Anda di halaman 1dari 8

DEFENSIN

 Defensin adalah antimikrobial peptida kecil yang mengganggu struktur atau


fungsi dari membran sel mikrobial, dan ditemukan dalam saliva dan bagian
lain dari tubuh.
 Bukti yang dikumpulkan bahwa defensin berperan penting dalam
pertahanan melawan patogen dan dipertimbangkan sebagai bagian dari
respon imun. Defensin secara umum berperan dalam kesehatan mukosa,
memungkinkan bahwa peptida ini dapat dipertimbangkan sebagai faktor
biologi yang berpengaruh pada kemunculan karies.
 Defensin kaya sistein peptida kationik. Ini ditandai oleh enam sistein residu
dan obligasi disulfida, kemudian dibagi lagi menjadi (α, β, dan θ)
berdasarkan orientasi sistein dan konektivitas obligasi disulfida.
 Pada manusia, α-defensin menunjukkan granula neutrofil lebih tinggi, dan
β-defensin (hBD) adalah sekresi glandula dari mukosa epitel. Keduanya
dapat ditemukan dalam saliva dan cairan celah gingiva dan berperan dalam
kolonisasi awal oleh patogen.
 Defensin mempunyai aktivitas melawan berbagai macam bakteri, jamur dan
virus. Mekanisme utama aktivitas antimikrobial dari semua defensin dapat
melalui interaksi dengan membran dari invasi mikroba yang melepas
kandungan sel. Kemunculan defensin dalam saliva menunjukkan peranan
potensial dalam melindungi struktur gigi dari bakteri yang menginduksi
terjadinya karies. Oleh karena itu, akan dibahas lebih lanjut mengenai
pengaruh defensin yang terkandung dalam saliva terhadap terjadinya karies.
 Antimicrobial Peptides (AMPs) AMPs menjadi garis pertahanan pertama
dalam patogenesis di rongga mulut. AMP digambarkan berdasarkan
karakteristik struktur dan kimia : peptida tanpa cystein (cathelicidin, LL37),
peptida dengan tiga ikatan disulfida (α dan β- defensins), peptida dengan
proporsi asam amino yang tidak biasanya (histatin).
 Berdasarkan penelitian didapat bahwa defensin dan cathelicidin LL37
berperan sebagai agen antibakterial dalam rongga mulut, ketika histatin
sebagai agen antifungal utama. Keberadaan AMPs dalam saliva dan rongga
mulut diperkirakan karena mereka mungkin mempunyai peran dalam
melindungi struktur gigi sebaik proteksi pada mukosa. Beberapa alasan
untuk dugaan ini, karena AMPs mempunyai aktivitas antimikroba, aksinya
sinergis dengan antimikrobial lainnya, menstimulasi sistem imun dan fungsi
memproduksi IgA sebaik dalam produksi IgG, AMPs ini mungkin berfungsi
untuk mencegah formasi biofilm.
 Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh bahwa S.mutans lebih resisten
terhadap host AMPs dalam plak. AMPs saliva mungkin berperan dalam
mempertahankan kesehatan mulut dengan membatasi pertumbuhan
organisme patogenik seperti S.mutans. S.mutans dari individual dengan
karies menunjukkan resistensi tinggi terhadap AMPs saliva, dibandingkan
dengan individu bebas karies. Perbedaan signifikan terdapat pada HNP-1-2,
HBD-2-3 dan LL-37 dengan variasi konsentrasi.
 Beberapa defensin, terutama pada manusia adalah β-defensin-2 (HBD-2)
dan β-defensin-3 (HBD-3), mengandung domain α-heliks pada N-terminus.
Defensin terdiri dari beberapa asam amino bermuatan positif yang
menguntungkan, berinteraksi dengan membran mikroba bermuatan negatif,
membentuk struktur yang kompleks, seperti structure dimerix.
 Selain itu, defensin peptida mengandung hidrofobik dan hidrofilik domain
dalam molekul mereka, yang disebut amphipathic struktur. Semua sifat ini,
membuat defensin cocok untuk integrasi membran yang akhirnya mengarah
pada pembentukan pori dalam membran. Mekanisme dari pembentukan pori
defensin kemudian diyakini menjadi proses penting dalam fungsi
antimikroba mereka. Oleh karena itu, telah ditunjukkan oleh sejumlah
penelitian bahwa defensin mengerahkan spektrum yang luas untuk kegiatan
antimikroba terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positive, jamur, dan
beberapa virus yang menyelimuti.
 Defensin pada manusia dibagi menjadi dua subfamili, yaitu α-defensins
dalam neutrofil dan β-defensins dalam epitel, histatin pada saliva. α-
defensins Dalam subfamili α-defensin , empat dari enam α-defensin ,
neutrofil peptida -1, -2, -3, dan -4 (HNP -1, -2, -3, dan -4), disintesis dan
disimpan dalam butiran neutrofil, sementara dua lainnya α-defensin ,
defensin-5 dan -6 (HD -5 dan -6), disintesis dan disimpan dalam butiran sel
Paneth , sel epitel khusus terletak di kriptus dari Lieberkuhn dari intestine.
Dikodekan oleh gen yang sama, pro- peptida HNP - 1 , -2 , dan -3 terdiri
dari 94 asam amino, menghasilkan ukuran yang berbeda dari peptida yang
disimpan dalam granules azurophilic.
 Jumlah asam amino dalam peptida HNP-1 , HNP-2 , dan HNP-3 bervariasi.
Di sisi lain, HD-5 dan HD-6 disimpan dalam butiran sel Paneth dan
kemudian diaktifkan oleh tripsin ke lumen usus. HNP-4 dikodekan oleh gen
lain, dan memiliki urutan asam amino yang benar-benar berbeda dari HNP-
1, HNP-2, dan HNP-3, hanya meninggalkan karakteristik sistein identik dan
beberapa arginines.5 HNP1-3 dalam saliva dapat berkontribusi untuk
resistensi terhadap karies dengan bahan antimikrobial langsung (sendiri atau
dengan kombinasi komponen saliva lain) atau dengan pencegahan
pembentukan biofilm pada permukaan gigiyang mungkin untuk mengikat
bakteri luar pada membran. Kekuatan ion yang lemah dalam saliva,
kondusif untuk aktivitas antimikrobial dan mungkin berakibat pada flora
dalam mulut dan efek positif pada kesehatan gigi.
 Jumlah yang rendah dari HNP1-3 mungkin menghasilkan peningkatan
terhadap kerentanan karies. β-defensins β-defensin dianggap penghalang
pertama terhadap infeksi bakteri karena sel-sel epitel di kulit dan mukosa
yang memproduksinya. Empat β-defensin (hBD1-4) telah diidentifikasi
dalam beberapa organs. hBD1 adalah konstitutif, dan peptida lain
menunjukkan induksi melalui kontak bakteri. hBD1 dan hBD2 efektif
terutama pada bakteri Gram-negatif, sedangkan hBD3 efektif pada bakteri
Gram-positif dan negatif.
 Pada dasarnya β-defensin dihasilkan dalam sel epitel yang mencakup
beberapa jaringan dan organ, terutama kulit dan permukaan mukosa
pencernaan, pernafasan, dan saluran urogenital. Hanya hBD-1, -2, dan -3
yang dihasilkan pada mulut. hBD-1 dan hBD-2 berlokasi di sel epitel yang
berdiferensiasi pada lapisan suprabasal dari epitel gingiva normal, hBD-3
dihasilkan pada sel epitel yang tidak terdiferensiasi dalam lapisan basal,
dikarenakan peran potensial untuk hBD-3 sebagai penerus sinyal ke sel
jaringan ikat.5 Berbagai tanda adanya dari beta defensin 1 (DEFB1) dalam
mulut dapat dilihat pada individu dengan resiko penyakit periodontal atau
karies. Ada beberapa tanda adanya peran DEFB1 dalam penyakit
periodontal atau karies. Tanda yang ditunjukkan DEFB1 pada rongga mulut
ketika adanya mikroorganisme. DEFB1 juga disekresi dalam cairan, seperti
cairan sulkus gingiva dan saliva, yang diduga bahwa kemunculan DEFB1
mungkin berperan dalam menjaga gingival normal dan kesehatan rongga
mulut. DEFB1 pada karies berefek dengan kolonisasi mikrobial, S. Mutans,
Lactobacillus, Actinomyces.
 Defensin dan karies. Berdasarkan penelitian, didapatkan hasil bahwa
peptida hBD1 dan hBD2 memiliki efektifitas rendah dalam melawan bakteri
gram-positif. Efek antimikrobial dari hBD3 lebih kuat dibandingkan dengan
hBD1 dan hBD2. hBD3 mempunyai aktivitas antibakterial terkuat, karena
hBD3 merupakan peptida paling dasar dan bermuatan positif diantara yang
lain. Dibandingkan dengan bakteri gram-negatif, bakteri mulut gram-positif
menunjukkan kerentanan tinggi terhadap peptida ini. Diantara streptococcus
mulut, S.mutans mempunyai kerentanan paling tinggi terhadap hBD3. Oleh
karena itu, antimikroba peptida dalam air liur dapat mempengaruhi
komposisi bakteri mulut.
 Sebaliknya, S. mutans dan / atau S. Sobrinus dalam plak gigi hadir sebagai
agregat bersama dengan spesies bakteri lainnya. Dengan demikian, mereka
melindungi diri dengan membentuk biofilm dan memproduksi
eksopolisakarida, yang mungkin mencegah paparan antimikroba peptida.
Oleh karena itu, antimikroba peptida bisa menjadi salah satu dari tekanan
selektif bahwa sel-sel bakteri perlu diatasi dalam rangka menjajah lokus
tertentu di lingkungan mulut, seperti plak gigi dan air liur.
 Dalam penelitian lain, ditemukan jumlah total protein saliva lebih tinggi
pada subyek dengan karies daripada subyek bebas karies. Karena
konsentrasi protein dalam saliva juga tergantung pada laju aliran saliva,
mungkin bahwa subyek dengan karies aktif ini memiliki laju aliran saliva
lebih rendah dari subyek bebas karies, yang menyebabkan protein lebih
terkonsentrasi di saliva dan peningkatan kerentanan terhadap karies gigi.
 Penjelasan lain adalah bahwa subyek dengan karies aktif mungkin memiliki
konsentrasi komponen protein yang lebih tinggi dalam saliva yang
berpotensi memfasilitasi pembentukan karies gigi. Beberapa studi telah
menyarankan peran protein saliva spesifik dalam adhesi bakteri ke
permukaan mulut dengan membentuk biofilm, atau pellicles. S
 ebuah studi baru-baru ini juga melaporkan korelasi positif antara jumlah
protein dan glikoprotein saliva-dihasilkan adhesi hidroksiapatit S. Mutans.
Jumlah komponen saliva, ketika teradsorpsi pada permukaan oral,
digambarkan untuk mediasi interaksi molekul dengan bakteri mulut,
termasuk mucins, α-amilase, fibronectin dan PRPs. Oleh karena itu, pelikel
ini dimediasi adhesi bakteri yang bisa memberikan dasar kuat bagi
pembentukan plak gigi diisi dengan proporsi yang cukup cariogens
meningkatkan risiko gigi karies. Selain itu, peran protein saliva sebagai
sumber nutrisi untuk bakteri oral juga telah disarankan. Selama
pembentukan plak gigi, bakteri mungkin membutuhkan protein saliva
spesifik yang dapat memberikan nutrisi untuk metabolisme, diikuti
pertumbuhan lebih lanjut, penggandaan dan agregasi terjadi.4 HNP1 - 3
dalam saliva dapat juga memberikan kontribusi untuk resistensi terhadap
karies oleh sifat antimikroba langsung (baik sendiri atau dalam kombinasi
dengan komponen saliva lain) atau dengan mencegah pembentukan biofilm
pada permukaan gigi melalui kemampuannya untuk mengikat membran luar
bakteri . Tingkat AMP yang ditemukan dalam saliva pada penelitian ini
adalah di kisaran antimikroba yang efektif untuk fungsi β-defensin vs S.
mutans meskipun efektivitas HNPs terhadap S. mutans belum dilaporkan .
 Kekuatan ion rendah dalam saliva, kondusif untuk aktivitas antimikroba dan
dengan demikian dapat mempengaruhi flora rongga mulut dan memberikan
suatu efek menguntungkan pada kesehatan gigi. Selain itu, α- dan β-defensin
juga memiliki imunomodulator lain dan efek chemoattractant, dan individu
dengan resiko tinggi mungkin memperoleh manfaat dari efek ini. Kebalikan
korelasi HNP1-3 dengan karies menunjukkan kemungkinan efek pelindung.
Sebaliknya, rendahnya tingkat HNP1-3 mungkin mengakibatkan
peningkatan kerentanan terhadap karies.
 Defensin dalam saliva potensial sebagai faktor biologi yang mempengaruhi
respon karies. Adanya defensin yang lebih tinggi dalam saliva menunjukkan
bahwa mereka mungkin memiliki peran sentral dalam melindungi struktur
gigi dari karies gigi serta melindungi mukosa mulut. Tingkat saliva yang
tinggi dan keberadaan beta defensin mungkin merupakan respon biologi
jaringan mulut terhadap karies.
DAPUS
1. Barrera, Girolamo Jose. Tortolero, Gabriela Sanchez. Rivas,
Adriana. Flores, Carmen. Gonzales, Jose Emanuele. Increased
expression and levels of human β defensins (hBD2 and hBD4) in
adults with dental caries. Vol 3(2) : 88-97. 2013

2. Peppemey, Adam. Chikindas, Michael L. Antibacterial peptides:


opportunities for the prevention and treatment of dental caries. Vol 3 :
68-96. 2011

3. Dale, Beverly A. Tao, Renchuan. Kimball, Janet R. Jurevic,


Richard J. Oral antimicrobial peptides and biological control of caries.
Vol 6 : S13. 2006

4. Phattarataratip, Ekarat. Olson, Bonny. Broffitt, Barbara.et all.


Streptococcus mutans strains recovered from caries-active or caries-
free individuals differ in sensitivity to host anti-microbial peptides.
Vol 26 (3) : 187-199. 2011

5. Krisanaprakornkit, Suttichai. Khongkhunthian, Sakornrat. The Role


of Antimicrobial Peptides in Periodontal Disease (Part I): an
Overview of Human Defensins and Cathelicidin. Vol 1 : 33-44. 2010

6. Ouhara, Kazuhisa. Komatsuzawa, Hitoshi, Yamada, Sakuo.et all.


Susceptibilities of periodontopathogenic and cariogenic bacteria to
antibacterial peptides, β-defensins and LL37, produced by human
epithelial cells. Vol 55 : 888-896. 2005
7. Ozturk, A. Famili, P. Vieira,A.R. The antimicrobial peptide DEFB1
is associated with caries. 2010

Anda mungkin juga menyukai