Rencana Pengelolaan Feeding Ground Sadengan
Rencana Pengelolaan Feeding Ground Sadengan
I.
A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman nasional merupakan kawasan
pelestarian alam yang memiliki ciri-ciri keaslian dan keanekaragaman ekosistem dengan adanya
flora, fauna, geomorfologis dan atau budaya yang khas, dikelola dengan sistem zonasi untuk
tujuan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan plasma nutfah, penelitian,
pendidikan, budaya, menunjang budidaya, wisata alam dan rekreasi.
Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.
283/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 dengan luas kawasan 43.420 ha. Kawasan TNAP
merupakan lanskap hutan hujan dataran rendah yang kaya akan potensi keanekaragaman hayati,
keunikan serta sumberdaya alam yang ditetapkan melalui SK Menhut No. 283/Kpts-II/1992
tanggal 26 Pebruari 1992. Berdasarkan data potensi keanekaragaman hayati Balai TNAP, tercatat
telah teridentifikasi 580 jenis tumbuhan, 236 jenis burung, 20 jenis reptil dan 40 jenis mamalia.
Adapun tipe hutannya terbagi menjadi : hutan mangrove, hutan pantai dan hutan hujan dataran
rendah (40% luas kawasan ter-cover oleh jenis bambu-bambuan).
Banteng (Bos javanicus dAlton) dan 4 jenis penyu laut (Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea), Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Belimbing (Dermochellys coriacea) dan Penyu
Sisik (Eretmochellys imbricata)) adalah flag spesies sebagai trade mark TN. Alas Purwo. Satwa
liar tersebut masih mudah dijumpai, namun kelestarian habitat dan polpulasinya masih terancam.
Nilai komersial yang tinggi dari bagian-bagian tubuhnya menstimulasi ancaman perburuan,
(Murdyatmaka, 2006).
Di TNAP, kelompok hewan grazer menyukai tempat-tempat terbuka seperti feeding
ground. Feeding ground menjadi tempat utama bagi kelompok grazer seperti; Banteng (Bos
javanicus dAlton), Rusa (Cervus timorensis) dan Kijang (Muntiacus muntjak) untuk memenuhi
kebutuhan pakannya. Adanya feeding ground buatan seluas 80 ha di Sadengan berfungsi
sebagai tempat mencari makan (feeding ground). Sadengan juga berfungsi sebagai game refuge,
tempat bersosialisasi dan tempat berlangsungnya hubungan ketergantungan koloni satwa diatas,
termasuk Merak (Cuon alpinus)
Menurut Lavieren (1983), carrying capacity atau daya dukung habitat merupakan sumber
utama dari lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh individu-individu yang ada dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Daya dukung yang rendah akan menyebabkan
turunnya populasi satwa. Sebaliknya jika populasi berlimpah dan melampaui daya dukung habitat,
maka akan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas habitat.
1
B.
II.
A.
B.
Sumber : Hartono, 2008. Pengelolaan TNAP. Preparasi dalam rangka Rapat Kerja Pemantapan
Pembangunan Kehutanan Bidang PHKA, Jakarta, 2008.
Penurunan populasi Banteng (Bos javanicus dAlton) dalam rentang tahun 1998-2003
disebabkan oleh penurunan daya dukung feeding ground Sadengan dan perburuan liar.
Setelah dilakukan pemberantasan tumbuhan pengganggu, populasi Banteng (Bos javanicus
dAlton) (2004-2007) berangsur naik namun belum optimal.
b. Penyebaran Banteng di TNAP
Penyebaran Banteng (Bos javanicus dAlton) cenderung dibatasi oleh penghalangpenghalang fisik, seperti :Sungai, bukit / gunung, dan samudera serta lainnya karena adanya
penghalang ekologis, seperti batas tipe hutan dan adanya spesies saingan yang telah
menyesuaikan secara optimum dengan habitatnya. Sedangkan penyebaran satwa liar pada
suatu kawasan dipengaruhi oleh kemampuan pergerakannya atau kondisi lingkungan, seperti
adanya luas kawasan,ketinggian tempat daan letak geografis (Alikodra, 2002).
Lokasi
Jejak
Kotoran
Individu
Keterangan
1
1
2
Sadengan
3
v
4
v
5
v
2
3
Marengan ( Pal 30 )
Bantengan
v
v
v
v
v
-
Sumber Gedang
Gunting
6
7
8
Rowobendo
Sunglon Ombo
Pancur
v
v
v
v
v
v
v
v
-
Parang Ireng
10
Batu Lawang
11
Moto Lele
12
Parang Gedek
13
Pandanan
14
Brobos
15
Jajang
16
17
Pondok Waru
Sumur Tong
v
v
v
v
18
Perpat
19
Pelorotan
20
Kucur
21
Jarakan
6
Sentral pengamatan Banteng
( Bos javanicus dAlton ).
Hutan tanaman
Hutan tanaman dan
mangrove
Feeding ground di musim
kemarau.
Hutan tanaman dan feeding
ground.
Hutan tanaman Campuran.
Sungai sepanjang tahun.
Hutan dataran rendah.
didomonasi oleh bambu.
Sungai sepanjang tahun dan
hutan alam.
Hutan alam dataran rendah
dan sungai.
Hutan dataran rendah
didominasi bamboo.
Hutan dataran rendah dan
sungai tergenang sepanjang
tahun.
Sungai sepanjang tahun dan
hutan dataran rendah.
Sungai kering dan hutan
dataran rendah didominasi
bamboo.
Hutan dataran rendah dan
muara sungai kering.
Hutan dataran rendah.
Hutan dataran rendah dan
sungai tergenang.
Hutan dataran rendah dekat
pantai
Peralihan dari hutan tanaman
dan hutan dataran rendah.
Peralihan dari hutan tanaman
dan hutan dataran rendah
serta sungai kering.
Hutan dataran rendah
didominasi oleh bamboo.
2
3
NAMA
MEHSAN
DODDY HERIKA W
SUHADI
TEGUH PRIYATMONO
TAHUN
1995
1992
1996
1996
2005
RAI WIRYASNI
9
10
11
12
ANITA RUSNANI
DELFIANDI
DIAN RAHAYU
GUGUM GUMILAR P
GUNAWARMAN
HERLIN WIJAYANTI S
RINA SETYAWATI
2006
2006
2006
2006
2003
2004
2004
JUDUL PENELITIAN
Studi hijauan pakan banteng di
ASAL
Institut Pertanian
Malang
TNAP.
Studi daya dukung Feeding
ground Sadengan di TNAP.
Institut Pertanian
Malang
Mahasiswa pasca
sarjana Universitas
Indonesia
Institut Pertanian
Malang
Mahasiswa Institut
Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Negeri
Singaraja
Mahasiswa Institut
Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Negeri
Singaraja
Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor
Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor
Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor
Universitas Brawijaya
Malang
Universitas Islam
Malang
Universitas Brawijaya
Malang.
13
IMAM PRASOJO
1998
14
BUDI HARTONO
1997
15
GUNAWARMAN
2003
Universitas Brawijaya
Malang.
Institut Pertanian
Malang
Universitas Brawijaya
Malang.
Pasca sarjana UGM
Jojakarta.
Gb. 3. Peta Sebaran Sungai dan Mata Air di Sekitar Feeding Ground Sadengan
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa luas konsentrasi jenis rumput pakan hanya
7,67 Ha atau 0,91% dari luas keseluruhan feeding ground Sadengan. Kebutuhan pasokan air
dapat dipenuhi dari mata air Sungai Tengah, selain dari Basori.
A.
10
Kerinyu (Eupatorium odoratum) sulit doberantas karena memiliki biji yang sangat kecil
dan mudah tertiup angin. Kecepatannya dalam adaptasi vegetatif cukup menyulitkan
pemberantasan Kerinyu (Eupatorium odoratum). Dari kenyataan tersebut, metode
pendongkelan dilakukan dan ternyata hasilnya cukup optimal. Kerinyu (Eupatorium odoratum)
yang masih kecil tidak perlu dibabat langsung dicabut atau didongkel.
.
Gb.5. Pembabatan Kerinyu (Eupatorium odoratum)
yang sudah bertahun-tahun lebih sulit karena
memiliki kerapatan yang sangat tinggi dan batang
yang tumpang tindih tidak beraturan.
b.
Pendongkelan
Pendongkelan dilakukan bagi gulma yang tidak mati dengan cara pembabatan
seperti Kerinyu (Eupatorium odoratum) dan Telekan (Lantana camara). Gulma yang
dengan ketinggian 1-2 meter dibabat lebih dahulu sbelum pendongkelan.
11
c.
d.
12
supaya
seimbang
tidak
13
Pemagaran persemaian.
Pemagaran
rumput
sekeliling
sebagai
persemaian
pelindung
dari
14
Pemeliharaan yaitu pencabutan gulma yang tumbuh dan penyiraman di musim kemarau.
Dari kegiatan tersebut pertumbuhan rumput baik sekali sampai akhir kemarau
masih hijau dan sebagai evaluasi ketinggian pagar perlu di tambah lagi sampai 2,5
meter.Dari plot persemaian tersebut peranan pemagaran sangat penting dimana plot
yang tidak dipagar rumput mati disebabkan oleh dongkelan satwa babi.Dari
perkembangan rumput dari benih lebih baik dan lebih murah dibandingkan dari bibit
cabutan yang kurang dalam beradavtasi dengan lingkungan yang baru.
B.
b.
Pengolahan Tanah
Penyiapan lahan pada prinsipnya membebaskan lahan dari tumbuhan pengganggu atau
komponen lain dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang
akan dibudidayakan. Cara pelaksanaan penyipan lahan digolongkan menjadi 3 cara, yaitu
cara mekanik, semi mekanik dan manual. Jenis kegiatannya terbagi menjadi dua tahap ;
15
Pembersihan lahan, yaitu berupa kegiatan penebasan terhadap semak belukar dan feeding
ground. Selanjutnya ditumpuk pada tempat tertentu agar tidak mengganggu ruang tumbuh
tanaman.
Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara
mencanggkul atau membajak (sesuai dengan kebutuhan).
c.
Restoking Rumput
Restoking rumput merupakan sebuah langkah dalam perbanyakan kuantitas dan kualitas
rumput guna lenculupi kebutuhan pakan bagi satwa yang ada.Kegiatan restoking rumput
dengan cara membuat plot persemaian dengan pemagaran, menanami plot pembabatan
gulma dengan bibit cabutan maupun penaburan benih.Dari hasil kegiatan tersebut metode
yang paling baik ternyata plot yang dipagar dan restoking rumpit dengan perbanyakan rumput
dari benih.
d.
Intalasi Air
Ketersediaan air merupakan faktor penting dalam pengelolaan feeding ground. Selain
sebagai sumber minum satwa juga sebagai sumberdaya utama kegiatan reintroduksi rumput
pakan satwa. Selain itu, bak penggaraman adalah salah satu pendukung proses metabolisme
satwa sehingga perlu disediakan di areal. Saat ini hanya terdapat empat bak minum satwa
(dua kering), satu bak penggaraman dan 10 sprinkel (sembilan rusak). Bak minum satwa dan
sprinkel yang ada mengambil air dari jalur pipa Goa basori.
Pembuatan dam skala menengah sangat dibutuhkan untuk menyuplai kebutuhan air di
semua blok. Dari data pengukuran debit, SA002 (sungai tengah) memiliki debit 5 l/s di
ketinggian 70 mdpl. Alur sungai tersebut memungkinkan untuk dibendung dan dibuatkan dam.
Dam ini akan memecah jalur pipa air kesemua blok dalam 3 jalur.
16
Jenis
Sarpras
Kebera
daan
B
m
Bak minum
satwa
Belum
ada
Kering
Perlu
diadakan
Sudah
ada
Layak guna
Belum
ada
Perlu
diadakan
Sudah
ada
Perlu
pemeliharaa
n
Belum
ada
Perlu
diadakan
Sudah
ada
Layak guna
Perlu
diperbaiki
B
p
Bak
penggaram
an
D
A
M
Dam utama
S
p
Sprinkel
Kategori
Jumlah
Panjang
(M)
1352,63
7
1106,565
739,564
1038,20
6
541,522
Sumber
air
Basori
SA002
SA002
SA002
SA002
17
e.
Pemeliharaan
Pemeliharaan blok pengelolaan terbagi menjadi dua kegiatan yaitu: Pengaliran air dan
pencabutan bagi gulma yang baru tumbuh atau pendongkelan bagi gulma yang siap
reproduksi sesuai karakteristik masing-masing gulma yang ada di feeding ground
Sadengan.Dalam pemeliharaan blok dilaksanakan 2 kali dalam setahun yaitu 3 bulan setelah
penebaran benih dan 6 bulan setelah penebaran benih supaya gulma dapat dikendalikan.
f.
Sarana Prasarana
Sarana prasarana ada yang memerlukan perawatan, perbaiksn dan pengadaan baru yang
merupakan suatu kebutuhan sebagai pendukung dalam pengelolaan feeding ground lebih
lanjut yang lebih profesional.
Tabel. 5: Data kondisi Sarpras
Kode
JenisSarpras
Vol (unit)
Baik
Rusak
Sp.001
Sp.002
Sp.003
Sp.004
Sp.005
Sp.006
Sp.007
Sp.008
Sp.009
Sp.010
Meja tamu
Kursi tamu
Kursi fiber
Lemari kayu
Tempat tidur
Kasur double bed
Solar cell
Mesin rumput
MCK
Tower air
1
4
3
2
1
1
1
1
1
1
1
4
3
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Rusak
berat
0
0
0
2
1
0
0
0
0
0
Ket.
18
Sp.011
Sp.012
Sp.013
Sp.014
Sp.015
Sp.016
Sp.017
Bak sampah
Menara pengamatan
Plang informasi
Papan informasi
Bak minum satwa
Sprinkle
Bak penampungan air
(Basori)
2
1
2
2
4
10
1
2
1
2
2
4
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0 2 kering
9
0 bocor, atap perlu
diperbaiki
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Uraian Kegiatan
Pembuatan Bak Penampungan
(20 m)
Pembuatan Saluran Air (3425.86
m)
Pembuatan Bak Penggaraman
Pembuatan Bak Minum Satwa
Pembuatan Pagar Menara
Pandang (45 m)
Perbaikan Sprinkle
Perbaikan Saluran Bak Minum
Satwa
Pembuatan pal batas feeding
ground sadengan dengan
pemasangan.
Pembuatan pal batas blok
pengelolaan feeding ground
Sadengan dengan pemasangan.
Volume
Blok
B3
4
9
8
A1,A2,A3,B1,B2,B3
A1,A2,A3,B1,B3
A1,A2,A3,B1,B2,B3
1
9
4
Keterangan
Tahun
Sumber Air S2
(Debit 5 lt/detik)
2010
2010
2010
2010
A1
A1,A2
4 jalur
Ukuran 1x1m
Ukuran 1x4m
Pondasi Cor Pagar
Kayu Tinggi 2.5m
Servis pipa paralon
A1,A2
2010
30
Bahan beton
2010
50
Bahan beton
2010
19
2010
2010
A.
Penataan Areal
1.
Titik pancang sementara perlu diganti dengan titik tetap sebangai batas blok; pal batas.
2. Rencana Rehabilitasi Berdasarkan Blok Pengelolaan
Rehabilitasi feeding ground Sadengan diawali dengan interseksi data antara blok,
tutupan lahan dan kebutuhan suplai air. Hasil interseksi menunjukkan data sebagai berikut :
Tabel.6 : Blok Pengelolaan
Blok
1
A1
A2
Luas
Tutupan Lahan
(Ha)
2
3
7.291 Kerinyu
Persemaian rumput
Rumput kering
Enceng-enceng
15.605 Kerinyu
Bungur
Rumput segar
Area
4
51668.369
1117.349
9460.835
10784.679
8979.264
9010.901
6452.358
Luas
% Tutupan Blok
(Ha)
5
6
5.167
70.86
0.112
1.54
0.946
12.97
1.078
14.78
0.898
5.75
0.901
5.77
0.645
4.13
20
A3
14.197
B1
13.168
B2
15.961
B3
17.998
3
Rumput kering
Enceng-enceng
Kerinyu
Johar
Rumput kering
Enceng-enceng
Kerinyu
Bungur
Johar
Kerinyu
Bungur
Johar
Rumput kering
Kerinyu
Johar
Jumlah
4
127099.554
4623.347
104495.829
32446.287
3634.863
1361.374
35195.503
45724.439
50700.232
158906.078
626.318
33.1
73.223
104127.278
75683.175
842204.355
5
12.71
0.462
10.45
3.245
0.363
0.136
3.52
4.572
5.07
15.891
0.063
0.003
0.007
10.413
7.568
84.220
6
81.45
2.96
73.61
22.86
2.56
0.96
26.73
34.72
38.50
99.56
0.39
0.02
0.04
57.86
42.05
Sumber : Murdyatmaka dan Joko, 2008. Desain Blok Pengelolaan Feeding Ground
Sadengan
Gb. 17: Peta Tumpangsusun Blok dan Tutupan Lahan Feeding Ground Sadengan
B.
NAMA JENIS
MASA REPRODUKSI
Kirinyuh
Enceng-enceng
2.
METODE PEMBERANTASAN
Lokasi (Blok/Sektor).
Pembagian blok/ sektor merupakan suatu upaya optimalisasi dalam pengelolaan dan
monitoring pelaksanaan feeding ground Sadengan.Dengan pembagian blok pengelolaan
dapat diukur efektivitas pekerjaan, biaya yang diperlukan dan kualitas pekerjaan lebih baik
dengan monitoring dari pengelola yang kontinyu.
Tabel. 7: Daftar pembagian blok pengelolaan feeding groun Sadengan.
NO
NAMA BLOK
LUAS BLOK
Blok A
1
2
3
A1
A2
A3
7,291
15,605
14,197
B1
B2
B3
13,168
15,961
17,998
Blok B
4
5
6
3.
BLOK
A1
NAMA JENIS
Kirinyuh
METODE
WAKTU
PEMBERANTASAN
PEMBERANTASAN
Pembabat
Sebelum Mei
an ,
pendongkelan.
November s.d.
Pembajaka
Pebruari.
n.
Enceng-enceng
A2
Kirinyuh
Enceng-enceng
3
A3
B1
Kirinyuh
Kirinyuh
Pembalikan tanah
dengan di bajak.
Pemotongan
dengan mesin
rumput.
Pembabat
an ,
pendongkelan.
Pembajaka
n.
November- Mei
Pembabat
B2
Kirinyuh
Pembabat
B3
Kirinyuh
Pembabat
2008
2008
2008
November s/d
Pebruari.
2008
Sebelum Mei
Sebelum Mei
an ,
pendongkelan.
November s/d
Pembajaka
Pebruari.
n.
6
2008
Sebelum Mei
an ,
pendongkelan.
November s/d
Pembajaka
Pebruari.
n.
5
TAHUN
November s/d
Maret.
Pembajaka
Pebruari.
n.
LUAS
Sebelum Mei
an ,
pendongkelan.
November s/d
Pembajaka
Pebruari.
n.
2008
2009-2010
2009-2010
2013
2013
2008-2009
2008-2009
2011-2012
2011-2012
23
24
C.
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dalam peningkatan pengelolaan feeding groun sangat perlu, kerena
terlalu lama tanah difeeding ground tidak mengalami pengolahan sehingga terjadi pemadatan
tanah yang berakibat terhadap penurunan tekstur tanah tidak gembur, aerasi tanah kurang
berfungsi serta bisa juga penurunan unsur hara tanah.penurunan unsur hara tanah bisa
disebabkan karena terjadinya pengikisan top soil karena aerasi tanah tidak normal, sehingga
pada saat musim hujan turun terjadi run of yang yang terlalu besar dan menghanyutkan unsure
hara yang berada di top soil.Kondisi seperti ini bisa diatasi dengan pengolahan tanah dengan
cara pembalikan tanah menggunakan cangkul di bajak, tetapi untuk efesiensi waktu dan biaya
lebih murah menggunakan traktor untuk membalik sekaligus pengolahan tanah.
a.
25
2. Metode Mekanik/Teknik
Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui teknik-teknik pengolahan
tanah yang dapat memperlambat aliran permukaan (run off), menampung dan
menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan tidak merusak. Beberapa cara yang
umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:
a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu pengolahan tanah
sejajar garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air, dan memperbesar
resapan air.
b. Pembuatan tanggul/guludan/pematang bersaluran, yaitu dalam pembuatan tanggul
sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap ke
dalam tanah. Pada tanggul dapat ditanami palawija.
c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu membuat teras-teras (tangga-tangga) pada
lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya untuk memperpendek panjang
lereng, memperbesar resapan air dan mengurangi erosi.
d. Pembuatan saluran air (drainase). Saluran pelepasan air ini dibuat untuk memotong
lereng panjang menjadi lereng yang pendek, sehingga aliran dapat diperlambat dan
mengatur aliran air sampai ke sungai.
Metode pengawetan tanah akan sangat efektif apabila metode mekanik dikombinasikan
dengan metode vegetatif misalnya terrassering dan buffering.
3. Metode Kimia
Metode kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia untuk memperbaiki struktur
tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat (struktur tanah). Tanah dengan struktur
yang mantap tidak mudah hancur oleh pukulan air hujan, sehingga air infiltrasi tetap
besar dan aliran air permukaan (run off) tetap kecil.
Penggunaan bahan kimia untuk pengawetan tanah belum banyak dilakukan, walaupun
cukup efektif tetapi biayanya mahal. Pada saat sekarang ini umumnya masih dalam
tingkat
percobaan-percobaan.
Beberapa jenis bahan kimia yang sering digunakan untuk tujuan ini antara lain Bitumen
dan Krilium. Emulsi dari bahan kimia tersebut dicampur dengan air, misalnya dengan
perbandingan 1:3, kemudian dicampur dengan tanah.
b.
D.
Blok
A1
A2
A3
B1
B2
B3
Luas (Ha)
7,2791
15,605
14,197
13,168
15,961
17,998
Tahun
2008
2008
2009-2010
2013
2008-2009
2011-2012
Keterangan
Restoking Rumput
Restoking rumput merupakan suatu upaya perbanyakan produksi rumput yang di
butuhkan herbivore yang ada di feeding ground Sadengan dengan metode perbanyakan dari
26
benih / biji.Benih yang telah di sediakan sebelumnya di tabor pada lahan yang tanahnya telah
diolah terlebih dahulu dengan system pembajakan dengan menggunakan alat bajak (traktor).
Adapun jenis jenis rumput yang akan dikembangkan adalah jenis-jenis yang disukai
dan dibutuhkan herbivore sebagai sumber pakan, antara lain:
1. Jenis Rumput dan Karakteristiknya
Angiospermae
Kelas
Monocotyledonae
Genus
Axonopus
Gb. 18
Sifat Fisik
Rumput tumbuhnya berumpun dan mempunyai batang penangkar, tumbuh
kesemua arah. Pada buku yang sudah tua akan keluar tunas yang tumbuh tegak.
Batang berdaun 1-2 dan tunas menjalar yang bercabang kerap kali berwarna keunguunguan, tungginya 0,2-0,5 m. pangkal pelepah dan tepinya berbulu, terutama pada
bagian yang mendekati pangkal daunya. Pelepah daun pipih menjadi satu dengan
batang. Pangkal daunya bundar dan ujungnya lancip dengan permukaan yang biasanya
bergelombang. Pada permukaan daun bagian atasnya terdapat bulu0bulu panjang dan
menyebar.
Perbungaanya keluar dari pelepah berbentuk bulir. Biasanya pada satu selendang
keluas 2-4 dan kadang-kadang 6 gagang bunga. Tiap-tiap gagang bunga menyanga
sepasang bulir atau sepasang bulir dengan satu bulir dibawahnya. Bulir bunga
berbentuk lonjong atau bulat telur agak gepeng dan letak yang berseling dan berbubga
sepanjang tahun. Pekembangbiakan dengan cepat melalui biji dan dengan batang
memanjatnya.
Sifat Ekologi
Rumput pahitan tahan terhadap pangkasan dan injakan, tumbuh liar dan dianggap
sebagai tumbuhan pengganggu di kebun-kebun. Rumput tersebut tumbuh di dataran
rendah sampai ketinggian 1400 m dpl dan menyukai tanah gembur berkompos.
27
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Genus
: Chrysopogon
Gb. 19
Sifat Fisik
Rumput jaruman mempunyai dua macam bulu yaitu buluh tegak dan buluh yang
menjalar, dan keduanya mempunyai bentuk yang berbeda. Buluh yang menjalar
berbuku-buku rapat dan pada setiap bukunya keluar akar. Umumnya buluh-buluh
tersebut bercabang-cabang dengan susunan daun yang saling menutupi pelepahnya
pendek dan lebar, pada bagian tepinya agak berbulu. Bulu yang tegak menyangga
perbungaan dan tunggi buluhnya bias sampai 75 cm. helaian daunya lebih sempit,
pendek dan semakin keatas semakin tidak ada. Pebungaanya berupa malai berwarna
ungu dan hijau keunguan. Panjang perbungaanya antara 5-12 cm. pecabanganya
ramping dan susunanya terpusar. Bulirnya begagang pendek atau tidak bergagang
sama sekali perkembangbiaakan melalui rimpangnya dan bijinya.
Sifat Ekologi
Rumput ini sering kali meluas sangat cocok untuk padang rumput. Biasanta
tumbuh bercampur dengan jenis rumput lainnya dan sangat menyukai tempat-tempat
yang terbuka. Tempat tumbuh sampai 1600 m dpl dan dapat tumbuh pada tanah yang
kurus, tanah berkapur, tanah liat berbatu serta tanah berpasir.
Angiospermae
Kelas
Monocotyledonae
Genus
Cynodon
Gb. 20
Sifat Fisik
28
Mempunyai rimpang dan stolon yang tumbuh kesegala arah dengan tunas
menjalar. Batangnya kaku sepeti kawat dan ramping serta berbulu tipis atau sama sekali
tidak berbulu dengan tinggi 0,1-0,4 m. buku-bukunya (nodus) kadang-kadang berwarna
hijau keunguan. Helaian daun bentuk garis, tapi kasar hijau kebiruan, berambut serta
ujung daun sering kali menggulung kea rah dalam dan menutupi. Pelepahnya pendek
dan lebar berbulu tipis atau sama sekali tidak berbulu dan biasanya pada ketiaknya
keluar tunas-tunas muda.Bunganya biasanya terdiri 3-9 bulir yang terpusar
diujung.Panjang bulirnya 1,5-11 cm susunan bulirnya selang serling, saling menutupi,
bentuknya jorong sampai lonjong dan warnamya hijau keunguan, serta berbunga
sepanjang tahun.
Sifat Ekologi
Rumput Grinting dialam tumbuhnya sering bercampur dengan rumput lainnya,
hidupnya beberapa musim, dapat tumbuh sampai ketinggian 2.100 m dpl, pada kondisi
tanah kurus, liat atau tanah-tanah padat dan banyak tumbuh didaerah pantai
berkarang.Tanaman ini mempunyai daya pengikat tanah yang kuat dan tahan terhadap
injakan.
Angiospermae
Kelas
Monocotyledoneae
Genus
Chloris
Sifat Fisik
Rumput ini berumur cukup panjang, dengan batang yang merayap di pangkal dan
megeluarkan akar, tingginya 0,2-0,8 m daun-daunnya mengumpul dibawah. Buluhnya
tumbuh mendatar dan kemudian tumbuh tegak. Tinggi masing-masing buluh 1,2 m. buluhbuluhnya yang menyentuh tanah berakar pada bagian buku-bukunya dan membentuk
tumbuhan baru. Pelepahnya lebih lebar dari helaian daunya. Pangkal dan tepidaunya
berbulu panjang dan jarang. Perbungaan terdiri atas 8-28 bulir susunan perbungaannya
terpusar di ujung dan agak menguncup. Panjang masing-masing bulir 3-12 cm, berwarna
hijau muda keunguan. Masa perbungaanya sepanjang tahun.
Sifat Ekologi
29
Rumput ini tumbuh baik pada tempat-tempat terbuka banyak ditemukan dipinggir
jalan. Rumput ini sangat tahan terhadap garam dan kekeringan, oleh sebab itu sering
ditemukan tumbuh bersama-sama dengan rumput angina, kangkung pantai atau jenis
lainnya yang tumbuh disepanjang pantai berpasir sampai pada ketinggia 250 m dpl.
Angiospermae
Kelas
Monocotyledoneae
Genus
Polytrias
Gb. 21
Sifat Fisik
Jenis rumput ini pangkal buluhnya menjalar kesatu arah dan dapat berakar
buluhnya berwarna hijau, panjang buluhnya bias mencapai 1 m dan membentuk rumpun.
Pelepah daun berambut panjang daunya tipis dan lembut pangkaldaun bundar dan ujung
daun lancip meruncing, helaian daun semakin atas semakin membesar.
Sifat Ekologi
Rumput ini berkembang biak dengan biji dan stolon, hidup didaerah terbuka dan
sangat membutuhkan sinar matahari.
Angiospermae
Kelas
Monocotyledoneae
Genus
Brachiaria
Gb. 22
Sifat Fisik
Rumput yang berumpun dengan batang yang merayap pada pangkalnya, yang
tingginya mencapai 1 m batang bulat yang besar. Pelepah daun tertekan jadi satu pada
batang dengan lidah yang pendek helaian daun berbentuk garis, bertepi agak kasar
berwarna hijautua.
Sifat Ekologi
30
Rumput ini tumbuh secara liar pada segala macam keadaan daerah, sering ditanah
parit dan kebun, pada lokasi yang lembab.
2. Luas, Lokasi dan Tata Waktu
Luas dan lokasi restoking rumput adalah semua areal pembinaan habitat yang telah di bagi
menjadi masing-masing blok pengelolaan.Sedangkan waktu restoking rumput tertera pada
rincian anggaran biaya yangtelah terplot di masing-masing blok pengelolaan.
Tabel. 9: Lokasi dan Tata Waktu Restoking Rumput
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Blok
A1
A2
A3
B1
B2
B3
Luas (Ha)
7,2791
15,605
14,197
13,168
15,961
17,998
Tahun
2008
2008
2009-2010
2013
2008-2009
2011-2012
Keterangan
31