Anda di halaman 1dari 46

REFERAT & CASE

KRISIS HIPERTENSI

Disusun oleh:
Ayu Paramitha
030.09.035

Pembimbing:
dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BEKASI
PERIODE 9 DESEMBER 2013 15 FEBRUARI 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
1

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dan case dengan judul :


Krisis Hipertensi
Ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Bekasi periode 9 Desember 2013 15 Februari 2014

Disusun oleh :
Ayu Paramitha
030.09.035

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP selaku dokter
pembimbing Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Jantung RSUD Bekasi pada tanggal
Januari 2014.

Jakarta, Januari 2014


Mengetahui

dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan
rahmatNya, saya dapat menyelesaikan penyusunan referat dan case yang berjudul
Krisis Hipertensi tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini dimaksudkan
untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah
Sakit Umum Daerah Bekasi.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing saya dalam penyusunan
referat ini, terutama kepada :
1.
2.
3.
4.

dr. Nurul Rahayu N., Sp.JP


Perawat Bangsal Wijaya Kusum RSUD Bekasi
Perawat Poliklinik Jantung RSUD Bekasi
Rekan-rekan koasisten Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam periode
9 Desember 2013 15 Februari 2014
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak lain yang telah

membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung.


Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih ditemui
banyak kekurangan , baik isi maupun format penyusunan. Maka dari itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
mendatang.
Akhir kata, saya selaku penyusun berharap referat mengenai Krisis
Hipertensi ini dapat berguna bagi rekan-rekan sekalian.
Jakarta, Januari 2014
Penyusun

Ayu Paramitha
030.09.035

DAFTAR ISI
3

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
BAB II KRISIS HIPERTENSI.........................................................................3
Definisi...............................................................................................3
Epidemiologi......................................................................................3
Klasifikasi...........................................................................................4
Patofisiologi........................................................................................7
Faktor Resiko......................................................................................9
Manifestasi klinis................................................................................9
Diagnosis............................................................................................10
Diagnosis Banding..............................................................................13
Penatalaksanaan Krisis Hipertensi......................................................13
Prognosis............................................................................................30
BAB III KESIMPULAN..................................................................................31
BAB IV LAPORAN KASUS...........................................................................33
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................42
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia dan


berkaitan erat dengan pola perilaku hidup masyarakat itu sendiri. Selama kurun
waktu kehidupannya, penderita hipertensi bisa mengalami peningkatan tekanan
darah yang mendadak yang disebut sebagai krisis hipertensi. Keadaan ini dapat
menyebabkan kerusakan organ target yang pada akhirnya akan meningkatkan
angka kematian akibat hipertensi.
Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan
secara garis besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini
menjadi 2 golongan yaitu : hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi
(mendesak). (15). Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari
tingginya TD, tapi dari kerusakan organ sasaran. Seberapa besar TD yang dapat
menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa terjadi pada
penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang.
Menurut beberapa penulis, 1% dari penderita hipertensi akan mengalami
krisis hipertensi dengan gangguan kerusakan organ seperti infark serebral
(24,5%), ensefalopati (16,3%) dan perdarahan intraserebral atau subaraknoid
(4,5%), gagal jantung akut dengan edema paru (36,8%), miokard infark akut atau
angina tidak stabil (12%), diseksi aorta (2%), eklampsia (4,5%) dan ginjal (1%).

Kejadian krisis hipertensi diperkirakan akan meningkat pada masyarakat


sejalan dengan meningkatnya data hipertensi, seperti dikemukakan oleh majalah
the Lancet dan WHO, dari 26% (tahun 2000) menjadi 29% (tahun 2025) sehingga
diperkirakan kejadian hipertensi krisis akan meningkat dari 0,26% menjadi 0,29%
penduduk dewasa di seluruh dunia pada masa yang akan datang.
Untuk mencegah timbulnya kerusakan organ akibat krisis hipertensi di
Indonesia, perlu dilakukan upaya pengenalan dini dan penatalaksanaan krisis
hipertensi yang disepakati bersama sehingga dapat dilaksanakan oleh para dokter
di pelayanan primer ataupun di rumahsakit. Dalam makalah ini akan dibahas
mengenai definisi, klasifikasi, aspek klinik, prosedur diagnostik dan pengobatan
krisis hipertensi.1,2,3

BAB II
KRISIS HIPERTENSI

DEFENISI
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak (sistole 180mmHg dan/atau diastole 120 mmHg), pada penderita
hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera.

EPIDEMIOLOGI
Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20%
HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis
hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120
130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis
HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2
7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 60 tahun dengan pengobatan yang
tidak teratur selama 2 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10
tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika
hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini.3,4

KLASIFIKASI KRISIS HIPERTENSI

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan


perioritas pengobatan, sebagai berikut :
1. Hipertensi Emergensi (darurat)
Kenaikan tekanan darah mendadak, ditandai dengan TD Diastolik
> 120 mmHg dan disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang
disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut (tabel I). Pada
keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera
dalam ukuran waktu menit/jam. Keterlambatan pengobatan akan
menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. Penderita perlu dirawat
di ruangan intensive care unit atau (ICU).1,2
2. Hipertensi Urgensi (mendesak)
Kenaikan tekanan darah mendadak ditandai TD diastolik > 120
mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ
sasaran. TD harus diturunkan dalam 24-48 jam sampai batas yang aman
memerlukan terapi parenteral.1,2

Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis
dan pemeriksaan fisik, karena baik faktor resiko dan penanggulannya berbeda.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :


1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD >
200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple
drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.

2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai


dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke
fase maligna.
3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik >
120 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema,
peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal
ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan.
Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi
essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang
sebelumnya mempunyai TD normal.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini
dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.

Tabel I : Hipertensi Emergensi ( darurat )


TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid.
Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.

Infark miokard akut, angina unstable.


Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :

Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.


Cedera kepala.
Luka bakar.
Interaksi obat.

Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak )


Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
KW I atau II pada funduskopi.
Hipertensi post operasi.
Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak


hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya
kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat
mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai
contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati,
gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila TD Diastolik >
140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita
hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi

10

ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul


walaupun TD 160/110 mmHg.1,2,4

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun
demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu :
1.

Peran peningkatan Tekanan Darah


Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi

gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik


yang menimbulkan kerusakan organ target dengan sangat cepat. Gangguan
terhadap sistem autoregulasi secara terus-menerus akan memperburuk keadaan
pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler
(endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid di
arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan
terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya
tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang
mendasarinya.
Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka
sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya
melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini
dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan
menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya

11

akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya


pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh
peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial
adhesion molecule dan endhoteli-1.
Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel
endotelial, menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem
koagulasi yang teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi
akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah
kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus
dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah dan
meluas.
2.

Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin


Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting

dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam darah


akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula
meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam
sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas
bersamaan pula dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah
yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi
natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin
kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia
pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.2,3

12

FAKTOR RESIKO
Krisis hipertensi bisa terjadi pada keadaan-keadaan sebagai berikut :1,2

Penderita hipertensi yang tidak meminum obat atau minum obat anti

hipertensi tidak teratur.


Kehamilan.
Penggunaan NAPZA.
Penderita dengan rangsangan simpatis yang tinggi seperti luka bakar
berat, phaeochromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskuler, trauma

kepala.
Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.

MANIFESTASI KLINIS

Bidang Neurologi :
o Sakit kepala, hilang/kabur penglihatan, kejang, gangguan
kesadaran (somnolen, sopor, coma).

Bidang Mata :
o Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.

Bidang kardiovaskular :
o Nyeri dada, edema paru.

Bidang Ginjal :
o Azotemia, proteinuria, oliguria.

13

Bidang obstetri :
o Preklampsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit
kepala hebat, kejang, jantung kongestif dan oliguri, serta gangguan
kesadaran/gangguan serebrovaskuler.

Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5


Tekanan
Funduskopi
Status
Jantung

Ginjal

Gastrointestin
al
Mual, muntah

darah
> 220/140

Perdarahan,

neurologi
Sakit kepala,

Denyut jelas,

Uremia,

mmHg

eksudat,

kacau,

membesar,

proteinuria

edema

gangguan

dekompensas

papilla

kesadaran,

i, oliguria

kejang.
DIAGNOSA
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal
kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.1,2,3
1. Anamnesis :

Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

Usia : sering pada usia 40 60 tahun.

Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran,


perubahan mental, ansietas ).
14

Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang, azotemia,


proteinuria ).

Gejala sistem kardiovascular ( adanya gagal jantung, kongestif dan oedem


paru, nyeri dada ).

Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

Riwayat kehamilan : preeklampsi dengan gejala berupa gangguan


penglihatan, sakit kepala hebat, kejang, nyeri abdomen kuadran atas, gagal
jantung kongestif dan oliguri, serta gangguan kesadaran/ gangguan
serebovaskular.

2. Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD mencari kerusakan
organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif,
altadiseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan
neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari
penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.

Pengukuran tekanan darah di kedua lengan.

Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.

Auskultasi untuk mendengar ada/tidak bruit pembuluh darah besar, bising


jantung dan ronkhi paru.

Pemeriksaan neurologis umum.

15

3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera/awal seperti :
o Darah : Hb, hematokrit, kreatinin, gula darah dan elektrolit.
o Urinalisa
o EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
o Foto thorax : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana ).
2)

Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil


pemeriksaan yang pertama ) :

CT scan kepala
Echocardiografi
Ultrasinigrafi

Penetapan diagnostik
Walau biasanya pada krisis hipertensi ditemukan tekanan darah
180/120mmHg perlu diperhatikan kecepatan kenaikan tekanan darah tersebut dan
derajat gangguan organ target yang terjadi.1,2,3
DIAGNOSIS BANDING
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :

16

- Hipertensi berat
- Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
- Ansietas dengan hipertensi labil.
- Oedema paru dengan payah jantung kiri.

PENATALAKSANA KRISIS HIPERTENSI


A. TATALAKSANA HIPERTENSI EMERGENSI
Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan di rumah sakit

dengan fasilitas pemantauan yang memadai.


Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin.
Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan

langkah sebagaiberikut:
5 menit s/d 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (mean arterial blood

pressure) diturunkan 20-25%.


2 s/d 6 jam berikutnya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada
gejala iskemi organ.
Tujuan penanganan hipertensi krisis adalah adalah untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas. Penderita hipertensi emergensi harus dirawat di ruang


perawatan intensif dengan target pengobatan menurunkan tekanan arteri rerata
tidak lebih dari 25 % dalam satu jam dan jika sudah stabil selanjutnya diturunkan
menjadi 160/100-110 mm Hg dalam 2 - 6 jam. Penurunan tekanan yang terlalu
cepat dan melampui target tersebut dapat menginduksi iskemia renal, cerebral dan
koroner. Atas dasar hal tersebut pemakaian Nifedipin short acting tidak lagi
direkomendasi untuk pengobatan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika telah

17

tercapai target pengobatan awal dan tekanan darah stabil maka pengobatan untuk
menurunkan tekanan darah lebih lanjut dapat dimulai dalam 24-48 jam
kemudian.6,7,8
Obat yang dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi
emergensi diberikan secara parentral. Pengobatan hipertensi krisis secara spesifik
tergantung dari kerusakan target organ yang terjadi. Obat-obat yang biasanya
dipergunakan dalam penanganan penderita dengan hipertensi emergensi adalah
seperti berikut.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi


Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis
hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau
urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran
maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu
dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial
maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu :
1 2 dosis 1 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat,
foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2
5 menit, duration of action 3 5 menit. Dosis : 5 100 ug / menit, secara
infus i. V. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
18

3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara


i. V bolus. Onset of action 1 2 menit, efek puncak pada 3 5 menit,
duration of action 4 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat
diulang dengan 25 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan.
Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,
hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5
1 jam, i.v : 10 20 menit duration of action : 6 12 jam. Dosis : 10 20
mg i.v bolus : 10 40 mg i.m. Pemberiannya bersama dengan alpha
agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi
dan diuretik untuk mengurangi volume intravaskular. Efeksamping :
refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan cardiac out put,
eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on
action 15 60 menit. Dosis 0,625 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis
5 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 2 menit, duration
of action 3 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan
menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 4 mg / menit
secara infus i.v. Onset of action : 1 5 menit. Duration of action : 10

19

menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest,


glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20
80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.
Onset of action 5 10 menit. Efek samping : hipotensi orthostatik,
somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam
bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10 jam dan
efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering
dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan
sistem syaraf simpatis. Dosis : 250 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset
of action : 30 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek
samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with
drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan
kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 10 menit
dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping :
rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila
dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

20

Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat


oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah
lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD
dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara
menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD
dapat naik kembali dalam beberapa menit.8,9
Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus
intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang
diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat
bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD
yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.
Di bagian penyakit Dalam FK USU Medan, telah diteliti pemakaian
clonidine pada krisis hipertensi dengan cara : Dosis yang digunakan adalah
150mcg ( 1 ampul ) dalam 1000ml deksmenit 5% didalam mikrodrid dan dimulai
dengan 12 tetes/menit. Setiap 15 menit dosis dititrasi dengan menaikkan tetesan
dengan 4 tetes setiap kalinya sampai TD yang diingini diperoleh. Bila TD ini telah
dicapai diawasi selama 4 jam dan selanjutnya dengan obat per oral. Dengan
tetesan berkisar 12-104 tetes/menit dapat dicapai TD yang diingini dan penderita
tidak mengalami penurunan TD yang berlebihan.
Hasil yang diperoleh yaitu TD diastolik dapat diturunkan <120mmHg
dalam 1 jam dan respons yang baik pada 90,5% kasus.

21

Kerugian obat ini adalah efek samping yang sering timbul seperti mulut
kering, mengantuk dan depresi. Pada hipertensi dengan tand iskemi cerebral
ataupun stroke, obat ini akan memperberat gejala.10
Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi:
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan
maupun yang sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi ensenpalopati
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol,.
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium
Nitroprusside dan loopdiuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labeta Lol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran :Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan Bantagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :

22

Anjuran

Hydralazine,

Diazoxxide,

labetalol,cantagonist,

sodium

nitroprusside.
Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10. Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi.
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus
dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat
menimbulkan hipotensi berat. Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah
Labetalol, Diazoxide yang dapat memberikan bolus intravena. Phentolamine,
Nitroglycerine Hidralazine diindikasikanpada kondisi tertentu.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.10,11
Obat oral untuk hipertensi emergensi
Dari berbagai penelitian akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk
menggunakan obat oral seperti Nifedipine ( Ca antagonist ) Captopril dalam
penanganan hipertensi emergensi.

23

Bertel dkk 1983 mengemukakan hal yang baik pada 25 penderita dengan
dengan pemakaian dosis 10mg yang dapat ditambah 10mg lagi menit. Yang
menarik adalah bahwa 4 dari 5 penderita yang diperiksa, aliran darah cerebral
meningkat, sedang dengan clonidine yang diselidiki menurun, walaupun tidak
mencapai tahap bermakna secara statistik.
Di Medan dibagian penyakit dalam FK USU pada 1991, telah diteliti efek
akut obat oral anti hipertensi terhadap hipertensi sedang dan berat pada 60
penderita. Efek akut nifedipine dalam waktu 5-15 menit. Demikian juga dengan
clonidine dalam waktu 5-35 menit. Dari hasil ini diharapkan kemungkinan
penggunaan obat oral anti hipertensi untuk krisis hipertensi.
Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual
dan captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup
memuaskan setelah menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine sublingual tidak
berbeda bermakna dam Menurunkan TD.
Captoprial 25mg atau Nifedipine 10mg digerus dan diberikan secara
sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60
menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien digolongkan
nonrespons bila penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20 menit pemberian
obat. Respons bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau MAP <150mmHg dan
adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ sasaran yang dinilai
secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60
menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60 menit TD masih

24

>120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi perbaikan dari
simptom dan sign dari organ sasaran.8,9,10,11,12
Neurologic emergency.
Keadaan neurologic emergency yang

tersering adalah hipertensi

ensepalopathi, intracerebral hemorhagic, dan acute ischemic stroke. Pada acute


stroke target penurunan tekanan darah masih kontroversial. Hipertensi pada
intracerebral bleeding direkomendasikan oleh American Heart Association
diberikan penanganan jika tekanan darah lebih dari 180/105 mmHg.

25

Pasien dengan ischemic stroke membutuhkan tekanan sistemik yang cukup


untuk mempertahankan perfusi di distal obsktruksi. Oleh karena itu tekanan darah
harus dimonitor ketat dalam 1 2 pertama. Hanya jika tekanan sistolik menetap
pada 220 mmHg diberikan penanganan.

Cardiac emergency
26

Keadaan hipertensi emergency dengan cardiac emergency diantaranya


acute myocard ischemic atau infarction, pulmonary edema, dan aortic dissection.
Pasien dengan temuan myocardial ischemia atau infarction, dapat diberikan
nitroglycerin, jika tanpa heart failure bisa ditambahkan beta blocker (labetalol,
esmolol) untuk menurunkan tekanan darah.
Pasien dengan aortic dissection, IV beta blocker harus diberikan pertama,
diikuti dengan vasodilating agent, dan IV nitroprusside. Target tekanan darah
kurang dari 120 mmHg dalam 20 menit.
Penanganan pada edema pulmo diawali dengan IV diuretics dilanjutkan IV
ACE inhibitor (enalaprilat) dan nitroglycerin. Sodium nitroprusside dapat
digunakan jika obat diatas tidak cukup menurunkan tekanan darah.
Hyperadrenergic states
Pasien dengan kelebihan cathecholamine pada seting pheochromocytoma,
cocaine atau over dosis amphetamine, monoamine oxidase inhibitor-induced
hipertensi atau clonidine withdrawal syndrome dapat bermanifestasi hipertensi
krisis sindrom.
Pheochromocytoma, kotrol tekanan darah inisial dapat diberikan Sodium
Nitroprusside atau IV phentolamine. Beta blockers bisa diberikan tapi tidak boleh
dipakai tunggal sampai alfa blokade tercapai.

27

Hipertensi disebabkan clonidine withdrawal penanganan terbaik adalah


dengan dilanjutkan pemberian clonidine disertai pemberian obat-obatan diatas.
Benzodiazepine merupakan agen pertama untuk penanganan intoksikasi cocaine.
Kidney failure
Acute Kidnet Injury (AKI) bisa merupakan penyebab maupun akibat dari
hipertensi emergensi. AKI termanifestasi dengan proteinuria, mikroskopik
hematuria, oliguria dan anuria. Penanganan yang optimal masih kontroversial.
Walaupun IV nitroprusside sering digunakan, namun dapat mengakibatkan
keracunan cyanida atau thiocyanate.
Parenteral fenoldopam mesylate lebih menjanjikan hasil yang baik dan
lebih safety. Penggunaannya mampu mencegah terjadinya keracunan cyanida atau
thiocyanate.
B. TATALAKSANA HIPERTENSI URGENSI
Pada umumnya pasien dengan hipertensi urgensi terjadi karena penghetian
terapi hipertensi sebelumnya. Penanganan penderita demikian, dilakukan
observasi beberapa menit dan bila tekanan darahnya tetap > 180/120 mm Hg,
maka dapat dilakukan terapi oral yang sesuai dan mungkin perlu dikombinasi
dengan obat oral sebelumnya, terutama jika jenis obat yang diberikan sebelumnya
dapat mengontrol tekanan darahnya dengan baik dan dapat ditoleransi oleh
penderita.

28

Prinsipnya, hipertensi urgensi dapat ditangani dengan anti-hipertensi oral


dengan perawatan rawat jalan. Namun keadaan ini sulit untuk memonitor tekanan darah
setelah pemberian obat. Obat yang diberikan dimulai dari dosis yang rendah
untuk menghindari terjadinya hipotensi mendadak terutama pada pasien dengan resiko
komplikasi hipotensi tinggi seperti geriatri, penyakit vaskuler perifer dan
atherosclerosis cardiovaskuler dan penyakit intrakranial. Target inisial penurunan
tekanan darah 160/110 dalam jam atau hari dengan konvensional terapi oral.
Beberapa pilihan obat:

ACE inhibitor (Captopril), dengan pemberian dosis oral inisial 25 mg,


onset maksimulai dalam 1530 menit dan maksimum aksi antara 3090 menit.
Kemudian jika tekanan darah belum turun dosis dilanjutkan 50 mg100 mg

pada 90120menit kemudian.


Calcium-channel blocker (Nicardipine), dosis oral awal pemeberian 30 mg, dandapat
diulangi setiap 8 jam sampai target tekanan darah tercapai. Onset aksi dimulai 2

jam.
Beta blocker (Labetalol), non selektif beta blocker, dosis oral awal 200

mg, dan diulang 3-4 jam. Onset kerja dimulai pada 12 jam.
Simpatolitik (Clonidine), dengan dosis oral awal 0.10.2 mg dosis loading
dilanjutkan 0.05-0.1 mg setiap jam sampai target tekanan darah tercapai.
Dosismaksimum 0.7 mg.

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan:


Obat

Dosis

Efek

Lama

Efek samping

29

5-10mg

(Calcium

Diulang

Channel

15 menit

Blocker)
Captopril

12,5-25mg Sublingual : 6-8 jam

angio

(ACE

Diulang

10-15 menit

rash, gagal ginjal akut pada

Inhibitor)

30 menit

Oral : 15-30

penderita

75-150 ug

menit
30-60 menit

arteri sinosis
sedasi,mulut kering. Hindari

Clonidin

5-15 menit

kerja
2-6 jam

Nifedipin

sakit

kepala,

takhikardi,

hipotensi, flushing.

8-16 jam

neurotik

oedema,

bilateral

renal

(Central alpha Diulang /

pemakaian pada 2nd degree

agonist)

atau 3rd degree, heart block,

jam

brakardi,sick

sinus

syndrome.Over dosis dapat


Propanolol

10-40mg

(beta blocker)

Diulang /

15-30 menit

3-6 jam

diobati dengan tolazoline.


bronkokonstriksi,
blok
jantung

30menit

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan


MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril terutama
digunakan

pada

penderita

hipertensi

urgensi

akibat

dari

peningkatan

katekholamine.

30

Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual dapat


menyebabkan penurunan TD yang cepat dan berlebihan bahkan sampai kebatas
hipotensi (walaupun hal ini jarang sekali terjadi). .
Dengan pengaturan titrasi dosis Nifedipine ataupun Clonidin biasanya TD
dapat diturunkan bertahap dan mencapai batas aman dari MAP.
Penderita yang telah mendapat pengobatan anti hipertensi cenderung lebih
sensitive terhadap penambahan terapi.Untuk penderita ini dan pada penderita
dengan riwayat penyakit cerebrovaskular dan koroner, juga pada pasien umur tua
dan pasien dengan volume depletion maka dosis obat Nifedipine dan Clonidine
harus dikurangi.Seluruh penderita diobservasi paling sedikit selama 6 jam setelah
TD turun untuk mengetahui efek terapi dan juga kemungkinan timbulnya
orthotatis. Bila ID penderita yang obati tidak berkurang maka sebaiknya penderita
dirawat dirumah sakit.13,14,15
Tabel : Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi

Parameter

Tekanan
darah
(mmHg)
Gejala

Hipertensi Mendesak
Biasa
> 180/110

Mendesak
> 180/110

Sakit kepala,
kecemasan;
sering kali tanpa
gejala

Sakit kepala hebat,


sesak napas

Hipertensi Darurat

> 220/140

Sesak napas, nyeri dada,


nokturia, dysarthria,
kelemahan, kesadaran
menurun

31

Pemeriksaan

Terapi

Tidak ada
kerusakan organ
target, tidak ada
penyakit
kardiovaskular
Awasi 1-3 jam;
memulai/teruskan
obat oral,
naikkan dosis

Kerusakan organ
target; muncul
klinis penyakit
kardiovaskuler,
stabil
Awasi 3-6 jam;
obat oral
berjangka kerja
pendek

Ensefalopati, edema
paru, insufisiensi ginjal,
iskemia jantung

Periksa ulang
dalam 3 hari

Periksa ulang
dalam 24 jam

Rawat ruangan/ICU

Rencana

Pasang jalur IV, periksa


laboratorium standar,
terapi obat IV

Tabel : Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi


Komplikasi

Obat Pilihan

Target Tekanan Darah

Diseksi aorta

Nitroprusside + esmolol

SBP 110-120 sesegera

AMI, iskemia

Nitrogliserin, nitroprusside,

mungkin
Sekunder untuk bantuan

Edema paru

nicardipine
Nitroprusside, nitrogliserin,

iskemia
10% -15% dalam 1-2

Gangguan Ginjal

labetalol
Fenoldopam, nitroprusside,

jam
20% -25% dalam 2-3

Kelebihan

labetalol
Phentolamine, labetalol

jam
10% -15% dalam 1-2

Nitroprusside

jam
20% -25% dalam 2-3

ensefalopati
Subarachnoid

Nitroprusside, nimodipine,

jam
20% -25% dalam 2-3

hemorrhage
Stroke Iskemik

nicardipine
Nicardipine

jam
0% -20% dalam 6-12

katekolamin
Hipertensi

jam

32

PROGNOSIS
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita
hanyalah 20% dalam 1 tahun. Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah
jantung kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif
disertai uremia (48%), infrak Mio Card (1%), diseksi aorta (1%).
Prognosis menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan
penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplantasi ginjal.
Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival
dalam 1 tahun berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%. Tidak dijumpai
hasil perbedaan diantara retionopati KWIII dan IV. Serum creatine merupakan
prognostik marker yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85%
dari penderita dengan creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik
dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9
% .10,16
BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi urgensi perlu dibedakan dengan hipertensi emergensi agar dapat


memilih pengobatan yang memadai bagi penderita. Hipertensi emergensi disertai
dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi urgensi tanpa kerusakan

33

organ sasaran /kerusakan minimal. Pada kebanyakan penderita krisis hipertensi ,


TD diastolik > 120 mmHg.
Dalam memberikan terapi perlu diperhatikan beberapa faktor :

Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi.


Mekanisme kerja dan efek hemodinamik obat.
Cepatnya TD diturunkan, TD yang diinginkan dan lama kerja, dari obat.
Autoguralsi dan perfusi dari vital oragan(otak, jantung, dan ginjal) bila TD

diturunkan.
Faktor klinis lain : obat lain yan gdiberikan , status volum dll.
Efek sqamping obat
Besarnya penurunan TD umumnya kira-kira 25% dari MAP ataupun tidak
lebih rendah dari 170-180/100mmHg.
Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena

TD dapat diatur sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral


kemungkinan penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi
organ.
Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside.
Nifedipine, Clinidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk
hipertensi urgensi.
Dari berbagai penelitian (dalam dan luar negri ) bahwa obat oral
Nifedipine dan Captopril cukup efektif untuk mengatasi hipertensi emergensi.
Pemberiaan diuretika pada hipertensi emergensi dimana dibuktikan adanya
volume overload seperti payah jantung kongestif dan oedema paru. Pemberian

34

Beta Blocker tidak dianjurkan pada krisis hipertensi kecuali pada aorta disekasi
akut.

BAB IV
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Ny. Uminah

Jenis kelamin : Perempuan


Usia

: 49 tahun

Alamat

: Kampung Dua RT 08/02 Jaka Sampurna


35

Suku

: Jawa

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Status menikah : Menikah

I. ANAMNESIS
Telah dilakukan autoanamnesis pada tanggal 7 Januari 2014 di bangsal Wijaya
Kusuma.
Keluhan Utama

: Sering sakit kepala

Keluhan Tambahan

: Tidak bisa tidur, batuk, sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang perempuan berusia 49 tahun datang ke Poliklinik Jantung RSUD


Bekasi dengan keluhan utama sering sakit kepala sejak 3 hari yang lalu. Sakit
kepala dirasakan tiba-tiba, terus menerus dan menyeluruh di bagian kepala.
Sakit kepala juga dirasakan menjalar ke leher, sehingga leher dan punggung
belakang terasa tegang. Pasien mengaku keluhannya sering dirasakan baik bila
melakukan aktivitas maupun istirahat, sehingga pasien merasa sulit tidur
beberapa hari ini. Pasien mengaku ada batuk namun tidak berdahak. Pasien
juga mengeluhkan terkadang sesak nafas, terutama bila di ruangan dingin.

36

Pasien mengeluhkan badannya terasa pegal-pegal. Pasien menyangkal adanya


demam, mual, kembung. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan asma. Pasien menyangkal adanya
riwayat penyakit DM, penyakit jantung maupun penyakit paru.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal dikeluarga pasien memiliki riwayat hipertensi, asma,
DM, penyakit jantung maupun penyakit paru.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien mengaku tidak pernah merokok, maupun minum minuman alkohol.
Pasien mengaku jarang berolahraga, minum air putih cukup, gemar makan
ikan asin serta makanan yang berminyak/goreng-gorengan dan bersantan.
II. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

o Kesadaran compos mentis


o Tampak sakit sedang
Tanda Vital
o
o
o
o

Tekanan darah : 200/120 mmHg


Nadi :84 x/menit
Suhu : 36,7oc
RR : 20x/menit

37

Antropometri
o
o
o
o

BB
: 60 kg
TB
: 165 cm
BMI : 22,03
Status gizi : Gizi baik

STATUS GENERALIS
Kepala

: normocephali

Mata

: conjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/reflex cahaya Langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+)

Hidung

: Simetris, deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-)

Telinga

: Normotia, nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik (-), serumen (-)

Mulut

: bibir simetris, sianosis (-), mukosa bibir tampak kering, mukosa

lidah merah muda, tonsil T1-T1


Leher

: KGB dan Tiroid tidak teraba membesar, JVP 5+2cmH20

Thorax

Paru :
Inspeksi

: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri

Palpasi

: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri , vocal

fremitus simetris kanan dan kiri

38

Perkusi

: sonor hemithorax kanan dan kiri

Auskultasi

: suara nafas vesikuler kanan dan kiri, rhonki (-/-) wheezing

(-/-)
Jantung :
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak jelas
Palpasi

: teraba pulsasi iktus kordis di ICS V 1 cm medial garis


midclavikularis kiri, thrill (-)

Perkusi

Batas kanan jantung: setinggi ICS III ICS V linea sternalis kanan
Batas atas jantung : setinggi ICS III linea parasternalis kiri
Batas

kiri jantung: setinggi ICS V 1 cm medial dari linea

midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi

: mencembung, tidak tampak efloresensi yang bermakna

Auskultasi

: bising usus (+)

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar dan lien

tidak teraba
Perkusi

: timpani, shifting dullness (-)

39

Ekstremitas
Ekstremitas atas

Inspeksi: Simetris, deformitas (-), edema (-), efloresensi


bermakna (-), ikterik (-)

Palpasi: hangat, tonus otot baik, edema (-)

Ekstremitas bawah

Inspeksi: Simetris, deformitas (-), edema (-), efloresensi


bermakna (-), ikterik (-)

III.

Palpasi: hangat, tonus otot baik, edema (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG

40

Interpretasi EKG :

Irama : sinus reguler

QRS rate :
o R-R = 18 kotak kecil
o

1500

/18 = 83,33 = 83 x/menit

Aksis :
o Lead I dominan positif
o aVF dominan positif

Gelombang P :
o Dominan positif di lead II
o Dominan negatif di aVR

41

o D=0,08 detik , V= 0,1mV

PR Interval :
o 5 kotak kecil = 0,20 detik

QRS kompleks :
o Lebar 2 kotak kecil = 0,04 detik

IV.

ST segmen : Isoelektris

RESUME
Seorang perempuan berusia 49 tahun datang ke Poliklinik Jantung

RSUD Bekasi dengan keluhan utama sering sakit kepala sejak 3 hari yang lalu.
Sakit kepala dirasakan tiba-tiba, terus menerus dan menyeluruh di bagian
kepala dan menjalar ke leher, sehingga leher dan punggung belakang terasa
tegang. Keluhannya sering dirasakan baik bila melakukan aktivitas maupun
istirahat, sehingga pasien merasa sulit tidur beberapa hari ini dan badannya
terasa pegal-pegal. Terdapat batuk namun tidak berdahak dan sesak nafas,
terutama bila di ruangan dingin. Riwayat hipertensi dan asma (+). Pasien
jarang berolahraga, minum air putih cukup, gemar makan ikan asin serta
makanan yang berminyak/goreng-gorengan dan bersantan.

42

Hasil Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak


sakit sedang, tekanan darah: 200/120 mmHg, nadi: 84 x/menit, suhu: 36,7 oc,
RR: 20x/menit. BMI: 22,03, status gizi : Gizi baik. Status generalis kepala
hingga kaki dalam batas normal.
V. DIAGNOSIS
Hipertensi Urgency
VI.

PENATALAKSANAAN
Rawat Inap
Tirah baring
Drip Ceremax (Nimodipine)
Santesar 2 x 5
HCT (Hidroclorotiazid) 2 x 25 mg
Astika 100 mg
Clopidogrel 1x75 mg
Alprazolam 2x0,5 mg

PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad fungtionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam

43

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan Norman M. Hypertensive Crises. In: Kaplans Clinical
Hypertension 8th editions. Lippincott William & Wilkins, Philadelphia
2002.p. 339-356.
2. Izzo Jr GJ L, et.al. Seventh Report of JNC on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension
2003;42:1206-1252.
3. Ram S CV. Management of hypertensive emergencies:Changing
therapeautic options. Am Heart J 1991;122:356-363.
4. Ram S CV. Current Consepts in the Diagnosis and Management of
Hypertensive Urgencies and Emergencies. Keio J Med 1990; 4:225-236.
44

5. Vidt DG. Management of Hypertensive Emergencies and Urgencies. In:


Hypertension Primer 2nd Editions.. Eds. Izzo Jr G JL, and Black HR.
American Heart AssociatioNn 1999; p. 437-440.
6. Alpert J. S, Rippe J.M ; 1980 : Hypertensive Crisis in manual of
Cardiovascular Diagnosis and Therapy, Asean Edition Little Brown and
Coy Boston, 149-60.
7. Anavekar S.N. : Johns C.I; 1974 : Management of Acute Hipertensive
Crissis with Clonidine (catapres ), Med. J. Aust. 1 :829-831.
8. Angeli.P. Chiese. M, Caregaro,et al, 1991 : Comparison of sublingual
Captopril and Nifedipine in immediate Treatment of hypertensive
Emergencies, Arch, Intren. Med, 151 : 678-82.
9. Anwar C.H. ; Fadillah. A ; Nasution M. Y ; Lubis H.R; 1991 : Efek akut
obat anti hipertensi (Nifedipine, Klonodin Metoprolol ) pada penderita
hipertensi sedang dan berat ; naskah lengkap KOPARDI VIII, Yogyakarta,
279-83.
10. Bertel. O. Conen D, Radu EW, Muller J, Lang C : 1983:Nifedipine in
Hypertensive Emergencies, BrMmmed J, 286; 19-21.
11. Calhoun D.A, Oparil . S ; 1990 : Treatmenet of Hypertensive Crisis, New
Engl J Med, 323 : 1177-83.
12. Gifford R.W, 1991 : Management of Hypertensive Crisis, JAMA
SEA,266; 39-45.
13. Gonzale D.G, Ram C.SV.S., 1988 : New Approaches for the treatment of
Hypertensive Urgencies and Emergencies, Cheast, I, 193-5.
14. Haynes R.B, 1991 : Sublingual Captopril and Nifedipine on Hipertensive
Emergencies, ACP Journal Clib, 45.
15. Houston MC ; 1989 : Pathoplysiology Clinical Aspects and tereatment
Dis, 32, 99-148.

45

16. Langton D, Mcgrath B ; 1990 : Refractory Hypertantion and Hypertensive


Emergencies in Hypertention Management, Mc Leman & Petty Pty
Limited, Australia, 169-75.

46

Anda mungkin juga menyukai