Anda di halaman 1dari 6

ANTARA MAKANAN CEPAT SAJI DAN OBESITAS

Oleh : Hermawan (0902005129)


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Seiring dengan bertambahnya umur dunia, hal yang berada di dalamnya pun juga
ikut berubah. Mode pakaian, kendaraan, gaya hidup, minuman, dan makanan
berkembang secara terus menerus dan berkelanjutan. Dan yang paling vital dari
semua perubahan tersebut adalah makanan.

Sejak abad ke-19, saat dimulainya babak baru indusri AS, masyarakat tradisional
memasuki dunia kerja industri dengan kebiasaan baru. Mereka harus bekerja 8 10 jam sehari, sehingga waktu harus dimanfaatkan secara efisien. Masalah waktu
istirahat dan makanan harus terjadi secara tepat sasaran. Masalah waktu memaksa
mereka untuk mengkonsumsi makanan cepat saji. Makanan cepat saji kala itu
hanya sebatas snack bar yang dijual di kios-kios kecil.

Memasuki abad ke-20, barulah muncul restoran-restoran fast food seperti yang
ada sekarang. Kehadiran makanan cepat saji atau fast food langsung menjadi idola
masyarakat. Masalah waktu makanan terpikir dapat teratasi, terutama oleh
makhluk super sibuk yang menginginkan segala sesuatu harus terjadi secara
instan. Para manusia dengan kesibukan ini bahkan dapat bersantap siang di dalam
mobil yang melaju dengan kecepatan 60 km/jam. Para ibu rumah tangga tangga
tak lagi menyiapkan makan yang menghabiskan waktu dan tenaga, semua di
tumpahkan pada restoran fast food yang berada di seberang rumah tinggalnya.
Situasi yang memaksa suami dan anak-anak mondar-mandir dari restoran cepat
saji yang satu ke yang lainnya. Dan akhirnya hampir semua kota di Amerika
memiliki rantai makanan cepat saji seperti KFC, McDonalds dan Taco Bell yang
terletak di lokasi perumahan utama dan terus memperbanyak diri. Rantai ini
bagaikan rantai DNA double helix yang dapat menggandakan diri melalui reaksi
replikasinya. Televisi sebagai media penyalur informasi utama, juga memainkan
peran besar mempromosikan iklan untuk berbagai restoran dan produk-produk
terbaru mereka

Akan tetapi ada harga yang harus dibayar dari segala kepraktisan dan kemudahan
ini. Penyakit-penyakit berkembang seiring dengan bertambahnya restoran fast
food. Kentang goreng, milkshake, burger dari beberapa restoran cepat saji dilansir
berhubungan dengan jantung koroner, diabetes, hipertensi, yang berakar dari
obesitas.

Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof .Dr. Herdinsyah
MS, mengatakan saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia untuk populasi
remaja dewasa sudah mencapai angka 18 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi
lagi di kelompok dewasa, yaitu bisa mencapai 25 persen dari total populasi
seluruh Indonesia.

Penelitian dari Framingham Heart Study di Amerika Serikat menemukan bahwa


pria maupun wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan berat badan berlebihan
atau BMI lebih dari 30, diperkirakan umurnya 7 tahun lebih pendek daripada
orang dengan berat badan normal. Begitu pula dengan hasil penelitian WHO barubaru ini yang memperkirakan obesitas bertanggung jawab terhadap timbulnya
kanker payudara, usus besar, endometrium, dan esofagus.

Obesitas atau kelebihan berat badan patut diwaspadai karena dapat menimbulkan
berbagai penyakit serius. Menurut Scientific Laboratory for Food Intolerance, ada
20 jenis penyakit atau kondisi yang berhubungan dengan obesitas, di antaranya
PJK, Stroke, penyakit hati, ginjal, paru-paru, kanker, dll.

Kasus kematian salah satu aktor komedi Ngelenong Nyok yang kondang dengan
sebutan Big Dicky adalah salah satu contoh kasus obesitas. Big Dicky yang
menderita kegemukan itu dikabarkan meninggal akibat gagal jantung. Salah satu
dokter spesialis jantung di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dr.
Adnil Basha menjelaskan penderita obesitas sangat berpotensi mengidap penyakit
jantung karena tingginya beban kerja pada jantung mereka.

Selain menimbulkan gangguan fungsional, obesitas juga dapat merusak


penampilan. Seperti pada pria asal South Carolina, Tillmon Webb yang merasa
malu akibat berat badannya yang mencapai 250 kg. Pria 33 tahun ini tetap tinggal
di kursi dalam rumah kesayangannya selama delapan bulan terakhir, bahkan
sampai ajalnya tiba. Pasalnya ia enggan keluar rumah karena takut diejek.
Tentunya kita tidak ingin tampak seperti pria gemuk dalam lukisan karya
Alessandro Del Borro.

Belum lama ini Badan Pengawasan Makanan dan Obat Amerika Serikat (USFDA) dan British Nutrition Foundation (BNF) mempersoalkan kembali soal
lemak trans. Lemak trans merupakan minyak yang diolah melalui proses
hidrogenasi parsial (yakni dengan menambahkan hidrogen ke dalamnya) yang
sering terdapat pada makanan fast food. Lemak trans diduga menjadi penyebab
utama obesitas dan jantung koroner, yang kini banyak diderita oleh golongan usia
muda, antara 30-40 tahun. Karena efek negatif yang merugikan bagi kesehatan
itulah US-FDA mengharuskan produsen makanan di sana mencantumkan label
lemak trans dalam produk pangannya.

Brennan Davis dari Azusa Pacific University di California, yang studinya


dipublikasikan di American Journal of Public Health mempelajari hubungan
antara restoran fast-food yang terletak dalam radius satu setengah mil (80 km) dari
sekolah dan mengenai obesitas diantara siswa sekolah menengah pertama dan
sekolah menengah atas di California. Davis mengatakan, Pada dasarnya kami
menemukan bahwa anak-anak yang bersekolah di dekat restoran fast-food
memiliki kesempatan menderita kelebihan berat badan lebih tinggi dibandingkan
anak-anak yang bersekolah di tempat yang jauh dari restoran fast-food,
Morgan Spurlock dalam film dokumenternya yang berjudul Super Size Me
menelanjangi produk-produk makanan cepat saji ala McD. Dalam film
eksperimen ini, Spurlock menjadi relawan sekaligus aktor utama mengkonsumsi
makanan

fast

food

secara

terus

menerus

selama

30

hari.

Setelah

mengkonsumsinya, didapat hasil berat badannya naik 11,25 kg, disertai badan
cepat lelah, kepala pusing, dan jantung berdebar.

Film ini berawal ketika Spurlock menonton acara televisi yang menayangkan 2
remaja putri yang tengah menggugat makanan cepat saji Mc Donalds. Remaja
tersebut mengatakan bahwa berat badannya naik dengan cepat dan sering merasa
sakit-sakitan. Timbulah ide untuk melakukan eksperimen dalam diri Spurlock
yang merasa penasaran dengan makanan cepat saji.

Film Super Size Me telah menayangkan akibat fast food terhadap obesitas
langsung ke jantungnya. Film ini secara tidak langsung telah menggambarkan
perhatian dunia terhadap makanan cepat saji dan obesitas. Fast food dan segala
keinstanannya telah melahirkan masalah global baru. Seperti layaknya pada
global warming yang menambah jumlah air dengan pencairan es kutubnya, fast
food menambah jumlah kolesterol dan lemak pada penyuka makanan siap santap
yang berujung pada obesitas.

Makanan cepat saji yang semula bertujuan memenuhi kebutuhan para orang sibuk
yang sering dikejar waktu, telah menjadi trend dalam kehidupan modern ini. Para
remaja dengan bangganya duduk-duduk di dalam restoran fast food dengan
menyantap makanan sampah yang berada di tangannya, tanpa menyadari obesitas
dan para anak buahnya akan menyerang 15 tahun kemudian. Trend dan rasa telah
mengalahkan upaya hidup sehat yang sering didambakan orang. Hidup sehat yang
nilainya jauh lebih mahal dari permata termahal sekalipun. Dirinya telah dimakan
oleh usaha menimbulkan citra diri yang modern dalam komunitasnya. Fast food
telah keluar sebagai pemenang dalam olimpiade makanan favorit manusia yang
dengan pelan tapi pasti telah menjadi life style di kalangan orang-orang kota.

Pengkonsumsi fast food tak ada ubahnya dengan pemakai narkoba yang telah
kecanduan dengan opium, ekstasi, maupun ganja yang dengan muka adiktif
menyuntikan zat berbahaya tersebut ke dalam pembuluh vena yang selanjutnya
akan mengalir ke dalam jantung. Kecanduan makanan cepat saji yang telah

menjadi life style secara diam-diam mengundang maut yang membahayakan.


Nikmat sesaat ternyata akan membawa dampak buruk bagi penyantapnya.
Makanan ini kongruen dengan bom waktu yang kapan saja dapat meledak dengan
pemicu yang dapat disamakan dengan kolesterol-kolesterol yang terdapat di
dalamnya. Ketika meledak, bom ini akan menimbulkan suatu penyakit yang
dinamakan obesitas.

Seperti pada AIDS yang telah lama menjadi sorotan dunia, fast food dan
obesitasnya lambat laun ikut pula terseret dalam high light lampu panggung dunia,
bak artis pendatang yang baru naik daun di dunia infotainment. Baru-baru ini
anggota dewan kota pemerintah Los Angeles telah melarang kehadiran gerai baru
makanan cepat saji di South Los Angeles. Alasannya, penggemar fast food dan
penderita obesitas di area miskin itu terus meningkat. Selain itu pemerintah AS
juga mengurangi iklan fast food. Dari pengurangan iklan makanan cepat saji di
televisi didapat hasil dapat mengurangi jumlah anak yang kegemukan sebanyak
18 persen, kata beberapa peneliti. Selain itu di awal 2007 di AS juga terdapat
larangan penggunaan minyak goreng trans fat dalam semua restoran, pajak bagi
makanan fast food. Sama halnya dengan di Australia yang memungut pajak dan
larangan reklame fast food. Uang pajak tersebut dipergunakan untuk promosi
makanan sehat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

Fast food yang juga dikenal dengan sebutan junk food atau makanan sampah
perlahan-lahan mulai ditinggalkan masyarakat di negara-negara barat. Informasi
mengenai pemanis buatan, pewarna, penyedap dan aroma yang telah gencargencarnya diinformasikan oleh pemerintah ternyata memberikan hasil. Selain itu,
krisis ekonomi yang melanda dunia memaksa brand-brand besar fast food
membanting harga jual mereka. Kemudian orang-orang menjadi sadar, harga tidak
akan berbohong mengenai kualitas yang terkandung di dalamnya. "Ini adalah
situasi ekonomi yang sangat sulit, dan makanan cepat saji telah menyusut," kata
Ron Paul, presiden Technomic, sebuah perusahaan konsultan. Karena
pengangguran tinggi, katanya, konsumen semakin menyerbu toko grosir dan
menyalakan oven dan kompor mereka lagi. Sementara di negri asalnya sendiri fast

food mulai ditinggalkan, di Indonesia orang dengan bangga mengkonsumsi


makanan cepat saji yang tidak sehat itu.

Terlepas dari semua itu, kita sebagai manusia hendaknya dapat menghargai
sesuatu yang bersifat natural atau alami. Makanan cepat saji yang mengandung
berbagai pengawet dan bersifat buatan jauh dari kata alami. Trend dan lifestyle
dalam pengkonsumsian makanan modern bukannya mendongkrak gengsi, malah
menimbulkan penyakit yang dampaknya jauh lebih besar dari usaha menimbulkan
pencitraan diri yang modern di mata orang lain. Memang ada harga yang harus di
bayar dari kepraktisan, instan, dan gengsi yang tertanam dalam masyarakat
berperadaban maju, yaitu masalah kesehatan dalam hal ini masalah obesitas.
Mungkin kita harus meminjam mesin waktu dari Doraemon untuk kembali ke
masa 1000 tahun silam untuk belajar kepada nenek moyang kita bagaimana
mengkonsumsi makanan yang sehat dan alami.

Anda mungkin juga menyukai