Anda di halaman 1dari 15

TEORI HUMAN CAPITAL

Secara teoritis pembangunan mensyaratkan adanya sumber daya manusia (SDM)


yang berkualitas. SDM ini dapat berperan sebagai faktor produksi tenaga kerja yang dapat
menguasai tehnologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas perekonomian. Unutk
mencapai SDM yang berkualitas dibutuhkan pembentukan modal manusia (human capital).
Pembentukan modal manusia ini merupakan suatu untuk memperoleh sejumlah manusia
yang memiliki karakter kuat yang dapat digunakan sebagai modal penitng dalam
pembangunan. Karakter ini dapat berupa tingkat keahlian dan tingkat pendidikan
masyarakat

Pentingnya modal manusia dalam pembangunan telah dimulai pada tahun 1960-an
oleh pemikirannya Theodore Schultz tentang investment in human capital. Menurutnya
pendidikan merupakan suatu bentuk investasi dalam pembangunan dan bukan merupakan
suatu bentuk investasi. Dalam perkembangannya, Schultz memperlihatkan bahwa
pembangunan sektor pendidikan dengan memposisikan manusia sebagai fokus dalam
pembangunan telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Hal ini dapat dicapai melalui terjadinya peningkatan keahlian/keterampilan dan
kemampuan produksi dari tenaga kerja.

Secara empiris kondisi SDM di negara maju dengan negara sedang berkembang
berbeda baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Negara sedang berkembang dihadapkan
kepada suatu realitas bahwa produktifitas tenaga kerjanya rendah. Hal ini disebabkan
karena kualitas SDM masih rendah. Sedangkan di negara-negara maju, pendidikan dapat

menjadi sebagai suatu investasi modal manusia (human capital investment). Akibatnya
kualitas SDM nya tinggi sehingga produktivitas tenaga kerjanya juga tinggi.

Terdapat dua pendekatan penting dalam teori human capital yaitu: pendekatan
Nelson-Phelps (1966) dan pendekatan Lucas (1988). Pendekatan oleh Nelshon-Phelps,
Aghion dan Howitt (1966) menyimpulkan bahwa human capital merupakan faktor yang
sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Munculnya perbedaan dalam
tingkat pertumbuhan diberbagai negara lebih disebabkan oleh perbedaan dalam stock
human capital. Aghion dan Howitt mendukung pendekatan Nelson-Phelps tentang stock
human capital yang menyimpulkan bahwa angkatan kerja yang lebih ahli dan terdidik akan
lebih mampu mengisi kualifikasi lapangan pekerjaan yang ditentukan. Dengan kata lain
pekerja yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mampu merespon inovasi yang
selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara (Meir dan
Rauch,2000:216). Sedangkan pendekatan Lucas (1988) lebih menekankan adanya suatu
signifikansi akumulasi human capital terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurutnya
terdapat dua faktor yang menjadi penyebab adanya pembentukan human capital di suatu
negara. Kedua faktor tersebut adalah pendidikan dan learning by doing.

Hasil penelitian

Barro (1998) menganalisis pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi


100 negara selama tahun 1960-1995. Variabel-variabel bebas ini antara lain: Government
Consumption / GDP, Years of schooling (as proxy of human capital), Life Expectancy,
Inflation rate, Rule of Law Index, Democracy Index, Fertility Rate, Investment / GDP,

Growth rate of Terms of Trade. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Pertumbuhan GDP perkapita. Dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda
hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan adanya pengaruh yang signifikan antara
pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi. Secara lebih detail variabel human capital
memiliki peranan lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dari pada varaibel physical
capital.

2. TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI

Pembangunan ekonomi suatu negara dapat ditujukan untuk mencapai kesejahteraan


hidup masyarakat secara berkelanjutan. Tujuan kesejahteraan merupakan suatu tujuan yang
masih bersifat global dan sulit untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu negara. Dalam
hal ini, teori ekonomi memberikan berbagai macam pendekatan untuk mengukur dan
mengetahui tingkat kesejahteraan suatu negara. Salah satunya adalah dengan mengetahui
tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Secara konseptual pertumbuhan ekonomi suatu negara menunjukkan suatu


perkembangan kegiatan ekonomi dari satu periode ke periode berikutnya. Kegiatan
ekonomi yang dimaksud akan menghasilkan output (pendapatan). Sehingga pertumbuhan
ekonomi pada dasarnya menunjukkan perkembangan output dari periode ke periode
berikutnya. Guna mencapai tingkat output tersebut dibutuhkan akumulasi modal yang
sesuai dengan tingkat output yang diinginkan. Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian ini
secara matematis dapat diturunkan dari persamaan berikut (Meier dan Rauch, 2000 123):

Diasumsikan output merupakan fungsi dari modal (physical capital dan human capital),
maka

Y = f (k) .

Bentuk khusus dari persamaan tersebut dapat dituliskan lagi menjadi

f(k) = Ak

Tingkat pertumbuhan ekonomi dari dua periode waktu yang berbeda dapat ditulis menjadi:

Berdasarkan pada formula di atas, maka pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang yang dihasilkan oleh perekonomian suatu
wilayah. Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka terdapat tiga aspek yang perlu
diperhatikan dalam pertumbuhan ekonomi, yakni adanya proses pertumbuhan, output per
kapita dan jangka waktu yang panjang dalam pertumbuhan ekonomi (Boediono, 1999:1 2).
Aspek pertama menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang
berlangsung secara dinamis dan bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Aspek
kedua adalah output per kapita yang menunjukkan output total dibandingkan dengan
jumlah penduduk. Sedangkan aspek ketiga menunjukkan bahwa suatu pertumbuhan
ekonomi dapat terjadi bila kenaikan output per kapita terjadi dalam jangka waktu yang
cukup lama. Guna mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi seperti yang dibarapkan, maka
terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni : terdapatnya akumulasi modal,
pertumbuhan penduduk kususnya pertumbuhan angkatan kerja dan terdapatnya kemajuan
tehnologi (Todaro,2000:115).

Teori pertumbuhan ekonomi menurut Stren (1991:123) menjelaskan mengenai


akumulasi modal fisik, kemajuan tehnologi (keahlian), adanya inovasi dan ide ide baru,
pertumbuhan penduduk, dan bagaimana faktor faktor produksi yang ada digunakan. Secara
umum perkembangan dalam teori pertumbuhan dapat dibedakan ke dalam tiga pemikiran,
yakni teori pertumbuhan Harrod Domar, teori pertumbuhan Neoklasik dan teori
pertumbuhan Endogen.

2.1. Teori Pertumbuhan Harrod Domar

Teori Harrod Domar merupakan pengembangan dari teori ekonomi makro Keynes
dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Menurut Harrod Domar
pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi.
Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh dari akumulasi tabungan yang dilakukan oleh
penduduki sehingga bermanfaat bagi kegiatan investasi (Gillis, dkk, 1996:41
42:Solow,1994:45). Secara matematis model pertumbuhan Harrod Domar dapat dituliskan
sebagai berikut:

g = s/v

Dimana notasi g merupakan pertumbuhan ekonomi, s menunjukkan marginal propensity to


save dan notasi v merupakan rasio antara modal dengan output (Capital Output Ratio).

Persamaan (1.5) tersebut menunjukkan bahwa keseimbangan dalam pertumbuhan


ekonomi tergantung pada tabungan dan perbandingan modal dengan output. Menurut

Harrod Domar hanya pada kondisi dimana g s/v, pertumbuhan dalam kapasitas output akan
sesuai dengan pertumbuhan permintaannya. Bila tingkat pertumbuhan yang terjadi
melenceng dari jalur semestinya (warranted/natural rates), maka akan mengakibatkan
ketidakstabilan dalam perekonomian. Pada keadaan ini tidak terjadi adanya penyesuaian
sendiri ke posisi keseimbangan yang diharapkan. Kondisi dimana keseimbangan yang
terjadi melenceng dari jalur semestinya disebut sebagai knife edge, sehingga memerlukan
campur tangan pemerintah agar terjadi keseimbangan yang diharapkan.

Secara grafis fungsi produksi model pertumbuhan Harrod Domar dapat digambarkan
sebagai berikut (Branson, 1989:571):

Gambar 1.1:
Fungsi Produksi Harrod Domar
Pada Gambar tersebut K merupakan modal, L merupakan tenaga kerja, v merupakan
jumlah modal, a menunjukkan jumlah tenaga kerja dan Qo dan Q1 merupakan tingkat
output pada Qo dan Ql. Menurut Harrod Domar guna mencapai tingkat output tertentu,
maka dibutuhkan sejumlah modal dan tenaga kerja tertentu pula, sehingga rasio modal dan
tenaga kerja akan bersifat tetap.

2.2. Teori Pertumbuhan Neoklasik

Teori pertumbuhan Neoklasik yang dikembangkan oleh Solow (1956) dan


pengikutnya didominasi oleh pemikiran mengenai pertumbuhan pendapatan per kapita

dalam jangka panjang dan perkembangan yang semakin meningkat. Dalam teorinya Solow
memfokuskan perhatiannya pada proses pembentukan modal. Menurutnya tingkat tabungan
merupakan tambahan pembiayaan terhadap stok modal nasional. Perekonomian dengan
rasio K/L rendah, akan memiliki tambahan pendapatan modal (marginal productivity of
capital) yang tinggi. Kemudian bila sebagian pendapatan ditabung, maka akan tedadi
kenaikan dalam investasi. Sehingga hal ini akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi
(Grossman dan Helpman, 1994:25).

Teori pertumbuhan Neoklasik muncul guna mengkritisi pendapat Harrod Domar


mengenai pertumbuhan yang stabil. Menurut Neoklasik keseimbangan dalam pertumbuhan
ekonomi tidak kaku seperti pada pendapatnya Harrod dan Domar. Bila pada Harrod Domar
perbandingan antara modal dan tenaga kerja (K/L) dianggap tetap, maka dalam teori
pertumbuhan Neoklasik dinyatakan bahwa perbandingan tersebut bersifat fleksibel sesuai
dengan perkembangan yang mempengaruhinya. Sehingga keseimbangan yang dihasilkan
tidak bersifat kaku. Dengan kata lain perekonomian dimungkinkan tidak berada dalam
keseimbangan, meskipun dalam perkembangan berikutnya akan terdapat kekuatan yang
menyebabkan kondisi keseimbangan tercapai lagi.

Teori pertumbuhan Neoklasik dapat diuraikan ke dalam suatu fungsi produksi Cobb
Douglas, dimana output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sedangkan tingkat
kemajuan tehnologi merupakan variabel eksogen. Asumsi yang dipakai dalam model
neoklasik adalah adanya constant return to scale, adanya substitusi antara modal dan
tenaga kerja dan adanya penurunan dalam tambahan produktivitas (diminishing marginal
productivity) (Branson, 1989:576). Fungsi produksi Cobb Douglas yang dimaksud adalah :

Q = f(K,L)

dimana. Y merupakan tingkat output, K merupakan modal dan L merupakan tenaga kerja.
Persamaan outputnya dapat ditulis menjadi :
Q = bK L 1-

dimana Q merupakan tingkat output, b merupakan tingkat kemajuan tehnologi, K


merupakan modal, L merupakan tenaga kerja, dan 1 merupakan elastisitas output
terhadap input modal dan tenaga kerja.

Pesamaan (1.7) dirubah menjadi produktivitas per tenaga kerja, maka masing masing
sisi dibagi dengan L, sehingga persamaannya menjadi :
Q/L = b(K/L)
dengan <>
q = b(k)

dimana q = Q/L dan k = K/L. Secara grafis hubungan antara q dengan k dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 1.2:
Keseimbangan Pertumbuhan Neoklasik

Pada gambar di atas gambar fungsi produksi f(k) merupakan rasio modal terhadap
tenaga kerja dan dibuat dengan anggapan bahwa marginal product dari k menurun. Kurva
(gl/s) merupakan kurva yang menunjukkan rasio antara pertumbuhan tenaga kerja (gl)
dengan marginal propensity to save (s). Kurva (gl/s) k merupakan garis lurus karena baik gl
dan s merupakan koefisien yang nilainya diberikan secara eksogen (konstanta), sehingga
(gl/s) merupakan konstanta pula. Oleh karena itu (gl/s)k merupakan garis lurus dengan
kemiringan sebesar (gl/s) (Boediono, 1999:90).

Perkembangan perekonomian sepanjang fungsi produksi f(k) dengan adanya kenaikan


dalam k dari kl, k2 sampai k*, maka akan meningkatkan rasio modal terhadap tenaga kerja
(k=K/L). Peningkatan dalam k ini akan diringi dengan kenaikan dalam output per pekerja
(q=Q/L) pada. titik q*. Sehingga keseimbangan akan terjadi pada, perpotongan antara kurva
(g1/s)k dengan kurva f(k), yakni pada q* dan k*. Kondisi terebut merupakan keseimbangan
yang bersifat stabil. Bila terdapat kondisi yang tidak stabil ((gl/s)k f(k)), maka akan
terdapat kekuatan yang mendorong terjadinya keseimbangan.

Selain masalah keseimbangan dalam pertumbuhan ekonomi, analisis teori


pertumbuhan Neoklasik juga menunjukkan adanya konvergenitas pertumbuhan ekonomi
antar negara. Berdasarkan teori pertumbuhan Neoklasik, maka hukum pertambahan hasil
yang menurun menyebabkan pertambahan output mengalami penurunan, meskipun terjadi
pertambahan pada modal. Secara grafis hal ini dapat dilihat pada. gambar berikut :

Gambar 1.3:

Konvergenitas Dalam Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik


Pada gambar tersebut, k menunjukkan rasio modal terhadap tenaga kerja, q menunjukkan
rasio output terhadap tenaga kerja dan f(k) merupakan fungsi dari rasio antara modal
terhadap teriaga kerja (k). Meskipun k meningkat dalam jumlah yang sama
((ko,kl)=(k2,k3)), tetapi kenaikan dalam. q akan lebih besar pada perekonomian dengan
kondisi awal k yang rendah ((qo,ql) > (q2,q3)).

Oleh karena itu menurut teori Neoklasik, negara miskin dengan tingkat rasio modal
terhadap tenaga kerja (k) rendah dapat memiliki tambahan produktivitas modal (marginal
productivity of cqpital=Q/K) yang tinggi, sehingga akan dapat meningkatkan
pertumbuhannya guna mengejar ketertinggalannya dengan negara maju. Hal ini karena di
negara maju terjadi pertambahan hasil yang semakin menurun (diminishing marginal qf
capital). Sehingga menurut teori pertumbuhan Neoklasik akan terjadi konvergenitas
pendapatan perkapita antar negara negara miskin dengan negara maju (Barro, 1991:407 ;
Cronovich,2001:6).

2.3. Teori Pertumbuhan Endogen

Teori Pertumbuhan endogen merupakan suatu teori pertumbuhan yang menjelaskan


bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses yang bersumber dari dalam suatu
sistem (Romer, 1994:3 ; Barro dan Martin, 1999:38). Teori pertumbuhan endogen muncul
sebagai kritik terhadap teori pertumbuhan Neoklasik mengenai diminishing margirtul
produciivdy of cupital dan konvergenitas pendapatan di berbagai negara. Berdasarkan studi
empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tidak adanya konvergenitas pendapatan

di berbagai negara (Rotner, 1994:4). Hal ini karena pada negara negara yang sudah maju,
telah mengembangkan tehnologi yang dapat meningkatkan kapasitas produksinya.
Kemajuan tehnologi tersebut salah satunya didukung oleh adanya sumber daya manusia
yang berkualitas, sehingga mereka dapat melakukan inovasi tehnologi yang dapat
memberikan manfaat besar terhadap pembangunan. Sehingga walaupun negara
berkembang mampu meningkatkan akumulasi modal fisiknya, akan tetapi perkembangan
tersebut belum dapat mengejar ketertinggalan dengan negara maju. Dalam hal ini teori
perumbuhan endogen menjelaskan mengapa akumulasi modal tidak mengalami diminishing
return, tetapi justru. mengalami increasing return dengan adanya spesialisasi dan investasi
di bidang sumber daya manusia (Meier, 2000:75).

Teori pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasai, yakni (Rivera Butiz dan
Romer. 1991.530 555) , pertama, perubahan tehnologi yang bersifat endogen melalui
proses akumulasi pengetahuan ; kedua, adanya penciptaan ide baru oleh perusahaan sebagai
akibat adanya mekanisme spillover dan learning by doing dan ketiga, produksi barang
barang konsumsi yang dihasilkan oleh fungsi produksi pengetahuan yang tumbuh tanpa
batas.

Teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988)
merupakan awal kebangkitan dari pemahaman baru mengenai faktor faktor yang
menentukan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Pack, 1994:55). Hal ini seiring
dengan perkembangan dunia yang ditandai oleh perkembangan tehnologi modern yang
digunakan dalam proses produksi. Sehingga permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi
tidak bisa dijelaskan secara baik oleh teori Neoklasik, seperti penjelasan mengenai

decreasing return to capital, persaingan sempurna dan eksogenitas tehnologi dalam model
pertumbuhdn ekonomi (Grossman dan Helpman, 1994: 27).

Munculnya teori pertumbuhan endogen dapat dinyatakan dalam suatu persamaan : Y


AK, dimana Y merupakan tingkat output, A menunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhi (tehnologi, sedangkan K merupakan stok modal fisik dan sumber daya
manusia. Dalam model pertumbuhan tersebut tidak terjadi penurunan hasil yang menurun
dari modal (diminishing marginal of capital) seperti pada teori neoklasik. Hal ini
disebabkan karena adanya berbagai eksternalitas (sumber daya manusia, kemajuan
tehnologi) yang dapat mengimbangi berbagai kecenderungan terjadinya penurunan hasil
(Pack, 1994:56:Romer dan Martin, 1999:40). Dalam hal ini Romer menekankan pentingnya
eksternalitas yang berhubungan dengan pembentukan modal manusia dan pengeluaran
untuk kegiatan penelitian. Dengan model pertumbuhan Y=AK dimana =l, maka model
pertumbuhan endogen menunjukkan bahwa akumulasi modal, pengetahuan dan
pengalaman (learnig by doing) tidak akan mengalami pertambahan hasil yang menurun.
Sehingga terdapatnya peningkatan dalam rasio K/L, maka akan dapat meningkatkan Y/L
secara proporsional. Kemudian rasio K/Y atau Capital Output Ratio (COR) akan tetap
meskipun terjadi penurunan hasil yang semakin menurun.

3.PERANAN MODAL MANUSIA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

Modal manusia dapat menjadi sumber daya manusia yang handal dalam
pembangunan apabila kualiasnya tinggi. Dalam hal ini sSumber daya manusia dalam
pembangunan memiliki peranan penting dalam kaitannya untuk meningkatkan kualitas

pembangunan dan menjaga kelangsungan pembangunan itu sendiri. Dalam kaitannya


dengan teori pertumbuhan ekonomi, maka Krugman (1994) mengatakan bahwa investasi
sumber daya manusia menjadi lebih penting peranannya dalam pembangunan. Hal ini
karena kegiatan dalam akumulasi modal fisik dapat mengakibatkan penambahan hasil yang
menurun dalam penggunaan modal (marginal diminishing return of capital), sedangkan
pembangunan membutuhkan kelangsungan dalam jangka panjang. Sehingga adanya
investasi sumber daya manusia dapat meningkatkan kemajuan tehnologi yang pada
akhirnya dapat menimbulkan kenaikan produktivitas penduduk (Deolalikar, 1997:13).

Sumber daya manusia yang berkualitas bagi negara sedang berkembang merupakan
faktor penting dalam upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dengan negara
lain. Era informasi dan tehnologi yang berkembang dewasa ini semakin membuktikan
bahwa penguasaan, tehnologi yang baik akan berdampak pada kualitas maupun kuantitas
pembangunan itu sendiri. Agar tehnologi dapat dikuasi, maka dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Dalam kontek proses produksi, maka adanya penguasaan
tehnologi yang baik, maka akan mendorong terjadinya inovasi tehnologi. Inovasi tehnologi
tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan penemuan produk produk baru dan cara
produksi yang lebih efisien (Barro, 1991:408 ; Mankiw, dkk, 1992:92 Romer, 1994:36).

Guna mencapai sumber daya manusia yang berkualitas, maka dibutuhkan beberapa,
upaya, diantaranya adalah dengan melakukan pengembangan sumber daya manusia.
Schultz mengemukakan beberapa upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia,
diantaranya adalah terdapatnya pendidikan yang diorganisasikan secara formal pada tingkat
dasar, menengah dan pendidikan pada tingkat tinggi (Jhingan, 1996:521 522).

Manfaat dari adanya pendidikan bagi pembangunan ekonomi suatu bangsa secara
umum dapat dilihat dari pendapat Todaro (2000:343), yakni :

1. dapat menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif, karena adanya peningkatan
pengetahun dan keahlian ;
2. tersedianya kesempatan kerja yang lebih luas
3. terciptanya suatu kelompok pemimpin yang terdidik guna mengisi jabatan-jabatan
penting dalam dunia usaha maupun pemerintahan ;
4. tersedianya berbagai macam program pendidikan dan pelatihan yang pada akhirnya
dapat mendorong peningkatan dalam keahlian dan mengurangi angka buta huruf.

Perkembangan dalam kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari berbagai aspek.
Berbagai penelitian yang ada menunjukkan bahwa terdapat beberapa parameter untuk
mengetahui perkembangan kualitas sumber daya manusia, seperti angka indek guna
pendidikan (Bank Dunia, 2000:206) ; angka melek huruf, kesehatan dan pendidikan
(Deolalikar, 1997:134 137).

Tinjauan dari aspek pendidikan menunjukkan bahwa perkembangan kualitas sumber


daya manusia dapat dilihat dari angka partisipasi sekolah (enrolment ratio), yakni rasio
jumlah siswa terdidik pada usia sekolah terhadap jumlah penduduk usia sekolah, baik usia
sekolah pada tingkat dasar, menengah maupun tingkat perguruan tinggi (Ghatak dan
Siddiki,1999:1 33 ; Siddiki dan Daly, 2002:1 30: Mankiw, Romer dan Weil 1992:407 437).

Semakin besar rasio tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi penduduk


terhadap pendidikan di sekolah mengalami peningkatan. Sebaliknya semakin rendah rasio

tersebut menunjukkan tingkat partisipasi penduduk terhadap pendidikan di sekolah rendah.


Sehingga indikator angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan perkembangan kualitas
sumber daya manusia dalam pembangunan. Investasi yang cukup besar pada sumber daya
manusia dapat mendorong peningkatan dalam angka partisipasi sekolah. Peningkatan dalam
angka partisipasi sekolah (enrolment ratio) dapat berdampak pada peningkatan kualitas
maupun kuantitas pembangunan suatu negara.

Anda mungkin juga menyukai