Anda di halaman 1dari 31

RENCANA PENGELOLAAN FEEDING GROUND SADENGAN

I.

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Menurut Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990, taman nasional merupakan kawasan
pelestarian alam yang memiliki ciri-ciri keaslian dan keanekaragaman ekosistem dengan adanya
flora, fauna, geomorfologis dan atau budaya yang khas, dikelola dengan sistem zonasi untuk
tujuan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan plasma nutfah, penelitian,
pendidikan, budaya, menunjang budidaya, wisata alam dan rekreasi.
Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.
283/Kpts-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 dengan luas kawasan 43.420 ha. Kawasan TNAP
merupakan lanskap hutan hujan dataran rendah yang kaya akan potensi keanekaragaman hayati,
keunikan serta sumberdaya alam yang ditetapkan melalui SK Menhut No. 283/Kpts-II/1992
tanggal 26 Pebruari 1992. Berdasarkan data potensi keanekaragaman hayati Balai TNAP, tercatat
telah teridentifikasi 580 jenis tumbuhan, 236 jenis burung, 20 jenis reptil dan 40 jenis mamalia.
Adapun tipe hutannya terbagi menjadi : hutan mangrove, hutan pantai dan hutan hujan dataran
rendah (40% luas kawasan ter-cover oleh jenis bambu-bambuan).
Banteng (Bos javanicus dAlton) dan 4 jenis penyu laut (Penyu Lekang (Lepidochelys
olivacea), Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Belimbing (Dermochellys coriacea) dan Penyu
Sisik (Eretmochellys imbricata)) adalah flag spesies sebagai trade mark TN. Alas Purwo. Satwa
liar tersebut masih mudah dijumpai, namun kelestarian habitat dan polpulasinya masih terancam.
Nilai komersial yang tinggi dari bagian-bagian tubuhnya menstimulasi ancaman perburuan,
(Murdyatmaka, 2006).
Di TNAP, kelompok hewan grazer menyukai tempat-tempat terbuka seperti feeding
ground. Feeding ground menjadi tempat utama bagi kelompok grazer seperti; Banteng (Bos
javanicus dAlton), Rusa (Cervus timorensis) dan Kijang (Muntiacus muntjak) untuk memenuhi
kebutuhan pakannya. Adanya feeding ground buatan seluas 80 ha di Sadengan berfungsi
sebagai tempat mencari makan (feeding ground). Sadengan juga berfungsi sebagai game refuge,
tempat bersosialisasi dan tempat berlangsungnya hubungan ketergantungan koloni satwa diatas,
termasuk Merak (Cuon alpinus)
Menurut Lavieren (1983), carrying capacity atau daya dukung habitat merupakan sumber
utama dari lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh individu-individu yang ada dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Daya dukung yang rendah akan menyebabkan
turunnya populasi satwa. Sebaliknya jika populasi berlimpah dan melampaui daya dukung habitat,
maka akan dapat menurunkan kualitas dan kuantitas habitat.
1

Jenis rumput-rumputan merupakan vegetasi yang dibutuhkan oleh grazer di Sadengan


dan banyak mengalami penurunan okupasi area tumbuh karena terdesak oleh jenis-jenis
tumbuhan pengganggu. Untuk itu perlu dibuat kegiatan rutin pembinaan habitat yang nantinya
akan memberikan peluang tumbuh lebih baik untuk jenis-jenis rumput yang disukai oleh satwa
sehingga daya dukung yang ada tetap mampu memenuhi kebutuhan individu yang ada di
Sadengan. Disamping itu juga harus dilakukan monitoring habitat secara teratur untuk
mengetahui seberapa jauh invasi dari tumbuhan pengganggu yang tidak disukai oleh satwa yang
ada. Untuk mewadahinya, diperlukan suatu perencanaan jangka menengah yang komprehensif
berdasarkan survey yang akurat.

B.

Maksud dan Tujuan


Maksud disusunnya rencana pengelolaan feeding ground Sadengan adalah untuk
memberikan pedoman dan arah yang jelas dalam pelaksanaan pembinaan habitat di feeding
ground Sadengan pada tataran teknis; prosedur, desain blok, kegiatan, metode, sarpras,
tenaga, biaya dan output yang diinginkan.
Tujuan yang ingin dicapai adalah : optimalnya pengelolaan dalam rangka mewujudkan
Sadengan sebagai habitat satwa liar untuk kepentingan konservasi jenis, pendidikan, penelitian
dan wisata terbatas.

II.

A.

FEEDING GROUND SADENGAN

Sejarah Feeding ground Sadengan


Sebelum Alas Purwo ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan ini merupakan Suaka
Margasatwa (SM) Banyuwangi Selatan seluas 62.000 Ha. Sebagian kawasan SM dikonversi
32.000 Ha sebagai hutan produksi kelas jati, dikelola oleh Perum Perhutani. Pada tahun 1992
kawasan Alas Purwo ditetapkan sebagai taman nasional beserta 1.203 Ha kawasan hutan
produksi sebagai mintakat penyangga, dengan luas total 43.420 Ha. Tujuan utama penetapanya
adalah perlindungan terhadap habitat dan popilasi Banteng (Bos javanicus dAlton) sebagai key
species.
Sebagai upaya pembinaan populasi satwa, khususnya Banteng (Bos javanicus dAlton),
pada tahun 1975 dimulai pembuatan feeding ground di tiga tempat yaitu feeding ground Payaman
seluas 25 Ha, Pancur 5 Ha dan Sadengan 75 Ha. Feeding ground Payaman ternyata hanya
jalur lintas satwa untuk mengasin dan tidak tersedia air minum, sehingga keberadaan satwa
sangat jarang. Feeding ground Payaman dihutankan kembali dengan permudaan jambu mente,
nangka dan lain sebagainya, setelah dinilai tidak layak. Feeding ground yang kedua adalah
Pancur seluas 5 Ha. Perkembangannya sama dengan Payaman sehingga difungsikan sebagai
camping ground.
Sadengan kemudian dibuka sebagai feeding ground seluas 75 Ha menurut SK. Direktorat
Jenderal PPA tahun 1978, namun dalam kenyataan dilapangan ditemukan luas 84 Ha.
Pembukaan feeding ground Sadengan dilakukan dengan sistem tumpang sari melibatkan
masyarakat sekitar hutan dan tutup pada tahun 1980. Setelah itu mulai penenaman jenis-jenis
rumput; Rumput Balung (Arudinella setosa), Dischantium caricosum, Lamuran (Polytrias amaura)
dan Merakan (Heteropgon contortus) yang bibit unggulnya di peroleh dari Taman Nasional
Baluran, juga Rumput Gajah (Pennicetum purpureum) yang merupakan jenis introduksi (BTNAP,
1999).
Pada perkembangannya, feeding ground Sadengan mengalami penyusutan karena
invasi semak dan pepohonan. Menurut Sunandar (2000), desakan ini mempersempit luas sampai
sekitar 13,35 ha atau 16% pada tahun 1999 dari luas aslinya pada tahun 1975. Struktur vegetasi
juga ikut berubah. Meskipun Lamuran Merah (Arundinella setosa) dan Lamuran Putih
(Dichantium caricosum) masih mendominasi, luas penutupan Alang-alang (Imperata cylindrica)
dan Enceng-enceng (Casia tora) semakin luas. Perkembangan berbagai jenis rumput lokal dan
semak dari famili Leguminosae diduga juga ikut menginvasi Sadengan, (Beudels dan Kurnianto,
1982).

B.

Kondisi Saat Ini


a. Populasi Banteng (Bos javanicus dAlton)
Dalam rentang sembilan tahun terakhir (1998-2007), populasi Banteng (Bos javanicus
dAlton) di Sadengan memiliki kecenderungan fluktuatif terhadap betina, menurun pada jantan,
hampir rata-rata pada anak. Penurunan populasi terus menerus berlangsung dari tahun 19982003 dari 110 ekor menjadi 17 ekor. Lonjakan signifikan terjadi di tahun 2004 khususnya
untuk betina dengan peak 50 ekor. Sampai dengan tahun 2007, populasi rata-rata di
Sadengan 60 ekor, sebagaimana tersaji dalam diagram di bawah ini.
Gb.1. Grafik populasi Banteng (Bos javanicus dAlton) tahun 1998-2007.

Sumber : Hartono, 2008. Pengelolaan TNAP. Preparasi dalam rangka Rapat Kerja Pemantapan
Pembangunan Kehutanan Bidang PHKA, Jakarta, 2008.

Penurunan populasi Banteng (Bos javanicus dAlton) dalam rentang tahun 1998-2003
disebabkan oleh penurunan daya dukung feeding ground Sadengan dan perburuan liar.
Setelah dilakukan pemberantasan tumbuhan pengganggu, populasi Banteng (Bos javanicus
dAlton) (2004-2007) berangsur naik namun belum optimal.
b. Penyebaran Banteng di TNAP
Penyebaran Banteng (Bos javanicus dAlton) cenderung dibatasi oleh penghalangpenghalang fisik, seperti :Sungai, bukit / gunung, dan samudera serta lainnya karena adanya
penghalang ekologis, seperti batas tipe hutan dan adanya spesies saingan yang telah
menyesuaikan secara optimum dengan habitatnya. Sedangkan penyebaran satwa liar pada
suatu kawasan dipengaruhi oleh kemampuan pergerakannya atau kondisi lingkungan, seperti
adanya luas kawasan,ketinggian tempat daan letak geografis (Alikodra, 2002).

Subrata (2007), menyebutkan bahwa penyebaran Banteng (Bos javanicus dAlton)


menyebar merata diseluruh kawasan TNAP, terutama di sungai-sungai yang tergenang air,
sungai kering yang ditumbuhi rumput dan juga diperbukitan yang ditumbuhi bambu jenis jajang
dan wuluh yang diperkirakan sebagai niche dikaji dari kotoran yang terkonsentrasi (jumlah
yang banyak dari kotoran baru sampai dengan lama).
Tabel 1. Penyebaran Banteng (Bos javanicus dAlton) di TNAP
No

Lokasi

Jejak

Kotoran

Individu

Keterangan

1
1

2
Sadengan

3
v

4
v

5
v

2
3

Marengan ( Pal 30 )
Bantengan

v
v

v
v

v
-

Sumber Gedang

Gunting

6
7
8

Rowobendo
Sunglon Ombo
Pancur

v
v
v

v
v
v

v
v
-

Parang Ireng

10

Batu Lawang

11

Moto Lele

12

Parang Gedek

13

Pandanan

14

Brobos

15

Jajang

16
17

Pondok Waru
Sumur Tong

v
v

v
v

18

Perpat

19

Pelorotan

20

Kucur

21

Jarakan

6
Sentral pengamatan Banteng
( Bos javanicus dAlton ).
Hutan tanaman
Hutan tanaman dan
mangrove
Feeding ground di musim
kemarau.
Hutan tanaman dan feeding
ground.
Hutan tanaman Campuran.
Sungai sepanjang tahun.
Hutan dataran rendah.
didomonasi oleh bambu.
Sungai sepanjang tahun dan
hutan alam.
Hutan alam dataran rendah
dan sungai.
Hutan dataran rendah
didominasi bamboo.
Hutan dataran rendah dan
sungai tergenang sepanjang
tahun.
Sungai sepanjang tahun dan
hutan dataran rendah.
Sungai kering dan hutan
dataran rendah didominasi
bamboo.
Hutan dataran rendah dan
muara sungai kering.
Hutan dataran rendah.
Hutan dataran rendah dan
sungai tergenang.
Hutan dataran rendah dekat
pantai
Peralihan dari hutan tanaman
dan hutan dataran rendah.
Peralihan dari hutan tanaman
dan hutan dataran rendah
serta sungai kering.
Hutan dataran rendah
didominasi oleh bamboo.

Sumber : Subrata (2007).

c. Jurnal Penelitian di Feeding Ground Sadengan


Penelitian-penelitian mengenai Banteng (Bos javanicus dAlton) baik kajian habitat,
palatabilitas, perilaku maupun daerah jelajahnya di TNAP telah banyak dilakukan. Para peneliti
pada umumnya berasal dari civitas akademika. Berikut adalah data penelitian yang pernah
dilakukan.
Tabel 2. Jurnal Penelitian mengenai Banteng (Bos javanicus dAlton) di TNAP
NO
1

2
3

NAMA
MEHSAN

DODDY HERIKA W
SUHADI

TEGUH PRIYATMONO

I GUSTI KETUT SERI

TAHUN
1995

1992
1996

1996

2005

RAI WIRYASNI

9
10

11

12

ANITA RUSNANI

DELFIANDI

DIAN RAHAYU

GUGUM GUMILAR P
GUNAWARMAN

HERLIN WIJAYANTI S

RINA SETYAWATI

2006

2006

2006

2006
2003

2004

2004

JUDUL PENELITIAN
Studi hijauan pakan banteng di

ASAL
Institut Pertanian

Feeding ground Sadengan

Malang

TNAP.
Studi daya dukung Feeding
ground Sadengan di TNAP.

Institut Pertanian

Perilaku Banteng ( Bos


javanicus dAlton ) di Feeding
ground Sadengan TNAP
Evaluasi daerah tempat
berlindung Banteng ( Bos
javanicus dAlton ) di TNAPBanyuwangi.
Pola sebaran berbagai jenis
tumbuhan yang menjadi pakan
Banteng ( Bos javanicus dAlton )
Pada musim kemarau di
Feeding ground Sadengan
TNAP.
Inventarisasi Banteng ( Bos
javanicus dAlton) di area
merumput Sadengan TNAPBanyuwangi.
Analisis pola penggunaan ruang
dan wilayah jelajah Bos
javanicus dAlton di TNAP-Jawa
Timur.
Analisa pola penggunaqan waktu
Bos javanicus dAlton, 1823 di
Feeding ground Sadengan
TNAP-Jawa Timur.
Pendugaan model pertumbuhan
dan sebaran spasial populasi
Banteng di TNAP-Jawa Timur.
Distribusi populasi Banteng( Bos
javanicus dAlton) di hutan
sekitar Feeding ground
Sadengan TNAP-Banyuwangi.
Struktur Feeding ground
Sadengan pasca pembabatan
ketepeng sari ( Cassia tora ) di
TNAP-Banyuwangi.
Dipersitas tumbuhan di feeding
ground Sadengtan sebagai
habitat pendukung konservasi
Banteeng.

Malang
Mahasiswa pasca
sarjana Universitas
Indonesia
Institut Pertanian
Malang
Mahasiswa Institut
Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Negeri
Singaraja
Mahasiswa Institut
Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Negeri
Singaraja
Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor
Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor
Mahasiswa Institut
Pertanian Bogor
Universitas Brawijaya
Malang
Universitas Islam
Malang
Universitas Brawijaya
Malang.

13

IMAM PRASOJO

1998

14

BUDI HARTONO

1997

15

GUNAWARMAN

2003

Aktivitas Banteng ( Bos


javanicus dAlton ) di Padang
perumputan Sadengan TNAP.
Studi habitat ( tenpat tinggal )
Merak hijau di Sadengan.

Distribusi populasi banteng( Bos


javanicus dAlton ) di hutan
sekitar Feeding ground
Sadengan.
16
PAIRAH
2007
Tumpang tindih relung ekologis
banteng( Bos javanicus dAlton )
dan Rusa timor ( Cervus
timorensis ) di Feeding ground
Sadengan.
Sumber : Data Data Hasil Penelitian Balai TNAP, 2007.

Universitas Brawijaya
Malang.
Institut Pertanian
Malang
Universitas Brawijaya
Malang.
Pasca sarjana UGM
Jojakarta.

d. Tutupan Lahan dan Sumber Air


Nurhara, dkk., (2008), menyebutkan : dari survey dan analisis spasial diketahui bahwa
luas feeding ground Sadengan 84,220 Ha. Dari luasan tersebut, penutupan lahan yang
terbesar yaitu dari jenis Kerinyu (Eupatorium odoratum); 46,338 Ha (55,02 %), Bungur
(Lagerstroemia speciosa); 5,535 Ha (6,57 %), Johar (Casia siamea); 15,881 Ha (18,86 %),
Persemaian Rumput luas 0,115 Ha (0,14 %), rumput segar; 0,648 Ha (0,77 %), rumput kering;
14,028 Ha (16,65 %) dan Enceng-enceng (Casia tora) luas 1,675 Ha (1,99 %).
Sadengan dialiri oleh tiga sungai dari tiga mata air berbeda; Sungai Basori, Tengah dan
Selatan. Sungai Basori memiliki panjang 0,782 Km dan debit rata-rata 2,2 l/s. Panjang
Sungai Tengah 1.716,00 Km dengan debit 5,0 l/s, sedangkan Sungai Selatan memiliki
panjang 1.552,95 dengan debit 3,7 l/s. Kebutuhan air di Sadengan disuplai dari mata air
Basori.

Gb.2. Peta Tutupan Lahan Feeding Ground Sadengan

Sumber : Nurhara, dkk., 2008.

Gb. 3. Peta Sebaran Sungai dan Mata Air di Sekitar Feeding Ground Sadengan

Sumber : Nurhara, dkk., 2008.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa luas konsentrasi jenis rumput pakan hanya
7,67 Ha atau 0,91% dari luas keseluruhan feeding ground Sadengan. Kebutuhan pasokan air
dapat dipenuhi dari mata air Sungai Tengah, selain dari Basori.

C. Permasalahan yang dihadapi


Sadengan merupakan feeding ground buatan sehingga secara alamiah selalu terjadi
suksesi alam. Pengelolaan intensif sangat dibutuhkan guna mempertahankan ketersediaan
sumber pakan yang optimal. Selama ini pengelolaan feeding ground diyakini belum
mendapatkan hasil yang sempurna karena masih bersifat trial and error atau dalam tahap
mencari format yang sesuai. Belum adanya juklak/juknis pengelolaan feeding ground di
kawasan taman nasional di Indonesia menjadi kendala teknis. Hal inipun dapat menjadi
peluang riset yang sangat dibutuhkan.
Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan feeding ground Sadengan antara lain:
1. Keterbatasan Sumber Daya Manusia.
Keterbatasan Sumber Daya Manusia merupakan poktor penting dalam optimalisasi
pengelolaan feeding ground Sadengan, dalam perancangan, metode yang digunakan
serta sejauh mana mengetahui karakteristik elemen-elemen kegiatan dalam pengelolaan
feeding groun.Pengetahuan karakteristik gulma yang ada merupakan peranan penting
dalan menentukan metode pengendalian gulma tersebut.
2. Keterbatasan sarpras pendukung.
3. Keterlambatan pembiayaan
4. Kegiatan pemeliharaan tidak dilakukan secara periodik, bersifat keproyekan yang harus
habis dalam satu waktu.

III. UPAYA REHABILITASI PADANG SADENGAN

A.

Upaya Rehabilitasi yang Dilakukan Selama ini


Upaya rehabilitasi feeding ground Sadengan dimulai pada tahun 1985 berupa pembakaran
gulma (alang-alang) sampai dengan tahun 1997. Sadengan mulai terinvasi oleh enceng-enceng
dan kerinyu pada tahun 1999. Invasi kedua jenis tumbuhan tersebut sampai puncaknya pada
tahun 2003. Hampir seluruh Sadengan tertutup, rumput segar hanya tersisa 2 Ha. Upaya
rehabilitasi yang telah dilaksanakan antara lain :
a.

Pembabatan Enceng-enceng (Casia tora) dan Kerinyu (Eupatorium odoratum)


Pembabatan Enceng-enceng (Casia tora) dan Kerinyu (Eupatorium odoratum)
dimulai tahun 2003 dimana pada saat itu Enceng-enceng (Casia tora) lebih dominan dari
Kerinyu (Eupatorium odoratum). Sampai dengan tahun 2007 populasi Enceng-enceng
(Casia tora) menurun dan sebaliknya Kerinyu (Eupatorium odoratum) mendominasi.
Enceng-enceng (Casia tora) merupakan salah satu gulma yang paling sulit
diberantas. Pembabatan Enceng-enceng (Casia tora) dilakukan dengan menggunakan
parang dan mesin pemotong rumput. Enceng-enceng (Casia tora) merupakan tumbuhan
yang memiliki umur yang pendek hanya 1 tahun, berbunga pada bulan Mei dan buah
masak pada bulan Oktober-November. Setelahnya biji mulai lepas dari buah dan jatuh ke
tanah menunggu hujan untuk tumbuh kembali.
Enceng-enceng (Casia tora) sangat membutuhkan cahaya matahari atau hidup
subur di daerah terbuka dan kering. Biji memiliki masa dormansi yang cukup tinggi
sehingga meskipun telah dilakukan pembabatan, biji berpeluang bersemai. Pembabatan
dengan mesin pemotong rumput dilakukan pada saat tumbuhan berukuran 20-30 cm
dipotong mendekati tanah, sedangkan pembabatan menggunakan parang menjelang fase
pembungaan.

Gb. 4. Pembabatan Enceng-enceng (Casia tora)

10

Kerinyu (Eupatorium odoratum) sulit doberantas karena memiliki biji yang sangat kecil
dan mudah tertiup angin. Kecepatannya dalam adaptasi vegetatif cukup menyulitkan
pemberantasan Kerinyu (Eupatorium odoratum). Dari kenyataan tersebut, metode
pendongkelan dilakukan dan ternyata hasilnya cukup optimal. Kerinyu (Eupatorium odoratum)
yang masih kecil tidak perlu dibabat langsung dicabut atau didongkel.

.
Gb.5. Pembabatan Kerinyu (Eupatorium odoratum)
yang sudah bertahun-tahun lebih sulit karena
memiliki kerapatan yang sangat tinggi dan batang
yang tumpang tindih tidak beraturan.
b.

Pendongkelan
Pendongkelan dilakukan bagi gulma yang tidak mati dengan cara pembabatan
seperti Kerinyu (Eupatorium odoratum) dan Telekan (Lantana camara). Gulma yang
dengan ketinggian 1-2 meter dibabat lebih dahulu sbelum pendongkelan.

Gb. 6. Pendongkelan Kerinyu (Eupatorium odoratum)

11

c.

Pembuatan Titik Air yang berupa Sprinkel


Pembuatatan titik air yang telah dilakukan adalah mengoptimalkan kembali saluran
air yang ada dengan sedikit modifikasi dalam pembagian maupun penyebarannya.
Keuntungan pemasangan sprinkel yaitu penyebaran air bisa diatur sesuai dengan
kepentingan, Sedangkan kekurangan dari sprinkel perlu perawatan rutin agar tidak terjadi .
Pemasangan titik-titik air terbukti mampu menstimulasi pertumbuhan rumput sepanjang
tahun dan menekan pertumbuhan Kerinyu (Eupatorium odoratum) dan Telekan (Lantana
camara) di sekitarnya.

d.

Membuat persemaian rumput


Membuat persemaian rumput merupakan usaha peningkatan pembinaan habitat
supaya lebih optimal dan juga sekaligus sebagai acuan dalam penanaman maupun
perawatan rumput supaya tumbuh dengan sempurna dan dapat berfungsi sebagai stok
makanan bagi satwa yang ada di feeding ground tersebut.Persemaian rumput yang dibuat
ternyata tidak berfungsi, karena rumput tidak sampai berbunga dan berbiji secara terus
menerus rumput dimakan banteng. Pagar yang dibuat untuk melindungi persemaian yang
memiliki ketinggian 1,5 meter bisa diloncati oleg banteng, sehingga rumput yang semula
untuk penghasil benih tidak berbiji.
Adapun tahapan pembuatan persemaian rumput ,antara lain :

Penentuan areal persemaian.


Penentuan areal harus dipertimbangkan terlebih dahulu pencapaian dari jalan utama,
kondisi ketersediaan air dan tidak terlalu rimbun.

Pembersihan dan pengolahan lahan.


Pembersihan lahan dan pembabatan
gulma dengan menggunakan parang,
setelah lahan bersih lalu dilakukan
pengolahan tanah. (Gambar. 7)

12

Pembuatan saluran air.


Pembuatan saluran air untuk menjaga
aerasi

supaya

seimbang

tidak

menggenangi persemaian. (Gambar. 8)

Pemberian / penaburan pupuk kandang pada tanah yang telah diolah.


Pemberian pupuk kandang dimaksudkan untuk memberikan tambahan nutrisi bagi tanah
supaya perkembangan rumput lebih subur.
Pengumpulan benih rumput dan bibit cabutan.
Pengumpulan benih harus dipersiapkan jau-jauh hari, karena tidak semua rumput berbiji
serempak.Benih rumput memiliki masa dormansi yang cukup lama, tinggal penyimpanan
harus ditempat yang kering dan bersih.
Pengumpulan benih dari sumber benih
di Gunting jenis Kolonjono Panicum
muticum , lalu dikeringkan selama 5
hari sebelum di tabur di persemaian.
(Gambar. 9)

Pengumpulan bibit cabutan dari daerah


Rowobendo dengan jenis kolonjono
Panicum muticum , sebaiknya langsung
di tanam.Bila tidak tertanam bisa
disimpan dikubangan air. (Gambar. 10)

Penaburan benih dan penanaman bibit cabutan.

13

Sebelum ditabur benih harus dijemur


hingga kering terlebih dahulu. (Gambar.
11)

Penaburan benih harus musim hujan


tidak telalu deras, karena benih rumput
mudah terbawa arus air. (Gambar. 12)

Hasil penaburan dari benih berumur 15


hari. (Gambar. 13)

Pemagaran persemaian.
Pemagaran
rumput

sekeliling

sebagai

persemaian

pelindung

dari

gangguan satwa.Peranan pagar sangat


penting dengan keadaan kegagalan
pertumbuhan rumput pada plot yang
tidak di pagar. (Gambar. 14)

14

Pemeliharaan yaitu pencabutan gulma yang tumbuh dan penyiraman di musim kemarau.
Dari kegiatan tersebut pertumbuhan rumput baik sekali sampai akhir kemarau
masih hijau dan sebagai evaluasi ketinggian pagar perlu di tambah lagi sampai 2,5
meter.Dari plot persemaian tersebut peranan pemagaran sangat penting dimana plot
yang tidak dipagar rumput mati disebabkan oleh dongkelan satwa babi.Dari
perkembangan rumput dari benih lebih baik dan lebih murah dibandingkan dari bibit
cabutan yang kurang dalam beradavtasi dengan lingkungan yang baru.

Pengukuran ulang luas Feeding ground Sadengan


Sadengan merupakan feeding buatan yang dalam perkembangannya mengalami
penyusutan yang disebabkan oleh imvasi tumbuhan pionir lahan terbuka maupun dari
suksesi alam yang merupakan anakan dari pohon-pohon sekitar feeding groun tersebut

Inventarisasi Sumber dan Debit Mata air


Inventarisai sumber air dan debitnya merupakan upaya peningkatan pengelolaan
feeding groind Sadengan sebagai pemenuhan kebutuhan air bagi rumput sebagai
tanaman pokok pakan satwa yang ada.Dari inventarisasi sumber air tersebut terdapat
tiga buah sumber yang merupakan mata air yang mengalir sepanjang tahun.Dari ke tiga
sumber tersebut yang telah dilakukan pengelolaan baru satu sumber yaitu sumber Goa
Basori yang dipergunakan untuk MCK, Minum daan pengairan feeding ground
Sadengan.Jarak ke tiga sumber tersebut tidak terlalu jauh hannya 1 Km dari feeding
ground.

B.

Rehabilitasi Feeding ground Sadengan


a.

Penataan Areal Feeding ground Sadengan


Penataan areal feeding ground yang telah dilakukan tanggal 25 Oktober s/d 1 September
2008 merupakan penataan ulang untuk mengetahui seberapa luas penyusutan karena
suksesi alam maupun penyusutan karena impasi dari jenis gulma yang ada ( Encengenceng dan kirinyuh ).Dari kegiatan penataan tersebut diharapkan bisa menyokong
pengelolaan feeding ground selanjutnya yang optimal.Optimalisasi pengelolaan feeding
ground sangat penting dalam perlindungan dan pengelolaan satwa liar yang ada di TNAP.

b.

Pengolahan Tanah
Penyiapan lahan pada prinsipnya membebaskan lahan dari tumbuhan pengganggu atau
komponen lain dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang
akan dibudidayakan. Cara pelaksanaan penyipan lahan digolongkan menjadi 3 cara, yaitu
cara mekanik, semi mekanik dan manual. Jenis kegiatannya terbagi menjadi dua tahap ;

15

Pembersihan lahan, yaitu berupa kegiatan penebasan terhadap semak belukar dan feeding
ground. Selanjutnya ditumpuk pada tempat tertentu agar tidak mengganggu ruang tumbuh
tanaman.
Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara
mencanggkul atau membajak (sesuai dengan kebutuhan).
c.

Restoking Rumput
Restoking rumput merupakan sebuah langkah dalam perbanyakan kuantitas dan kualitas
rumput guna lenculupi kebutuhan pakan bagi satwa yang ada.Kegiatan restoking rumput
dengan cara membuat plot persemaian dengan pemagaran, menanami plot pembabatan
gulma dengan bibit cabutan maupun penaburan benih.Dari hasil kegiatan tersebut metode
yang paling baik ternyata plot yang dipagar dan restoking rumpit dengan perbanyakan rumput
dari benih.

d.

Intalasi Air
Ketersediaan air merupakan faktor penting dalam pengelolaan feeding ground. Selain
sebagai sumber minum satwa juga sebagai sumberdaya utama kegiatan reintroduksi rumput
pakan satwa. Selain itu, bak penggaraman adalah salah satu pendukung proses metabolisme
satwa sehingga perlu disediakan di areal. Saat ini hanya terdapat empat bak minum satwa
(dua kering), satu bak penggaraman dan 10 sprinkel (sembilan rusak). Bak minum satwa dan
sprinkel yang ada mengambil air dari jalur pipa Goa basori.
Pembuatan dam skala menengah sangat dibutuhkan untuk menyuplai kebutuhan air di
semua blok. Dari data pengukuran debit, SA002 (sungai tengah) memiliki debit 5 l/s di
ketinggian 70 mdpl. Alur sungai tersebut memungkinkan untuk dibendung dan dibuatkan dam.
Dam ini akan memecah jalur pipa air kesemua blok dalam 3 jalur.

16

Berikut analisis kebutuhan instalasi air dan bak penggaraman.


Tabel 3. Jenis sarpras instalasi
od

Jenis
Sarpras

Kebera
daan

B
m

Bak minum
satwa

Belum
ada

Kering

Perlu
diadakan

Sudah
ada

Layak guna

Belum
ada

Perlu
diadakan

Sudah
ada

Perlu
pemeliharaa
n

Belum
ada

Perlu
diadakan

Sudah
ada

Layak guna

Perlu
diperbaiki

B
p

Bak
penggaram
an

D
A
M

Dam utama

S
p

Sprinkel

Kategori

Jumlah

Tabel 4. Pipa air


ID
0
1
2
3
4

Panjang
(M)
1352,63
7
1106,565
739,564
1038,20
6
541,522

Sumber
air
Basori
SA002
SA002
SA002
SA002

17

Gb.15. Peta rencana instalasi air dan lokasi bak penggaraman

e.

Pemeliharaan
Pemeliharaan blok pengelolaan terbagi menjadi dua kegiatan yaitu: Pengaliran air dan
pencabutan bagi gulma yang baru tumbuh atau pendongkelan bagi gulma yang siap
reproduksi sesuai karakteristik masing-masing gulma yang ada di feeding ground
Sadengan.Dalam pemeliharaan blok dilaksanakan 2 kali dalam setahun yaitu 3 bulan setelah
penebaran benih dan 6 bulan setelah penebaran benih supaya gulma dapat dikendalikan.

f.

Sarana Prasarana
Sarana prasarana ada yang memerlukan perawatan, perbaiksn dan pengadaan baru yang
merupakan suatu kebutuhan sebagai pendukung dalam pengelolaan feeding ground lebih
lanjut yang lebih profesional.
Tabel. 5: Data kondisi Sarpras
Kode

JenisSarpras

Vol (unit)

Baik

Rusak

Sp.001
Sp.002
Sp.003
Sp.004
Sp.005
Sp.006
Sp.007
Sp.008
Sp.009
Sp.010

Meja tamu
Kursi tamu
Kursi fiber
Lemari kayu
Tempat tidur
Kasur double bed
Solar cell
Mesin rumput
MCK
Tower air

1
4
3
2
1
1
1
1
1
1

1
4
3
0
0
1
1
0
1
1

0
0
0
0
0
0
0
1
0
0

Rusak
berat
0
0
0
2
1
0
0
0
0
0

Ket.

18

Sp.011
Sp.012
Sp.013
Sp.014
Sp.015
Sp.016
Sp.017

Bak sampah
Menara pengamatan
Plang informasi
Papan informasi
Bak minum satwa
Sprinkle
Bak penampungan air
(Basori)

2
1
2
2
4
10
1

2
1
2
2
4
1
0

0
0
0
0
0
0
1

0
0
0
0
0 2 kering
9
0 bocor, atap perlu
diperbaiki

Tabel 6. Rencana Sarana dan Prasarana Pembinaan Habitat TAHUN 2010

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Uraian Kegiatan
Pembuatan Bak Penampungan
(20 m)
Pembuatan Saluran Air (3425.86
m)
Pembuatan Bak Penggaraman
Pembuatan Bak Minum Satwa
Pembuatan Pagar Menara
Pandang (45 m)
Perbaikan Sprinkle
Perbaikan Saluran Bak Minum
Satwa
Pembuatan pal batas feeding
ground sadengan dengan
pemasangan.
Pembuatan pal batas blok
pengelolaan feeding ground
Sadengan dengan pemasangan.

Volume

Blok

B3

4
9
8

A1,A2,A3,B1,B2,B3
A1,A2,A3,B1,B3
A1,A2,A3,B1,B2,B3

1
9
4

Keterangan

Tahun

Sumber Air S2
(Debit 5 lt/detik)

2010
2010
2010
2010

A1
A1,A2

4 jalur
Ukuran 1x1m
Ukuran 1x4m
Pondasi Cor Pagar
Kayu Tinggi 2.5m
Servis pipa paralon

A1,A2

Servis pipa paralon

2010

30

Bahan beton

2010

50

Bahan beton

2010

19

2010
2010

IV. RENCANA REHABILITASI PADANG SADENGAN

A.

Penataan Areal
1.

Penataan Areal Kerja/ Desain Blok Pengelolaan


Desain blok dibuat untuk mempermudah pengelolaan dan pengawasannya.
Berdasarkan pertimbangan fesibility factor, Sadengan dibagi menjadi 6 blok. Sebagian batas
blok memanfaatkan sungai sebagai node batas, sebagian lagi menggunakan titik pancang
sementara.

Gb. 16. Blok Pengelolaan Feeding ground Sadengan

Titik pancang sementara perlu diganti dengan titik tetap sebangai batas blok; pal batas.
2. Rencana Rehabilitasi Berdasarkan Blok Pengelolaan
Rehabilitasi feeding ground Sadengan diawali dengan interseksi data antara blok,
tutupan lahan dan kebutuhan suplai air. Hasil interseksi menunjukkan data sebagai berikut :
Tabel.6 : Blok Pengelolaan
Blok
1
A1

A2

Luas
Tutupan Lahan
(Ha)
2
3
7.291 Kerinyu
Persemaian rumput
Rumput kering
Enceng-enceng
15.605 Kerinyu
Bungur
Rumput segar

Area
4
51668.369
1117.349
9460.835
10784.679
8979.264
9010.901
6452.358

Luas
% Tutupan Blok
(Ha)
5
6
5.167
70.86
0.112
1.54
0.946
12.97
1.078
14.78
0.898
5.75
0.901
5.77
0.645
4.13

20

A3

14.197

B1

13.168

B2

15.961

B3

17.998

3
Rumput kering
Enceng-enceng
Kerinyu
Johar
Rumput kering
Enceng-enceng
Kerinyu
Bungur
Johar
Kerinyu
Bungur
Johar
Rumput kering
Kerinyu
Johar
Jumlah

4
127099.554
4623.347
104495.829
32446.287
3634.863
1361.374
35195.503
45724.439
50700.232
158906.078
626.318
33.1
73.223
104127.278
75683.175
842204.355

5
12.71
0.462
10.45
3.245
0.363
0.136
3.52
4.572
5.07
15.891
0.063
0.003
0.007
10.413
7.568
84.220

6
81.45
2.96
73.61
22.86
2.56
0.96
26.73
34.72
38.50
99.56
0.39
0.02
0.04
57.86
42.05

Sumber : Murdyatmaka dan Joko, 2008. Desain Blok Pengelolaan Feeding Ground
Sadengan

Gb. 17: Peta Tumpangsusun Blok dan Tutupan Lahan Feeding Ground Sadengan
B.

Pemberantasan Tumbuhan Pengganggu.


Pemberantasan tumbuhan penggangu merupakan kegiatan paling penting dalam
menentukan keberhasilan dalam rehabilitasi Feeding ground Sadengan.Pemberantasan gulma
banyak sekali metode yang bisa dilakukan, namun dalam hal ini metode yang di gunakan
berdasarkan karakteristik masing-masing jenis, sehingga bisa berbeda satu dengan yang lain.
1.

Metode Pemberantasan Tumbuhan Pengganggu.


21

Tumbuhan penggangu ( gulma ) di feeding groun Sadengan dalam dominasi besar


yaitu : Enceng-enceng dan kirinyuh.Dari kedua jenis gulma tersebut memiliki perlakuan
yang berbeda dalam pemberantasannya.Masa revroduki, kelas umur dan ketahanan hidup
dari tumbuhan pengganggu merupaka hal-hal yang mendasari metode pemberantasan di
feeding ground Sadengan.
NO
1

NAMA JENIS

MASA REPRODUKSI

Kirinyuh

Enceng-enceng

2.

METODE PEMBERANTASAN

Bulan Mei mulai


berbunga.
Bulan Agustus buah mulai
masak.
Bulan November biji mulai
semai.

Bulan Mei mulai


berbunga.
Bulan Agustus buah mulai
masak.
Bulan November biji mulai
semai.

Pemberantasan induk kirinyuh dilakukan


dengan cara membabat sampai pangkal
batang,
setelah
itu
dilakukan
pendongkelan
tunggak
dan
akarnya.Alternatif
lain
setelah
pembabatan bisa langsung dilakukan
pembajakan.
Pemberantasan
anakan
kirinyuh
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
Pembalikan tanah dengan traktor,
pencabutan dan pencangkulan disetiap
individu.
Pemberantasan pertama dilakukan
pemotongan atau pembabatan pada saat
tumbuhan belum berbunga dan
berbuah.Pemotongan dilakukan pada
pangkal batang tumbuhan sampai mepet
dengan tanah.
Pemberantasan kedua pada tumbuhan
baru semai dengan cara pengolahan
tanah dengan pembajakan.

Lokasi (Blok/Sektor).
Pembagian blok/ sektor merupakan suatu upaya optimalisasi dalam pengelolaan dan
monitoring pelaksanaan feeding ground Sadengan.Dengan pembagian blok pengelolaan
dapat diukur efektivitas pekerjaan, biaya yang diperlukan dan kualitas pekerjaan lebih baik
dengan monitoring dari pengelola yang kontinyu.
Tabel. 7: Daftar pembagian blok pengelolaan feeding groun Sadengan.
NO

NAMA BLOK

LUAS BLOK

Blok A
1
2
3

A1
A2
A3

7,291
15,605
14,197

B1
B2
B3

13,168
15,961
17,998

Blok B
4
5
6
3.

Periodisitas (Tata Waktu).


Tata waktu sangat penting dalam pengelolaan feeding groun dengan sistim blok, yaitu
guna menata tahapan pekerjaan dalam suatu blok pengelolaan maupun pelaksaan
pekerjaan antar blok yang satu dengan blok yang lainnya sehingga berurutan sesuai
22

dengan tingkat kepentingan.Periodisitas / tata waktu sangat mempengaruhi kelancaran


kegiatan pengelolaan selanjutnya yang berkaitan dengan pekerjaan teknis maupun
administrasi keuangan yang menyokong jalannya pekrjaan teknis ( kegiatan pengelolaan
feeding ground ).
Tabel. 8: Tata Waktu Pelaksanaan
NO

BLOK

A1

NAMA JENIS

Kirinyuh

METODE

WAKTU

PEMBERANTASAN

PEMBERANTASAN

Pembabat

Sebelum Mei

an ,
pendongkelan.
November s.d.

Pembajaka
Pebruari.
n.
Enceng-enceng

A2

Kirinyuh

Enceng-enceng
3

A3

B1

Kirinyuh

Kirinyuh

Pembalikan tanah
dengan di bajak.
Pemotongan
dengan mesin
rumput.

Pembabat
an ,
pendongkelan.

Pembajaka
n.

November- Mei

Pembabat

B2

Kirinyuh

Pembabat

B3

Kirinyuh

Pembabat

2008

2008

2008

November s/d
Pebruari.

2008

Sebelum Mei

Sebelum Mei

an ,
pendongkelan.
November s/d

Pembajaka
Pebruari.
n.
6

2008

Sebelum Mei

an ,
pendongkelan.
November s/d

Pembajaka
Pebruari.
n.
5

TAHUN

November s/d
Maret.

Pembalikan tanah Mei s/d agustus


dengan di bajak.

Pembabat Sebelum Mei


an ,
pendongkelan.
November s/d

Pembajaka
Pebruari.
n.

LUAS

Sebelum Mei

an ,
pendongkelan.
November s/d

Pembajaka
Pebruari.
n.

2008
2009-2010
2009-2010

2013
2013

2008-2009
2008-2009

2011-2012
2011-2012

23

24

C.

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dalam peningkatan pengelolaan feeding groun sangat perlu, kerena
terlalu lama tanah difeeding ground tidak mengalami pengolahan sehingga terjadi pemadatan
tanah yang berakibat terhadap penurunan tekstur tanah tidak gembur, aerasi tanah kurang
berfungsi serta bisa juga penurunan unsur hara tanah.penurunan unsur hara tanah bisa
disebabkan karena terjadinya pengikisan top soil karena aerasi tanah tidak normal, sehingga
pada saat musim hujan turun terjadi run of yang yang terlalu besar dan menghanyutkan unsure
hara yang berada di top soil.Kondisi seperti ini bisa diatasi dengan pengolahan tanah dengan
cara pembalikan tanah menggunakan cangkul di bajak, tetapi untuk efesiensi waktu dan biaya
lebih murah menggunakan traktor untuk membalik sekaligus pengolahan tanah.
a.

Metode Pengolahan Tanah


Pengolahan tanah merupakan salah satu kegiatan untuk melindungi tana dari kehilangan
hara maupun terjadi pemadatan yang tinggi sehingga tidak berfungsi sebagai pengendali
penyerapan air permukaan diwaktu turun hujan yang berakibat terjadinya pengikisan top
soil terbawa run of yang tidak terkendalikan oleh aerasi tanah.
Adapun beberapa metode pengawetan tanah yang erat kaitannya dengan kegiatan
pengolahan tanah, metode tersebut antara lain :
1. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah metode pengawetan tanah dengan cara menanam vegetasi
(tumbuhan) pada lahan yang dilestarikan. Metode ini sangat efektif dalam pengontrolan
erosi. Ada beberapa cara mengawetkan tanah melalui metode vegetatif antara lain:
a. Penghijauan, yaitu penanaman kembali hutan-hutan gundul dengan jenis tanaman
tahunan seperti akasia, angsana, flamboyant. Fungsinya untuk mencegah erosi,
mempertahankan kesuburan tanah, dan menyerap debu/kotoran di udara lapisan
bawah.
b. Reboisasi, yaitu penanaman kembali hutan gundul dengan jenis tanaman keras
seperti pinus, jati, rasamala, cemara. Fungsinya untuk menahan erosi dan diambil
kayunya.
c. Penanaman secara kontur (contour strip cropping), yaitu menanami lahan searah
dengan garis kontur. Fungsinya untuk menghambat kecepatan aliran air dan
memperbesar resapan air ke dalam tanah. Cara ini sangat cocok dilakukan pada
lahan dengan kemiringan 3 8%
Penanaman tumbuhan penutup tanah (buffering), yaitu menanam lahan dengan
tumbuhan keras seperti pinus, jati, cemara. Fungsinya untuk menghambat
d.
penghancuran tanah permukaan oleh air hujan, memperlambat erosi dan
memperkaya bahan organik tanah.
Penanaman tanaman secara berbaris (strip cropping), yaitu melakukan pe-nanaman
berbagai jenis tanaman secara berbaris (larikan). Penanaman berbaris tegak lurus
terhadap arah aliran air atau arah angin. Pada daerah yang hampir datar jarak
e.
tanaman diperbesar, pada kemiringan lebih dari 8% jarak tanaman dirapatkan.
Fungsinya untuk mengurangi kecepatan erosi dan mempertahankan kesuburan
tanah.
Pergiliran tanaman (croprotation), yaitu penanaman tanaman secara bergantian
f. (bergilir) dalam satu lahan. Jenis tanamannya disesuaikan dengan musim.
Fungsinya untuk menjaga agar kesuburan tanah tidak berkurang.

25

2. Metode Mekanik/Teknik
Metode mekanik adalah metode mengawetkan tanah melalui teknik-teknik pengolahan
tanah yang dapat memperlambat aliran permukaan (run off), menampung dan
menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan tidak merusak. Beberapa cara yang
umum dilakukan pada metode mekanik antara lain:
a. Pengolahan tanah menurut garis kontur (contour village), yaitu pengolahan tanah
sejajar garis kontur. Fungsinya untuk menghambat aliran air, dan memperbesar
resapan air.
b. Pembuatan tanggul/guludan/pematang bersaluran, yaitu dalam pembuatan tanggul
sejajar dengan kontur. Fungsinya agar air hujan dapat tertampung dan meresap ke
dalam tanah. Pada tanggul dapat ditanami palawija.
c. Pembuatan teras (terrassering), yaitu membuat teras-teras (tangga-tangga) pada
lahan miring dengan lereng yang panjang. Fungsinya untuk memperpendek panjang
lereng, memperbesar resapan air dan mengurangi erosi.
d. Pembuatan saluran air (drainase). Saluran pelepasan air ini dibuat untuk memotong
lereng panjang menjadi lereng yang pendek, sehingga aliran dapat diperlambat dan
mengatur aliran air sampai ke sungai.
Metode pengawetan tanah akan sangat efektif apabila metode mekanik dikombinasikan
dengan metode vegetatif misalnya terrassering dan buffering.
3. Metode Kimia
Metode kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia untuk memperbaiki struktur
tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat (struktur tanah). Tanah dengan struktur
yang mantap tidak mudah hancur oleh pukulan air hujan, sehingga air infiltrasi tetap
besar dan aliran air permukaan (run off) tetap kecil.
Penggunaan bahan kimia untuk pengawetan tanah belum banyak dilakukan, walaupun
cukup efektif tetapi biayanya mahal. Pada saat sekarang ini umumnya masih dalam
tingkat
percobaan-percobaan.
Beberapa jenis bahan kimia yang sering digunakan untuk tujuan ini antara lain Bitumen
dan Krilium. Emulsi dari bahan kimia tersebut dicampur dengan air, misalnya dengan
perbandingan 1:3, kemudian dicampur dengan tanah.
b.

Luas, Lokasi dan Tata Waktu


No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

D.

Blok
A1
A2
A3
B1
B2
B3

Luas (Ha)
7,2791
15,605
14,197
13,168
15,961
17,998

Tahun
2008
2008
2009-2010
2013
2008-2009
2011-2012

Keterangan

Dilaksanaka 2 (dua) Tahun Anggaran


Dilaksanaka 2 (dua) Tahun Anggaran
Dilaksanaka 2 (dua) Tahun Anggaran

Restoking Rumput
Restoking rumput merupakan suatu upaya perbanyakan produksi rumput yang di
butuhkan herbivore yang ada di feeding ground Sadengan dengan metode perbanyakan dari

26

benih / biji.Benih yang telah di sediakan sebelumnya di tabor pada lahan yang tanahnya telah
diolah terlebih dahulu dengan system pembajakan dengan menggunakan alat bajak (traktor).
Adapun jenis jenis rumput yang akan dikembangkan adalah jenis-jenis yang disukai
dan dibutuhkan herbivore sebagai sumber pakan, antara lain:
1. Jenis Rumput dan Karakteristiknya

Pahitan (Axonopus compressus)


Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi

Angiospermae

Kelas

Monocotyledonae

Genus

Axonopus

Gb. 18
Sifat Fisik
Rumput tumbuhnya berumpun dan mempunyai batang penangkar, tumbuh
kesemua arah. Pada buku yang sudah tua akan keluar tunas yang tumbuh tegak.
Batang berdaun 1-2 dan tunas menjalar yang bercabang kerap kali berwarna keunguunguan, tungginya 0,2-0,5 m. pangkal pelepah dan tepinya berbulu, terutama pada
bagian yang mendekati pangkal daunya. Pelepah daun pipih menjadi satu dengan
batang. Pangkal daunya bundar dan ujungnya lancip dengan permukaan yang biasanya
bergelombang. Pada permukaan daun bagian atasnya terdapat bulu0bulu panjang dan
menyebar.
Perbungaanya keluar dari pelepah berbentuk bulir. Biasanya pada satu selendang
keluas 2-4 dan kadang-kadang 6 gagang bunga. Tiap-tiap gagang bunga menyanga
sepasang bulir atau sepasang bulir dengan satu bulir dibawahnya. Bulir bunga
berbentuk lonjong atau bulat telur agak gepeng dan letak yang berseling dan berbubga
sepanjang tahun. Pekembangbiakan dengan cepat melalui biji dan dengan batang
memanjatnya.
Sifat Ekologi
Rumput pahitan tahan terhadap pangkasan dan injakan, tumbuh liar dan dianggap
sebagai tumbuhan pengganggu di kebun-kebun. Rumput tersebut tumbuh di dataran
rendah sampai ketinggian 1400 m dpl dan menyukai tanah gembur berkompos.

Jaruman (Chrysopogon aciculatus)

27

Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Genus

: Chrysopogon

Gb. 19
Sifat Fisik
Rumput jaruman mempunyai dua macam bulu yaitu buluh tegak dan buluh yang
menjalar, dan keduanya mempunyai bentuk yang berbeda. Buluh yang menjalar
berbuku-buku rapat dan pada setiap bukunya keluar akar. Umumnya buluh-buluh
tersebut bercabang-cabang dengan susunan daun yang saling menutupi pelepahnya
pendek dan lebar, pada bagian tepinya agak berbulu. Bulu yang tegak menyangga
perbungaan dan tunggi buluhnya bias sampai 75 cm. helaian daunya lebih sempit,
pendek dan semakin keatas semakin tidak ada. Pebungaanya berupa malai berwarna
ungu dan hijau keunguan. Panjang perbungaanya antara 5-12 cm. pecabanganya
ramping dan susunanya terpusar. Bulirnya begagang pendek atau tidak bergagang
sama sekali perkembangbiaakan melalui rimpangnya dan bijinya.
Sifat Ekologi
Rumput ini sering kali meluas sangat cocok untuk padang rumput. Biasanta
tumbuh bercampur dengan jenis rumput lainnya dan sangat menyukai tempat-tempat
yang terbuka. Tempat tumbuh sampai 1600 m dpl dan dapat tumbuh pada tanah yang
kurus, tanah berkapur, tanah liat berbatu serta tanah berpasir.

Grinting (Cynodon dactylon)


Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi

Angiospermae

Kelas

Monocotyledonae

Genus

Cynodon

Gb. 20
Sifat Fisik

28

Mempunyai rimpang dan stolon yang tumbuh kesegala arah dengan tunas
menjalar. Batangnya kaku sepeti kawat dan ramping serta berbulu tipis atau sama sekali
tidak berbulu dengan tinggi 0,1-0,4 m. buku-bukunya (nodus) kadang-kadang berwarna
hijau keunguan. Helaian daun bentuk garis, tapi kasar hijau kebiruan, berambut serta
ujung daun sering kali menggulung kea rah dalam dan menutupi. Pelepahnya pendek
dan lebar berbulu tipis atau sama sekali tidak berbulu dan biasanya pada ketiaknya
keluar tunas-tunas muda.Bunganya biasanya terdiri 3-9 bulir yang terpusar
diujung.Panjang bulirnya 1,5-11 cm susunan bulirnya selang serling, saling menutupi,
bentuknya jorong sampai lonjong dan warnamya hijau keunguan, serta berbunga
sepanjang tahun.

Sifat Ekologi
Rumput Grinting dialam tumbuhnya sering bercampur dengan rumput lainnya,
hidupnya beberapa musim, dapat tumbuh sampai ketinggian 2.100 m dpl, pada kondisi
tanah kurus, liat atau tanah-tanah padat dan banyak tumbuh didaerah pantai
berkarang.Tanaman ini mempunyai daya pengikat tanah yang kuat dan tahan terhadap
injakan.

Merakan (Chloris barbata)


Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi

Angiospermae

Kelas

Monocotyledoneae

Genus

Chloris

Sifat Fisik
Rumput ini berumur cukup panjang, dengan batang yang merayap di pangkal dan
megeluarkan akar, tingginya 0,2-0,8 m daun-daunnya mengumpul dibawah. Buluhnya
tumbuh mendatar dan kemudian tumbuh tegak. Tinggi masing-masing buluh 1,2 m. buluhbuluhnya yang menyentuh tanah berakar pada bagian buku-bukunya dan membentuk
tumbuhan baru. Pelepahnya lebih lebar dari helaian daunya. Pangkal dan tepidaunya
berbulu panjang dan jarang. Perbungaan terdiri atas 8-28 bulir susunan perbungaannya
terpusar di ujung dan agak menguncup. Panjang masing-masing bulir 3-12 cm, berwarna
hijau muda keunguan. Masa perbungaanya sepanjang tahun.

Sifat Ekologi

29

Rumput ini tumbuh baik pada tempat-tempat terbuka banyak ditemukan dipinggir
jalan. Rumput ini sangat tahan terhadap garam dan kekeringan, oleh sebab itu sering
ditemukan tumbuh bersama-sama dengan rumput angina, kangkung pantai atau jenis
lainnya yang tumbuh disepanjang pantai berpasir sampai pada ketinggia 250 m dpl.

Lamuran (Polytrias amaura)


Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi

Angiospermae

Kelas

Monocotyledoneae

Genus

Polytrias

Gb. 21

Sifat Fisik
Jenis rumput ini pangkal buluhnya menjalar kesatu arah dan dapat berakar
buluhnya berwarna hijau, panjang buluhnya bias mencapai 1 m dan membentuk rumpun.
Pelepah daun berambut panjang daunya tipis dan lembut pangkaldaun bundar dan ujung
daun lancip meruncing, helaian daun semakin atas semakin membesar.
Sifat Ekologi
Rumput ini berkembang biak dengan biji dan stolon, hidup didaerah terbuka dan
sangat membutuhkan sinar matahari.

Kolonjono (Brachiaria mutica)


Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi

Angiospermae

Kelas

Monocotyledoneae

Genus

Brachiaria

Gb. 22
Sifat Fisik
Rumput yang berumpun dengan batang yang merayap pada pangkalnya, yang
tingginya mencapai 1 m batang bulat yang besar. Pelepah daun tertekan jadi satu pada
batang dengan lidah yang pendek helaian daun berbentuk garis, bertepi agak kasar
berwarna hijautua.
Sifat Ekologi

30

Rumput ini tumbuh secara liar pada segala macam keadaan daerah, sering ditanah
parit dan kebun, pada lokasi yang lembab.
2. Luas, Lokasi dan Tata Waktu
Luas dan lokasi restoking rumput adalah semua areal pembinaan habitat yang telah di bagi
menjadi masing-masing blok pengelolaan.Sedangkan waktu restoking rumput tertera pada
rincian anggaran biaya yangtelah terplot di masing-masing blok pengelolaan.
Tabel. 9: Lokasi dan Tata Waktu Restoking Rumput
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Blok
A1
A2
A3
B1
B2
B3

Luas (Ha)
7,2791
15,605
14,197
13,168
15,961
17,998

Tahun
2008
2008
2009-2010
2013
2008-2009
2011-2012

Keterangan

Dilaksanakan 2 (dua) Tahun Anggaran


Dilaksanakan 2 (dua) Tahun Anggaran
Dilaksanakan 2 (dua) Tahun Anggaran

31

Anda mungkin juga menyukai