Anda di halaman 1dari 26

USULAN

HIBAH PENELITIAN
Program Hibah Kompetisi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dokter
(PHK PKPD)

Identifikasi Molekul Adhesi Pili Porphyromonas gingivalis pada


Human Umbilical Vein Endothelial Cells Culture (HUVECs)

Nama Peneliti Utama Lengkap dengan Gelarnya


Nama Semua Anggota Lengkap dengan Gelarnya

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013

Ringkasan

Halaman Pengesahan
1. Judul Penelitian

: Identifikasi Molekul Adhesi Pili Porphyromonas gingivalis

pada Human Umbilical Vein Endothelial Cells Culture (HUVECs)


2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap

: ....................................................................

b. Jenis Kelamin

: L/P

c. NIP

: ...................................................................

d. Jabatan Struktural

: ....................................................................

e. Jabatan fungsional

: ....................................................................

f. Laboratorium

..
g. Program studi

: ....................................................................

h. Alamat Kantor

: ....................................................................

i. Telpon/Faks
j. Alamat Rumah

: ....................................................................
: ....................................................................

k. Telpon/Faks/E-mail
3. Jangka Waktu Penelitian

: ....................................................................
: 1 tahun

4. Pembiayaan:
a. Jumlah yang diajukan : Rp ...............................
Kota, tanggal, bulan, tahun
Ketua Unit Pengembangan Penelitian,

Ketua Peneliti,

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Hidayat Suyuti, dr, PhD.,SpM

tanda

tangan
Nama jelas dan NIP

Nama jelas dan NIP

Ketua Pelaksana Program Hibah Penelitian PHK-PKPD


Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Prof.Dr.dr. M. Rasjad Indra, MS

Identitas Penelitian
1. Judul Usulan : Identifikasi Molekul Adhesi Pili Porphyromonas gingivalis pada Human
Umbilical Vein Endothelial Cells Culture (HUVECs)
2. Ketua Peneliti
(a) Nama lengkap

: ...............................................................

(b) Bidang keahlian

: ...............................................................

3. Anggota peneliti
Curahan
No.

Nama dan Gelar

Keahlian

Institusi

Waktu
(jam/minggu)

4. Objek penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian):
..
6. Lokasi penelitian : ...................................................................
7. Luaran yang ditargetkan : Publikasi Jurnal Internasional/ HKI *
Ket: *) coret yang tidak dipilih

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Porphyromonas gingivalis (P.gingivalis), merupakan bakteri penyebab periodontitis dan
dikatikan dengan sindrom koroner akut. Bakteri ini dapat menginvasi sirkulasi darah
dengan mudah karena dikaitkan dengan kebutuhannya untuk memperoleh nutrient.
Komponen nutrient yang sangat diperlukan sebagai sumber besi adalah peptid dan
hemin. Karena sumber utama hemin ditemukan dalam hemoglobin darah, maka
P.gingivalis cenderung memasuki sirkulasi darah untuk memperoleh hemoglobin.
Beberapa studi juga melaporkan bahwa P.gingivalis memiliki kemampuan untuk
memasuki dan bertahan pada endothelium dan plak atherosklerotik. Kemampuan
melekat dari P.gingivalis pada sel dimediasi oleh molekul adhesion dari bakteri antara
reseptor molekul pada permukaan sel.
Adhesi bakteri dan molekul reseptor sel memiliki perbedaan dalam hal berat molekul.
Perlekatan dari dua molekul memiliki peran dalam adhesi bakteri pada sel host. Banyak
molekul adhesi bakteri yang mirip dengan protein hemagglutinin. Untuk mengkonfirmasi
molekul bakteri adalah adhesi molekul pada sel host dapat dideteksi dengan
penghitungan Indeks Adhesi (Adhesion Index). Indeks adhesi adalah jumlah bakteri
yang dapat menempel ke setiap sel yang dihitung dari 100 sel.
Penemuan bahwa adhesi merupakan tahap awal proses infeksi pada sebagian besar
bakteri, menunjukkan bahwa protein adhesin tersebut memiliki potensi

sebagai

komponen vaksin yang baik. Salah satu contoh adalah Fim H vaccine yang sedang
dikembangkan untuk mencegah infeksi saluran kemih yang disebabkan E. coli.
Kemampuan bakteri untuk melekat dan menembus sel endotel merupakan akibat dari
interaksi adhesin-reseptor antara bakteri dan permukaan sel endotel. Molekul reseptor
tergantung pada jenis bakteri. Molekul reseptor terdapat di enterosit epitel vesica
urinaria atau endotel.
Penelitian sebelumnya mengenai molekul adhesi P.gingivalis telah dilakukan. Diketahui
bahwa outer membrane protein P. gingivalis dengan berat molekul 49.4 Kda memiliki
peranan terhadap perlekatannya terhadap neutrofil. Outer membrane protein ini
memiliki peran yang signifikan dalam proses virulensi adhesi ke sel host. Adhesi

molekul dapat berkontribusi sebagai antigen. Antigen ini dapat memproduksi antibody
yang dapat dideteksi pada serum pasien.
Penelitian mengenai pengaruh protein adhesin yang terdapat pada pili sebagai faktor
virulensi pada proses adhesi dengan sel endotel Human Umbilical Vein Endothelial
Cells Culture (HUVECs) sebagai tempat pelekatan bakteri P. gingivalis belum ada
yang melaporkan. Berdasarkan uraian di atas diharapkan dapat dilakukan identifikasi
protein adhesin dengan menentukan besarnya berat molekul protein hemaglutinin
bakteri P. gingivalis.
2. Rumusan Masalah
Apakah P. gingivalis memiliki daya adhesi terhadap HUVEC serta berapa besarnya
berat molekul adhesi yang berperan dalam proses adhesi tersebut?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami proses adhesi P. gingivalis terhadap HUVEC
serta mengetahui berat molekul adhesi yang berperan.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat
-

sebagai

dasar

informasi

untuk

melakukan

penelitian

mengembangkan pemanfaatan P. gingivalis sebagai pengobatan


- mengetahui pengaruh P.gingivalis pada HUVEC

selanjutnya

serta

TINJAUAN PUSTAKA DAN ROAD MAP PENELITIAN


1. Porphyromonas gingivalis
Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri anaerob gram negatif yang tidak
berspora (non-spore forming) dan tak punya alat gerak (non motile). Bakteri ini
berbentuk coccobacilli dengan panjang 0,5 2 m. Temperatur maksimal untuk
pertumbuhan bakteri ini adalah 370C. Pertumbuhannya meningkat dengan adanya 0,5
0,8 % NaCl dalam darah. Bakteri ini menghasilkan produk fermentasi terutama n-butirat
dan asam laktat. Untuk tingkat yang lebih rendah juga diproduksi asam propionat, isobutirat, fenilasetat, dan isovalerik. Cysteine proteinases dan

collagenases juga

diproduksi. Dinding sel peptidoglycan mengandung lisin sebagai asam diamino. Keduaduanya 3-hydroxylated fatty acid dan

non-hydroxylated fatty acid

terdapat di

dalamnya. Untuk nonhydroxylated terdiri atas sebagaian besar iso-methyl yang


bercabang, dengan iso-C15:0 sebagai asam yang mendominasi.
Bakteri ini merupakan bakteri oportunistik, dia dapat berada dalam harmoni
komensal dengan host, penyakit terjadi apabila ada pergeseran keseimbangan
ekologikal di dalam mikroenvironmental periodontal (subgingival) yang kompleks. Dan
P.gingivalis ternyata bukanlah bakteri anaerob obligat setelah ditemukanya perangkat
genom (PG1582-PG1586) yang menyebabkan dapat hidup dalam lingkungan yang
mengandung oksigen seperti oral cavity. Genom tersebut juga mengkode gen-gen yang
menyandi enzim-enzim antioksidatifyang menyebabkan P.gingivalis dapat bertahan dari
mekanisme mikrobisidal oksidatif oleh sel-sel fagosit (Nelson et al, 2003)
Porphyromonas

gingivalis

merupakan

organisme

asakarolitik,

yang

pertumbuhannya membutuhkan peptida dan hemin (sebagai sumber besi), akumulasi


dari hemin akan menghasilkan pigmen hitam P.gingivalis. Lebih lanjut, virulensi
P.gingivalis merupakan konskwensi dari adaptasinya untuk mendapatkan hemin dan
peptida. Untuk mendapatkan nutrisi tersebut, P.gingivalis paling tidak memiliki tiga jenis
hemaglutinin yang berperan untuk perlekatan pada sel host (Lamont & Jenkinson,
1998).

Molekul adhesi (adhesion) yang dimiliki oleh P.gingivalis memungkin bakteri ini
untuk berinteraksi baik dengan bakteri lain, sel maupun protein matriks ekstrasel.
Kemampuan ini pula yang memfasilitasi kolonisasi dari P.gingivalis (Lamont &
Jenkinson, 1998).
1.1. Molekul Adhesi (Adhesin)
A. Fimbriae
Fimbriae merupakan adhesin utama P.gingivalis yang memediasi perlekatan
dengan berbagai substrat dan molekul, seperti protein kaya prolin (proline-rich proteins,
PRPx),gliko protein kaya prolin, staterin, sel epitel, bakteri lain, fibronogen,fibronektin,
dan laktoferin. Kelompok utama fimbriae terdiri dari subunit monomer fimbrilin dengan
ukuran bervariasi antara 41 sampai 49 kDa. Struktur sekunder fimbrilin mengandung
banyak struktur -sheet dan randomcoil, tapi tidak ditemui struktur -helix. Gen yang
mengkode fimbrilin (fimA) berupa single copy pada kromosom dan bersifat
monosistronik. Analisis sekuensing protein fimbriae memdapatkan tidak adanya
homologi yang signifikan dengan protein fimbriae bakteri lain. Hal ini menunjukan
bahwa fimbriae P.gingivalis menunjukan klas yang unik dari fimbriae bakteri gram
negatif.
Beberapa penelitian menunjukan peran fimbriae pada infeksi P.gingivalis.
Imunisasi dengan fimbriae mengubah proteksi terhadap kerusakan periodontal pada
tikus. Sedangkan inaktifasi insersional dan gen fimA, menyebakan berkurangnya
produksi fimbriae dan mengakibatkan menurunnya kemampuan dalam menyebabkan
periodontitis.
Selain memediasi perlekatan P.gingivalis, fimbriae memiliki beberapa fungsi,
seperti kemotaktik, induktor produksi sitokin, dan juga terlibat pada patogenesitasnya.
Interaksi molekuler antara fimbriae dengan inang diduga menentukan proses terjadinya
penyakit. Fimbriae yang dimilik P.gingivalis diketahui lebih dari satu macam, yaitu
fimbriae mayor dan minor (lebih pendek). Fimbriae minor terdiri dari protein 67 kDa
yang antigenitasnya berbeda dengan produk fimA. Fimbriae minor yang lain adalah
protein 72 kDa yang dikenal dengan nama Pg-II (Lamont & Jenkinson, 1998).
B. Hemaglutinin

Protein hemaglutinin merupakan salah satu faktor virulensi dari P.gingivalis.


P.gingivalis setidaknya memproduksi tiga jenis molekul hemaglutinin. Sekuens gen
yang berhubungan dengan hemaglutinin tidak diekspresikan secara bebas, aktivitas
proteinase dan hemaglutinase ditemukan sebagai suatu kompleks pada permukaan sel
(Lepine et al, 1996). Hemaglutinin yang diekspresikan pada permukaan sel bakteri
menyebabkan terjadinya kolonisasi dengan cara meningkatkan ikatan bakteri dengan
reseptor (biasanya oligosakarida) pada sel-sel manusia. Ikatan sel-sel bakteri ini pada
eritrosit dipakai untuk mendapatkan nutrisi mengingat P.gingivalis menggunakan heme
untuk pertumbuhannya (Lamont & Jenkinson, 1998).
Perlekatan bakteri terhadap sel secara umum memerlukan adanya reseptor
selain juga diperlukan adhesin. Reseptor biasanya merupakan karbohidrat spesifik atau
residu peptida pada permukaan sel. Sedangkan adhesin secara tipikal merupakan
komponen makromolekular pada permukaan sel bakteri yang berinteraksi dengan
hospes. Adhesin dan reseptornya biasanya berinteraksi dengan kompolemen dan
menunjukan ikatan yang spesifik.
Perlekatan P.gingivalis menggunakan pili/fimbriae adalah melaui ujung adhesin.
Sedangkan adhesin afimbriae atau melalui OMP merupakan nuraminic acid. Faktorfaktor P.gingivalis sebagai bakteri Gram-negatif memiliki peranan dalam virulensinya.
Wizzeman et all (2000) menyebutkan bahwa perlekatan bakteri yang diperantarai
oleh protein adhesin, maka vaksin anti adhesinya akan berpotensi menghambat
terjadinya infeksi.
1.2. Porphyromonas gingivalis dan Periodontitis
Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri utama penyebab periodontitis,
yaitu inflamasi kronis pada jaringan pendukung di sekeliling gigi. periodontitis adalah
penyakit yang paling banyak diderita manusia, namun penyakit ini seringkali tidak
terdiagnosa karena tidak menimbulkan keluhan. Periodontitis ringan ditandai dengan
adanya peradangan gingival (gingivitis) dan poket gingival (kantung gusi) yang
terbentuk karena rusaknya perlekatan gingiva dengan akar gigi tikus (lost of gum
attachment). Sedangkan periodontitis parah ditandai dengan terjadinya kerusakan
progresif ligamen periodontal dan tulang alveolar (alveolar bone loss) yang
menyebabkan gigi goyang dan mudah tanggal.

Pada masa kanak-kanak, saat pertumbuhan dan pergantian gigi selalu disertai
dengan gingivitis, pada masa pubertas, terjadi perubahan hormonal yang seringkali
disertai dengan gingivitis. Hygiene mulut yang jelek merupakan faktor utama resiko
terjadinya periodontitis (Sulistiawati, 2008).
Periodontitis terjadi karena terpaparnya periodonsium pada plak dental, suatu
massa bakterial yang berisi lebih dari 1-2 x 10 11 bakteri/gram. Plak dental sangat
kompleks, terdapat lebih dari 400 spesies bakteri ditemukan pada plak dental, dan yang
diduga bersifat patogen pada periodontitis sekitar 10 jenis. Patogen yang paling banyak
ditemukan pada periodontitis adalah bakteri proteolitik P.gingivalis (Scamapieco, 1998,
Kadowaki et al, 2000, Vojdani, 2000, Lourbakos et al, 2001).
Plak bakterial senantiasi dibentuk kembali di dalam mulut. Ketika gigi berkontak
dengan saliva, makan gigi akan dilekati oleh material-material yang berasal dari saliva
(dimulai oleh glikoprotein) dan membentuk lapisan tipis yang disebut acquired pellicle.
Selanjutnya pelikel ini akan segera diinvasi oleh bakteri-bakteri yan berasal dari saliva,
jaringa lunak atau karies gigi, sehingga terbentuk massa bakterial disebut plak dental.
Semakin lama plak dental akan semakin menumpuk dan mengalami kalsifikasi
membentuk karang gigi yang akhirnya menjadi tempat perkembangbiakan bakteribakteri oral karena didukung struktur karang gigi yang kasar dan berporus.
1.3. Invasi Porphyromonas gingivalis ke Sirkulasi Darah
Scannapieco

(1998)

menjelaskan

bahwa

terjadinya

kerusakan

jaringan

periodontal akan menyebabkan sel-sel bakteri serta produk-produknya masuk ke dalam


sirkulasi darah. Penyebaran bakteri periodontal dalam sirkulasi darah tersebut juga
dapat terjadi pada keadaan periodontal normal, sedikita saja terjadi trauma pada
gingiva, misalnya saat menyikat gigi atau proses menggigit dapat menyebabkan
bakteri-bakteri periodontal berinvasi ke dalam darah (Vodjani 2003; Nassar, 2002),
Pada keadaan normal terjadi bakteriemia asimtomatik, terkandung koloni bakteri
sebanyak 0-5 cfu/mL darah, sedangkan pada penderita periodontitis asimtomatik
dengan hygiene mulut yang jelek, derajat bakteriemia mencapai 5 50 cfu/mL darah.
Sedangkan pada periodontitis akut, bakteriemia bersifat simtomatik. Dilaporkan oleh
Vodjani bahwa pasien-pasien yang menjalani perawatan konservatif dan periodontik,
kejadian bakteriemia sebedar 15% sampai 97%, termasuk pasien yang mendapat

tindakan penyikatan gigi, anestesi dan surgical. Sedangkan pada pasien yang
menjalani pencabutan gigi, bakteriemia setelah tindakan tersebut mencapai 100%.
P.gingivalis juga dilaporkan merupakan bakteri yang paling sering dijumpai dalam darah
(Li et al, 2000).
P.gingivalis yang mencapai sirkulasi darah lebih lanjut dapat berinvasi ke sel-sel
endotel dan berakibat pada kerusakan dan disfungsi endotel. Secara in vitro dilaporkan
bahwa P.gingivalis

berinvasi secara aktif ke sel-sel endotel manusia (Deshpande,

1999). Sedangkan Dorn pada tahun 1999 menemukan bahwa diantara beberapa
bakteri periodontal lain (Eikenella corrodens dan Provotella intermedia) P.gingivalis
merupakan bakteri dengan kemampuan paling signifikan dalam menginvasi sel-sel
endotel dan otot polos arteri coroner.
Penelitian terbaru oleh Susilawati, 2008 yang menghubungkan invasi P.gingivalis
di sirkulasi darah dengan penyakit IMA, menemukan adanya IgG spesifik terhadap
antigen P.gingivalis pada serum darah 22 orang penderita IMA (semua sampel).
Penemuan

ini

mengindikasikan

penyebaran

P.gingivalis

maupun

komponen-

komponenya ke dalam sirkulasi darah. Hasil tersebut mendukung penelitian klinis yang
pernah dilakukan oleh Czernuk, et al (2004), mereka meneliti 51 orang penderita acute
coronary syndrome (ACS) dan mendapati pada semua penderita tersebut menderita
penyakit periodontal aktif.
Porphyromonas gingivalis diketahui merupakan bakteri yang mudah berinvasi ke
sirkulasi darah dan mudah menempel pada substrat atau sel. Kemampuan invasif ini
diduga terkait dengan kebutuhannya untuk mendapatkan nutrisi yaitu peptida dan
hemin (sumber besi yang mutlak dibutuhkan). Karena sumber hemin utama adalah
hemoglobin yang terdapat dalam darah, maka P.gingivalis cenderung berinvasi ke
dalam sirkulasi darah untuk mendapatkan hemoglobin. Kemudahan invasi P.gingivalis
ini difasilitasi oleh protease-protease yang dihasilkan P.gingivalis , yang digunakan
untuk menguraikan

protein-protein sel

dan jaringan. Sedangkan

kemampuan

P.gingivalis yang mudah menempel pada substrat atau sel disebabkan bakteri ini
memiliki molekul-molekul adhesiseperti hemaglutinin dan fimbrilin (Lamont & Jenkinson,
1998).
2. Human Umbilical Vein Endothelial Cell Culture (HUVEC)

3. Antigen Antibody
3.1. Antigen
Menurut Dzen, dkk. (1993), ciri-ciri antigen yang menetukan immunogenitas
dalam respon imun adalah sebagai berikut :
Keasingan. Pada umumnya molekul yang dikenali sebagai diri sendiri tidak
bersifat imunogenik sedangkan yang bukan diri sendiri berisfat imunogenik.
Ukuran molekul. Imunogen yang paling kuat biasanya berupa protein besar.
Biasanya molekul yang berat molekul kecil kurang dari 10 kDa bersifat
imunogenik lemah. Molekul kecil tertentu seperti hapten hanya akan bersifat
imunogenik bila terikat pada protein pembawa.
Kekomplekan kimiawi dan struktural. Tingkat kompleksitas kimiawi tertentu
sangat dibutuhkan misalnya homopolimer asam amino tidak imunogenik
dibanding heteropolimer yang mengandung dua atau tiga asam amino yang
berbeda.
Penentu antigen (epitop). Unit terkecilkompleks antigen yang mampu berikatan
dengan antibodi telah dikenal sebagai suatu penentu antigenik atau epitop.
Suatu antigen dapat memiliki satu atau lebih penentu (determinan). Umumnya,
suatu determinan secara kasar berukuran lima asam amino atau gula.
Konstitusi genetik inang. Dua strain dari spesies hewan yang sama dapat
memberikan respon yang berbeda terhadap antigen yang sama karena
komposisi yang berbeda dan gen respon imun.
Dosis, jalur dan saat pemberian antigen. Karena respon imun bergantung pada
jumlah antigen yang diberikan, maka respon imun dapat dioptimumkan dengan
menentukan dosis secara seksama, termasuk jumalah dosis, jalur pemberian,
dan saat pemberian (termasuk interval antara dosis).
3.2. Reaksi Aglutinasi
Pada reaksii aglutinasi ini antigennya berupa partikel atau berilatan dengan
partikelnya. Misalnya lateks, sel darah merah, bakteri dan lain-lain. Antibody yang
bervalensi dua tau multivalen akan lebih mudah mengadakan aglutinasi. Reaksi
aglutinasi ini dapat dilakukan dalam tabung, plat mikrotiter atau pada gelas obyek.

Seperti halnya reaksi presipitasi, aglutinasi ini juga berdasarkan atas pembentukan kisikisi dan akan optimum pada rasio antigen-antibody yang optimal.
Ada dua jenis reaksi aglutinasi (Dzen dkk., 1993) :
1. Aglutinasi langsung, yaitu jika antigen terdapat pada permukaan sel. Contoh: tes
Widal, tes Weil Felix, tes penentuan golongan darah, serotyping untuk identifikasi
bakteri.
2. Agllutinasi tidak langsung (Iindirect aglutination) yaitu bila salah satu reaktan
dilekatkan pada permukaan partikel lateks eritrosit atau yang lainya. Jika
partikelnya digunakan eritrosit maka disebut hemaglutinasi. Bila reaktan yang
dilekatkan pada permukaan eritrosit adalah antibodi maka disebut reverse passive
hemaglutination (RPHA). Contoh: aglutinasi lateks untuk deteksi antibodi, RPHA
untuk deteksi antigen virus hepatitis B.
Reaksi aglutinasi merupakan interaksi antigen-antibodi invitro, maka faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah pH, suhu, kadar elektrolit, dan faktor mekanik seperti
sentrifugasi. Rasio antigen dan antibody juga sangat mempengaruhi pembentukan
aglutinat. Keadaan dimana terjadi kelebihan antigen atau antibody aglutinat yang
terbentuktidak optimal disebut prozone phenomenon. Untuk mengatasi keadaan seperti
ini serum harus diencerkan secara seri. Titer adalah pengenceran tertinggi dari serum
yang memberikan hasil positif. Jado reaksi aglutinasi dan dengan pengenceran serum
yang diperiksa, kadar antibodi ditentukan secara semi-kuantitatif (Dezen, dkk, 1993).
Karakterisasi molekul adhesi dapat diketahui dengan adanya kemampuan untuk
menggumpalkan sel darah merah yang dimilliki oleh protein adhesi tersebut. Fenomena
ini belum jelas namun diperkirakan ada kemiripan struktur biologi antara permukaan sel
darah merah dengan reseptor sel epitel. Protein hemaglutinin tersebut terletak pada pili
atau OMP. Protein hemaglutinin yang terdapat pada pili digolongka menjadi dua yaitu
mannose specific hemagglutyination (MSHA) dan mannose resistant hemagglutination
(MRHA). MRHA ini akan berubah menjadi MSHA apabila sel darah merah diaktifkan
dengan asam tannat, berat molekul protein hemaglutinin yang telah ditenukan
bervariasi

pada

setiap

bakteri

misalnya

Bordetella

parahaemoliticus 17 kDa (Nakasome & Iwanaga, 1990).


3.3. Respon Antibody Terhadap Antigen

pertusis

200kDa,

Vibrio

Respon antibodi terhadap antigen protein membutuhkan keduanya baik limfosit B


maupun limfosit T. Karena alasan ini protein diklasifikasikan sebagai tymus dependent
atau T-dependent (TD) antigents. Limfosit B memproduksi antibody sedangkan sel T
merangsang sel B untuk berproliferasi dan berdiferensiasi sebagai respon terhadap
antigen protein, karenanya disebut sebagai helper-T cells (Th).
Respon antibody terhadap antigen non protein, seperti polisakarida dan lipid,
tidak membutuhkan antigent-specific helper T lymphocyte. Oleh karena itu polisakarida
dan lipid disebut

tymus independent atau T-independent (TI) antigents. Resppon

humonal helper T-cells-dependent terhadap antigent protein bersifat sangat khusus,


menyebabkan terbentuknya antibodi dari isotop yang berbeda, termasuk beberapa
subtype IgG, IgE, dan IgA. Sebaliknya respon antibodi terhadap antigen TI relative
sederhana dan terutama terdiri atas IgM (Abbas et al, 2003).
Ciri respom antibody inervo adalah peningkatan respon sekunder, isotype
switching, affinity maturation dan terbentuknya memory. Pemberian antigen yang
pertama kali akan menunjukan beberapa fase, pertama fase lag, tidak ada antibodi
yang terdeteksi, diikuti dengan fase saat antibody meningkat secara logaritmikn
kemudian menuju platean dan akhirnya decline.
Seperti telah diketahui bahwa pada manusia konsentrasi IgG dalam serum lebih
kurang 1000mg/dL, sedangkan IgA serum 200mg/dL, IgG merupakan 75% dari total
serum imunoglobulin pada dewasa normal dan merupakan antibodi yang paling banyak
diproduksi selama respon imun humaral sekunder. Terdiri atas empat subtype atau
subkelas: IgG1,IgG2, IgG3, dan IgG4, semuanya dapat melintasi plasenta menuju janin.
Immunoglobulin A (IgA) merupakan Imunoglobulin utama yang diproduksi oleh sel B
dalan Peyer patches, tonsil dan jaringan limfoid submukosal yang lain (Weintein, 1998).
Dalam serum IgA hanya menempati 15-20% dari total immunoglobulin. Pada manusia
lebih dari 80% serum IgA adalah monomer, tetapi juga kebanyakan mamalia serum IgA
adalah polimerik, terutama dalam bentuk dimer. Secretory IgA (S-IgA) baik subklas IgA1
atau IgA2 ada dalam bentuk dimer dan sangat banyak dalam sekretori submukosa.
Immunoglobulin M (IgM) merupakan immunoglobulin pentamer dan menempati sekitar
10% dari total imunoglobulin dalam serum. Terutama terdapat dalam early antibodi dan
seringkali terdapat sebagai respon imun terhadap organism infeksius dengan antigen

yang kompleks. Immunoglobulin E (IgE) sangat sedikit dalam serum, terdapat pada
permukaan membran basofil dan sel mast, berperan pada imunitas terhadap parasit
cacing,

dan

seringkali

berhubungan

dengan

penyakit

alergi

(Tumer,

1998).

Immunoglobulin D (IgD) terdapat kurang dari 1% dalam serum terutama pada membran
sel B, dan peranannya belum jelas (Weizmann, 2001).
3.4. Teknik Imunogenik : Reaksi Antigen Antibodi Secara in vitro
Reaksi antigen dan antibodi bersifat sangat khusus. Suatu antigen hanya akan
bereaksi dengan antibodi yang ditimbulkan oleh jenisnya sendriri atau oleh antigen
yang berkaitan erat. Reaksi antara suatu antigen dan antibodi dapat digunakan untuk
mengenali salah satu pihak dengan memakai pihak lain. Spesifikasi ini merupakan
dasar reaksi serologi. Reaksi silang yang mungkin terjadi diantar berbagai antigen yang
berkaitan dapat membatasi spesifitas uji.
Reaksi antigen-antibodi digunakan untuk mengenalli komponen khusus dalam
campuran yang mengandung salah satu pihak. Mikroorganisme dan sel lain memiliki
berbagai jenis antigen sehingga dapat bereaksi dengan antibodi yang berbeda-beda.
Antibodi monoclonal merupakan peralatan yang baik untuk pengenalan antigen karena
tidak ada keanekaragaman antibodi. Ada beberapa teknik imunologik yaitu radio
imunoassay (RIA), metode ini digunakan untuk mengkuatisasi antigen yang dapat diberi
label radioaktif. Enzyme imunoassay (EIA), metode ini mempunyai banyak variasi
tergantung pada konjugasi enzim dengan antigen atau antibodi. Enzim dideteksi
dengan mengukur aktivitas enzim dengan substratnya. Imunofluorensi, zat warna
fluorensen dapat dilekatkan secara kovalen pada molekul antibodi. Periode imun,
imunoblotting atau western blotting adalah metode untuk mengidentifikasi sebagian
antigen dalam campuran kompleks protein. Campuran kompleks protein dikenakan
pada elektroforesis SDS-PAGE (Jawats et al, 2001).
Berbagai teknik imunogenik tersebut sering digunakan dalam banyak studi yang
melaporkan keberadaan antigen imunodominan serta respon antibodi terhadap
P.gingivalis yang menunjukan terjadinya bakteriemia pada penderita periodontitis (invasi
sistemik). Gemmel et al (1995), menggunakan metode western blotting melaporkan
adanya respon antibodi terhadap P.gingivalis pada penderita gingivitis dan periodontitis.
Hasil imunoblot menunjukan, pada gingivitis maupun periodontitis tidak diketahui

perbedaan yang signifikan pada jumlah band antigen. Pada gingivitis kebanyakan
ditemui 4 band, sedangkan pada periodontitis ditemui band antigen 91,4 kDa yang tidak
ditemui pada gingivitis.pada periodontitis ditemui 5 band antugen yang berat
molekulnya dibawah 91,4 kDa. OBrien Simpson et al (2005) melaporkan respon imun
terhadap epitop proteinase dan adhesin untuk memproteksi periodontal bone loss yang
diinduksi oleh P.gingivalis. Hanley et al (1999), melaporkan antigen imunodominan 55
kDa pada periodontitis. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan antibodi IgG anti
P.gingivalis dan peningkatan beberapa marker inflamasi sistemik dalam serum darah
penderita periodontitis diantaranya CRP, IL-6 dan jumlah neutrofil (Scannapieco, 1998).
Ogawa

et al (1994) melaporkan, P.gingivalis dapat

menginduksi produksi sitokin

proinflamatori dalam jumlah besar, seperti IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necroxis faktor
(TNF)- pada darah perifer manusia.
Susilawati pada tahun 2008 secara khusus telah menemukan bermacam-macam
epitop P.gingivalis pada penderita IMA menggunakan teknik imunogenik (western
blotting). Hal ini menunjukan bahwa fraksi-fraksi antigen yang berasal dari konstituen
P.gingivalis mampu menginduksi respon imun inang dan berinvasi ke sirkulasi darah.
Bermacam-macam

epitop

tersebut

kemungkinan

berasal

dari

molekul-molekul

P.gingivalis seperti adhesin, hemaglutinin, OMP, fimbriae, LPS, dll.


Terindentifikasinya bermacam-macam epitop antigen P.gingivalis pada penderita
IMA tersebut secara langsung menyarankan dugaan bahwa di dalam darah penderita
IMA, kemungkinan selain terdapat P.gingivalis (whole cell), juga terdapat komponenkomponen antigen, antibodi, jugan kompleks imun yang dapat menginduksi mekanisme
efektor aktovotas sel fagosit seperti neutrofil atau makrofag. Disni antigen dan kompleks
imun bisa berperan sebagai kemoatraktan bagi fagosit, sedangkan antibodi dapat
menjadi opsonin yang juga bersifat kemotaktik dari memudahkan fagositosis bagi
fagosit. Sehingga diduga bahwa invasi P.gingivalis atau antigennya ke sirkulasi darah
merupakan pemicu yang mengawali terjadinya respon imun vaskular (Sulistiowati,
2008).

METODE PENELITIAN
Kultur Bakteri
Sampel P.gingivalis strain ATcc33277 diperoleh dari Laboratorium kesehatan provinsi
Yogyakarta, Jawa Tengah. Kulturnya digunakan dengan memodifikasi metode
Condorelli. P.gingivalis dikultur dalam medium BHI yang diperkaya dengan vitamin K1
dan hemin, kemudian dikultur dalam lingkungan anaerobic. Kosentrasi P.gingivalis
diatur menjadi 108 per mL.
Isolasi Protein Membran Luar P.gingivalis
Dilakukan menurut Evans. P.gingivalis dalam 500 mL media diendapkan dan dicuci
menggunakan PBS pH 7.4, kemudian ditambahkan n-Octyl--D-glucopyranoside (NOG)
sampai mencapai 0.5% konsentrasi dan 1 menit vortex full speed untuk homogenasi.
Larutan disentrifugasi 12,000 rpm 4 oC selama 15 menit. Supernatant ditampung
sebagai supernatant pertama. Endapannya kemudian di suspense ulang menggunakan
NOG dan perlakuannya diulang sebanyak enam kali (enam tampungan supernatant).
Proses dialysis diaplikasikan pada semua tampungan supernatant. Dalam 24 jam
digunakan dH2O dan prosesnya dilanjutkan dengan PBS ph 7.4 selama 2x24 jam
berikutnya.
Elektroforesis Sodium dodecyl sulfate poliacrylamide gel (SDS-PAGE)
Monitoring berat molekul dilakukan dengan mean SDS-PAGE, menurut metode
Laemmli. Sampel protein dipanaskan 100oC selama 5 menit dalam larutan buffer
mengandung 5mM Tris HCl pH 6.8, 2-mercapto ethanol 5%, w/v sodium dodecyl sulfate
2.5%, v/v glycerol 10%, dengan bromophenol blue sebagai tracker warna. Gel nya
12.5% mini slab gels (4% gel tracking). Voltase 120mV. Coomassie brilliant blue
digunakan untuk staining dan pre stained protein ladder diguanakan sebagai marker
protein.
Pemurnian Protein Hemaglutinin OMP P.gingivalis

Profil protein dari OMP yang dikumpulkan dilakukan dengan SDS-PAGE. Gel dipotong
lurus pada berat molecular yang diinginkan, dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam
tube membrane dialysis yang mengandung cairan buffer elektroforesis yang mengalir.
Elektroforesis menggunakan horizontal apparatus elektroforesis (voltase 125mV selama
25 menit). Kemudian hasil elektroforesis didialisa. 24 jam pertama dialysis
menggunakan dH20 dan dilanjutkan PBS pH 7.4 selama 2x24 jam berikutnya. Cairan
dialisat dari band protein SDS-PAGE diendapkan mengunakan etanol absolute dingin.
Endapan diperiksa dengan tes hemagglutinasi.
Pemeriksaan Hemagglutinasi
Tes hemaglutinasi dilakukan sesuai instruksi dari Hanne dan Finkelstein. Sample
diencerkan pada konsentrasi pada sumuran mikroplate masing-masing volumenya
50l. Masing-masing sumur diisi dengan larutan sel darah merah tikus dengan
konsentrasi 0.5%. kemudian dikocok dengan plate rotator selama satu menit dan
dibiarkan pada suhu ruangan selama satu jam. Titer ditentukan dengan adanya
aglutinasi sel darah merah pada dilusi terendah. Sampelnya adalah seluruh sel
P.gingivalis lysat (sel bakteri intak) dan OMP yang telah disiapkan. Tipe sel darah merah
diambil dari tikus yang sehat.
Produksi antibody poliklonal dari adhesion OMP P.gingivalis
Antigen 100g/ml disiapkan dengan mencampur dengan adjuvant inkomplit (Incomplete
Freund adjuvant) dengan perbandingan 1:1 sebelum injeksi secara intraperitonial pada
tikus jantan. Booster diberikan sekali dalam seminggu selama tiga minggu dengan
adjuvant komplit (Complete Freund adjuvant). Serum darah tikus yang mengandung
antibody poliklonal diperoleh tiga hari setelah booster terakhir diberikan.
Imunocytochemistry
Sampel molekul adhesi OMP P.gingivalis pada sel difiksasi dengan methanol.
Kemudian diikuti dengan mencucinya 3x dengan PBS pH 7.4 yang diinduksi dengan 3%
hydrogen peroksidase selama 10 menit. Setelah itu dicuci dengan PBS pH 7.4 selama
5 menit dan diulangi sebanyak 3 kali. Proses ini kemudian diikuti dengan inkubasi

dengan buffer blocking (mengandung 0.2% BSA, 0.2% NaN 3, 1% Triton X-100) selama
satu jam pada suhu ruang. Kemudian sample dicuci dengan PBS pH 7.4 sebanyak 3
kali. Langkah selanjutnya adalah inkubasi dengan antibody primer (produksi antibody
poliklonal P.gingivalis) dengan rasio 1:50 l selama semalam pada suhu 4 o. kemudian
dicuci dengan PBS 3x selama 5 menit dan diinkubasi dengan antibody sekunder anti
IgG tikus selama 1 jam (1:200). Selanjutnya dicuci dengan PBS 3x selama 5 menit,
ditetesi dengan streptavidin HRP (1:500) sebanyak 50l masing-masing selama 45
menit dan dicuci dengan PBS 3x 5 menit dan akhirnya diinkubasi dengan DAB
(diaminobenzidine) selama 30 menit kemudian tuangkan secara langsung dengan HE
(Meyer hematoxyline) selama 10 menit dan diakhiri dengan tetesan air secara langsung
selama 10 menit. Setelah dkeringkan sampel tersebut diamati di bawah mikroskop.
Isolasi dan Pembuatan Kultur Sel Endotel
Semua bahan yang akan digunakan dihangatkan hingga 37 o C. Umbilikus dibersihkan
dari debris sel dengan tissue. Masing-masing ujung umbilikus dipotong transversal
sehingga terlihat dua arteri dan vena (dinding yang lebih tebal, lebih besar dan lentur).
Selanjutnya kanul dimasukkan pada satu ujung vena (klem) kemudian diikat dengan
erat. Vena dibersihkan dengan PBS A melalui kanul yang terpasang dengan
menggunakan spuit 20 cm. Ujung umbilikus yang tidak memiliki kanul diikat kuat.
Selanjutnya kolagenase dimasukkan ke dalam vena seperti cara memasukkan kanul
dan dibiarkan spuit terpasang pada kanul. Selanjutnya umbilikus didekap dengan
tangan (agar suhu mencapai 37oC) selama 8 menit.
Kolagenase (mengandung sel endotel) dikeluarkan dengan cara diambil dengan spuit
yang masih terpasang dan dipindahkan pada tabung sentrifugasi steril. Cara seperti
pemberian kolagenase diulang tetapi dengan menggunakan 8 ml PBS A. Larutan
tersebut kemudian diambil kembali seperti pada cara sebelumnya. Larutan yang
mangandung sel endotel disentrifugasi dengan kecepatan 1300 rpm selama 8 menit.
Sentrifugasi diulang sebanyak dua kali dengan ditambahkan 2 ml media. Supernatan
yang terbentuk dipisahkan dan pelet diresuspensi dengan 4 ml media kultur.
Supernatan yang diperoleh diinkubasi dalam inkubator (5% O dan 95% CO2). Pada hari
berikutnya media diambil dan dicuci dengan menggunakan

serum free media,

kemudian diisi lagi dengan 4 ml media kultur. Setiap dua hari sekali setengah dari
media diambil dan diganti dengan yang baru. Sel endotel akan berbentuk sebagai
monolayer pada hari ke-3 dan selanjutnya di subkultur.
Metode Pengecatan Struktur
Pengecatan struktur endotel dilakukan dengan menggunakan cat warna Gram (kristal
violet, lugol, aseton-alkohol 96% dan safranin) dan Giemsa (Wright
sample). Kaca benda yang berisi sel endotel dalam well

dan

buffer

dicuci bersih dan

dikeringanginkan dalam inkubator dengan suhu 37 oC. Selanjutnya ditetesi dengan


larutan Wright secara merata diatas cover slip selama 3 menit. Larutan selanjutnya
diambil dengan jarum suntik dan dibilas dengan buffer sample selama 10 menit. Buffer
diangkat dengan jarum suntik kemudian cover slip dikering-anginkan dalam inkubator
37oC. Dilakukan pengamatan struktur endotel pada mikroskop inverted dan mikroskop
DIC (Different Inferent Contrast) dengan perbesaran 200 kali, 400 kali dan 1000 kali.
Metode Uji Adhesi
Uji adhesi menggunakan metode modifikasi Nagayama et al. Biakan cair bakteri P.
gingivalis disentrifugasi (6.000 rpm, 10 menit, suhu 4 oC). Suspensi bakteri diambil
sebanyak 100 l (kandungan bakteri sekitar 108 ml -1) dan dimasukkan well yang
didalamnya terdapat kaca benda berisi sel endotel. Well dimasukkan dalam shaking
inkubator dengan pergerakan rotor 60 kali per menit, selama 30 menit, dengan suhu
37oC, kemudian kaca benda dalam well dicuci sebanyak tiga kali dengan PBS steril
(calcium free). Kaca benda dengan kristal violet dibilas dengan air selama satu
menit, kemudian dicuci dengan lugol selama satu menit, dibilas dengan air dan dicuci
dengan aseton-alkohol 96% selama satu menit, dibilas dengan air dan dicuci dengan
safranin. Preparat dibilas lagi dengan air, kemudian dikeringanginkan. Dilakukan
pengamatan model adhesi bakteri P gingivalis pada sel endotel, dan model struktur
sel endotel. Model adhesi diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 200
kali, 400 kali, dan 1000 kali, serta dilakukan perhitungan indeks adhesi yaitu jumlah
rata-rata bakteri yang menempel tiap 100 sel endotel.

Metode Uji Hambatan Adhesi


Metode uji hambatan adhesi merujuk pada Sumarno. Bakteri P. gingivalis diencerkan
hingga Optical Density (OD) 1. Sampel protein pili hasil elektroelusi diencerkan dengan
seri pengenceran masing-masing kali dengan menggunakan PBS steril pH 7,4
sebanyak 500 ml dan selanjutnya dimasukkan ke dalam sumuran yang berisi cover
slip kultur endotel (inkubasi pada water bath dengan suhu 37 oC, shaker

dengan

pergerakan rotor 60 kali tiap menit selama 30 menit). Bakteri P. gingivalis OD 1


dimasukkan sebanyak 200 l pada masing-masing cover slip yang berisi endotel.
Dilakukan inkubasi dengan shaker incubator dengan kecepatan rotor 60 kali tiap menit,
pada suhu 37oC selama 30 menit. Cover slip yang berisi endotel diangkat dengan
pinset, difiksasi, dan dilakukan pengecatan Giemsa Gram. Masing-masing pewarnaan
dilakukan selama

satu

menit.

Cover slip

dikering-anginkan dan dilakukan

penghitungan uji hambatan adhesi.


Analisis Statistik
Data dari adhesi dan inhibisi dianalisis dengan regresi linear. One-way ANOVA dan tes
Tukeys digunakan untuk mendeteksi perbedaan dalam inhibisi protein HA dari P.
gingivalis pada berdasarkan dari peningkatan konsentrasi protein HA.

JADWAL PENELITIAN DAN RINCIAN USULAN BIAYA


Jadwal Penelitian
Kegiatan
Pengajuan

form etik
Pengambilan
sampel
HUVEC
Persiapan
Kultur
P.gingivalis
dan HUVEC
Intervensi ke
HUVEC
Immunoassay
Uji Adhesi
Analisa data
Penyusunan
Laporan

Rincian Usulan Biaya


No.

Komponen Biaya
Bakteri P.gingivalis
Kultur HUVEC
Immunoassay
Uji Adhesi
Laporan
Seminar/ Lokakarya
Travel Expenditure
Honorarium
Grand Total

Jumlah

Harga Satuan
120.000
1.500.000
200.000
500.000

Total

200.000
500.000
50.000.000

TIM PENGUSUL
(1) Identitas peneliti serta alamat lengkap
(2)

Pendidikan sarjana ke atas (nama perguruan tinggi dan lokasi, gelar, tahun
tamat, bidang studi)

(3) Pengalaman profesional serta kedudukan atau jabatan saat ini yang mencakup
nama Institusi, jabatan, dan periode kerja yang disusun secara kronologis
(4) Pengalaman penelitian, dengan menyebutkan judul/topik, sponsor/penyandang
dana, tahun penelitian dikerjakan
(5) Daftar publikasi yang relevan dengan usul penelitian yang diajukan dengan
menyebutkan nama(-nama) penulis, judul artikel, nama berkala (jurnal) ilmiah,
volume dan nomor halaman, serta status akreditasi (bila ada).

PUSTAKA

LAMPIRAN
Biodata
Sarana Pendukung
(1) Laboratorium
(2) Peralatan utama: sertakan daftar peralatan utama yang penting yang sudah
tersedia untuk menunjang kegiatan penelitian yang diusulkan, di mana
lokasinya, apa kegunaan, dan bagaimana kemampuannya
(3) Keterangan tambahan: Informasi tambahan tentang lingkungan tempat kegiatan
akan dilakukan. Tuliskan sarana pendukung termasuk laboratorium dan lainnya
yang dapat dimanfaatkan selama kegiatan penelitian berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai