10 APRIL 2011
Meja 7
Kau masih suka cappuccino
kan, Mas?
Tentu saja. Ada apa? Kenapa
menarik-narik rambut dan senyamsenyum seperti itu?
Kalau begitu mari angkat cangkir.
Ayo!
Kau pembohong yang manis,
dari dulu kau memang tak suka minuman ini.
Ketahuan, ya? Habis bagaimana, kalau tidak tubruk tidak mantap. Bahkan, kopi kampung yang
dicampur bubuk jagung pun lebih
enak ketimbang favoritmu ini.
Ngawur, ah. Mengapa sih butuh
enam bulan pura-pura suka?
Aku tak mau membuatmu kecewa.
Kenapa tak boleh kalau hanya
urusan kopi?
E..., aku ingin mengesankanmu.
Ha ha ha. Payah, ah. Kalau ingin
membuatku terkesan, kenapa tak
menari di tengah sana dengan kaki
terangkat sebelah dan lidah terjulur?
Sungguh?
Tidak, dungu.
Meja 10
Kalau yang diminta bergerak
orang-orang itu agak repot, Bang.
Harganya lebih tinggi?
Bukan itu, mereka panasan. Bisa
geger nanti.
Malah bagus, tho?
Kalau ada yang mati?
Pelankan suaramu.
Sori.
Prinsipnya, mereka jangan sengaja disuruh bunuh orang begitu,
kita ini bukan binatang. Tapi, kalau
terpaksa ada yang habis, apa boleh
buat.
Kodenya apa?
Pita biru.
Meja 4
Tetap Sora Aoi, Miyabi pipinya
nggak halus.
Malah alami, dong. Sora sampai
sekarang mainnya begitu-begitu saja. Belum berani nggak sensor.
Nggak pentinglah itu, kita kan
tetap bisa membayangkan.
Tanggung.
Tapi penghayatannya, Bung,
penghayatannya. Bahkan kalau lawan mainnya kayak babi sekalipun,
Sora tetap menciumnya sepenuh
hati.
Layak menang Oscar? Ha ha ha.
Okelah, malah enak, kita tak perlu
bertengkar siapa milih siapa bila
suatu hari tiba-tiba saja kita terjebak di kamar bersama mereka. Tapi, tahu tidak, Bung, sekarang ini di
Jepang yang lagi naik daun justru
pemain yang tua-tua.
Genre mature dan lolita kan sudah dari dulu ada?
Meja 7
Kalau Mas bilang ingin setia,
apa itu berarti kau juga ingin aku
setia?
Aduh, jelas dong.
Itu tiran namanya, fasis.
Serius ini, memangnya kau tak
keberatan aku main gila?
Kalau itu maumu, aku bisa
apa?
Tidak sakit hati?
Pasti, tapi apa bisa melarang?
Laki-laki dilarang sampai berbuih
pun percuma kalau memang punya
niatan ke sana. Untuk adilnya, wanita juga.
Bisa gila aku sore ini. Bagaimana kalau sudah menikah?
Terserah mereka.
Kok mereka?
Ya mereka yang menikah itu.
Meja 9
Si Tennyson ini pasti bodoh atau
sok tahu luar biasa.
Ada apa, Neng, mendadak sewot
begitu? Teni... sopo, tho?
Alfred Lord Tennyson.
Bos baru di kantormu?
Bukan, dia ini... Begini deh, dia
ini dulu sekali kira-kira pernah bilang kalau lebih baik pernah bercinta sekalipun akhirnya putus di
tengah jalan ketimbang nggak pernah mencintai sama sekali. Apa tidak gemblung, Mbak?
Menurutku apik itu, orang jadi
punya kenang-kenangan.
Ah mending tidak cinta-cintaan.
Sakitnya itu betul-betul lho, Mbak.
Hati, Mbak, hati.