Anda di halaman 1dari 1

Persepsi Ibu Hamil terhadap Nutrisi untuk Mencegah Risiko Tinggi Persalinan

Zat Besi sebagai Salah Satu Nutrisi Esensial Ibu Hamil


Albireza Ruhimat, Fiorentina C. Ririhena, Jihan Bennovry, Michelle C. Angelita, Moch Yasin Friansyah, Sonya A. Diva
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

LATAR BELAKANG
Setiap harinya, 800 ibu hamil meninggal karena hal hal
yang sebenarnya bisa dicegah. Menurut WHO, angka
kematian ibu di dunia mencapai 287.000 kematian
pada tahun 2010. Di Indonesia, angkanya 359 per
100000 kelahiran hidup. Faktor kematian pada Ibu
antara lain penyebab langsung berupa perdarahan,
eklampsia, dan infeksi, sedangkan penyebab tidak
langsung berupa anemia. Berdasarkan data WHO
tahun 2008, prevalensi anemia pada ibu hamil
mencapai 47,4 % dan Indonesia prevalensinya adalah
37,1 %. Anemia pada ibu hamil dapat menimbulkan
efek negatif baik pada Ibu maupun janin yang
dikandungnya.
Oleh karena itu, kami melakukan sebuah studi kasus
mengenai pemberian makanan yang mengandung zat
besi sebagai nutrisi esensial bagi Ibu hamil untuk
mengurangi angka kejadian anemia. Dalam studi kasus
tersebut, juga dilakukan edukasi kepada ibu hamil
mengenai kebutuhan dan pemenuhan nutrisi yang
baik selama masa kehamilan.

TUJUAN STUDI KASUS

Umum
Mengurangi angka kematian ibu hamil karena anemia
Khusus
Mengetahui angka kematian karena anemia, etiologi
dan dampak anemia, nutrisi dan antenatal care yang
baik pada ibu hamil. Mengetahui hak reproduksi untuk
perempuan; empati, bioetik, profesionalisme dan
kompetensi budaya yang seharusnya dimiliki petugas
kesehatan untuk mendeteksi dini masalah kesehatan
ibu hamil sehingga mengurangi risiko persalinan;
upaya pencegahan anemia pada ibu hamil. Mampu
mengedukasi ibu hamil dengan anemia

METODE
Pemilihan kasus
Penemuan subjek

KASUS
1. Identitas Pasien
Ibu Titin (25 tahun) bekerja sebagai ibu rumah tangga. Beratnya 39 kg sebelum hamil dan
setelah hamil 22 minggu menjadi 45 kg. Tampilan fisik terlihat letih dan mengalami
malnutrisi karena postur tubuhnya. Hb beliau adalah 9,6 setelah mengalami kehamilan,
padahal sebelumnya normal. Suaminya, Maulana Malik (25 tahun) bekerja sebagai
tentara. Bertinggal di Perumahan Bumi Anugrah Sejahtera Blok C2 no. 31, Bekasi Utara.
Observasi menunjukkan rumah tersebut nyaman dan bersih, namun pernah terkena banjir
selama dua kali dalam dua tahun. Keluarga Ibu Titin mendukung kehamilannya ini.
2. Kehamilan Pasien
Kehamilan ibu Titin saat ini berusia 22 minggu karena mengikuti program yang disarankan
dokter. Pada kehamilan usia 10 minggu pertamanya tahun 2011, Ibu Titin mengalami
keguguran karena kelainan zigot, janinnya tidak berkembang. Beliau harus diaborsi karena
indikasi medis. Selama hamil, Ibu Titin makan 3 kali/hari seperti biasa, yang berbeda
adalah jenisnya. Konsumsi susu 2 kali/hari, dan lebih sering mengkonsumsi sayur-sayuran
dibanding makanan yang banyak mengandung protein dan zat besi, contohnya daging,
ikan, ayam, dan telur, karena mual dan tidak memiliki nafsu makan selama hamil, serta
pertimbangan finansial. Bu Titin sering mengonsumsi makanan instan. Namun, Ibu Titin
juga mengonsumsi suplemen, mencakup zat besi, DHA, dan kalsium.
3. Pengetahuan Nutrisi ketika Hamil, Terutama Zat Besi
Menurutnya, nutrisi yang baik saat hamil adalah makanan 4 sehat 5 sempurna yang
mengandung tinggi protein, zat besi, asam folat, seperti pada sayuran, telur, daging, ikan,
susu, dan buah. Ibu Titin juga menyinggung zat besi, karena menurut beliau penting untuk
perkembangan janin dan ibu. Makanan yang mengandung zat besi juga beliau ketahui,
yaitu daging merah, bayam, kangkung, dan kacang-kacangan
4. Pendapat mengenai Anemia
Tanda-tanda fisik berupa pucat, cepat letih, lemah, lesu, dan mata berkunang-kunang.
Dampaknya pada kehamilan adalah keguguran pada trimester pertama, BBLR pada
trimester kedua, dan pendarahan saat persalinan.
5. Pengetahuan mengenai Antenatal Care
Seperti yang Ibu Titin lakukan setiap bulan, pemeriksaan kehamilan yang baik dan
seharusnya dilakukan menurut ibu Titin adalah USG, mendengarkan detak jantung bayi,
dan pemeriksaaan laboratorium, seperti Hb (sudah dilakukan 2 kali selama masa
kehamilan). Pengetahuan ini didapatkan dari jenjang pendidikan SMA nya dan sering
membaca artikel dari internet.

Pengumpulan data
(wawancara)

Pengetahuan Ibu Titin mengenai nutrisi ibu hamil, anemia, dan antenatal care dirasa cukup.
Masalahnya adalah Beliau lebih mengutamakan keinginannya dibanding kebutuhan
nutrisinya. Hal inilah yang menyebabkan anemia akibat defisiensi zat besi. Rasa mual
sebenarnya dapat diatasi dengan konsumsi vitamin B3 dan B7. Makanan yang mengandung
Vitamin B3 dan B7 adalah kacang-kacangan, padi, daging sapi, jamur jus jambu, pisang, ikan
salmon, dan sereal. Dari riwayat kehamilan pertama dan kedua, ibu Titin tidak mengalami
anemia pada periode trimester pertama. Pada trimester kedua, hasil lab menunjukkan ia
mengalami anemia. Dari hal ini, kami beranggapan Beliau kurang mengetahui kebutuhan
nutrisi pada usia kehamilan trimester kedua lebih tinggi dibanding sebelumnya.
Normalnya ketika hamil, ibu akan mengalami hipervolemia yang semakin meningkatkan risiko
terjadinya anemia disamping dari minimya asupan zat besi itu sendiri. Peristiwa hipervolemia
ini bersifat progresif selama periode kehamilan dan memuncak pada usia kehamilan 32-36
minggu. Hal ini menunjukkan seiring bertambahnya usia kehamilan, ibu harus menambah
asupan gizinya termasuk zat besi. Karena asupan gizi yang harus semakin ditambah inilah,
risiko ibu hamil mengalami anemia juga meningkat. Peningkatan risiko ini diakibatkan oleh
kekurangtahuan ibu mengenai peningkatan kebutuhan zat besi. Pada trimester kedua dan
ketiga akan terjadi peningkatan jumlah darah ibu untuk menyuplai darah ke plasenta dan ke
janin yang sedang mengalami pertumbuhan. Anemia saat kehamilan dapat meningkatkan
risiko terjadi pendarahan sebelum atau setelah persalinan, lalu dampak bagi janinnya bisa
menyebabkan abortus, berat bayi lahir rendah, mikrosomi, dismaturitas, dan kematian
perinatal.
Pada kasus ibu Titin, ia sudah mengkonsumsi suplemen zat besi. Bukan hanya defisiensi besi
yang dapat menyebabkan anemia, tetapi juga kurangnya asupan zat lain seperti asam folat
dan vitamin B12, sehingga masih diperlukan perbaikan dari pola makan baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Makanan yang mengandung asam folat adalah hati, ikan, ginjal,
ayam, buah-buahan, sereal, dan sayuran hijau, seperti brokoli dan asparagus. Dan makanan
yang mengandung vitamin B12 adalah hati sapi, telur, susu, kerang, unggas, sereal yang
diperkaya vitamin B12, dan produk olahan susu.
Selain memperhatikan edukasinya dari segi konten, pelayanan kesehatan yang diterima ibu
Titin juga perlu ditinjau. Ibu Titin kerap terpapar dengan petugas kesehatan mulai dari
kehamilan pertamanya yang sempat gagal hingga kehamilan keduanya ini yang juga memiliki
masalah anemia. Mungkin saja petugas kesehatan tersebut belum mengaplikasikan teori
empati, bioetika, profesionalisme, dan kompetensi budaya secara optimal. Apabila teori-teori
tersebut dapat diaplikasikan secara lebih optimal, kemungkinan Ibu Titin untuk segera pulih
dari kondisi anemianya akan semakin besar, dimana ia bersama-sama dengan petugas
kesehatan yang terlibat mencari solusinya bersama-sama, misalnya terkait dengan mualnya
ibu Titin jika mencium bau daging bisa diakali dengan mengkonsumsi makanan mengandung
daging lainnya yang tidak memicu perasaan mual tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

10 Januari 2014 di RS Tiara, Bekasi

Angka kematian ibu hamil karena anemia mencapai 51 % dari angka kematian ibu hamil di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah tidak tercukupinya kebutuhan zat besi akibat kurang asupan
makanan. Pencegahan yang tepat adalah antenatal care yang baik, yaitu edukasi, konsultasi dan pemeriksaan fisik Ibu dan janin selama masa kehamilan. Selain itu, pengetahuan mengenai hak
reproduksi perempuan bertujuan untuk kesejahteraan perempuan dan sebagai media informasi bagi pelayan bidang kesehatan agar senantiasa memberikan pelayanan yang baik dan sesuai
dengan kebutuhan pasiennya terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Ibu hamil dan keluarga harus memerhatikan konsumsi nutrisi si ibu sendiri. Pemerintah, dokter, dan
petugas kesehatan juga penting untuk mengatasi angka anemia. Saran yang dapat kami berikan untuk pemerintah adalah edukasi ibu mengenai kehamilan dan realisasi fortifikasi
pangan. Dokter dan petugas kesehatan lain bertugas untuk meningkatkan empati terhadap ibu hamil khususnya yang memiliki anemia dan edukasi mengenai anemia dan ibu hamil.

Diskusi
Penulisan laporan

Hubungi :
Jihan Bennovry (08788718894)
Sonya Aprella Diva (085710193692)

PEMBAHASAN

Referensi :
1.
2.
3.
4.

Lindsay H Allen Anemia and iron deficiency: effects on pregnancy outcome. Am J Clin Nutr 2000 71: 5 1280s-1284s
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. 7th edition. Chandralela A, editor. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2012. p.
445-65.
Kaushansky K, Lichtman MA, Beutler E, Kipps TJ, Seligsohn U, Prchal JT. Williams hematology. 8th Edition. United States: The
McGraw-Hill Companies; 2010. Chapter 7 and 33.
Frimley Park Hospital NHS Foundation Trust. Whatis antenatal care? [homepage on the Internet]. [cited on 2014 Jan 9]. Available

5.
6.

7.

from: http://www.frimleypark.nhs.uk/services/what-is-an-care/
Simajuntak DH, Sudaryati E. Gizi pada Ibu Hamil dan Menyusui. Medan: FKM USU. p 79-82
Sanusi SR, Arma AJA. Hak kesehatan reproduksi, definisi, tujuan, permasalahan, dan faktor-faktor penghambatnya. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara; 2005 [cited 2014 Jan 25]. Available from: http://.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15332/1/ikm-des2005-%20(9).pdf
Hojat, Mohammadreza. Emphaty in patient care. Philadelphia: Springer Science; 2007. Pp. 5

Terima kasih kepada :


Ibu Titin Sriyana dan Keluarga
dr. Bennovry Karim, SpOG

Anda mungkin juga menyukai