Anda di halaman 1dari 9

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

PROGRAM PENERAPAN IPTEKS

PENGGUNAAN SISTEM PERINGATAN DINI


PADA DAERAH POTENSI TANAH LONGSOR

/r'.u,*

fit^.:Y

/_i{-1.*-

3*F

KE

oleh:

Arwan Apriyono, ST, M.Eng

@m

UNTYERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
PURWOKERTO
2013

Latar Belakang
Kecamatan Kebasen adalah kecamatan yang terletak di bagian selatan wilayah
Kabupaten Purbalingga. Kondisi topografi Kecamatan Kebasen, sebagian besar memiliki
kontur pegunungan. Hal ini menyebabkan banyak daerah di wilayah Kecamatan Kebasen
berpotensi terjadi bencana tanah longsor contonya Desa Kaliwedi. Berdasarkan data yang
diambil dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Banyumas Tahun 2009,
sebagian besar wilayah di Kecamatan Kebasen khususnya bagia utara rawan terhadap tanah
longsor (Gambar 1).

Gambar 1 Peta rawan longsor Kabupaten Banyumas (Perkasa dll, 2012).


Salah satu usaha mitigasi bencana tanah longsor adalah pemantauan gerakan tanah
dengan memasang sistem peringatan dini pada daerah rawan longsor. Sistem peringatan
dini ini harus diintegrasikan dengan usaha mitigasi bencana secara simultan, sehingga
korban yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Dari sudut pandang sosial ekonomi, usaha
mitigasi bencana dengan memasang sistem peringatan dini sederhana, merupakan pilihan
yang paling tepat. Penduduk disiapkan untuk tanggap menghadapi bencana berdasarkan
tanda-tanda dari sistem peringatan dini, tanpa harus meninggalkan tempat tinggalnya.
2

Untuk dapat diterapkan dengan baik, masyarakat di Desa Kaliwedi

harus dilibatkan

langsung dalam pembuatan dan pengoperasian alat peringatan dini sederhana.


Tanah Longsor
Menurut Suryolelono (2002), Tanah longsor merupakan fenomen alam yang berupa
gerakan massa tanah dalam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan dari luar
yang menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah dan meningkatnya tegangan tanah.
Secara umum, tanah longsor disebabkan karena pengurangan parameter kuat geser tanah
dan meningkatnya tegangan tanah. Pengurangan parameter kuat geser tanah disebabkan
karena bertambahnya kadar air tanah dan menurunnya ikatan antar butiran tanah.
Kekuatan geser tanah adalah kekuatan intenal tanah dalam menahan keruntuhan dan
geseran sepanjang bidang keruntuhanya (Das, 1998). Teori tentang kekuatan geser tanah
sangat diperlukan dalam analisis kapasitas dukung pondasi, stabilitas lereng ataupun
tegangan lateral tanah. Das (1998) mengungkapkan bahwa keruntuhan material tanah
disebabkan oleh kombinasi kritis dari tegangan normal (n) dan tegangan gesernya (f).
Secara lebih jelas, kondisi diatas dapat digambarkan dalam Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Kondisi keuntuhan massa tanah berdasar Mohr-Coloumb.


a. Tegangan geser dan tegangan normal pada bidang keruntuhan,
b. Grafik hubungan tegangan normal dan tegangna geser pada kriteria
keruntuhan Mohr-Coloumb.
Hubungan antara tegangan geser dan tegangan normal pada kriteria keruntuhan MohrColoumb dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut ini.
= + .................................................................................................
3

(1)

dengan,

=
c
=

tegangan geser tanah (kg/cm2)


kohesi tanah (kg/cm2)
tegangan normal tanah (kg/cm2)
sudut gesek internal tanah (o)

Mitigasi Bencana Longsor


Menurut Fathani, 2007 mitigasi bencana tanah longsor adalah usaha untuk
meminimalisasi akibat terjadinya tanah longsor. Langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk menekan bahaya tanah longsor dibagi menjadi tiga yaitu tahap awal (tindakan
preventif), tahap bencana (evakuasi korban), dan tahap rehabilitasi (rehabilitasi). Ketiga
tahap tersebut harus terintegrasi dengan baik sebagai satu kesatuan usaha mitigasi bencana,
untuk menekan koban yang ditimbulkan. Secara lebih jelas, detail dari ketiga tahap diatas
adalah sebagai berikut ini.
1. Tahap awal (preventif), meliputi:
a. identifikasi daerah rawan dan pemetaan,
b. penyuluhan pencegahan dan penanggulangan bencana alam gerakan tanah dengan
memberikan informasi mengenai bagaimana dan kenapa tanah longsor, gejala
gerakan tanah dan upaya pencegahan serta penangulangannya,
c. pemantauan daerah rawan longsor dan dilakukan secara terus menerus dengan
tujuan untuk mengetahui mekanisme gerakan tanah dan faktor penyebabnya serta
mengamati gejala kemungkinan akan terjadinya longsoran,
d. pengembangan dan penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah baik dalam
skala nasional, regional maupun lokal secara berkelanjutan dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi informasi,
e. perencanaan pengembangan sistem peringatan dini di daerah rawan bencana,
f. pola pengelolaan lahan untuk budidaya tanaman pertanian, perkebunan yang sesuai
dengan azas pelestarian lingkungan dan kestabilan lereng.
2. Tahap bencana, meliputi:
a. menyelamatkan warga yang tertimpa musibah,
b. pembentukan pusat pengendlian (Crisis Center),
c. evakuasi korban ke tempat yang lebih aman,
4

d. pendirian dapur umum, pos-pos kesehatan dan penyediaan air bersih,


e. pendistribusian air bersih, jalur logistik, tikar dan selimut,
f. pencegahan berjangkitnya wabah penyakit,
g. evaluasi, konsultasi dan penyuluhan.
3. Tahap pasca bencana, meliputi:
a. penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam upaya mempertahankan
fungsi daerah resapan air,
b. mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi kawasan hutan lindung,
c. mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital yang berpotensi
menyebabkan bencana,
d. mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh terhadap terganggunya
ekosistem,
e. penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana, sabuk hijau
dan di sepanjang bantara sungai,
f. normalisasi areal penyebab bencana, antara lain seperti normalisasi aliran sungai
dan bantara sungai dengan membuat semacam polder dan sudetan,
g. rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan masyarakat yang terkena
bencana secara permanen (seperti : perbaikan sekolah, pasar, tempat ibadah, jalan,
jembatan, tanggul, dll),
h. menyelenggarakan forum kerjasama antar daerah dalam penanggulangan bencana.
Sitem Peringatan Dini Longsor
Sistem peringatan dini merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari
bentuk mitigasi bencana alam. Sistem ini diharapkan dapat memberikan peringatan kepada
masyarakat apabila kondisi daerah rawan bencana mencapai kondisi waspada. Diharapkan
dengan adanya sistem ini, korban yang ditimbulkan akibat bencana dapat diminimalisir.
Pada daerah potensi longsor, sistem peringatan dini merupakan kombinasi dari
measurement system (alat pengukur) dengan sirine. Sirine akan berbunyi apabila parameter
yang diukur pada alat pengukut melampaui batas normal.

Alat deteksi dini pada daerah potensi longsor dapat dibuat dari parameter penyebab
longsor atau alat pemantau gerakan tanah. Salah satu penyebab longsor yang diamati pada
sistem peringatan dini adalah curah hujan. Kondisi muka air tanah juga dapat dijadikan
sebagai peringatan bencana longsor. Disamping itu, alat pemantau gerakan tanah seperti
ekstensometer atau tiltmeter juga biasa dipakai dalam sistem peringatan dini longsor.
Secara lebih jelas, alat-alat peringatan dini longsor adalah sebagai berikut ini.
1. Ekstensometer
Ekstensometer digunakan untuk mengukur atau mendeteksi gerakan antara dua titik
yang melintasi retakan. Alat ini juga memperlihatkan arah gerakan dengan tingkat
ketelitian 0,2 mm. Ekstensometer ada dua jenis yaitu alat ukur mekanis (manual) dan
elektronik (automatic). Skema ekstensometer dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema pemasangan ekstensometer.


2. Tiltmeter
Tiltmeter digunakan untuk memantau deformasi permukaan tanah secara vertikal.
Deformasi terjadi akibat adanya gerakan yang terjadi pada lapisan di bawah tanah yang
bergeser atau akan meluncur. Alat tiltmeter dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3 Tiltmeter.
3. Piezometer
Piezometer merupakan alat pemantau tekanan air pori dalam tanah. Idealnya piezometer
diletakkan pada kedalaman di mana terjadi perbedaan permeabilitas. Semakin tinggi
tekanan air pori tanah, keseimbangan lereng akan semakin terganggu. Alat piezometer
dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Piezometer.

4.

Alat penakar curah hujan


Alat penakar curah hujan digunakan untuk mengukur besarnya intensitas hujan yang
terjadi pada suatu wilayah. Air hujan merupakan pemicu utama terjadinya longsor di
berbagai kejadian longsor di Indonesia. Contoh alat penakar curah hujan dapat dilihat
pada Gambar 5

Gambar 5 Alat penakar curah hujan.


Alat-alat ukur yang digunakan pada daerah longsor ini akan dihubungkan dengan sirine
sebagai sebuah sistem peringatan dini longsor. Bagan sistem peringatan dini longsor dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Skema sistem peringatan dini longsor.

Daftar Pustaka
Apriyono A, 2009, Analisis Penyebab Tanah Longsor di Kalitlaga Banjarnegara, Dinamika
Rekayasa Vol 5 No 1 pp 14-18
Bappeda Purbalingga, 2009, Executive Summary Rencana Tata Ruang dan Wilayah
Kabupaten Purbalingga, Purbalingga.
DAS B.M., 1998, Principle of Soil Mechanic, PWS-KENT Publishing Company, Boston

Fathani, T. F., 2007, Longsor dan Gerakan Tanah, Bahan Kuliah MPBA FTSL-UGM,
Yogyakarta.
Kabul Basah Suryolelono, 2002, Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik,
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Yogyakarta: Fakultas Teknik UGM.
Nakamura et all, 1996, Landslides in Japan The Fifth Revision, Japan.
Perkasa Ridha, Faisal Fatani, Sugeng Wijono, 2012, Kajian Tata Ruang dan Wilayah
Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Banyumas, Magister
Pengelolaan Bencana Alam Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai