Lapkas Andrik DR W.dotulong
Lapkas Andrik DR W.dotulong
PENANGANAN AFAKIA OD
ANISOMETROPIA
PRESBIOPIA
Oleh :
dr. LAUW DWI ANDRIK PUTRO
Pembimbing :
dr. W.A. Dotulong, SpM
2014
I. ABSTRAK
Tujuan
Mengetahui teknik pemeriksaan pada penderita anisometropia dan rehabilitasi dari
fungsi penglihatannya.
Kasus
Seorang laki-laki usia 56 tahun, dari pemeriksaan ketajaman penglihatan secara
subjektif dengan Snellen chart pada jarak 6 meter didapatkan visus mata kanan 4/60
dan mata kiri 6/6.
Hasil
Dengan cara subjektif maupun objektif didapatkan hasil koreksi terbaik (6/6) dengan
menggunakan koreksi kacamata OD : S +10.0 D menjadi 6/6 dan OS : Plano menjadi
6/6.
Kesimpulan
Penderita dengan anisometropia dapat menemukan kembali jati diri dan kualitas
hidupnya dengan koreksi kacamata yang sesuai dengan kelainan refraksinya.
II. PENDAHULUAN
Anisometropia adalah keadaan yang disebabkan oleh karena perbedaan refraksi
yang besar pada kedua mata, biasanya perbedaan yang kecil nampak pada kebanyakan
kasus kelainan refraksi. Adanya perbedaan refraksi yang besar ini akan menyebabkan
aniseikonia apabila koreksi visus yang dipakai adalah dengan menggunakan kacamata.
Aniseikonia adalah nama yang dipergunakan jika bayangan retina tidak sama besar
dan bentuknya.
III.II Aniseikonia
Aniseikonia adalah nama yang dipergunakan jika bayangan retina tidak sama
besar dan bentuknya. Hal ini diasumsikan bahwa bayangan yang tidak sama hasil
dari usaha untuk menyatukan bayangan yang terpisah menjadi satu pada waktu
sampai di otak. Anisometropia dapat menyebabkan aniseikonia. Lensa aniseikonia
terdiri dari peningkatan ketebalan atau kurva dari lensa normal atau lensa double
yang dijadikan satu pada tepi dengan celah udara di antaranya. Lensa ini didesain
untuk menyamakan ukuran dan bentuk dari 2 bayangan retina. Meskipun koreksi
aniseikonia tidak terlalu diperlukan, terdapat beberapa kasus dimana keluhan
astenopia berkurang oleh karena penggunaan dari lensa ini sesudah koreksi
ametropia gagal.
a)
b)
c)
d)
ii.
iii.
iv.
VOS 6/6 :
i.
dengan
sikloplegik
siklopentolat
1%,
kemudian
dilakukan
S +12 D
OS:
S+2D
S + 12 D
S+2D
Kemudian pada mata kiri pasien dilakukan test baca pada jarak 40 cm untuk mengetahui
koreksi prebiopia,pada mata kiri pasien didapatkan ukuran add S+2.5 D
Diagnosis Kerja :
Afakia OD + Anisometropia + Presbiopia
Terapi :
Atau penderita dianjurkan menggunakan lensa kontak agar dapat diberikan koreksi
Prognosis :
Bonam
Edukasi
1. Dianjurkan untuk menggunakan lensa kontak atau menjalani terapi bedah refraktif.
2. Kontrol ke poli mata setiap 6 bulan untuk memeriksa status refraksi.
V. RESUME
Seorang laki-laki usia 56 tahun, bangsa Indonesia, suku Minahasa, agama
kristen, pekerjaan pedagang, datang ke poliklinik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
dengan keluhan utama penglihatan kabur pada mata kiri setelah sebulan menjalani
operasi katarak. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan
segmen anterior bola mata kanan dan kiri dalam batas normal. Pemeriksaan fundus
okuli mata kanan dan kiri dalam batas normal.
Pemeriksaan ketajaman penglihatan secara subjektif dengan Snellen chart pada
jarak 6 meter didapatkan visus mata kanan 4/60 dan mata kiri 6/6. Dengan koreksi
S+10 D didapatkan visus mata kanan 6/6. Pengukuran jarak pupil 60/58 mm. Dengan
menggunakan metode trial and error dan fogging, didapatkan koreksi sebagai berikut:
8
VI. DISKUSI
Diagnosis pada kasus ini yaitu Afakia pada mata kanan, anisometropia,
presbiopia yang ditegakkan berdasarkan autoanamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
Untuk mendapatkan kelainan refraksi pada mata penderita dilakukan
pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart dan satu set trial lens, kemudian
dilakukan streak retinoscopy untuk pemeriksaan refraksi secara objektif.
Visus awal mata kanan adalah 4/60. Pada koreksi mata kanan diberikan lensa
sferis +010 D sehingga visus menjadi 6/6. Setelah pemberian lensa S +0.25 D ternyata
pasien merasa makin kabur dan visus mundur menjadi 6/7.5. Hal ini mengindikasikan
bahwa pada mata kanan terdapat kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan S + 10
D. Setelah itu dilakukan pemeriksaan dengan metode fogging dan astigmatism dial
untuk memeriksa ada tidaknya astigmatisma pada mata kanan pasien ini, dan ternyata
tidak ada astigmatisma. Maka koreksi pada mata kanan pasien ini adalah S + 10 D.
Setelah itu dengan memberikan obat sikloplegia yaitu siklopentolat 1%,
dilakukan pemeriksaan refraksi secara objektif dengan streak rentinoscopy.
Didapatkan hasil yang sama sehingga dapat dipastikan ukuran kacamata terbaik yang
bisa diberikan pada pasien. Kemudian pada pasien dilakukan test baca untuk
mengetahui koreksi prebiopia, pada pasien didapatkan ukuran add S+2.5 D pada mata
kiri
Pasien disarankan untuk menggunakan kacamata baca yang memiliki OD: plano
OS : S +2.5 D .pada pasien ini tidak dimungkinkan penggunaan kaca mata untuk
penglihatan binokular oleh karena perbedaan dioptri yang cukup besar antara kedua
mata sehingga akan terjadi aniseikonia.hal tersebut terjadi karena efek pembesaran
kaca mata sekitar 20 35 % sedangkan aniseikonia yang dapat ditoleransi adalah 58%.
Pasien dapat disarankan agar menggunakan lensa kontak sehingga dapat
diberikan koreksi penuh pada kedua mata pasien, hal ini dimungkinkan karena
pembesaran bayangan oleh lensa kontak sekitar 7-12 % ,sehingga tidak menimbulkan
aniseikonia. atau dapat juga menjalani terapi bedah refraktif berupa pemasangan IOL.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena kelainan refraksinya dapat
dikoreksi penuh. Pasien dianjurkan untuk memakai matanya secara bergantian, atau
dapat menggunakan lensa maupun menjalani terapi bedah refraktif dan kontrol ke poli
mata setiap 6 bulan untuk memeriksa status refraksi. Pasien juga diberikan edukasi
mengenai penyakitnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Agarwal LP. Optics and Refraction. 2nd ed. New Delhi; CBS Publishers and
Distributor, 1979. p116-120.
3. Optics, refraction, and contact lenses, In: Basic and clinical science course. Section 3,
American Academy of Ophthalmology, 2006-2007.
4. Akmam SM. Refraksi subyektif. Jakarta; FKUI, 1985.
5. Zadnik K, Mutti DO. Biology of the eye as an optical system. In: Duane Clinical
Ophthalmology (vol 1, ch 34). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
6. Lawrence MS, Azar DT. Myopia and models and mechanisms of refractive error
control. Ophthalmol Clin North Am. 2002;15:127-133.
7. Westheimer G. Visual acuity. In: Kaufman PL, Alm A, eds. Adler's Physiology of the
Eye. 10th ed. St. Louis: Mosby; 2003. p208-213.
8.
Ilyas HS. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2004. 7582
9.
10.
11