Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi setiap organisasi, sebab
tanpa sumber daya manusia tujuan dan sasaran organisasi tidak akan tercapai sesuai
yang direncanakan. Oleh karena itu peranan sumber daya manusia sangat penting
dalam setiap organisasi.
Pentingnya peranan sumber daya manusia bagi setiap organisasi diharapkan
dapat meningkatkan kinerja karyawan, untuk itu sumber daya manusia perlu
memiliki skill atau keterampilan yang handal dalam menangani setiap pekerjaan,
sebab dengan adanya skill yang handal maka secara langsung dapat meningkatkan
kinerja karyawan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam suatu
perusahaan adalah budaya kerja, dimana faktor tersebut sangat erat kaitannya
dalam meningkatkan kinerja karyawan, sebab dengan terciptanya budaya kerja
yang baik dan ditunjang oleh kerja sama dengan sesama karyawan, maka
akan tercapai hasil yang dapat meningkatkan kinerja kerja karyawan. (Tika,
2008 : 120)
Berkaitan dengan pentingnya masalah budaya kerja terhadap kinerja
karyawan, maka hal ini perlu diperhatikan pada perusahaan PT. Hadji Kalla yakni
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang dealer mobil Toyota, dimana dalam
menunjang aktivitas operasional perusahaan maka salah satu upaya yang perlu

dilakukan oleh perusahaan adalah dengan memperhatikan masalah budaya


organisasi, sebab budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan.
Budaya kerja pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat
difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat
diformulasikan secara formal dalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan.
Dengan membakukan budaya kerja, sebagai suatu acuan bagi ketentuan atau
peraturan yang berlaku, maka para pemimpin dan karyawan secara tidak langsung
akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan visi dan
misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan
menghasilkan pemimpin dan karyawan professional yang mempunyai integritas yang
tinggi.
Oleh karena itu pimpinan harus berusaha menciptakan kondisi budaya kerja
yang kondusif dan dapat mendukung terciptanya kinerja yang baik. Hal inilah yang
merupakan sasaran bagi pimpinan perusahaan PT. Hadji Kalla dalam menciptakan
budaya kerja yang diinginkan atau budaya yang kuat maka upaya yang ingin dicapai
adalah untuk menciptakan budaya kerja yang baik, sehingga dapat meningkatkan
kinerja para karyawan di lingkungan perusahaan.
Hal ini dapat dilihat pada penerapan budaya kerja pada PT. Hadji Kalla
Cabang Alauddin Makassar belum optimal, dimana masih ada karyawan yang belum
mentaati disiplin kerja seperti : jam kerja, mereka masuk kerja setelah jam 09.00 Wita
dan pulang sebelum jam 17.00 Wita, disamping itu sikap karyawan yang tidak

memegang teguh amanah dalam melaksanakan tugas pokok dan kewajibannya


sebagai karyawan. Tindakan-tindakan seperti tersebut di atas dapat berakibat pada
kurangnya pelayanan kepada masyarakat.
Untuk itu kesadaran karyawan akan pentingnya budaya kerja masih perlu
disosialisasikan. Hal ini berhubungan dengan pengimplementasian budaya kerja
terhadap kinerja karyawan yang sangat kompleks, karena mereka mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Kemampuan karyawan masih terbatas, sikap dan
perilaku masih perlu ditingkatkan disamping itu perlu ada motivasi dari pimpinan,
yang terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain : inisiatif
individual, toleransi risiko, dan dukungan manajemen. Ketiga faktor tersebut
mempunyai hubungan terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka judul dalam penelitian ini
adalah : Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Hadji kalla
Cabang Alauddin Makassar.
1.2 Masalah Pokok
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengemukakan masalah pokok
sebagai berikut :
1. Apakah budaya kerja yang terdiri dari inisiatif individual, toleransi risiko dan
dukungan manajemen berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT.
Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar.

2. Variabel manakah dari budaya kerja inisiatif individual, toleransi risiko dan
dukungan manajemen yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan
pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan :
a) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya kerja yang meliputi :
inisiatif individual, toleransi risiko dan dukungan manajemen terhadap kinerja
karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar.
b) Untuk menganalisis variabel budaya kerja yang paling dominan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dikemukakan dalam penulisan ini adalah :
a) Sebagai bahan masukan bagi pimpinan PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin
Makassar, mengenai pengaruh budaya kerja dalam kaitannya dengan peningkatan
kinerja karyawan.
b) Memberikan kontribusi bagi peningkatan keilmuan bagi kalangan akademisi dan
peneliti lainnya mengenai budaya kerja dalam kaitannya dengan peningkatan
kinerja kerja karyawan.

1.5 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan skripsi ini, maka penulis
akan menguraikan ke dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I

Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, masalah pokok, tujuan


penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan.

Bab II

Tinjauan Pustaka yang meliputi pengertian manajemen sumber daya


manusia, budaya kerja, jenis-jenis budaya kerja, fungsi budaya kerja,
faktor-faktor yang mempengaruhi budaya kerja, hubungan budaya kerja
dengan kinerja karyawan, pengertian kinerja karyawan, kerangka pikir,
hipotesis.

Bab III

Metode penelitian, yang didalamnya mencakup lokasi dan waktu


penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, populasi dan
sampel, definisi operasional variabel, metode analisis.

Bab IV Gambaran umum perusahaan yang berisikan sejarah singkat berdirinya


perusahaan, struktur organisasi, serta uraian tugas masing-masing bagian
dalam perusahaan.
Bab V

Hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari karakteristik responden,


analisis deskriptif mengenai budaya kerja terhadap kinerja karyawan, serta
analisis pengaruh budaya kerja terhadap kinerja karyawan.

Bab VI

Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Akhir-akhir ini tampak suatu fenomena administratif pada tingkat yang belum
pernah terlihat sebelumnya, yaitu semakin besarnya perhatian semakin banyak pihak
terhadap pentingnya manajemen sumber daya manusia. Perhatian yang semakin besar
tersebut ditunjukkan baik oleh para politisi, para tokoh industri, para pembentuk opini
yaitu para pimpinan media massa para birokrat di lingkungan pemerintahan maupun
oleh para ilmuwan yang menekuni berbagai cabang ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial.
Manajemen sumber daya manusia merupakan terjemahan dari Man Power
Management dan dianggap mempunyai pengertian yang sama dan Personal
Management atau manajemen personalia. Secara umum, baik istilah manajemen
sumber daya manusia maupun istilah manajemen personalia sama-sama diartikan
sebagai manajemen kepegawaian dalam hal ini orang-orang yang mengadakan kerja
sama dalam mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.
Manajemen sumber daya manusia memiliki arti penting sebagai salah satu
fungsi manajemen selain fungsi manajemen pemasaran, keuangan, dan produksi, di
mana manajemen sumber daya manusia meliputi usaha-usaha/aktivitas-aktivitas suatu
organisasi dalam mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya secara umum
dimulai dari proses pengadaan karyawan, penempatan, pengelolaan, pemeliharaan,
pemutusan hubungan kerja, hingga hubungan industrial. Departemen sumber daya
manusia yang ada dalam suatu organisasi membantu karyawan dan organisasi

mencapai tujuan mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka studi tentang
manajemen sumber daya manusia akan menunjukkan bagaimana seharusnya suatu
organisasi

memperoleh,

menggunakan,

mengembangkan,

mengevaluasi

dan

memelihara karyawannya dalam kuantitas dan kualitas yang tepat.


Diantara para ahli mempunyai pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan
Manajemen Sumber Daya Manusia. Namun demikian, secara umum intisari
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli memiliki kesamaan tujuan.
Manajemen sumberdaya manusia merupakan sistem yang terdiri dari banyak
aktivitas interdependen (saling terkait satu sama lain). Aktivitas ini tidak berlangsung
menurut isolasi: yang jelas setiap aktivitas mempengaruhi sumber daya manusia lain.
Misalnya keputusan buruk menyangkut kebutuhan staffing bisa menyebabkan
persoalan ketenaga-kerjaan, penempatan, kepatuhan sosial, hubungan serikat buruh,
manajemen, dan kompensasi. Bila aktivitas sumber daya manusia dilibatkan secara
keseluruhan, maka aktivitas tersebut membantu sistem manajemen sumber daya
manusia perusahaan. Perusahaan dan orang merupakan sistem terbuka karena mereka
dipengaruhi oleh lingkungannya. Manajemen sumber daya manusia juga merupakan
sistem terbuka yang dipengaruhi oleh lingkungan luar.
Handoko dalam Rachmawati (2008 : 3) mengemukakan bahwa manajemen
sumber daya manusia merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan

dan

pengawasan

kegiatan-kegiatan

pengadaan,

pengembangan,

pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya


manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.

Yuniarsih dan Suwatno (2008 : 3) mengemukakan bahwa manajemen sumber


daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya manusia yang
memusatkan kepada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi manajemen untuk
mencapai tujuan organisasi .
Sofyandi (2008 : 6) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia
adalah suatu strategi dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning,
organizing, leading, and controlling, dalam setiap aktivitas/ fungsi organisasi sumber
daya manusia mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan dan pengembangan,
penempatan yang meliputi promosi, demosi dan transfer, penilaian kinerja, pemberian
kompensasi, hubungan industrial, hingga pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan
bagi peningkatan kontribusi produktif dari sumber daya manusia organisasi terhadap
pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien.
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen
keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Stres
merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipungkiri dapat dialami karyawan. Stres
dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, adalah tugas manajemen sumber
daya manusia untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja
yang memuaskan dalam pekerjaannya.
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) mempunyai berbagai aktivitas
yang merupakan tindakan-tindakan yang diambil untuk menyediakan dan
mempertahankan lingkungan kerja yang tepat dalam organisasi. Suatu organisasi
kecil mungkin tidak memiliki suatu departemen sumber daya manusia. Aktivitas-

aktivitas manajemen sumber daya manusia sering disebut juga sebagai fungsi-fungsi
manajemen sumber daya manusia.
Rivai (2009 : 1) mengemukakan bahwa manajemen sumber daya manusia
merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
Menurut Schuler dalam buku Sutrisno (2009 : 4) mengemukakan bahwa :
"Manajemen sumber daya manusia merupakan pengakuan tentang pentingnya tenaga
kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi
kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan beberapa fungsi dan
kegiatan untuk memastikan bahwa sumber daya manusia tersebut digunakan secara
efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi dan masyarakat."
Fokus manajemen sumber daya manusia terletak pada upaya mengelola
sumber daya manusia di dalam dinamika interaksi antara organisasi pekerja yang
seringkali memiliki kepentingan berbeda. Manajemen sumber daya manusia meliputi
penggunaan sumber daya manusia secara produktif dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi dan pemuasan kebutuhan pekerja secara individual.
Jadi manajemen sumber daya manusia dapat juga merupakan kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, serta penggunaan sumber
daya manusia untuk mencapai tujuan baik secara individu maupun organisasi.
Walaupun objeknya sama-sama manusia, namun pada hakikatnya ada perbedaan
hakiki antara manajemen sumber daya manusia dengan manajemen tenaga kerja atau
dengan manajemen personalia.

10

2.2 Pengertian Budaya Kerja


Pada mulanya istilah budaya (culture) populer dalam disiplin ilmu
antropologi. Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah. Kata
buddhayah merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Sedangkan kata culture berasal dari kata colere yang memiliki makna mengolah,
mengerjakan. Istilah culture berkembang hingga memiliki makna sebagai segala
daya dan upaya manusia untuk mengubah alam.
Dalam rentang dua puluh tahun terakhir, topik budaya kerja menarik perhatian
banyak orang, khususnya mereka yang mempelajari masalah perilaku kerja. Budaya
kerja mulai dipandang sebagai sesuatu hal yang memiliki peranan penting dalam
mencapai tujuan akhir suatu perusahaan.
Jadi pandangan-pandangan tentang budaya kerja umumnya menekankan pada
pentingnya nilai-nilai yang dianut bersama yang menjadi pengikat diantara anggota
perusahaan yang memberi pengaruh terhadap perilaku anggota perusahaan. Budaya
juga membedakan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Lingkungan yang berbeda akan memberi dampak pada pola dan warna
budaya, karena itu terjadi pola dan warna budaya yang tebal dan tipis. Dalam budaya
yang tebal terdapat kesepakatan yang tinggi dari anggotanya untuk mempertahankan
apa yang diyakini benar dari berbagai aspek sehingga dapat membina keutuhan,
loyalitas dan komitmen perusahaan. Kesepakatan bersama ini diwariskan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Jadi ada proses dalam mengadaptasi budaya kepada

11

pegawai. Masalah sosialisasi budaya dilakukan pada saat perusahaan menerima


pegawai baru, sehingga pegawai bersangkutan sudah terbentuk perilakunya sesuai
dengan budaya yang ada.
Menurut Moeljono (2005 : 2) mengemukakan bahwa : Budaya kerja pada
umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang
mengikat pada karyawan karena dapat diformulasikan secara formal. Dalam berbagai
peraturan dan ketentuan perusahaan .
Secara individu maupun kelompok seseorang tidak akan terlepas dari budaya
yang ada dalam perusahaan. Pada umumnya mereka akan dipengaruhi oleh
keanekaragaman sumberdaya-sumberdaya yang ada sebagai stimulus sehingga
seseorang dalam perusahaan mempunyai perilaku yang spesifik bila dibandingkan
dengan kelompok organisasi atau perusahaannya.
Budaya kerja menurut Mangkunegara (2005 : 113) yang dikutip dari Edgar
H. Schein mendefinisikan bahwa : Budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau
sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang
dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya kerja mempunyai dua tingkatan yaitu pada tingkatan yang lebih dalam
dan kurang terlihat, budaya merujuk pada nilai-nilai yang dianut bersama oleh orang
dalam kelompok dan cenderung bertahan sepanjang waktu. Pengertian ini mencakup
tentang apa yang penting dalam kehidupan dan sangat bervariasi dalam perusahaan
yang berbeda. Pada tingkatan yang lebih terlihat, budaya menggambarkan pola atau

12

gaya perilaku suatu perusahaan, sehingga pegawai-pegawai baru secara otomatis


terdorong untuk mengikuti perilaku sejawatnya.
Menurut Rachmawati (2004 : 118) bahwa : Budaya kerja merupakan sistem
penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu perusahaan
dan mengarahkan perilaku segenap anggota perusahaan. Selain itu budaya perusahaan
mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan perusahaan itu dari perusahaan-perusahaan lain .
Ruky (2006 : 315) mengemukakan bahwa budaya kerja adalah mencerminkan
cara mereka melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani orang, dsb), yang
dapat dilihat dan dirasakan terutama oleh orang di luar organisasi tersebut.
Tika (2008 : 4) berpendapat bahwa budaya kerja adalah pokok penyelesaian
masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara
konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota
baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap
masalah-masalah terkait seperti di atas.
Sedangkan menurut Mc Kenna dan Nic Beech (2000 : 62) mengemukakan
bahwa budaya kerja atau perusahaan sebagai pola asumsi-asumsi yang mendasar di
mana kelompok yang ada menciptakan, menemukan atau berkembang dalam proses
belajar untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan adaptasi eksternal dan integrasi
internal.
Unsur-unsur yang terkandung dalam budaya kerja menurut Tika (2008 : 5)
dapat diuraikan sebagai berikut :

13

1. Asumsi dasar
Dalam budaya kerja terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman
bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku.
2. Keyakinan yang dianut
Dalam budaya kerja terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh para
anggota perusahaan. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat berbentuk
slogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum perusahaan, filosofi usaha, atau
prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
3. Pimpinan atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya kerja.
Budaya kerja perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin perusahaan atau
kelompok tertentu dalam perusahaan tersebut.
4. Pedoman mengatasi masalah
Dalam perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul, yakni
masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut
dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota
organisasi.
5. Berbagai nilai (sharing of value)
Dalam budaya kerja perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling diinginkan atau
apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6. Pewarisan (learning process)

14

Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota perusahaan perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman
untuk bertindak dan berperilaku dalam perusahaan tersebut.
7. Penyesuaian (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang berlaku
dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi perusahaan terhadap
perubahan lingkungan.
2.3 Jenis-Jenis Budaya Kerja
Sedangkan jenis-jenis budaya kerja berdasarkan proses informasi dan
tujuannya menurut Tika (2008 : 7) adalah :
1. Berdasarkan Proses Informasi
Robert E. Quinn dan R. McGrath (dalam buku Arie Indra Chandra) membagi
budaya organisasi berdasarkan proses informasi terdiri dari :
a) Budaya rasional
Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran
pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas dan keuntungan atau
dampak)
b) Budaya ideologis
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan yang
dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan
revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan pertumbuhan)

15

c) Budaya konsensus
Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi, partisipasi dan
konsensus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan kohesi (iklim,
moral dan kerja sama kelompok)
d) Budaya hierarkis
Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal (dokumentasi,
komputasi

dan

evaluasi)

diasumsikan

sebagai

sarana

bagi

tujuan

kesinambungan (stabilitas, control dan koordinasi)


2. Berdasarkan Tujuannya
Talizuduhu Ndraha membagi budaya kerja berdasarkan tujuannya, yaitu :
a) Budaya organisasi perusahaan,
b) Budaya organisasi publik
c) Budaya organisasi sosial.
2.4 Fungsi Budaya Kerja
Adapun fungsi utama budaya kerja adalah sebagai berikut :
a.

Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun


kelompok lain.
Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu
perusahaan atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.

b.

Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu perusahaan

16

Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan. Mereka bangga
sebagai seorang pegawai/karyawan suatu perusahaan. Para karyawan mempunyai
rasa memiliki, partisipasi, dan rasa tanggungjawab atas kemajuan perusahaannya.
c.

Mempromosikan stabilitas sistem sosial.


Hal ini tergambarkan di mana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung dan
konflik serta perubahan diatur secara efektif.

d.

Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap


serta

perilaku

karyawan.

Dengan

dilebarkannya

mekanisme

kontrol,

didatarkannya struktur, diperkenalkannya dan diberi kuasanya karyawan oleh


perusahaan, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat
memastikan bahwa semua orang diarahkan ke arah yang sama.
e.

Sebagai integrator
Budaya kerja dapat dijadikan sebagai integrator karena adanya sub budaya baru.
Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar di
mana setiap unit terdapat para anggota perusahaan yang terdiri dari sekumpulan
individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda.

f.

Membentuk perilaku bagi karyawan


Fungsi seperti ini dimaksudkan agar para karyawan dapat memahami bagaimana
mencapai tujuan perusahaan.

g.

Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok


perusahaan. Masalah utama yang sering dihadapi perusahaan adalah masalah

17

adaptasi terhadap lingkungan eskternal dan masalah integrasi internal. Budaya


kerja diharapkan dapat berfungsi mengatasi masalah-masalah tersebut.
h.

Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan.


Fungsi budaya kerja adalah sebagai acuan untuk menyusun perencanaan
pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai
perusahaan tersebut.

i.

Sebagai alat komunikasi


Budaya kerja dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan
atau sebaliknya, serta antara anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi
tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu
bersifat material dan perilaku. Kata-kata mencerminkan kegiatan dan politik
organisasi. Material merupakan indikator dari status dan kekuasaan, sedangkan
perilaku merupakan tindakan-tindakan realistis yang pada dasarnya dapat
dirasakan oleh semua insan yang ada dalam perusahaan.

j.

Sebagai penghambat berinovasi


Budaya kerja dapat juga sebagai penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi
apabila budaya kerja tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut
lingkungan eksternal dan integrasi internal. Perubahan-perubahan terhadap
lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh pimpinan organisasi. Demikian
pula pimpinan organisasi masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Budaya Kerja

18

Faktor-faktor utama yang menentukan kekuatan budaya kerja adalah


kebersamaan dan intensitas.
1.

Kebersamaan
Kebersamaan adalah sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti
yang dianut secara bersama.
Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi
dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggota organisasi khususnya anggota
baru maupun melalui program-program latihan. Melalui program orientasi,
anggota-anggota baru organisasi diberi nilai-nilai budaya yang perlu dianut secara
bersama oleh anggota-anggota organisasi. Di samping orientasi kebersamaan,
juga dipengaruhi oleh imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi),
hadiah-hadiah, tindakan-tindakan lainnya yang membantu memperkuat komitmen
nilai-nilai inti budaya kerja.

2.

Intensitas
Intensitas adalah derajat komitmen dari anggota-anggota perusahaan kepada nilainilai inti budaya kerja. Derajat intensitas bisa merupakan suatu hasil dari struktur
imbalan. Oleh karena itu, pimpinan perusahaan perlu memperhatikan dan
mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota perusahaan
guna menanamkan nilai-nilai budaya kerja.
Menurut Stepen P. Robbins dalam buku Tika (2008 : 10) menyatakan adalah

10 karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan, akan menjadi budaya kerja.
Kesepuluh karateristik budaya organsisasi tersebut sebagai berikut :

19

1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan
atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
Inisiatif tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu perusahaan
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan.
2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko
Dalam budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan
untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya kerja
dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai
untuk

dapat

bertindak

agresif

dan

inovatif

untuk

memajukan

organisasi/perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang


dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi/perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan
harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi dan tujuan perusahaan. Kondisi
ini dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

4. Integrasi
Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu perusahaan dapat mendorong unit-unit
perusahaan untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi. Kekompakan unit-unit

20

perusahaan dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang
dihasilkan.
5. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan
komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.
Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran
kinerja suatu perusahaan.
6. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan
dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi
dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu perusahaan.
7. Identitas
Identitas dimaksudkan sejauh mana para anggota/karyawan suatu perusahaan
dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan
bukan sebagai kelompok kerja tertentu

atau keahlian profesional tertentu.

Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu


manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.

8.

Sistem Imbalan

21

Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji,
promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan sebaliknya
didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan yang
didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan suatu
perusahaan untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi kerja
yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan
berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif
dan frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja perusahaan menjadi
terhambat.
9.

Toleransi terhadap konflik


Sejauh mana para pegawai/karyawan didorong untuk mengemukakan konflik dan
kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering
terjadi dalam suatu perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik yang
terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan
strategi untuk mencapai tujuan suatu perusahaan.

10. Pola Komunikasi


Sejauh mana komunikasi dapat dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola
komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar karyawan itu sendiri.

22

Untuk dapat menentukan karakteristik budaya kerja yang dapat meningkatkan


kinerja perusahaan, diperlukan kriteria ukuran. Kriteria ukuran budaya kerja juga
bermanfaat untuk memetakan sejauh mana karakteristik tipe budaya kerja tepat atau
relevan dengan kepentingan suatu organisasi karena setiap perusahaan memiliki
spesifikasi tujuan dan karakter sumber daya yang berlainan. Karakteristik perusahaan
yang berbeda akan membawa perbedaan dalam karakteristik tipe budaya kerja.
2.6 Hubungan Budaya Kerja dengan Kinerja Karyawan
Manajemen budaya kadangkala memfokuskan diri pada pengembangan nilai
bersama dan mendapat komitmen untuk nilai bersama tersebut. Nilai ini berkaitan
dengan jenis perilaku yang dipercaya manajemen sesuai kepentingan perusahaan.
Nilai inti dari bisnis mengekspresikan keyakinan tentang apa yang dianggap penting
oleh manajemen mengenai bagaimana fungsi perusahaan dan bagaimana orang-orang
seharusnya berperilaku. Tujuannya untuk memastikan bahwa keyakinan ini juga
dimiliki dan dilaksanakan karyawan. Strategi manajemen budaya seharusnya
menganalisis perilaku yang sesuai dan kemudian dibawa ke dalam proses, seperti
manajemen kinerja, yang akan mendorong pengembangan perilaku tersebut.
Menurut Denison dalam buku Tika (2008 :136) berpendapat bahwa ada empat
prinsip integratif mengenai hubungan timbal balik antara budaya perusahaan dan
efektivitas kinerja perusahaan. Keempat prinsip ini diberi nama empat sifat utama
(main cultural traits) yang mencakup, yaitu : "1. Keterlibatan (involvement),
2. Konsistensi, 3. Adaptabilitas, 4. Misi."

23

Selanjutnya penjelasan mengenai hubungan keempat sifat utama tersebut di


atas dengan efektivitas kinerja perusahaan dapat dijelaskan secara ringkas sebagai
berikut :
1. Keterlibatan (Involvement)
Keterlibatan merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi. Penelitian tentang
keterlibatan perusahaan yang tinggi oleh Walton maupun Lawler mengemukakan
bahwa keterlibatan merupakan strategi manajemen bagi kinerja perusahaan yang
efektif dan strategi karyawan untuk lingkungan kerja yang baik. Mereka juga
lebih memfokuskan pada struktur-struktur dan strategi aktual dalam membentuk,
mempertahankan sistem keterlibatan yang tinggi.
Organisasi dengan keterlibatan tinggi memiliki karakteristik dari sebuah suku
(clan) daripada sebuah birokrasi formal. Transaksi-transaksi organisasi suku
terutama dipengaruhi oleh nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, dan
tradisi-tradisi. Organisasi dengan tingkat keikutsertaan, keterlibatan, dan
partisipasi

yang tinggi bergantung pada sistem manajemen yang terbentuk

berdasarkan.
2. Konsistensi
Teori konsistensi menekankan adanya dampak positif budaya kuat pada efektivitas
organisasi dan bahwa sistem keyakinan, nilai dan simbol yang dihayati serta
dipahami secara luas oleh para anggota organisasi memiliki dampak positif pada
kemampuan mereka dalam mencapai konsensus dan melakukan tindakan-tindakan
yang terkoordinasi. Konsep fundamentalnya adalah sistem kontrol implisit, yang

24

berdasarkan nilai-nilai yang diinternalisasi merupakan cara yang efektif dalam


tercapainya koordinasi daripada sistem kontrol eksternal yang bergantung pada
peraturan-peraturan eksplisit.
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa konsistensi menyangkut keyakinan,
nilai-nilai, simbol, dan peraturan-peraturan mempunyai pengaruh terhadap kinerja
perusahaan khususnya menyangkut, metode melakukan bisnis, perilaku karyawan
dan tindakan-tindakan bisnis lainnya.
3. Adaptabilitas
Untuk memformulasikan teori budaya yang lebih proaktif tentang adaptabilitas
organisasi, seseorang harus menjabarkan sistem norma-norma dan keyakinankeyakinan yang dapat mendukung kapasitas suatu perusahaan agar bisa menerima,
menafsirkan dan menerjemahkan tanda-tanda yang berasal dari lingkungan supaya
terjadi perubahan-perubahan perilaku internal untuk bisa tetap bertahan hidup,
tumbuh dan berkembang.
Ada tiga aspek adaptabilitas yang mempunyai dampak pada efektivitas
perusahaan, yaitu sebagai berikut :
a. Kemampuan untuk menyadari dan bereaksi pada lingkungan eksternal. Salah
satu ciri khas perusahaan Jepang yang berhasil adalah obsesi dari pelanggan
dan kompetitor.
b. Kemampuan untuk bereaksi pada pelanggan internal. Kepicikan dalam
memperlakukan departemen, divisi, dan distrik lain dalam perusahaan yang

25

sama menunjukkan kurangnya adaptasi dan mempunyai dampak langsung


pada kinerja perusahaan yang efektif.
c. Kemampuan untuk bereaksi terhadap pelanggan internal maupun eksternal
membutuhkan kemampuan untuk mengatur kembali dan melembagakan
kembali sejumlah perilaku dan proses yang mengizinkan perusahaan untuk
beradaptasi.
Ketiga aspek di atas merupakan hasil perkembangan dari asumsi-asumsi, nilainilai, dan norma-norma dasar yang memberikan struktur dan arah bagi
organisasi.
4. Misi
Penghayatan misi memberi dua pengaruh besar pada fungsi perusahaan, yaitu :
a. Menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan peran sosial dan
sasaran eksternal bagi institusi serta mendefinisikan peran individu berkenaan
dengan peran institusi. Melalui proses ini perilaku diberi makna intrinsik atau
bahkan spiritual yang melampui peran birokrasi secara fungsional.
b. Memberikan kejelasan dan arah/aturan. Kesadaran akan misi memberikan
arah dan sasaran yang jelas yang berfungsi untuk mendefinisikan serangkaian
tindakan yang tepat bagi organisasi dan anggota-anggotanya. Pada tingkat
individu ada bukti yang meyakinkan bahwa kesuksesan kemungkinan besar
terjadi ketika individu mempunyai tujuan terarah. Pada tingkat organisasi
walaupun sasaran organisasi sering kali post hoc reconstruction, proses yang
berkaitan akan terjadi.
Kedua faktor tersebut memiliki efek positif pada kinerja perusahaan.

26

Model budaya kerja dan efektivitas kinerja perusahaan dapat dilihat pada
skema di bawah ini.
GAMBAR I
HUBUNGAN ANTARA BUDAYA KERJA DENGAN KINERJA PERUSAHAAN

ADAPTABILITY
- Internal Flexibility
- External focus

MISSION
- Meaning
- Direction
+

EFECTIVENES
S

INVOLVEMENT
- Informal processes
- Formal structure

CONSISTENCY
- Normative integration
- Predictability
-

Sumber : Tika (2008 : 139)


Lanjut Tika (2008 : 10) menyatakan ada 3 karakteristik dari budaya kerja.
Ketiga karateristik budaya kerja tersebut sebagai berikut : 1. Inisiatif individual,
2. Tolerasi terhadap tindakan berisiko, 3. Dukungan manajemen.
1. Inisiatif Individual

27

Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, keberadaan


atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
Inisiatif tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu perusahaan
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan.
2.

Toleransi terhadap Tindakan Berisiko


Dalam budaya kerja perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai dianjurkan
untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko. Suatu budaya kerja
dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada anggota/para pegawai
untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan perusahaan serta
berani mengambil risiko terhadap apa yang dilakukannya.

3. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat memberikan
komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.
Perhatian manajemen terhadap bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran
kinerja suatu perusahaan.

2.7 Pengertian Kinerja Karyawan


Perusahaan dapat berkembang merupakan keinginan setiap individual yang
berada didalam perusahaan tersebut, karena setiap individual diharapkan dengan
perkembangan tersebut perusahaan mampu bersaing dan mengikuti kemajuan zaman.
Karena itu, tujuan yang diharapkan oleh perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Kemajuan perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang bersifat

28

internal dan eksternal. Sejauh mana tujuan perusahaan telah tercapai dapat dilihat dari
seberapa besar perusahaan memenuhi tuntutan lingkungannya. Memenuhi tuntutan
lingkungan berarti dapat memanfaatkan kesempatan atau mengatasi tantangan
lingkungan atau ancaman dari lingkungan dalam rangka menghadapi atau memenuhi
tuntutan dan perubahan-perubahan di lingkungan perusahaan.
Pembinaan dan pengembangan karyawan baru ataupun lama dalam
perusahaan adalah merupakan salah satu kegiatan dalam rangka menyesuaikan diri
dengan perubahan dan perkembangan karyawan. Karena itu perlu dilakukan penilaian
atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh karyawan atau yang dinamakan dengan
penilaian kinerja atau penilaian prestasi kerja.
Prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh bermacam-macam ciri pribadi dari
masing-masing individu. Dalam perkembangan yang kompetitif dan mengglobal,
perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pada perkembangan
selanjutnya pekerja memerlukan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman
bagi tindakan-tindakan mereka pada masa yang akan datang, oleh karena itu,
penilaian seharusnya menggambarkan kinerja karyawan.
Manajemen maupun karyawan perlu umpan balik tentang kerja mereka. Hasil
penilaian kinerja karyawan dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan
dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah

29

cukup efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa
yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang
membentuk sebuah pekerjaan pegawai. Kinerja merefleksikan seberapa baik pegawai
memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Sering disalah tafsirkan sebagai upaya
(effort), yang mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil.
Kinerja karyawan merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance
atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
seseorang), dapat pula diartikan sebagai perbandingan hasil yang dicapai dengan
peran serta dengan tenaga kerja per satuan waktu.
Defenisi kinerja menurut Mangkunegara (2008 : 9) yaitu kinerja karyawan
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan
dan tingkat kemampuan tertentu. Untuk itu jika perusahaan ingin membangun
kemampuan bersaing melalui sumber daya manusia sebagai sumber keunggulan
kompetitif, maka perlu diadakan sistem penilaian terhadap kinerja orang-orang dalam
organisasi. Walaupun efek dari penilaian tidak selalu bersifat hitam dan putih, namun
suatu aktivitas penilaian haruslah menjadi bagian dari kegiatan strategis organisasi.
Karena itu, sistem penilaian harus di pandang sebagai salah satu strategi untuk
mendorong prestasi kerja dan pengembangan karyawan.

30

Pengertian kinerja yang dikemukakan menurut Mathis dan Jackson


(2002 : 78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk
kuantitas, output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan
sikap kooperatif.
Hasibuan (2008 : 94) memberikan defenisi bahwa Kinerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta
waktu.
Defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi
kerja atau hasil kerja (output) yang dicapai oleh karyawan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas per satuan periode waktu dalam melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.8 Kerangka Pikir
PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar adalah merupakan perusahaan
yang bergerak dibidang dealer mobil merek Toyota, dimana dalam mencapai tujuan
dan sasaran organisasi, maka upaya yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan
menerapkan budaya organisasi bagi setiap karyawan, hal ini dimaksudkan untuk
dapat lebih meningkatkan kinerja karyawan.
Untuk lebih jelasnya akan disajikan kerangka pemikiran yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Pikir

31

PT. Hadji Kalla Cabang


Alauddin

Budaya Kerja
Feed
Back
Inisiatif individu

Toleransi risiko

Kinerja karyawan

Dukungan
manajemen

32

2.9 Hipotesis
Dalam kaitannya dengan permasalahan yang telah dikemukakan, maka
penulis mengemukakan hipotesis atas masalah tersebut di atas adalah :
1. Bahwa budaya kerja yang terdiri dari inisiatif individual, toleransi risiko dan
dukungan manajemen berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan
pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar.
2. Diduga pula bahwa variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan pada PT. Hadji Kalla Cabang Alauddin Makassar adalah inisiatif
individu.

33

DAFTAR PUSTAKA
Eugene McKenna dan Nie Beech, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi
pertama, cetakan pertama, Penerbit : ANDI, Yogyakarta.
Hasibuan, H. Malayu S.P. 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :
Bumi Aksara.
Malthis, Robert L. & John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Terjemahan oleh Jimmy Sadeli & Bayu Prawira Hie. Jakarta Salemba Empat.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005, Perilaku dan Budaya Organisasi, cetakan
pertama, Penerbit : Remaja Rosda Karya, Malang
Moeljono, Djokosantoso, 2005, Budaya Organisasi dalam Tantangan, Penerbit :
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Moh. Pabundu Tika, 2008, Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja
Perusahaan, cetakan kedua, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta.
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2008, Perencanaan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia, edisi kedua, cetakan ketiga, Penerbit : Refika Aditama,
Bandung
Rachmawati, Nuraini Eka, 2004, Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya
Manusia sebagai Basis Meraih Keunggulan Kompetitif, edisi pertama,
cetakan pertama, Penerbit : Ekonisia, Yogyakarta.
Rivai, Veithzal, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan,
edisi kedua, cetakan kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Ruky S. Achmad, 2006, Sumber Daya Berkualitas, Mengubah Visi Menjadi
Realita, cetakan kedua, Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Sutrisno, Edy, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, cetakan
pertama, Penerbit : Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Sofyandi, Herman, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama,
cetakan pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta
T. Hani Handoko dan Rahmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi
cetakan kedua, Penerbit : BPFE, Yogyakarta
Yuniarsih Tjutju, dan Suwatno, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan
pertama, Penerbit : Alfabeta, Bandung

Anda mungkin juga menyukai