Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN
Survei terbaru dari National Institute of Drug Abuse (NIDA) 40% dan populasi
yang melaporkan telah menggunakan satu atau lebih zat terlarang dalam kehidupan
mereka, 15% telah menggunakan zat terlarang pada tahun sebelumnya. Prevalensi
seumur hidup dan penyalahgunaan zat sekitar 20%.1
Disamping persentasi populasi yang melaporkan menggunakan satu atau lebih zat
teriarang dalam kehidupan mereka (hampir 40%) dan biaya yang mengejutkan pada
masyarakat (Iebih 200 juta doler pertahun). Fenomena penyalahgunaan zat memiliki
banyak implikasi pada penelitian otak dan psikiatri khnis. Beberapa zat dapat dapat
mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dan dalam; seperti mood dan aktifltas
yang dapat diamati dan luar; yaitu perilaku. Zat dapat menyebabkan gangguan
neuropsikiatri yang tidak dapat diberlakan dengan gangguan psikiatn dengan penyebab
tidak diketahui (contohnya skizofrenia dan gangguan mood) dan sehingga gangguan
psikiatnk primer dan gangguan yang melibatkan penggunaan zat mungkin berhubungan1
Kanabis adalah salah satu obat yang belum pemah disetujui dan masih populer di
awal abad 21 Kanabis adalah obat terlarang yang digunakan secara luas di negara-negara
seperti : Kanada, Mexico, Costa Rica, Elsalvador, Australia dan Afrika Selatan. (NIDA
199B).2
Pada tahun 1999 penelitian kanabis di komisi White House of National Drug Control
Policy, peneliti-peneliti pada National Academy of Science menyimpulkan diantaranya
termasuk bahwa kanabinoid memiliki peran alami dalam pengaturan sakit: mengatur

pergerakan dan ingatan; otak menjadi toleransi terhadap kanabis, memiliki


kemampuan untuk ketergantungan dan gejala putus obat ringan; memiliki nilai
terapetik ringan untuk menghilangkan nyeri, mual, dan meningkatkan nafsu makan
tapi penelitian lebih lanjut diperlukan dan sebagai pengobatan yang efektif namun
efek psikologis seperti menuwnkan cemas, sedasi dan euphoria mempengaruhi
nilai terapeutik.2
TINJAUAN PUSTAKA
Hubungan antara kanabis dan manusia telah ada sedikitnya 10000 tahun. Dari
asalnya di Cina atau Asia Tengah, di zaman neoltik, penamaan kanabis telah
menyebar hampir di seluruh dunia.2 Penggunaan pertama dan tanaman ini
kemungkinan sebagai bahan nutrisi sejak zaman nolitik (setelah 6500 sebelum
masehi). Galen, Bapak pengobatan menulis pada tahun 200 sebelum Masehi bahwa
biasanya sekali-sekali memberikan kanabis pada tamunya untuk menimbulkan
kenikmatan dan kegembiraan.2
Pada abad pertengahan dokter-dokter menganjurkan tanaman kanabis sebagai obat
kanker dan untuk pengobatan jaundice dan batuk. Di Afrika dimulai pada sekitar 6
abad yang lalu, digunakan sebagai ritual sosial dan keagamaan dan sebagal
preparat obat untuk disentri, demam, asma dan bahkan pada persalinan.2
Mungkin pencetus terbesar untuk mencabut perlindungan hukum dari kanabis

ditetapkan selama awal 1930-an. Komisi Narkotika, Harry Aslinger memiliki


minat yang mendalam untuk menyokongnya dan Kantor Narkotik untuk
menjalankan hukum menentang penggunaan kanabis dengan giat.3
Selama beberapa tahun kemudian kanabis, mulai dianggap sebagai Narkotik- suatu
zat yang bertanggung jawab untuk kejahatan kekerasan dan bahaya yang besar bagi
keamanan masyarakat.3
PROFIL KANABIS
Kanabis adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis Sativa1-3 Tanaman ni
rata-rata akan tumbuh 5-12 kaki tingginya tapi bahkan sampai mencapai 20 kaki.2
selunh bagian tanaman mengandung kanabinoid psikoaktif, yaitu delta 9
tetrahidrocannabinol (THC).4 lstilah kanabis umumnya mengacu kepada pucuk
daun, bunga dan batang dan tanaman yang dipotong, dikeringkan dan dicacah dan
biasanya dibentuk menjadi rokok.4,5
Nama lain untuk tanaman kanabis adalah marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary
Jane, dan produknya hemp, hashish, charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla.
konsentrasi tertinggi dan kanabinoid psikoaktif ditemukan pada puncak bunga dar
kedua jenis tanaman jantan (male) dan betina (female).1,3-5
Kandungan THC didalam Charas dan hashEs sekitar 7-8% dalam rentang sampai
14%. Ganja dan Sinsemille berasal dari bahan kering dan ditemukan pada pucuk
tanaman betina, dimana kandungan THC rata-rata sekitar 4-5% (jarang diatas 7%).
Bhang sediaan tingkat rendah diambil dan tanaman sisa yang kering, kandungan
THC sekitar 1%A. Minyak hashish, suatu cairan pekat dan penyulingan hashish,
mengandung THC sekitar 1 5-70%.
NEUROFARMAKOLOGI
Dosis THC yang diperlulkan untuk memperoleh efek farmakologis pada manusia dar
menghisap sekitar 2-22 mg. THC larut dalam lemak dan dengan cepat di absorbsi setelah
inhalasi.4 setelah dihisap atau dicema, THC akan diubah oleh hati menjadi Iebih dan 60
zat metabolit, beberapa diantaranya juga berupa psikoaktif2
Pertama diubah ke bentuk aktif I 1-hidroxy- THC dan dibentuk tidak aktif 9-carboxyTHC. Metabolisme Iebih lanjut dihati mengubah I-thidroxy-THC enjadi beberapa
metabolt tidak aktif, termasuk I I-norcarboxy-THC yang dapat dijumpai beberapa menit
setelah penghisapan.
Efek kardiovaskular dan sistem saraf pusat (SSP) sebagai sifat yang merubah mood,
dimulai < 1 menit setelah inhalasi. Puncak efek klinik mungkin terlambat 20-30 menit dan
bertahan sedikitnya 2-3 jam4
Puncak konsentrasi THC dalam darah tercapai dengan cepat, 10 menit dengan menghisap
dan berkurang menjadi 10-15% dari jumlah awal dalam 1 jam. Waktu paruh bersihan
sekitar 30 jam secara umum dapat diterima, meskipun beberapa laporan, waktu paruhnya

sekitar 4 hari. Sehingga THC bertahan ditubuh untuk beberapa hari bahkan berminggumingu.
Efek farmakologis secara oral, pencernaan kanabis dimulai setelah 30 menit, puncaknya
mencapai 2-3 jam dan bertahan 3-6 jam Dosis oral sekitar 30 mg kanabis atau menghisap
rokok mengandung sekitar 0,5-2% THC biasanya menghasilkan intoksikasi. Kanabis
dicerna secara oral akan memerlukan sekitar 3 kah sama jundahnya dengan THC kanabis
yang dihisap untuk menghasilkan efek yang setara karena hanya 3-6% THC yang disera,4
Pada tahun 1990 Universitas John Hopkins, telah menemukan reseptor di otak yang
bereaksi dengan spesifik terhadap THC kanabis. Pada tahun 1992 penemu dari NIDA
mengumumkan penemuan anandamide, neurotransmiter alami pada reseptor. Reseptor
anandamide ditemukan di beberapa area sstem limbik termasuk pusat reward- pleasure.
Bagian otak lainnya dengan reseptor anandamide mengatur hubungan dan pengalaman
sensasi dengan emosi sama baiknya mengontrol fungsi pembelajaran koordinasi motor
dan beberape fungsi tubuh yang otomatis. Adanya reseptor Anandamide menunjukkan
bahwa ada daerah-daerah otak yang paling dipenganhi kanabis.5
.

Pengaruh Jangka Pendek Pada Fisik


Efek segera dan kanabis yang sering termasuk relaksasi fisik atau sedasi, mata
merah, batuk akibat iritasi paru-paru, meningkatkan nafsu makan dan hilangnya
kordinasi otot. Pengaruh fisik lainnya meningkatkan denyut jantung, menunnkan
tekanan darah, menurukan tekanan di
belakang bola mata (Marinol, untuk glukoma) dan mengurangi mual (pada
pengobatan kanker).2,3,5
Kanabis mengurangi kemampuan mengikuti (kemampuan untuk mengikuti objek
yang bergerak) dan menyebabkan satu fenomena jejak dimana seseorang melihat
setelah bayangan dar benda yang bergerak. Gangguan kemampuan mengikuti jejak
dan feomena jejak dan efek sedasi menyebabkan lebih sulit untuk melaksanakan
tugas yang memerlukan perkiraan jarak dan koordinasi tangan mata yang baik
seperti mengendarai mobil.2
Kanabis dapat beraksi seperti stimulan sama baiknya sebagai depresan tergantung
pada jenis dan jumlah kimia yang diserap otak, latar belakang penggunaan dan
kepribadian pengguna.2
Pengaruh Jangka Panjang
Penghisapan kanabis secara teratur mengakibatkan gejala akut dan kronis
bronkitis. Penelitian mikroskopis dan rnembran mukosa oleh Dr. Tashkin, telah
ditemukan paling banyak kensakan terjadi pada parup pan yang menghisap rokok
dan kanabis2 Penghisap kanabis dan rokok memiliki resiko tingi lebih besar untuk
menjadi kanker lidah, kanker laring dan kanker paru-paru.2

Beberapa bukti menunjukkan bahwa pengguna berat kanabis dapat menekan sistem
imun mengakibatkan pengguna tebiuh mudah mendenta demam, flu dan infeksi
virus lainnya.2,3
Kesehatan Mental dan Zat
lnterkoneksi antara kesehatan mental/emosi dan penggunaan zat adalah begitu
pervasif bahwa pemahaman ikatan ini memberi kita wawasan berharga kedalam
fungsi dan pikiran manusia pada setiap tingkatan. Alasan untuk ikatan ini adalah
neurotransmitter dipengaruhi oleh zat psikoaktif sama halnya keterlibatan pada
penyakit mental. Banyak orang dengan masalah mental tertarik pada zat psikoaktif
dalam usaha untuk mengembalikan kesetimbangan kimia otak mereka dan
mengkontrol agitasi, depresi, dan gangguan mental lainnya. Begitu juga sebaliknya
Untuk beberapa orang dengan penyalahgunaan zat, kimiawi otak mereka menjadi cukup
tidak setimbang untuk mengaktifkan a preexisting mental lilnes, menimbulkan satu
keadaan sakit mental, atau menyerupai gejala dan salah satunya.
Ditemui tiga faktor utame yang mempengaruhi kesetimbangan sistem sara! pusat dan
untuk itu kerentanan pada manusia terhadap penyakit mental sama baikmya dengan
kecanduan (addiction) adalah faktor herediter, hngkungan dan penggunaan zat
psikoaktir.2
Sebagai contoh, hampir setiap sistem neurokimia terlbat pada onset dan penatalaksanaan
depresi juga ditemui tidak normal pada penggunaan zat dan angguan yang
diakibatkannya.2
Ditemui tiga faktor utama yang mempengawhi kesetimbangan sistem sara! pusat dan
untuk itu kerenitanan pada manusia terhadap penyakit mental sama baiknya dengan
kecanduan (addiction) adalah faktor herediter, lingkungan dan penggunaan zat
psikoaktif 2
Sebagai contoh, hampir etiap sistem neurokimiawi terlbat pada onset dan
penatalaksanaan depresi juga ditemui tidak normal pada penggunaan zat dan gangguan
yang diakibatkannya2

GAMBARAN KLINIS
lntoksikasi Kanabis
Pengaruh subjektit dar intoksikasi kanabis bervanasi dar suatu individu ke individu
yang lain, menetapkan pada tingginya vanabel farmakooinetik dosis cara pebenan
latar belakang perigalaman dan harapan dan kerentanan individual terhadap efek
psikotis tertentu. Secara khas intoksikasi dicinkan oleh periode awal High yang
digambarkan sebagai perasaan kesejahteraan dan kebahagiaan. Tanda dan gejala
dar intosikasi ini berupe euforia dikuti periode mengantuk atau sedasi yang sering.
Persepsi waktu berubah, pendengaran dan penglihatan terganggu. Efek subjektif
dan intoksikasi senng berupa reaksi disosasi5
Fungsi yang terganggu teradi bermacam-macam bahkan pade dosis rendah pada

kognitif, pelaksanaan tugas, termasuk ingatan, waktu reaksi, belajar, persepsi,


koordinasi gerak, perhatian dan mengenali tanda . 4,5 Pada dosis yang tinggi juga
mempengaruhi tingkat kesadaran (consiciousriess) dimana lebih jelas
pengaruhnya terhadap penilaian kognitif. Kanabis membangkitkan delirium
organik toksis yang menetap lama dikarakteristikkan dan kebingungan
(Confusion) dengan proses pikir yang kacau, afek yang labil, waham dan
halusinasi pernah dilaporkan.1,4,5
Sindroma Putus Kanabis
Beberapa pasien telah melaporkan insomnia, iritabel, disforik, anoreksia, tangan
tremor, demam ringan atau mual ringan dengan penghentian dan penggunaan zat
ini. Ini terjadi terutama pada pasien yang menghisap sediaan yang kuat1,4
Gangguan Psikotik Akibat Kanabis
Dosis tinggi kanabis Iebih senng dan yang rendah untuk membangkitkan gejala
psikotik singkat seperti waham kejar atau halusinasi pendengaran dan penglihatan,
khususnya orang dengan gangguan psikiatrik yang mendasarinya ini belum jelas
apakah seseorang dengan struktur kepribadian yang tidak stabil lebih mudah untuk
1,4
episode psikotik singkat ini.
Gangguan Cemas Akibat Kanabis
Gangguan cemas akibat kanabis adalah diagnosis umum untuk intoksinasi kanabis
akut yang mana pada banyak orang menyebabkan keadaan cemas singkat yang
sering dibangkitkan oleh pikiran paranoid. Seperti keadaan serangan panik yang
mungkin mengakibatkan, berdasarkan atas sakit dan rasa takut yang kacau.
Penampakan dan gejala cemas adalah dihubungkan dengan dosis dan paling sering
efek samping pada pengguna penghisap kanabis yang moderat. Beberapa pengguna
kanabis melaporkan pengalaman ada kalanya tidak menyenangkan, paling banyak
sering menggambarkan sebagai reaksi cemas dan intensitas ringan sampai sedang.
Pengguna yang tidak berpengalaman Iebih banyak mengaami gejala cemas
daripada pengguna yang berpengalaman.4
Gangguan Terkait Kanabis Yang Tidak Terinci
DSM-IV-TR tidak secara resmi mengenal gangguan mood akibat kanabis, dengan
demikian gangguan tersebut diklasifikasikan sebagai gangguan terkait kanabis
yang tidak ditentukan. lntoksikasi kanabis dapat disertai dengan gejala depresif
meskipun gejala tersebut dapat mengarahkan pemakaian kanabis jangka panjang.1

Kilas Balik (Flashback)


Kelainan persepsi yang menetap setelah penggunaan kanabis tidak diklasifikasikan
pada DSM IV secara resmi meskipun laporan kasus dar orang-orang yang telah
mengalaminya- bemmakna-suatu perasaan yang berhubungan dengan intoksikasi
setelah fek jangka pendek zat telah menghilang.1
Telah diduga kilas balk sebagai hasil pelepasan intermiten komponen psikoaktif
dar susunan saraf pusat Dimana zat ini disimpan selama periode penggunaan aktir,
tapi penjelasan ini bersifat spekulatif 4

Beberapa laporan klinis mengajukan bahwa penggunaan kanabis mungkin


mempresipitasikan kilas balik ada individu yang sebelumnya telah menggunakan
LSD (Lysergic Acid Diethylamide)1.4
Sindroma Amotivasional
Sindroma ini ditandai dengan apatis, konsentrasi yang jelek, menarik diri dan
sosial kehilangan minat dalam berprestasi. Sindroma ini dihubungkan dengan
penggunaan kanabis yang kronis.1,4,5
Jadi peran langsung kanabis pada sindroma amotivasional masih dipertimbangkan
dengan serius. Gejala-gejala mungkin menunjukkan intoksikasi yang berkelanjutan
atau menunjukkan perbedaan-perbedaan psikososial normal yang
mempredisposisikan untuk menggunakan kanabis atau zat lainnya Bagaimanapun,
karena perubahan struktur dan fungsional neuron hipokampus hewan dengan
pemberian THC jangka panjang telah diamati, konsep perkembangan kepribadian
dapat dipengaruhi intoksikasi kronis seharusnya tidak seluruhnya diabaikan. Pada
beberapa kasus, penghentian mungkin membawa perbaikan yang bertahap. 4
Pemeriksaan Laboratorium
Pemenksaan urin unluk kanabis dan zat lainnya telah umum peda beberapa
keadaan seperti piogramn pengobatan dan tempat penempatan tenaga kerja.
Kebanyakan laboratorium menggunakan Enzym- Multipilied lmmunoassay
Technique (EMIT), meskipun Radio Immunoassay (ROA) adalah yang pahng
sering digunakan Kedua tes diatas relatif sensitif dan tidak mahal.1 Membantu
sebagai penyaringan (Screening) awal karena jauh dan sempuma. Perbandingan
terbaru menunjukkan ketidaksesuaian pada positif palsu dan negatif palsu
meskipun penyarigan dan kondisi laboratorium dalam penerapan yang terbaik8
Untuk mengkonfirmasi tes, digunakan Chromatography-Mas Spectroscopy (GCMS)4,8

Kanabis dan metabolitnya dapat dideteksi di unn pada nilai cut off 100 nglml pada 42-72
jam setelah efek psikologis menurun4 Karena metabolit kanabinoid adalah larut lemak,
menetap di cairan tubuh dalam periode yang agak lama dan diekskresikan secara
perlahan. Uji saring untuk kanabinoid pada individu yang menggunakan secara iseng
dapat memberikan hasil positif untuk 7-10 har7 dan pada pengguna kanabis berat dapat
memberikan nilai positif 2-4 minggu.1
Diagnosis
Diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
kanabis dapat ditegakkan berdasarkan PPDGJ-IlI (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, Edisi l11)8 dan
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth

Edition).1
Diagnosis Banding7
1 Gangguan mental primer
2. Gangguan distimik

PENATALAKSANAAN DAN REHABILITASI


Pengguna kanabis senng dirujuk untuk pengobatan. Rujukan dibuat untuk orang
dengan pola pengunaan dan keperluan terapi yang sangat bervariasi. Pada ekstrim
pertama yang menggunakan kanabis secara intermiten pada dosis rendah yang
dikenali secara uji saring obat secara random. ekstrim kedua adalah individu
dengan penggunaan dosis tinggi setiap hari dan memliki kriteria ketergantungan4
Individu pertama mungkin hanya memerlukan uji saring secara periodik dan
konseling suportif yang tiak begitu sering. Ekstrim Kedua mungkin memerlukan
rujukan program rebalitasizat yang intensif dan terkhusus.4
Penatalaksanaan pengguna kanabis terletak pade prinsip yang sama dengan
penatalaksanaan penyalahgunaan zat abstinensia dan dukungan.1 Abstinensia dapat
dicapai melalui intervensi Iangsung seperti perawalan rumah sakit atau melalui
pengawasan ketat pada dasar rawat jalan dengan u saring terhadap zat Dukungan
dapat dicapai elalui psikoterapi indvdual, kelaurga dan kelompok pendidikan
seharusnya menjadi dasar untuk program abstinensia dan dukungan.1
Pada beberapa pasien obat anti cemas mungkin bermanfaat untuk jangka pendek
dalam menghilangkan gejala withdrawal. Pada pasien Iainnya, kanabis mungkin
berhubungan dengan gangguan depresif yang mendasari, yang dapat berespon
terhadap pengobatan antidepresan yang spesifik.1

PROGNOSIS
Ketergantuingan kanabis terjadi perlahan, yang mana mereka akan
mengembangkan pola peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan. Efek yang
menyenangkan den kanabs sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.
Sejarab gangguan tingkah laku pada masa anak, remaja dan gangguan kepnbadian
antisosial adalah faktor resiko untuk berlcembangnya gangguan terkait zat,
termasuk gangguan terkait kanabis. Sedikit data yang tersedia pada perjalanan efek
jangka panjang dan ketergantungan dan penyalahgunaan kanabis.7

Kaplan H I, and Sadock BJ, Synopsis of Psychiatry: Ed. Sadock


BJ. Sadock VA. Vol. 1. 9th Edition. USA. Lippincott William & wilkins,
2003: 424-27.
Inaba DS. Cohen WE. Uppers, Downers, Alla Arrounders. 4th
Edition. USA. CNS Publications, Inc. 2000:2-7, 232.46, 425-428.
Julien RM. A Primer of Drug Action. 6th Edition. New York. WH.
Freeman and Company. 1992: 269-87.
Macfadden W. Woody GE. Canabis- Related Disorders. Kaplan &
Sadock's Comprehensive Textboo of Psichiatry. Eds. Sadock BJ.
Sadock VA. 7th Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & wilkins.
2000: 990-9.
Martin PR. Hubbard JR. Substance-Related Disorders. Current
Diagnosis & Treatment in Psychiatry. Eds. Ebert MH. Loosen PT.
Nurcombe B. Singapore. McGrawHilI Companies. Inc. 2000: 243:
247-8: 256-7.
Smith DE. Seymor RB. Clinical;s Guide to Substance Abuse.
Singapore. McGrawHiIl Companies. Inc. 2001:91-6.
American Psychiatryc Association. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV). 1994: 21521.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: 107-08,11011.

Lebih dari 20 opioid dengan susunan kimia yang berbeda telah digunakan secara luas di seluruh dunia.
Pada negara berkembang, opioid yang sering disalahgunakan dan menyebabkan ketergantungan adalah
heroin. Obat ini merupakan prototipe dari Au-opioid receptor agonist dan menyebabkan gejala subjektif
yang serupa. Toksisitas dan penggunaan opioid secara kuat dipengaruhi oleh rute pemakaian opioid dan
metabolisme dari opioid spesifik dan juga dipengaruhi oleh kemurnian dari opioid itu sendiri.
Opioid telah digunakan sejak 3500 tahun yang lalu, kebanyakan dalam bentuk opium mentah atau
dalam bentuk alkohol. Morphin pertama diisolasi pada tahun 1806 dan kodein pada tahun 1832. Pada
abad selanjutnya, morphin murni dan kodein perlahan mulai digunakan untuk tujuan medis, namun
pemakaian selain untuk tujuan medis masih banyak pada beberapa bagian di dunia.
Gangguan disebabkan opioid seperti didefinisikan oleh DSM-IV mencakup intoksikasi opioid, opioid
withdrawal, gangguan tidur akibat opioid, dan disfungsi seksual akibat opioid. Penyalahgunaan opioid
diartikan sebagai penggunaan opioid maladaptif yang menyebabkan terjadinya gangguan atau distres
dan muncul dalam periode 12 bulan.
Neurofarmakologi
Efek utama opioid dimediasi melalui reseptor opioid, yang ditemukan pada tahun 1970an. Reseptor Auopioid terlibat dalam regulasi dan mediasi dari analgesia, depresi pernapasan, konstipasi dan
ketergantungan. -opioid receptors dengan analgesia,diuresis dan sedasi, dan -opioid receptors

kemungkinan dengan analgesia.


Pada tahun 1974 telah teridentifikasi enkephalin,yang merupakan endogen pentapeptide yang
kerjanya mirip opioid. Penemuan ini mengarah pada ditemukanya 3 kelas opioid endogen dalam
otak, seperti endorphin dan enkephalin. Endorphin berperan dalam transmisi neural dan menekan
rasa nyeri. Endorphin dilepaskan secara natural oleh tubuh ketika seseorang mengalami nyeri
fisik dan berfungsi untuk menghilangkan nyeri pada cedera akut.
Opioid juga mempunyai efek signifikan pada sistem neurotransmitter dopaminergik dan noradrenergik .
beberapa jenis data menunjukan bahwa addictive rewarding properties dari opioid dimediasi

melalui aktivasi dari ventral tegmental area dopaminergik neuron yang berproyeksi pada korteks
serebri dan sistem limbik.
Heroin merupakan opioid yang sering disalahgunakan, lebih poten dan lipofilik dibandingkan morphin.
Karena sifatnya ini, heroin dapat melewati sawar darah otak lebih cepat dan mempunyai onset lebih
cepat daripada morphin. Heroin pertama kali digunakan sebagai penanganan pada adiksi morphin,
tetapi pada kenyataannya, lebih menyebabkan ketergantungan pada morphin. Kodein yang terdapat
sebanyak 0,5 persen pada alkaloid opiat pada opium, diabsorpsi secara cepat oleh traktus
gastrointestinal dan diubah menjadi morphin dalam tubuh. Hasil dari suatu studi yang menggunakan
PET (positron emission tomography) menunjukkan bahwa salah satu efek dari penggunaan opioid

adalah berkurang aliran darah pada daerah tertentu di otak pada orang dengan ketergantungan
opioid.
Etiologi
Faktor psikososial

Ketergantungan opioid tidak terbatas pada kelompok sosialekonomi bawah, meskipun insiden dari
ketergantungan opioid lebih tinggi pada kelompok ini dibandinkan dengan kelompok sosialekonomi
atas. Sekitar 50 persen pengguna heroin di daerah kumuh adalah anak dari orang tua tunggal atau orang
tua yang bercerai dan berasal dari keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan
akibat zat psikoaktif. Anak anak dari latar tersebut, mempunyai resiko lebih tinggi pada
ketergantungan opioid, terutama jika mereka juga mempunyai masalah pada sikap di sekolah.

Faktor biologis dan genetik


Individu yang menyalahgunakan zat dari salah satu kategori,c enderung untuk menggunakan zat dari
kategori lain. Kembar monozigotik cenderung lebih besar kemungkinannya untuk ketergantungan opioid
dibandingkan kembat dizigotik. Teknik multivariate modeling menunjukan bahwa tidak hanya genetik
yang berkontribusi pada penyalahgunaan heroin pada kelompok ini.
Seseorang dengan gangguan akibat opioid kemungkinan secara genetik mempunyai hipoaktivitas pada
sistem opiat. Peneliti sedang menginvestigasi kemungkinan hipoaktivitas disebabkan oleh terlalu
sedikitnya reseptor opioid dengan melepaskan sedikit opioid endogen atau dengan tingginya
konsentrasi dari opioid antagonis. Predisposisi biologis pada gangguan akibat opioid berhubungan
dengan fungsi abnormal pada sistem neurotransmiter dopaminergik atau noradrenergik.

Diagnosis
The DSM-IV-TR lists several opioid-related disorders (Table 12.10-3) but contains specific
diagnostic criteria only for opioid intoxication (Table 12.10-4) and opioid withdrawal (Table
12.10-5) within the section on opioid-related disorders. The diagnostic criteria for the other
opioid-related disorders are contained within the DSM-IV-TR sections that deal specifically with
the predominant symptomfor example, opioid-induced mood disorder (see Table 15.3-10).
Diagnosis
DSM-IV menggolongkan beberapa gangguan akibat opioid tetapi sedikit mengandung kriteria diagnosis
spesifik untuk intoksikasi opioid dan opioid withdrawal dalam bagian gangguan akibat yang
berhubungan dengan opioid.

A. Recent use of an opioid.


B. Clinically significant maladaptive behavioral or psychological changes (e.g., initial
euphoria followed by apathy, dysphoria, psychomotor agitation or retardation, impaired
judgment, or impaired social or occupational functioning) that developed during, or
shortly after, opioid use.
C. Pupillary constriction (or pupillary dilation due to anoxia from severe overdose) and one
(or more) of the following signs, developing during, or shortly after, opioid use:
1. drowsiness or coma
2. slurred speech
3. impairment in attention or memory
D. The symptoms are not due to a general medical condition and are not better accounted for
by another mental disorder.

Kriteria diagnosis intoksikasi menurut DSM-IV


1. Penggunaan opioid dalam waktu dekat
2. Terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang signifikan ( contoh : euforia yang
diikuti dengan aphaty, disforia, agitasi psikomotor atau retardasi, terganggunya kemampuan
mempertimbangkan, atau terganggunya fungsi sosial atau okupasi) yang terjadi saat atau tidak
lama setelah penggunaan opioid
3. Konstriksi pupil ( atau dilatasi pupil akibat anoxia karena overdosis berat) dan satu ( atau lebih)
dari beberapa tanda, yang terjadi saat, atau tidak lama setelah penggunaan opioid
a. Perasaan mengantuk atau koma
b. Kata-kata yang tidak jelas
c. Gangguan pada perhatian atau ingatan
4. Gejala terjadi tidak disebabkan oleh kondisi medis secara umum dan tidak termasuk dalam
gangguan mental lain

Kriteria diagnosis withdrawal opioid menurut DSM-IV


1. Salah satu dari :
a. Berkurangnya penggunaan opioid yang berat dan dalam jangka waktu panjang ( beberapa
minggu atau lebih lama)
b. Pemberian antagonis opioid setelah periode penggunaan opioid
2. Tiga ( atau lebih) gejala dibawah ini yang terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa hari
setelah kriteria 1 :
a. Mood disforik
b. Mual atau muntah
c. Nyeri otot
d. Lakrimasi atau rhinorrhea
e. Pelebaran pupil, piloereksi atau berkeringat
f. Diare
g. Menguap
h. Demam
i. Insomnia
3. Gejala pada kriteria 2 menyebabkan distres dan gangguan sosial yang signifikan, okupasi atau
daerah fungsional penting lainnya
4. Gejala terjadi tidak disebabkan oleh kondisi medis secara umum dan tidak termasuk dalam
gangguan mental lain

Manifestasi klinis
Opioid dapat digunakan secara oral, intranasal, dan intravena atau subkutan. Opioid bersifat adiktif
secara subjektif dikarenakan euforia ( the rush) yang dirasakan penggunam terutama apabila digunakan
secara IV. Gejala yang berkaitan adalah badan terasa hangat, ekstrimitas terasa berat, mulut kering,
hidung gatal, dan flushing pada wajah. Euforia inisial diikuti oleh periode sedasi. Penggunaan opioid
dapat menyebabkan disforia, mual, dan muntah.
Efek secara fisik opioid adalah depresi pernapasan, konstriksi pupil, kontraksi otot polos ( termasuk
ureter dan duktus biliaris ), konstipasi, dan perubahan tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh. Efek
depresi pernapasan di mediasi pada tingkat batang otak.

Efek samping
Efek samping tersering yang berhubungan dengan gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
opioid adalah transmisi hepatitis dan HIV melalui jarum suntik yang berpindah-pindah pengguna.
Pengguna juga dapat mengalami reaksi alergi terhadap opioid yang menyebabkan shok anafilaktik,
edema pulmo, dan kematian jika mereka tidak mendapatkan penanganan yang adekuat. Efek samping
serius lainnya adalah terjadinya interaksi obat antara meperidine dan monoamine oxidase inhibitors
(MAOI) yang dapat menyebabkan instabilitas otonom, agitasi, koma, kejang, dan kematian. Opioid dan
MAOI tidak boleh diberikan secara bersamaan.
Overdosis opioid
Kematian akibat overdosis opioid biasanya akibat henti pernapasan karena efek depresi pernapasan dari
obat tersebut. gejala overdosis adalah koma, laju napas melambat, hipotermi, hipotensi, dan
bradikardia. Ketika muncul trias koma, pinpoint pupil dan depresi pernapasan, klinisi harus
mempertimbangkan telah terjadinya overdosis opioid sebagai diagnosis utama. Klinisi juga dapat
inspeksi adanya needle track pada lengan, tungkai, pergelangan, selangkangan dan vena dorsal dari
penis.
Tatalaksana dan rehabilitasi
Penanganan overdosis
Yang harus dilakukan pertama pada penatalaksanaan overdosis adalah airway yang adekuat. Sekresi
trakeoesofageal harus diaspirasi. Pasien harus diventilasi secara mekanik sampai naloxone, spesifik
antagonis opioid, diberikan. Naloxone diberikan melalui IV dengan laju lambat ( dosis awal 0,8 mg/ 70
kg) . tanda perbaikan harus terlihat segera ( meningkatnya laju pernapasan dan pelebaran pupil). Pada
pasien ketergantungan opioid, terlalu banyak naloxone dapat menyebabkan tanda tanda withdrawal.
Jika tidak ada respon pada pemberian inisial naloxone, pemberian naloxone dapat diulang dalam
interval beberapa menit.
Opioid untuk menangani withdrawal opioid
Methadone
Methadone merupakan narkotik sintetik yang menggantikan heroin dan dapat digunakan secara oral.
Ketika diberikan kepada pecandu untuk menggantikan zat yang disalahgunakan, obat ini menekan gejala
withdrawal. Dosis harian 20 80 mg cukup adekuat untuk menstabilkan keadaan pasien, namun ada
juga yang menggunakan 120 mg. durasi kerja dari methadone melebihi 24 jam, sehingga penggunaan
sekali dalam sehari sudah cukup. Maintenance dari methadone dilanjutkan sampai pasien dapat lepas
dari methadone, dimana methadone sendiri menyebabkan withdrawal. Gejala abstinen muncul dengan
withdrawal methadone, tetapi pasien lebih mudah didetoksikasi dari methadone dibandingkan heroin.
Clonidine ( 0,1-0,3 mg 3-4x per hari) biasanya diberikan saat periode detoksifikasi.
Zat opioid lain
Buprenorphine
Sama seperti methadone dan Levomethadyl, buprenorphine merupakan agonis opioid yang diterima
untuk ketergantungan opioid pada tahun 2002. Buprenorphine dengan dosis harian 8 10 mg dapat
mengurangi penggunaan heroin. Buprenorphine juga efektif dengan dosis 3x seminggu karena lamanya
disosiasi obat ini dari reseptor opioid. Setelah pemberian berulang, obat ini akan menghambat efek
subjektif dari opioid atau morphin. Gejala withdrawal opioid ringan muncul apabila pemberian obat
dihentikan setelah pemberian kronik ( jangka panjang)

Antagonis opioid
Antagonis opioid menahan atau melawan efek opioid. Tidak seperti methadone, obat ini tidak
memberikan efek narkotik dan tidak menyebabkan ketergantungan. Antagonis opioid termasuk
naloxone, yang digunakan untuk penaganan overdosis opioid dikarenakan obat ini melawan efek
narkotik dan naltrexone, antagonis opioid long-acting ( 72 jam).

Psikoterapi
Modalitas psikoterapi tepat untuk menangani gangguan yang berkaitan dengan opioid. Psikoterapi
individual, terapi perilaku, Cognitive-behavioral therapy ( CBT), terapi keluarga, kelompok dukungan dan
pelatihan kemampuan sosial terbukti efektif untuk beberapa pasien. pelatihan kemampuan sosial harus
mencakup pasien dengan sedikit kemampuan sosial. Terapi keluarga ditujukkan pada pasien yang tinggal
bersama keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai