Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnosis

Teori
Penyakit jantung rematik, salah satu penyakit inflamasi kronik yang sering
ditemukan, dengan gejala yang timbul seperti panas, nyeri tekan, kemerahan, dan
pembengkakan pada sendi disertai tanda-tanda kelainan pada jantung seperti
insufisiensi mitral dan aorta. Penyakit jantung rematik adalah merupakan gejala
sisa akibat karditis dari demam rematik sebelumnya. Demam rematik akut
biasanya terjadi setelah adanya episode infeksi tenggorokan (faringitis) akibat
streptokokus hemolitikus grup A. Dari hasil penelitian Asosiasi Penyakit
Jantung Amerika, ternyata penderita penyakit jantung rematik yang mengalami
stenosis mitral lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan laki-laki. Termasuk
salah satu predisposisi penyakit jantung rematik adalah sosial ekonomi yang
buruk.
Manifestasi dari penyakit jantung rematik adalah

Carditis
Terjadi pada hampir 50 % penderita demam reumatik akut. Carditis merupakan
penyebab morbiditas paling serius pada demam reumatik.

Takikardi
Denyut jantung yang meningkat dari normal. Gejala ini sering ditemui pada
penderita penyakit jantung reumatik.

Dispneu dengan atau tanpa aktivitas

Murmur
Pada endocarditis terjadi inflamasi daun katup mitral atau aorta, dan chordae
dari katup mitral yang merupakan karakteristik dari carditis reumatik. Adanya
insufisiensi mitral ditandai dengan murmur holosistolik yang terdengar di apex
dengan frekuensi yang tinggi

Pemeriksaan Penunjang
EKG: tampak pembesaran atrium kiri (gelombang P melebar dan beratakik (paling
jelas pada sadapan II dikenal sebagai P mitral), bila iramanya sinus normal;
hipertrofi ventrikel kanan; fibrilasi atrium lazim terjadi tetapi tidak spesifik untuk
stenosis mitral.
Ekokardiografi Doppler : alat diagnostik noninvasif utama yang digunakan untuk
menilai keparahan stenosis mitral. Ekokardiografi dapat mengevaluasi struktur
dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri
(mitral valve area),
Diagnosis (Pasien)
Pasien merupakan wanita berumur 30 tahun dengan pekerjaan ibu rumah
tangga, suami pasien bekerja sebagai kuli bangunan. pasien di diagnosis dengan
G2P1001 38-39 minggu T/H disertai penyakit jantung rematik (PJR). Dari
anamnesis didapatkan keluhan kenceng-kenceng disertai sesak dan nyeri dada.
Pasien diketahui mempunyai riwayat penyakit jantung rematik sejak umur
kehamilan 6 bulan dan rutin kontrol ke poli jantung. Pasien juga pernah memiliki
riwayat faringitis pada umur kehamilan 9 bulan dan berobat ke poli THT. Dari
pemeriksaan fisik dada didapatkan adanya thrill, adanya abnormalitas frekuensi
dan suara denyut jantung pada auskultasi (terdapat murmur fase diastol), pada
pemeriksaan

abdomen ditemukan adanya graviditas berupa perut membesar,

terdapat striae gravida, pusat mendatar, auskultasi adanya denyut jantung bayi
yang normal. Pemeriksaan vagina menunjukan adanya pembukaan porsio 6 cm
dengan penipisan 100%, ketuban utuh, teraba kepala, penurunan hodge II. Dari
pemeriksaan penunjang EKG didapatkan adanya pelebaran gelombang P sadapan
II, dan pada hasil echocardiography menyimpulkan adanya dilatasi atrium kiri dan
ventrikel kanan.
Sesuai teori kehamilan, kondisi dari anamnesa dan pemriksaan fisik
termasuk ke dalam kehamilan dengan penyakit jantung. Pasien di atas dapat
dikatakan mengalami penyakit jantung rematik dimana penyakit jantung tersebut
dapat terjadi pada usia lebih dari 20 tahun dengan angka insidensi yang rendah,
terjadi di daerah tropis dengan latar belakang sosio ekonomi yang rendah. Hal ini
sudah sesuai dengan identitas geografis pasien mendukung predileksi dari

terjadinya penyakit jantung rematik. Pada anamnesis sesuai dengan teori sudah
didapatkan adanya riwayat infeksi saluran nafas. Beberapa indikator klinik
penyakit jantung dalam kehamilan juga sudah ada seperti dyspnea dan nyeri dada.
Pada pemeriksaan fisik juga sudah mendukung adanya indikator klinik
berupa bising/murmur diastolik dan disertai kardiomegali. Menurut teori murmur
pada kelainan jantung katup mitral stenosis biasanya berupa murmur diastolik
kasar yang terdengar jelas di apeks jantung dengan bell stetoskop. Berdasarkan
pemeriksaan fisik dan penunjang dari echocrdiografi maka yang terjadi pada
pasien dapat digolongkan ke dalam stenosis mitral berat, karena bising terdengar
sepanjang fase diastole.
Pasien sebelumnya telah menjalani pemeriksaan jantung berupa EKG.
Menurut teori EKG akan menunjukkan adanya pelebaran gelombang P.
Ekokardiografi sendiri merupakan alat diagnostik noninvasif utama yang
digunakan untuk menilai keparahan stenosis mitral. Ekokardiografi dapat
mengevaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area
katup dengan planimetri (mitral valve area), struktur dari aparatus subvalvular,
juga dapat ditentukan fungsi ventrikel. Pada pasien juga telah dilakukan
pemeriksaan Ekokardiografi dan dinyatakan sudah terdapat dilatasi Atrium kiri
dan ventrikel kanan, mitral stenosis severe dan aorta stenosis severe yang
menandakan terdapatnya kelainan jantung yang sudah kronis.
4.2. Penatalaksanaan

Antepartum
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk hamil,
sebaiknya terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dokter. Mortalitas maternal
umumnya bervariasi sesuai dengan status fungsional jantung selama onset
kehamilan, namun dapat bertambah tinggi seiring dengan bertambahya umur
kehamilan.
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh kapasitas
fungsional jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya pada penderita
penyakit jantung, pertambahan berat badan yang berlebihan, dan retensi cairan
yang abnormal harus dicegah.

Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara samar


namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan pemeriksaan
denyut jantung, pertambahan berat badan dan saturasi oksigen.
Penanganan antepartum termasuk kunjungan ke klinik jantung-kebidanan,
istirahat yang cukup, diet tinggi protein, rendah garam dan pembatasan cairan
pada trimester II dan III, perbaikan keadaan umum ( roboransia dan anti anemia ),
pencegahan infeksi, evaluasi pemberian digitalis, evaluasi terminasi kehamilan
dan pembedahan jantung. Pasien diharuskan segera melapor ke dokter bila
ditemukan gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, khususnya bila ada
demam.

Intrapartum
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah singkat dan
bebas nyeri. Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matang. Kadang kala
penderita penyakit jantung yang berat memerlukan pemantauan hemodinamik
yang invasif dengan pemasangan kateter arteri dan arteri pulmonalis.
Selama persalinan penderita harus ditopang dengan bantal yang cukup untuk
membantu pernapasan, usahakan tersedianya oksigen yang dapat diberikan secara
intermitten atau terus menerus bila terdapat sesak napas atau sianosis. Sedasi dan
analgesia yang cukup dengan morfin sangat diperlukan. Metode persalinan bila
sudah aterm dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban atau pada persalinan
pervaginam dengan mempercepat kala II, forsep atau episiotomi.
Pada kala II, mengedan dengan menafan nafas harus dilarang, karena
bertambahnya curah jantung selanjutnya harus dihindari. Pemakaian forsep sedini
mungkin sebaliknya sangat diperlukan. Pemakaian suntik ergometrin harus
dihindarkan karena bila diberikan secara IV akan menyebabkan kontraksi uterus
yang tonik dan meningkatkan aliran darah balik.
Pada relaksasi uterus dan perdarahan yang besar lebih aman memberikan
oksitosin. Setelah kala III, harus diperhatikan tanda-tanda dekompensasi atau
edema paru karena saat inilah yang paling rawan pada proses persalinan. Tata
laksana gagal jantung akut berupa : posisi duduk, anastesi kaudal terus
menerus, oksigen, digitalis ( sebaiknya setelah ada indikasi tegas dari kardiologis)

,lakukan observasi yang ketat ( perhatikan tekanan darah, nadi, pernapasan, balans
cairan, elektrolit, anemia dan sebagainya ).9
Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa persalinan adalah
1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia epidural
dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan
penggantian cairan yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan pemberian
diuresis yang agresif namun pelu hati-hati.

Tatalaksana (pasien)
Sesuai teori, pada pasien ini dipilih tatalaksana persalinan secara intrapartum
dengan bantuan Ekstraksi Vacum. Ekstraksi Vacum adalah tindakan obstetrik
operatif untuk membantu mempersingkat kala II pada pasien dengan kondisi
obstetri tertentu (pada pasien ini adanya penyakit jantung rematik). Karena pada
kala II, mengedan dengan menahan nafas harus dilarang, karena dapat
menyebabkan bertambahnya curah jantung. Pemakaian forsep sedini mungkin
sebaliknya sangat diperlukan.
Pada pasien ini juga memiliki keluhan sesak dengan laju pernafasan 30 x
permenit dan nyeri dada, maka pilihan yang tepat adalah melakukan tindakan
Ekstraksi Vacum. Pada persalinan dengan bantuan Ekstraksi Vacum, syarat yang

harus dipenuhi adalah pembukaan lengkap atau hampir lengkap, presentasi kepala,
janin aterm, TBJ >2500, cukup bulan, hodge III/IV, anak hidup, kepala sudah
masuk pintu atas panggul, ibu mampu mengejan dan kontraksi baik.
pada pasien ini syarat dilakukan Ekstraksi Vacum sudah terpenuhi,
pembukaan hampir lengkap (6cm), presentasi kepala, usia janin 38-39 minggu,
TBJ >2790, hodge III, anak hidup, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan ibu
masih bisa mengejan.
Pasien ini juga dikonsulkan ke dokter spesialis jantung, dan diberikan obatobatan seperti captopril dan diuretik. Secara garis besar pentalaksanaan mencakup
mengurangi beban kerja jantung salah satunya dengan menurunkan preload yang
dapat dilakukan dengan memberikan diuretik dan ACE inhibitor.
Pada pasien dilakukan KB kontrasepsi mantap, hal ini sesuai dengan teori
dimana bila jumlah 2 orang anak hidup dianjurkan untuk melakukan kontrasepsi
mantap (MOW/MOP).
4.3 Prognosis
Prognosis

tergantung

pada

perjalanan

penyakit

saat

postpartum.

Bila

kardiomegali menetap maka prognosisnya jelek, sebaliknya bila ukuran jantung


kembali normal dalam 6-12 bulan menandakan prognsosis yang lebih baik.

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Penyakit jantung rematik merupakan penyakit jantung yang sering ditemukan
dalam kehamilan dan dapat menyebabkan kerusakan katup pada jantung sehingga
berbahaya pada kondisi kehamilan. Prinsip penatalaksanaan yang terpenting dari
kehamilan dengan penyakit jantung adalah deteksi dini dan mengurangi beban
jantung berlebihan sehingga dari seluruh fase kehamilan mulai dari ANC sampai
fase

puerperium

harus

ditatalaksana

berorientasi

peningkatan beban jantung dan infeksi sekunder.

terhadap

pencegahan

Anda mungkin juga menyukai