Psi Sosial Pedofilia
Psi Sosial Pedofilia
Pendahuluan
Saat ini, kasus-kasus kekerasan
seksual yang menimpa anak-anak
di bawah umur menempati urutan
kedua setelah kekerasan psikologis.
Mulyadi (dalam Pos Kota,14 April
2007)
menyatakan
1024
kasus
kekerasan yang dilaporkan ke Komnas
Perlindungan Anak sepanjang tahun
2006, terdiri dari 600 lebih kekerasan
seksual, 28% adalah sodomi. Lalu pada
Januari sampai Maret 2007, Komnas
Perlindungan Anak sudah menangani
363 kasus kekerasan terhadap anak,
78 kasus diantaranya adalah sodomi.
99
aktivitas
seksual
yang
meliputi
pengikatan atau menimbulkan rasa
sakit atau penghinaan. Pedofilia dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe,
antara lain pedofilia yang menetap,
pedofilia yang sifatnya regresi, pedofilia
seks lawan jenis, pedofilia sesama jenis,
dan pedofilia wanita. Sebagian pedofil
menderita karena adanya dorongan
pemenuhan kebutuhan berhubungan
seksual dengan anak dibawah umur.
Jika dorongan tidak dipenuhi maka akan
menyebabkan distress atau masalah
interpersonal, dan jika dipenuhi akan
membahayakan orang lain dan dirinya
sendiri karena melanggar hukum.
Pedofilia dapat diklasifikasikan ke
dalam 5 tipe (dalam www.gaul.com)
,yaitu: (a) Pedofilia yang fiksasi. Orang
dengan pedofilia tipe ini menganggap
dirinya terjebak pada lingkungan anak.
Mereka jarang bergaul dengan sesama
usianya dan memiliki hubungan yang
lebih baik dengan anak. Mereka
digambarkan sebagai lelaki dewasa
yang tertarik pada anak laki-laki dan
menjalin hubungan layaknya sesama
anak laki-laki; (b) Pedofilia yang sifatnya
regresi. Individu dengan pedofilia
regresi tidak tertarik pada anak lelaki,
dan biasanya bersifat heteroseks,
serta lebih suka pada anak perempuan
berumur 8 atau 9 tahun. Beberapa di
antara mereka mengeluhkan adanya
kecemasan
maupun
ketegangan
dalam perkawinan mereka, dan hal ini
yang menyebabkan timbulnya impuls
pedofilia. Mereka menganggap anak
sebagai pengganti orang dewasa,
menjalin hubungan seperti sesama
dewasa, dan awalnya terjadi secara
tiba-tiba; (c) Pedofilia seks lawan jenis.
Merupakan pedofilia yang melibatkan
anak perempuan dan didiagnosa
sebagai pedofilia regresi. Pedofilia lawan
jenis ini umumnya menjadi teman anak
100
menjadi korbannya.
Melihat beberapa kejadian kekerasan seksual dan dampaknya pada
korban yang begitu besar, baik dalam
hal kepribadian, psikososial dan
psikoseksual, maka penulis ingin
melakukan penelitian ini dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi tentang
pelaku pedofilia melalui wawancara dan
tes Rrschach. Seperti yang kita ketahui
timbulnya gangguan tertentu dapat
disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal ini tidak dapat
tertangkap melalui wawancara. Oleh
sebab itu, peneliti menggunakan tes
Rrschach untuk mengungkap aspek
kepribadian yang lebih luas, yaitu aspek
kognitif atau intelektual, aspek afektif
atau emosional, dan aspek fungsi ego
(Klopfer and Davidson, 1962). Adapun
konsep dasar tes Rrschach ini adalah
adanya hubungan antara persepsi
seseorang dengan kepribadiannya.
Misalnya jika individu yang diberikan
tes ini melihat sesuatu benda yang
tidak pasti atau tidak tentu bentuknya,
dalam hal ini bercak tinta, maka individu
tersebut akan cenderung memberikan
interpretasi berdasarkan apa yang ada
dalam dirinya.
Tes Rrschach.
Menurut Klopfer (1962), aspek-aspek
kepribadian yang diungkap dalam tes
Rrschach dapat dibagi dalam tiga
aspek pokok, yaitu : (1) aspek kognitif,
yang menggungkap status dan fungsi
intelektual,
pendekatan
terhadap
masalah,
kemampuan
observasi,
pemikiran orisinil, produktivitas dan
luasnya minat; (2) aspek emosional,
yang menggugkap suasana emosi
secara umum, perasaan terhadap diri
sendiri, responsivitas terhadap orang
lain, reaksi terhadap tekanan emosional
dan kontrol terhadap dorongan-
101
Hasil
Subyek Y
Menurut DSM, pedofilia Y dapat
dispesifikasikan
dalam
sexually
attracted to female karena korban Y
adalah anak perempuan di bawah umur.
Gangguan pada Y memiliki ciri yang lain,
yaitu terjadi selama periode minimal 6
bulan. Hal ini ditunjukkan berdasarkan
keluhan yang disampaikan oleh Y pada
peneliti, bahwa Y merasa mengalami
ketertarikan pada anak di bawah umur
sejak duduk di bangku SMA. Y juga
mengakui bahwa sejak SMA ia mulai
merasa memiliki fantasi dan dorongan
seksual terhadap anak di bawah umur.
Walaupun perasaan tertarik pada anak
di bawah umur sudah ada sejak Y SMA,
tapi Y mulai merealisasikan perilaku
yang menimbulkan gairah seksual yang
berkaitan dengan melakukan kontak
seksual terhadap seorang anak yang
belum puber itu, saat Y merasa hubungan
dengan istrinya tidak harmonis. Perilaku
berfantasi dan melakukan masturbasi
dengan mengkhayalkan anak di bawah
umur adalah ciri yang diperlihatkan
Y sebagai pedofilia.
Y melakukan
mastrubasi
tersebut
berdasarkan
dorongan ketertarikan pada anak di
bawah umur. Dorongan dan fantasi
terhadap anak kecil, menyebabkan
Y mengalami distress atau masalah
102
103
pada
lingkungan
anak.
Selama
berlangsungnya wawancara, YG sering
mengatakan kalau dirinya jarang bergaul
dengan sesama usianya, memiliki
hubungan yang lebih baik dengan anak,
dan merasa paling nyaman jika bermain
dengan anak-anak. Pola perilaku
pedofilia pada YG dapat dikategorikan
sebagai perayu karena YG merayu
korbannya pada periode waktu kurang
lebih satu tahun untuk menurunkan
inhibisi seksual korban. YG melakukan
pendekatan dengan cara memenuhi
kebutuhan korban, yaitu membantu
mengerjakan PR, mengajak jalan-jalan,
membelikan hadiah dan mendengarkan
keluhan-keluhannya. Akhirnya korban
rela melakukan hubungan seksual
untuk tetap mendapatkan keuntungankeuntungan tersebut.
YG juga memiliki beberapa karakteristik
mayor seorang pedofilia antara lain:
(a) Pola perilaku jangka panjang dan
persisten. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya pengalaman yang traumatis
yang selalu diingat oleh YG sampai saat
ini. Ciri lain pada YG adalah ia memiliki
kontak sosial terbatas pada masa
remaja, di mana YG mulai mengurung
diri di rumah dan berkomunikasi
secukupnya. Kejadian ini berhubungan
dengan peristiwa traumatis yang
dialaminya; (b) Menjadikan anak-anak
sebagai obyek preferensi seksual di
mana fantasi seksual YG ditujukan pada
anak-anak di bawah umur dan memiliki
minat yang berlebih pada anak-anak.
YG juga memiliki teman-teman yang
berusia muda dan hubungan yang
terbatas dengan teman sebayanya. YG
memiliki preferensi usia anak 4-7 tahun.
YG menganggap anak-anak tersebut
bersih, murni, tidak berdosa, impish
dan sebagai obyek; (c) YG memiliki
teknik yang berkembang dengan baik
dalam mendapatkan korban.
YG
104
W=34,5%, D=65,5%,
A=48,3%
K=1
rata-rata.
rata.
W=34,5%, berarti W di
dapat terkontrol
atas rata-rata
rata-rata
matang
rata-rata.
Introvert
di atas rata-rata.
Maladjusting
Kebutuhan
rata-rata.
afeksi
dada.
rata.
Kecenderungan
W=34,5%, berarti W di
depresi
atas rata-rata
rata-rata
Sex
seksual. YG juga
secara seksual
menunjukkan adanya
menunjukkan kalau Y
berusaha menutupi
seksual.
ketidakmampuan dalam
relasi seksual.
Agresi
Inferior
FLR=1, Y
Content manusia
berjongkok
105
Subyek Y
Subyek YG
impulse life
Emotional
responsiveness
environment
oleh lingkungan.
Introversive-
extraversive
balance
lain.
emosi, terdapat
kecenderungan depresi dan
menarik diri.
106
kecenderungan dipaksakan.
control
Diskusi
Literatur pedofilia menyatakan bahwa
pedofilia bersifat obsesif, di mana
perilaku penyimpangan ini menguasai
hampir semua aspek kehidupan
pelakunya, mulai dari pekerjaan, hobi,
bacaan, pakaian bahkan desain rumah
dan perabotan. Pada kenyataanya,
melalui wawancara hal ini tidaklah dapat
dibuktikan. Kedua subyek yaitu Y dan
YG tidak bersifat obsesif karena dari
keduanya tidak didapatkan informasi
kalau penyimpangan ini menguasai
hampir semua aspek kehidupan mereka.
Y dan YG bekerja seperti kebanyakan
individu dewasa yaitu menjadi sopir
107
mengunjungi YG di penjara.
Walaupun Y dan YG menyukai
anak di bawah umur sebagai obyek
seksual, tapi keduanya juga memiliki
ketertarikan pada individu dewasa. Hal
ini diakui oleh YG yang masih sering
dikunjungi oleh pacarnya, dan Y yang
masih sering melakukan masturbasi
serta mengkhayalkan istrinya saat
berkomunikasi lewat telepon.
Melalui tes Rrschach didapatkan
skor W di atas rata-rata pada Y dan
YG. Hal ini dapat diartikan bahwa
Y dan YG memiliki kecenderungan
depresi. Berdasarkan hasil wawancara
dan observasi, beberapa karakteristik
depresi pada Y dan YG tidak tampak
sama sekali. Hal ini bisa saja hanya
sebatas potensi yang belum tentu akan
terjadi pada Y dan YG.
Berdasarkan
hasil
observasi,
wawancara, dan pemeriksaan tes
Rrschach ada kemungkinan YG
mengalami
masalah
lain
selain
gangguan pedofilia, misalnya gangguan
dalam penentuan orientasi seksual. Hal
ini diperkuat dengan beberapa temuan
antara lain : (a) Berdasarkan hasil
wawancara, YG mengatakan kalau ia
pernah mengalami kejadian traumatis
yang sulit untuk dilupakan dan tidak ingin
ia ceritakan pada orang lain. Walaupun
peneliti mencoba menanyakan kembali
hal tersebut, YG tetap tidak ingin
menceritakan dan mengatakan kalau
hal ini hanya ia yang tahu dan tidak
ingin dibagi untuk orang lain. YG juga
merasakan kurangnya afeksi dari ayah
dan pernah mendapatkan kekerasan
baik oleh teman atau ayahnya sendiri.
Berdasarkan wawancara dengan YN
yang bertugas sebagai sipir, didapatkan
informasi kalau YG sering mendapat
sebutan sebagai napi yang gay oleh
teman-teman lainnya di dalam LP. YG
juga jarang melakukan kencan dengan
108
109
kriteria yang terdapat dalam DSM-IVTR. Hanya saja karena keduanya saat
ini sedang menjalankan hukuman di
dalam penjara, maka kriteria intens dan
berulang dalam hal mencari korban tidak
dapat dilakukan. Intens dan berulang
hanya sebatas fantasi dan hanya dapat
direalisasikan melalui masturbasi oleh Y
dan YG. Menurut kedua subyek, mereka
hanya melakukan pencabulan sebanyak
satu kali dan setelah itu keduanya ditahan
dan dihukum di dalam LP. Kemungkinan
keduanya melakukan pencabulan pada
anak di bawah umur sangatlah besar.
Hal ini berdasarkan pengakuan Y yang
masih merasa adanya dorongan dan
fantasi seksual terhadap anak di bawah
umur. Tapi, karena saat ini Y berada
di dalam penjara, dorongan tersebut
tidak dapat direalisasikan, dan sebagai
penggantinya Y melakukan masturbasi.
Sementara
pada
YG,
menurut
pengakuannya saat wawancara, YG
merasa penjara adalah tempat yang
membatasinya dalam mencari korban.
YG juga mengaku jika saja ia tidak
berada di dalam penjara, maka ia
yakin kalau ia masih akan melakukan
pencabulan pada anak di bawah umur.
Kedua subyek, Y dan YG memiliki
gangguan pedofilia yang berhubungan
dengan gangguan mood, kecemasan
dan penyalahgunaan zat yaitu alkohol.
Y dan YG dapat dikatagorikan
sebagai pedofilia dengan sexually
attracted to female, karena Y dan
YG merasa tertarik untuk melakukan
hubungan seksual pada anak yang
belum memasuki usia puber dan hanya
berjenis kelamin perempuan. Y dan YG
dapat dikategorikan sebagai Preferential
Child Molester (lebih cenderung menjadi
seorang pedofilia) karena memiliki
preferensi seksual yang pasti terhadap
anak.
Y dan YG memiliki perbedaan
110
Saran
Dari penelitian ini ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk memperkaya
penelitian selanjutnya, antara lain: (a)
Untuk mendapatkan informasi yang
lebih banyak dan bervariasi, serta
mendapatkan perbandingan antara
subyek satu dan lainnya, sebaiknya
peneliti berikutnya dapat mewawancarai
lebih banyak subyek sehingga data
yang diperoleh lebih banyak dan dapat
dengan mudah dibandingkan satu
dengan lainnya; (b) Pada saat dilakukan
wawancara, Y dan YG mengaku kalau
mereka berdua merasa bersalah dan
jera untuk mengulangi lagi perbuatan
mereka. Mereka juga mengatakan
bahwa selama berada di dalam penjara
keinginan untuk melakukan hubungan
seks dengan anak kecil tersebut sudah
tidak ada lagi. Tapi, pada kesempatan
yang lain Y mengatakan kalau Y baru saja
melakukan masturbasi 3 hari yang lalu
dengan menghayalkan anak di bawah
umur.
Sementara YG mengatakan
pada kesempatan lain bahwa kalau saja
YG tidak ada di dalam penjara, mungkin
YG akan melakukan kejahatan yang
sama. Hal ini mengindikasikan perlunya
penanganan yang serius terhadap
Daftar Pustaka
DSM-IV-TR (2000).American Psychiatric
Association
Davidson, G., Neale, J., Kring, A (
2006). Psikologi Abnormal (edisi
ke 9). Jakarta: PT Radja Grafindo
Persada.
Klopfer, B & Davidson, H (1962)
111
112