ini dapat diakibatkan
oleh gerakan atau deformasi yang terjadi disebabkan adanya struktur patahan.
Patahan ini sepertinya merupakan ujung selatan struktur patahan yang teridentifikasi
pada metode dekonvolusi, di kaki Gunung Penanggungan (lihat Gambar 5.6.) .

32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis dari semua data yang sudah dikumpulkan di
lapangan dan pemodelan yang dilakukan dengan simulasi komputer maka dapat
disimpulkan:
a)

Terdapat tiga pola kelurusan struktur yang berarah NE-SW di wilayah Porong,
Sidoarjo, yang salah satunya membentang dari daerah desa Watukosek di kaki
Gunung Penanggungan ke arah danau lumpur di Sidoarjo (Gambar 5.6.).
Kelurusan struktur ini yang ditafsirkan sebagai zona patahan dengan
kedalaman antara 0.2 hingga 0. 7km di daerah desa Watukosek dan semakin
dalam di daerah danau lumpur (1.5 hingga 3 km), merupakan zona permeable
yang dapat berperan sebagai saluran air bawah permukaan (subsurface water
channe~.

Saluran inilah yang diinterpretasikan sebagai jalan pasokan air ke

danau lumpur sehingga semburan lumpur terus berlangsung hingga saat ini.
b)

Walaupun data pada peta dekonvolusi menunjukkan kedalaman struktur


patahan yang lebih dangkal (antara 0.2 hingga 0.7km), namun besar
kemungkinan struktur ini menerus hingga kedalaman yang lebih dalam, seperti
yang terlihat pada penampang tahanan jenis 2-D MT (Gambar 5.7). Hal ini
berarti bahwa saluran pasokan air dari daerah Watukosek ke lokasi danau
lumpur dapat berlangsung dari kedalaman 200 meter hingga 1500 meter.

6.2.

Saran

Dalam upaya untuk menghentikan semburan lumpur panas Sidoarjo yang masih
terus berlangsung, maka berdasarkan hasil penelitian ini masih perlu dilakukan
sejumlah aktifitas untuk menindaklanjuti temuan dalam penelitian ini, yakni:
a)

Melakukan sosialisasi dan diskusi dengan

pihak yang terkait dengan

penanganan semburan lumpur Sidoarjo, seperti Kementerian Pekerjaan Umum


atau Tim Nasional Penanganan Lumpur Sidoarjo. Sosialisasi dan diskusi ini
perlu dilakukan untuk mencari pemahaman yang sama dalam interpretasi hasil
pengukuran gayaberat dan MT yang sudah dilakukan dalam penelitian ini.
33

b)

Menyarankan kepada pemangku kepentingan terkait, seperti Kementerian PU


untuk membuktikan keberadaan struktur patahan yang membentang dari
daerah Watukosek ke danau lumpur, yang diinterpretasikan sebagai saluran air
bawah permukaan yang memasok air ke danau lumpur sehingga semburan
lumpur terus berlangsung.

c)

Menyarankan untuk menemukan teknologi yang tepat dan efisien untuk


mengubah zona permeable pada struktur patahan tersebut menjadi zona
impermeable,

sehingga aliran air dalam zona patahan tersebut dapat

terhambat secara signifikan. Dengan demikian semburan lumpur akan dapat


berhenti dengan sendirinya.

34

DAFTAR PUSTAKA

62,5%

Kerugian

akibat

Lumpur

Lapindo

Diderita

masyarakat

pad a

http://www.primaironline.com/berita/sosial/62-5-kerugian-akibat-lumpurlapindo-d iderita-masyarakat
Kamtono dkk., 2005, Penelitian geologi dan geofisika daerah Bojonegoro-Tuban

Cekungan

Jawa

Timur

Utara

(CJTU),

Laporan

Penelitian,

Puslit

Geoteknologi LIPI, Bandung.

Kerugian Lumpur Lapindo Sangat Besar, diunduh pad a tanggal 8 Juni 2010 pad a
alamat:
http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/20 10/05/31/1 06282/
Kerugian-Luapan-Lumpur-Lapindo-Sangat-Besar.

Kronologi Bencana Lumpur Lapindo, diunduh pad a tanggal 5 November 2010 pad a
ala mat:
http:/lwww. med iai ndonesia. com/read/20 10/07127 /158098/89/14/KronologiBencana-Lumpur-Lapindo
Kusumastuti, A. , P. Van Rensbergen and J. K. Warren, Seismic Sequence Analysis

and Reservoir Potential of Drowned Miocene Carbonate Platforms in the


Madura Strait, East Java, Indonesia, AAPG Bull, vol 86/2, p. 220, 2002.
Mazzini, A., Svensen, H., Akhmanov, G.G., Aloisi, G., Planke, S., Malthe-Sorenssen,
A. and lstadi,B., 2007, Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud

volcano, Indonesia, Earth and Planetary Science Letters, vol. 261, Issues
3-4, p. 375-388 .
Muhammad Adib Hasan, Pemodelan Model Zona Subduksi dan Struktur Bawah

Permukaan

Jawa

Timur

Berdasarkan

Kajian

Anomali

Gravitasi,

http://eprints.undip.ac. id/2663/1 I

Penyebab Semburan Lumpur Sidoarjo, diunduh pada tanggal 14 April 2010 dari
alamat:

http://miningundana07.wordpress.com/2009/1 0/08/penyebab-

semburan-lumpur-sidoarjo/

Pringgoprawiro, H., Biostratigrafi dan paleogeografi cekungan Jawa Timur Utara,

suatu pendekatan baru, Disertasi, ITB, 1983


Pringgoprawiro,

H.,

Revisi

Paleogeografinya,

Stratigrafi

Cekungan

Disertasi,

Jawa

Timur

ITB,

Utara

dan
2008,
35

http:l/digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdlharsonopri-28536
Santosa dan T. Suwarti, Geologi Lembar Malang, Jawa, Pusat Penelitian dan
Pengembang Geologi, Bandung 1992
Satyana, A.H. dan Paju, J.A., 2010, Optimalisasi sumber daya migas cekungan
Jawa

Timur,

Blog

lAG I,

http://geologi.iagi.or.id/201 0/06/29/optimalisasi-

sumberdaya-migas-cekungan-jawa-timur/
Satyana A. H. dan Satnidar, Mud Diapirs and Mud Volcanoes in Depression of Java
to Madura: Origins,

Natures and Implications to Petroleum System,

Prosiding IPA, 2008.

SEMBURAN LUMPUR PANAS LAPINDO; Baru Berhenti 31 Tahun Lagi, diunduh


pad a

12

Oktober

201 0

dari

alamat:

http://www.purbalinggakab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&
id=445&1temid=62
Telur Naga Meredam Semburan yang diunduh pada 14 April 2010 dari alamat:
http://www.gatra.com/2007 -05-21 /artikel.php?id=1 02872
Triggering and dynamic evolution of the LUSI mud volcano, Indonesia, diunduh pada
tanggal

22

Oktober

2010

pad a

alamat:

http://www.sciencedirect.com/science? ob=ArticleURL& udi=B6V614P5R6274& user=10& coverDate=09/30/2007& alid=1402253421& rdoc=1& fmt=hi


gh& orig=search& cdi=5801 & sort=r& docanchor=&view=c& ct=1 & acct=
C000050221 & version=1 & uriVersion=O& userid=1 O&md5=9827cbaf436e4f
66389573~4023d428

36

Anda mungkin juga menyukai