Anda di halaman 1dari 35

BAB III

KOPLING TETAP
Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran
dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa terjadi slip), di
mana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis lurus atau dapat sedikit berbeda
sumbunya. Berbeda dengan koplingtak tetap yang dapat dilepaskan dan dihubungkan bila
diperlukan, maka kopling tetap selalu dalam keadaan terhubung.

3.1. Macam-macam Kopling Tetap


Kopling tetap mencakup kopling kaku yang tidak mengizinkan ketidak lurusan
kedua sumbu poros, kopling luwes (fleksibel) yang mengizinkan sedikit ketidak lurusan
sumbu poros, dan kopling universal yang dipergunakan bila kedua poros akan membentuk
sudut yang cukup besar (Gambar 3.1).
(a) Kopling kaku
1. Kopling bus

2. Kopling flens kaku

3. Kopling flens tempa

(b) Kopling luwes


1. Kopling flens luwes

2. Kopling karet ban

3. Kopling karet bintang

4. Kopling gigi

5. Kopling rantai

(c) Kopling universal


1. Kopling universal Hook

3.2.

2. Kopling universal kecepatan tetap

Hal-hal Penting Dalam Perencanaan Kopling Tetap

Dalam merencanakan suatu kopling tetap, hal-hal berikut ini menjadi pertimbangan :
1) Pemasangan yang mudah dan cepat
2) Ringkas dan ringan
3) Aman pada putaran tinggi; getaran dan tumbukan kecil
4) Tidak ada atau sesedikit mungkin bagian yang menjorok (menonjol)
5) Dapat mencegah pembebanan lebih

103

6) Terdapat sedikit kemungkinan gerakan aksial pada poros sekiranya terjadi pemuaian
karena panas, dll.

3.3.

Kopling Kaku
Kopling kaku dipergunakan bila kedua poros harus dihubungkan dengan sumbu

segaris. Kopling ini dipakai pada poros mesin dan transmisi umum di pabrik-pabrik.
Kopling flens kaku terdiri atas naf dengan flens yang terbuat dari besi cor atau baja
cor, dan dipasang pada ujung poros dengan diberi pasak serta diikat dengan baut pada
flensnya. Dalam beberapa hal naf dipasang pada poros dengan sambungan pres atau
kerucut.
Kopling ini tidak mengizinkan sedikitpun ketidak lurusan sumbu kedua poros serta
tidak dapat mengurangi tumbukan dan getaran transmisi. Pada waktu pemasangan, sumbu
kedua poros harus terlebih dahulu diusahakan segaris dengan tepat sebelum baut-baut flens
dikeraskan.
Mula-mula perlu diketahui besarnya daya dan putaran yang akan diteruskan poros
penggerak. Jika diameter poros penggerak sudah tertentu seperti pada poros motor listrik,
periksalah diameter tersebut dan ambil diameter yang sama untuk poros yang digerakkan.
Bila bahan poros ditentukan sesuai dengan standar, maka kekuatannya dapat
diketahui dengan jelas. Tetapi jika bahan tersebut ditentukan sebagai baja liat misalnya,
maka ambillah harga kadar karbon terendah sebesar 0,2 (%) dari kadar yang dimungkinkan
antara 0,2 dan 0,3 (%), lalu kalikan dengan 100 dan tambahkan 20 pada hasil perkalian
tersebut untuk memperoleh harga kekuatan tarik B dari bahan yang bersangkutan.
Selanjutnya pilih Sf1 sebesar 6 atau 5,6 , dan tentukan Sf 2 dengan memperhatikan
apakah ada alur pasak atau tangga pada poros, untuk memperoleh tegangan geser yang
diizinkan a (kg/mm 2 ). Kemudian tentukan faktor koreksi K t . Jika dapat dipastikan bahwa
nanti tidak akan ada elemen yang dipasang pada poros yang dapat memberikan momen
lentur, maka ambillah faktor koreksi lenturan C b = 1 , dan jika nanti ada kemungkinan
mengganti kopling dengan sabuk-V atau alat transmisi lain yang menimbulkan lenturan
maka harga Cb perlu diambil antara 1,2 hingga 2,3. Diameter poros d s (mm ) selanjutnya

104

5,1

dapat dihitung dengan persamaan d s = K t C b T


a

1/ 3

, dan ukuran yang diambil dapat

diperoleh dari harga-harga dalam Tabel 1.7

Gambar 3-1 Macam-macam kopling tetap


105

Tabel 3.1 Ukuran kopling flens (JIS B 1451 1962)


(Satuan : mm)
D

G
Tanpa
A

bingkai
(halus
saja)

Diam

Diam

eter

eter

luban

luban

min.

maks.

Kasar

Halus

Kasar

Halus

K n

Kasar

Halus

(112)

(100)

25

20

40

45

75

11,2

18

22,4

31,5

10,5

10

125

112

28

22,4

45

50

85

11,2

18

22,4

31,5

10,5

10

140

124

35,5

28

50

63

100

11,2

18

22,4

31,5

10,5

10

160

140

45

35,5

56

80

112

15

20

28

35,5

14

14

(180)

(160)

50

40

63

90

132

15

20

28

35,5

14

14

200

180

56

45

71

100

140

18

22,4

35,5

40

18

16

(224)

(200)

63

50

80

112

160

18

22,4

35,5

40

18

16

250

224

71

56

90

125

180

23,6

28

45

50

21

20

(280)

(250)

80

63

100

140

200

23,6

28

45

50

21

20

315

280

90

71

112

160

236

26,5

35,5

50

63

24

25

(355)

(315)

100

80

125

180

265

26,5

35,5

50

63

24

25

Jika kopling akan dipasang pada poros dengan menggunakan pasak, tentukan
diameter perhitungan terletak antara harga diameter lubang maksimum dan minimum dari
Tabel 3.1. Dengan demikian maka seluruh ukuran kopling dapat ditentukan. Selanjutnya
hanya kopling dari standar yang ada mencakup SS41B untuk baut dan mur, FC200, SC42,
SF45, dsb., untuk flens, dll. (Tabel 3.2). Dalam hal ini telah diambil faktor-faktor
keamanan yang cukup besar hingga pada umumnya ukuran yang ditentukan secara di atas

106

akan lulus dari hampir semua pemeriksaan. Namun demikian jika ternyata masih kurang
kuat, dapat diambil bahan baut yang mempunyai kadar karbon yang lebih tinggi, atau ambil
bahan lain untuk flensnya.

Elemen

Tabel 3.2 Bahan untuk flens dan baut kopling tetap


Kekuatan
Tipe standar

Lambang

Perlakuan panas

tarik

Keterangan
2

(kg/mm )
Pelunakan temperatur
Besi cor kelabu
(JIS G 5501)

FC 200

rendah

20

FC250

25

FC300

30

FC350

35

Flens

Penormalan.
SC37

Pelunakan

37

Baja karbon cor

SC42

42

(JIS G 5101)

SC46

46

SC49

49

Kadang-kadang
setelah
penormalan
dilanjutkan
dengan
ditemper.

Baja karbon

SF50

Pelunakan

50 60

Perlakuan

tempa

SF55

55 65

panas yang lain

(JIS G 3201)

SF60

60 - 70

juga dilakukan.

S20C

40

S35C

50

S40C

60

S45C

70

SS41B

40

SS50B

50

S20C-D

50

S35C-D

60

Baja karbon
untuk
konstruksi
mesin
Baut dan mur

(JIS G 3102)
Baja karbon
untuk
konstruksi
biasa
(JIS G 3101)
Baja batang
difinis dingin
(JIS G 3123)

107

Untuk dapat menyetel lurus kedua sumbu poros secara mudah, permukaan flens
yang satu dapat dibubut ke dalam dan permukaan flens yang menjadi pasangannya dibubut
menonjol sehingga dapat saling mengepas.
Bagian yang perlu diperiksa adalah baut. Jika ikatan antara kedua flens dilakukan
dengan baut-baut pas, di mana lubang-lubangnya dirim, maka meskipun diusahakan
ketelitian yang tinggi, distribusi tegangan geser pada semua baut tetap tidak dapat dijamin
seragam. Makin banyak jumlah baut yang dipaki, makin sulit untuk menjamin keseragaman
tersebut. Sebagai contoh dalam hal kopling yang mempunyai ketelitian rendah, dapat
terjadi bahwa hanya satu baut saja yang menerima seluruh beban transmisi hingga dalam
waktu singkat akan putus. Jika setelah baut ini putus terjadi lagi pembebanan pada satu
baut, maka seluruh baut dapat mengalami hal yang sama dan putus secara bergantian.
Biasanya dalam perhitungan dianggap bahwa hanya 50 (%) saja dari seluruh baut
yang berjumlah n buah menerima seluruh beban secara merata. Jika jumlah baut efektif
yang menanggung beban dinyatakan dengan ne maka, besarnya tegangan geser pada baut
dapat dihitung sbb. :

T=

b =

d b b ne
2

8T

d b ne B
2

B
(kg.mm)
2

(3-1)

(kg/mm )
2

(3-2)

b ba

(3-3)

ba adalah suatu harga yang diperoleh misalnya dengan membagi kekuatan tarik 41
(kg/mm2) dari bahan SS41 dengan faktor keamanan Sf b = 6 . Bagian yang mengalami
konsentrasi tegangan seperti bagian ulir harus dijauhkan dari permukaan kontak dari
kopling. Dalam hal ada tumbukan, maka b harus dikalikan dengan faktor K b yang dipilih
antara 1,5 dan 3.
Bagian berikutnya yang memerlukan perhatian adalah flens. Untuk kopling yang
dipergunakan bagi tugas-tugas penting seperti menghubungkan turbin dengan generator,

108

pakailah baja tempa untuk menghindari adanya bagian yang keropok. Untuk pemakaian
lain umumnya dipakai besi cor, dan jika dikehendaki bahan yang lebih kuat dapat dipakai
baja cor. Karena bagian yang keropok peka terhadap tumbukan, maka faktor koreksi K F
harus diambil sebesar 2 atau 3 dan dikalikan pada F .
Rumus-rumus perencanaannya adalah :

T = CF F

C
2

Maka

F =

2T
C 2 F

(3-4)

F Fa

(3-5)

Jika baut pas dipakai, gesekan antara kedua flens dapat juga meneruskan momen;
tetapi gesekan ini biasanya diabaikan.
Ada juga flens yang ditempa menjadi satu dengan poros pada ujung poros dan
disebut poros flens tempa. Keuntungannya adalah diameter flens dapat dibuat kecil karena
tidak memerlukan naf.

Contoh Soal 3-1


Pilihlah suatu kopling flens kaku yang dihubungkan dengan poros baja liat dengan
sebuah pasak untuk meneruskan daya sebesar 65 (PS) pada 180 (rpm), dan
periksalah kekuatan baut dan flens.

[Penyelesaian]
1. P = 65 (PS) =

0,735 65 = 47,78 (kW ), n1 = 180 (rpm )

2. f c = 1,2
3. Pd = 1,2 47,78 = 57,34 (kW )
4. T = 9,74 10 5 57,34/180 = 3,10 10 5 (kg.mm )

109

5. Dengan mengambil kadar karbon untuk baja liat sebesar 0,20 (%), maka kekuatan
tariknya B adalah :

B = 0,20 100 + 20 = 40 (kg/mm 2 )


Sf 1 = 6,0 , Sf 2 = 2,0

6. sa = 40/ (6,0 2,0 ) = 3,33 kg/mm 2

7. K t = 2,0 , C b = 1,0
5,1

8. d s =
2,0 1,0 3,10 10 5
3,33

1/ 3

= 98,2 (mm ) 100 (mm )

9. Dari Tabel 2.1 , A = 355 (mm), B = 260 (mm), C = 180 (mm), L = 125 (mm), a = 25
(mm), n = 8
10. = 0,5, ne = 0,5 8 = 4
8 3,10 10 5
= 1,21 (kg/mm 2 )
11. b =
2
25 4 260
12. Dengan bahan baut SS41B, B = 41 (kg/mm 2 )
Faktor keamanan Sf b = 6
Faktor koreksi K b = 3,0
13. ba = 41/ (6 3) = 2,28 (kg/mm 2 )
14. 1,21 < 2,28 , baik

15. Bahan flens FC200, F = 35,5 (mm ), B = 17 kg/mm 2 , Sf F = 6, Faktor koreksi K F = 3

16. Fa = 17/ (6 3) = 0,94 kg/mm 2

2 3,10 10 5
= 0,17 kg/mm 2
17. F =
2
180 35,5

18. 3,0 0,17 = 0,51 < 0,94 kg/mm 2 , baik


19. Diameter luar kopling A = 355 (mm) kopling standar.

d s = 100 (mm ), Baut : M25 8 (pcs )


Bahan baut : SS41. Bahan flens : FC200

110

Ujung poros mesin yang digerakkan sering kali lebih pendek dari pada panjang naf
kopling standar. Dalam hal demikian ukuran kopling standar harus dirubah. Di sini perlu
diperhatikan bahwa pasak juga akan menjadi lebih pendek.
Di dalam JIS B1451, diameter luar maksimum kopling standar adalah 355 (mm).
Diameter poros terbesar adalah 100 (mm). Jika suatu poros harus dibuat lebih besar dari
yang diperlukan, maka kopling perlu direncanakan tersendiri. Untuk melakukan
perencanaan tersebut, pengetahuan dasar dan tata cara standar seperti yang diuraikan di atas
tetap dapat dipergunakan.

3.4.

Kopling Karet Ban


Mesin-mesin yang dihubungkan dengan penggeraknya melalui kopling flens kaku,

memerlukan penyetelan yang sangat teliti agar kedua sumbu poros yang saling
dihubungkan dapat menjadi satu garis lurus. Selain itu, getaran dan tumbukan yang terjadi
dalam penerusan daya antara mesin penggerak dan yang digerakkan tidak dapat diredam,
sehingga dapat memperpendek umur mesin serta menimbulkan bunyi berisik.
Untuk menghindari kesulitan-kesulitan di atas dapat dipergunakan kopling karet
ban. Kopling ini dapat bekerja dengan baik meskipun kedua sumbu poros yang
dihubungkannya tidak benar-benar lurus. Selain itu kopling ini juga dapat meredam
tumbukan dan getaran yang terjadi pada transmisi.
Meskipun terjadi kesalahan pada pemasangan poros, dalam batas-batas tertentu,
kopling ini masih dapat meneruskan daya dengan halus. Pemasangan dan pelepasan juga
dapat dilakukan dengan mudah karena hubungan dilakukan dengan jepitan baut pada ban
karetnya. Variasi beban dapat pula diserap oleh ban karet, sedangkan hubungan listrik
antara kedua poros dapat dicegah.
Karena keuntungannya semakin banyak, pemakaian kopling ini semakin luas.
Meskipun harganya agak lebih tinggi dibandingkan dengan kopling flens kaku, namun
keuntungan yang diperoleh dari segi-segi lain lebih besar.
Beberapa produsen kopling ini menyediakan ukuran-ukuran standar. Untuk
merencanakan atau melakukan pemilihan, perlu diketahui lebih dahulu besarnya daya yang
akan diteruskan, putaran poros, mesin yang dipakai, persyaratan kerja, dll., seperti pada

111

perencanaan kopling flens. Sesudah tipe yang sesuai dipilih, kemudian diperiksa kekuatan
bagian-bagiannya serta bahan yang dipakai.

Gambar 3-2 Daerah kesalahan yang diperbolehkan pada kopling karet ban.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan seperti pada kopling flens kaku.
Salah satu dari padanya adalah taksiran variasi momen puntir, sebagai tambahan atas
momen yang dihitung dari daya dan putaran poros.
Misalkan momen puntir yang diteruskan bervariasi seperti dalam Gambar 2.3. Garis
putus-putus menyatakan momen puntir Tm (kg.mm ) yang dihitung dari daya nominal
P (kW ) dan putaran n1 (rpm ) dari suatu motor listrik. Motor tersebut mampu memberikn

daya tambahan yang cukup besar sesuai dengan permintaan di atas daya rata-rata yang
sesungguhnya.

Gambar 3-3 Susunan Kopling karet ban

112

Tm = 9,74 10 5 P / n1 (kg.mm )

(3-6)

Bila terdapat sedikit variasi momen, kalikan harga Tm dengan faktor


f c untuk tumbukan dan umur ban (lihat Tabel 3.4)
Bila variasi momen sangat besar seperti dikemukakan di atas, kalikan
harga Tmax (kg.mm ) yang terbesar dalam satu putaran dengan faktor koreksi
yang sama f c seperti di atas :

Momen puntir (kg . m)

Td = f c Tmax

(3-7)

Tmax
Tm
0

/2

3/2

Sudut putaran (rad)


Gambar. 3.4 Variasi momen
puntir

Pilihlah ukuran sedemikian rupa hingga momen

Td (kg.mm ) lebih

rendah dari pada momen normal maksimum dari kopling standar Tu (kg.mm ).
Perlu juga diperiksa apakah momen awal yang dikenakan beberapa
kali dalam sehari juga lebih rendah dari harga Td ini.
Untuk perhitungan diameter poros, faktor koreksi K t untuk poros
sudah tercakup di dalam Td . Faktor koreksi lenturan C b ditentukan atas dasar
perkiraan apakah kopling tersebut di masa mendatang akan diganti dengan alat
lain yang menimbulkan momen lentur pada poros. Biasanya perhitungan

113

didasarkan atas harga C b = 1 , yaitu dengan anggapan tidak akan ada


penggantian kopling dengan alat lain.
Tabel 3.3 Faktor koreksi fc

Macam

penggerak

mula

Variasi momen puntir


Kecil

Sedang
Motor Diesel
dengan 6

Mobil listrik
Turbin uap

silinder atau
lebih. Motor
bensin dengan
4 silinder atau

Watak sisi

lebih.

yang digerakkan

Besar
Motor Diesel
dengan
kurang dari 6
silinder.
Motor bensin
dengan
kurang dari 4
silinder.

Momen awal : kecil


Variasi momen : kecil
I

Kejutan : ringan

1 1,5

1,5 2

23

1,5 2

2 2,5

2,5 4

2 2,5

2,5 3,5

3,5 5

Putaran balik : tidak


ada
Momen awal : sedang
Variasi momen :
II

sedang
Kejutan : sedang
Putaran balik : tidak
ada
Momen awal : besar

III

Variasi momen : besar


Kejutan : berat
Putaran balik : banyak

114

Pemakaian praktek

fc

Motor listrik pompa minyak

1,0 Motor torak roda gigi reduksi

2,5

Motor listrik roda gigi reduksi

2,0

Motor listrik kompresor

3,0 Motor torak pompa minyak

Pemakaian praktek

fc

(4 silinder)
2,5

(4 silinder)
Motor torak generator

3,5

(6silinder)
Dengan demikian rumus untuk diameter poros adalah :

5,1
d s = Td
a

1/ 3

(3-8)

Diameter poros dari motor induksi yang tertutup dan didinginkan dengan kipas
diperlihatkan dalam Tabel 3.5. Selanjutnya, perhitungan kekuatan geser dari
bagian permukaan ban yang menempel pada logam pemasang diperlihatkan dalam
Gambar 3.5.

Tabel 3.4 Diameter poros motor induksi tiga fasa (tertutup seluruhnya, didinginkan dengan
(mm)

kipas)

PS

kW

4 (kutup)

6 (kutup)

8 (kutup)

0,5

0,4

14 16

18 19

22

0,75

18 19

22 24

24

1,5

24 28

24 28

28

2,2

24 28

28 35

35

3,7

28 35

32 35

35

7,5

5,5

32 35

32 42

42

10

7,5

35 42

42

42

15

11

42

45

48

20

15

45

45 48

55

25

18,5

48

48 55

60

30

20

55

55 60

65

115

Bagian yang menempel dapat dibagi atas bagian piringan dan bagian
silinder. Luas tempelan S1 dan S2 (mm2) untuk ukuran-ukuran yang
bersangkutan diperlihatkan dalam Tabel Ukuran-ukuran dasar dan kapasitas
kopling karet ban. Jika diameter luar dari bagian piringan dan silinder adalah
d1 dan d2 (mm), maka tegangan geser t (kg/mm2) yang timbul pada bagian
yang menempel adalah :

Gambar 3-5 Lambang-lambang pada kopling karet ban


d
d1 + d 2
+ S 2 2 t = Td
S1
4
2

t = Td / S1

d1 + d 2
d
+ S2 2
4
2

(3-9)

Tegangan geser yang diizinkan ta antara ban kopling dan logam pemasang
adalah 0,04 kg/mm2).

1 ta

(3-10)

Pemeriksaan selanjutnya perlu dilakukan pada baut pengikat antara


flens dengan logam pemasang kopling ban. Dalam hal kopling flens kaku
yang diikat dengan baut pas, perhitungan kekuatan didasarkan pada setengah

116

dari jumlah seluruh baut, karena distribusi gaya geser yang tidak merata.
Tetapi pada kopling karet ban, karena flens diikat denga baut tanam, maka
momen yang diteruskan dapat dianggap terbagi rata pada semua baut. Dengan
pemakaian baut tanam ini, tegangan geser terjadi pada ulir baut sehingga
konsentrasi tegangan harus diperhatikan. Di sini faktor konsentrasi tegangan
dapat diambil sebesar 3,0. Maka besarnya tegangan geser yang diizinkan pada
baut adalah :

ba = B / (Sf1 Sf 2 )

(3-11)

Jika diameter inti baut adalah d r , maka :

b =

8Tmax

(3-12)

d r ne B
2

ne = n

(3-13)

Akhirnya, pada kopling yang dipergunakan untuk meneruskan daya


dari suatu penggerak mula dengan momen puntir yang sangat bervariasi
seperti sebuah motor torak dengan jumlah silinder sedikit, atau kopling untuk
menggerakkan mesin dengan beban yang bervariasi secara periodik, maka
getaran puntir perlu diperiksa.
Jika jumlah puncak momen tiap putaran adalah v, dan putaran poros n1
(rpm), maka frekwensi momen puntir adalah vn1. Dalam hal seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 2.3, besarnya frekwensi adalah 2n1.
Momen inersia poros yang digerakkan dinyatakan dengan I1

(kg.cm.s2). Jika GD1 kg.m 2 diberikan, maka I 1 = 10 4 GD1 (4 980) . Ini


2

adalah jumlah momen inersia beban dan dari momen inersia kopling.
Momen inersia dari satu flens dapat diperoleh dari Tabel 2.6, yang besarnya
adalah setengah dari selisih antara momen inersia logam logam pemasang dan
momen inersia badan kopling.

117

Momen inersia dari motor induksi dapat diperoleh dari GDm

dari

Tabel 2.7. Jumlahan dari 10 4 GDm (4 980 ) dan dari momen inersia
2

adalah I m .
Jika roda gigi reduksi dipakai antara motor dan kopling, maka

GD 2 dari motor dan pinyon harus dikalikan dengan kuadrat dari perbandingan
reduksi i (i > 1). Hasil perkalian tersebut setelah ditambah dengan GD 2 dari
roda gigi kemudian dikalikan dengan (104/4 x 980).
Jika konstanta pegas kopling ban adalah k (kg.cm/rad), maka harga
ukuran-ukuran yang bersangkutan adalah seperti yang tertera dalam Tabel 3-5.
Dengan sistem poros seperti yang digambarkan dalam Gambar 3.8, putaran
kritisnya nc (rpm ) adalah :

nc =

60 1
1
k +
2
Il Im

(3-14)

Adalah suatu hal yang dapat dipandang baik jika frekwensi variasi momen
puntir vn1 tidak lebih dari 0,8 nc .

Il

Im

Sisi penggerak

Sisi yang digerakkan

Gambar 3.6 Pendekatan suatu system poros

118

Tabel 3.5 Momen inersia kopling karet ban


Momen inersia (kg.cm2)

Konstanta
pegas puntir

No. Kopling

kopling

Badan kopling

(kg.cm/rad)

Logam
pemasang

No. 100

4,25 x 103

0,0035

0,0086

No. 120

7,91 x 103

0,0079

0,020

No. 140

2,02 x 104

0,016

0,040

No. 160

1,77 x 104

0,030

0,074

No. 185

2,94 x 104

0,049

0,130

No. 210

3,91 x 104

0,087

0,23

No. 265

6,07 x 10

0,38

0,83

No. 340

1,88 x 105

1,07

3,1

No. 445

5,10 x 105

3,4

10,1

No. 550

1,00 x 106

7,5

29

No. 700

1,80 x 106

17

84

Tabel 3.6 GDm dari motor induksi tiga fasa (tertutup seluruhnya,
didinginkan dengan kipas)
(kg.m2)

PS

kW

4 (kutup)

6 (kutup)

8 (kutup)

0,5

0,4

0,006

0,009

0,015

0,75

0,013

0,017

0,028

1,5

0,019

0,031

0,102

2,2

0,031

0,052

0,12

3,7

0,063

0,127

0,23

7,5

5,5

0,13

0,22

0,37

10

7,5

0,18

0,36

0,55

15

11

0,27

0,52

1,23

20

15

0,37

0,95

1,72

25

18,5

0,59

1,2

30

20

0,72

1,4

119

(kg . m)

Momen puntir

10

Tmax = 11 kg.m
5

Tm = 5,02 kg. m
0

/2

3/2

Sudut putaran (rad)

Gambar 3-7 Variasi momen puntir

120

Contoh Soal 3-2


Sebuah kompresor yang menimbulkan variasi momen puntir seperti
dalam Gambar 3.9 dalam satu putaran poros, digerakkan oleh sebuah
motor induksi sebesar 5,5 (kW) pada 960 (rpm). Pilihlah suatu kopling
karet banuntuk menghubungkan kedua mesin tersebut. Motor tersebut
mempunyai poros berdiameter 42 (mm), GD 2 sebesar 0,22 (kg . m2), dan 6
buah kutup, sedangkan kompresor mempunyai GD 2 sebesar 0,12 (kg
.m2). Ukuran kopling dsb. terdapat dalam Tabel 3.4

[Penyelesaian]
1. P = 5,5 (kW ), n1 = 960 (rpm )
2. Tm = 9,74 10 5 5,5/960 = 5580 (kg . mm )
3. Tmax = 11000 (kg . mm ), v = 2
4. Dari Tabel 2.7, fc = 3,0
5. Td = 3,0 11000 = 33000 (kg . mm )
6. No. 265 A = 265 (mm)
Momen

normal

maksimum

Tu = 36 (kg . m ) > 33000 (kg . mm ), B = 140 (mm ),


C = 100 (mm ), L = 71 (mm ), F = 14 (mm ), d = 12 (mm ), n = 2 6

7. Bahan poros S45C

B = 58 (kg/mm 2 ), Sf1 = 6,0


dengan alur pasak Sf 2 = 2,5
Pengaruh tangga poros adalah kecil.
8. a =

58
= 3,87 kg/mm 2
6,0 2,5

5,1

9. d s =
33000
3,87

1/ 3

= 35,1 (mm )

Diameter poros sebesar 35 (mm) dapat dipandang cukup. Tetapi karena


diameter poros motor adalah 42 (mm), maka diameter yang sama juga
harus diambil untuk poros yang digerakkan.

121

10. Dengan diameter naf kopling No. 265 sebesar 100 (mm), diameter lubang
poros maksimum adalah 56 (mm). Jadi diameter poros sebesar 42 (mm)
adalah cukup baik.
11. Periksa konsentrasi tegangan pada alur pasak.
Untuk diameter poros sebesar 38 sampai 44 (mm), ukuran pasak adalah 12
x 8.
Jari-jari

filet

r1 , r2 = 0,25 sampai 0,40 (mm ) ambil 0,4 (mm ).

Maka

0,4/42 = 0,0095 ,
= 3,2
Konsentrasi tegangan ternyata lebih besar dari taksiran semula yaitu
sebesar 2,5.
Karena itu perlu diadakan koreksi.

3,87 2,5/3,2 = 3,02 kg/mm 2

Periksa apakah tegangan geser yang diperoleh dengan mengalikannya


dengan Td = 33000 (kg . mm ) untuk poros tanpa pasak adalah lebih kecil
dari 3,02 (kg/mm2) atau tidak.

5,1 33000/42 3 = 2,27 < 3,02 kg/mm 2 baik.


12. Luas penempelan antara ban dengan logam pemasang.

Bagian piringan S1 = 10287 mm 2

Bagian silinder S 2 = 6180 mm 2

d1 = 200 (mm ), d 2 = 164 (mm ), a = 0,04 kg/mm 2

200 + 164
164

2
13. = 33000/ 10287
+ 6180
= 0,023 kg/mm
4
2

14. 0,023 < 0,04 , baik.

15. Bahan baut S20C, B = 41 kg/mm 2

d b1 = 10,863 (mm ), B = 140 (mm ), n = 6, Sf1 = 6, Sf 2 = 3, f c = 3

16. ba = 41/ (6 3) = 2,28 kg/mm 2


17. b =

8 11000

(10,863) 6 140
2

= 0,283 kg/mm 2

122

18. 3,0 0,283 = 0,849 < 2,28, baik

19. Kompresor : GD 2 = 0,12 kg . m 2

(
)
Kopling : I = (0,83 - 0,38) = 0,45 (kg . cm . s )
Sisi digerakkan I = 0,306 + (0,45/2 ) = 0,531 (kg . cm . s )
Motor : GD = 0,22 (kg . m ), I = 10 22/ (4 980 ) = 0,56 (kg . cm . s )
Sisi penggerak : I = 0,560 + (0,45/2 ) = 0,785 (kg . cm . s )
I = 10 4 0,12/ (4 980) = 0,306 kg . cm 2

Konstanta pegas puntiran : k = 6,07 10 4 (kg . cm/rad)


20. nc =

60
1
1
+
6,07 10 4
= 4180 (rpm)
2
0,531 0,785

21. 2 960/4180 = 0,46 < 0,8 , baik


22. No. 265 Diameter luar 265 (mm)
Diameter poros 42 (mm), bahan poros S45C
Baut M12 x 6 (buah) x dua sisi
Bahan baut S20C

3.5 Kopling Fluida


Dalam tahun 1905 oleh Fettinger di Jerman dibuat untuk pertama kali
suatu kopling yang meneruskan daya melalui fluida sebagai zat perantara.
Kopling ini disebut kopling fluida, di mana antara kedua poros tidak terdapat
hubungan mekanis.
Bila suatu impeler pompa dan suatu raner turbin dipasang saling
berhadapan, di mana keduanya berada di dalam ruangan yang berisi minyak,
maka jika poros input yang dihubungkan dengan impeler pompa diputar,
minyak yang mengalir dari impeler tersebut akan menggerakkan raner turbin
yang dihubungkan dengan poros output. Momen puntir yang diteruskan adalah
berbanding lurus dengan pangkat lima dari diameter luar kopling dan kuadrat
dari putaran. Dalam keadaan bekerja normal, putaran poros output adalah
lebih rendah dari pada putaran poros input. Perbedaan putaran ini disebut slip,

123

yang besarnya antara 2 sampai 5 (%) dari putaran poros input. Dalam keadaan
slip sebesar ini efisiensi kopling mencapai harga maksimumnya.

Gambar 3-8 Bagan kopling fluida


Kopling fluida sangat cocok untuk mentransmisikan putaran tinggi dan
daya besar. Keuntungan dari kopling ini adalah bahwa getaran dari sisi
penggerak dan tumbukan dari sisi beban tidak saling diteruskan. Demikian
pula pada waktu terjadi pembebanan lebih, penggerak mulanya tidak akan
terkena momen yang melebihi batas kemampuan. Oleh karena itu umur mesin
dan peralatan yang dihubungkannya akan menjadi lebih panjang dibandingkan
dengan pemakaian kopling tetap biasa. Selain hal di atas, diameter poros juga
dapat diambil lebih kecil. Start dapat dilakukan dengan lebih mudah dan
percepatan dapat berlangsung lebih halus, karena kopling dapat diatur
sedemikian rupa hingga penggerak mula diputar lebih dahulu sampai
mencapai momen maksimumnya dan baru setelah itu momen diteruskan
kepada poros yang digerakkan. Jika beberapa kopling fluida dipakai untuk
menghubungkan beberapa penggerak mula secara serentak, distribusi beban
yang merata di antara mesin-mesin penggerak mula tersebut dapat diperoleh
dengan mudah.
Karena sifat-sifat tersebut di atas maka kopling ini banyak dipakai sebagai
penerus daya pada alat-alat besar, lokomotip , dsb., baik yang digerakkan oleh
motor listrik maupun (terutama) oleh motor bakar.
Dengan mengambil konveyor sebagai contoh mesin yang akan
digerakkan, kita akan meninjau perbedaan yang dapat diakibatkan oleh

124

penggunaan kopling kaku dan kopling fluida. Cara ini dapat dipakai untuk
memilih kopling fluida yang cocok.
Misalkan mesin yang digerakkan dalam keadaan bekerja dengan kapasitas
beban maksimum. Jika gaya tahanan pada sabuk yang menarik adalah F (kg),
diameter puli adalah D (m), dan kecepatan konveyor adalah V (m/min), maka
momen puntir tahanan T (kg . m) adalah :
T = F (D / 2 )

(3-15)

Putaran nv (rpm ) dari puli penggerak adalah :


nv = V / (D )

(3-16)

Dengan efisiensi mekanis sebesar , daya rata-rata yang diperlukan adalah :

Pm =

T (2 n p / 60 ) T 2 n p
=
102
6120

(3-17)

Pilihlah untuk sementara daya PMA (kW ) dan jumlah kutup (p) dari suatu
motor standar yang lebih besar dari daya di atas, dan carilah GD 2 motor
tersebut dari Tabel 3.6.
Bagilah bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat dari 0 hingga
mencapai kecepatan V pada waktu start, atas bagian yang bergerak lurus dan
bagian yang berputar. Tentukan harga GD 2 (kg . m2) dari masing-masing
bagian tersebut dalam bentuk momen inersia sudut untuk menghitung jumlah
harga GD 2 pada poros puli. Harga tersebut kemudian dibagi dengan 4 x 9,8

untuk mendapatkan momen inersia ekivalen I e kg . m. s 2 dari sistem.


Jika kecepatan sudut = 2 n1 / 60 (rad/s ) dicapai dalam jangka waktu
percepatan t ae (s ) , maka besarnya percepatan sudut (rad/s 2 ) adalah :

125

= 2 n1 / (60t ae )
Jika momen percepatan adalah Ta (kg . m), maka :

Ta = I e =

2 n1
GD 2

4 9,8 60t ae

(3-18)

Dalam keadaan pembebanan secara maksimum, momen puntir yang


diperlukan untuk start adalah :
Td = T + Ta

(3-19)

Pada beberapa mesin, beban permulaan yang dikenakan tidak berapa


besar, dan beban berat baru dikenakan setelah mesin bergerak. Tetapi, dalam
uraian di sini dibahas keadaan yang paling berat.
Penggerak mula yang umumnya dipakai adalah motor induksi. Motor
ini digolongkan atas 2 tipe menurut rotornya, yaitu : motor dengan lilitan, dan
motor dengan sangkar pada rotornya. Rotor sangkar selanjutnya dapat dibagi
atas rotor sangkar bajing (squirrel cage), dan sangkar bajing khusus. Macam
yang terakhir ini mempunyai arus awal yang rendah dan awal yang besar.
Motor dengan rotor lilitan harus selalu diberi tahanan awal pada sirkit
sekunder. Pada waktu start, suatu tahanan yang besar ditambahkan untuk
memberikan momen yang besar, dan dengan bertambahnya putaran, tahanan
diperkecil sehingga motor mengalami percepatan hingga tercapai putaran
normalnya. Cara semacam ini selain mahal juga menyulitkan pengendalian
jarak jauh.
Pada motor induksi macam sangkar bajing dengan daya kecil kurang
dari 3,7 (kW), tegangan jala dapat dikenakan secara langsung pada waktu
start. Dalam hal ini srus awal dapat mencapai 400 hingga 600 (%) arus
nominal. Motor dengan kapasitas 5,5 sampai 15 atau 20 (kW) menggunakan

126

hubungan bintang segitiga (Y ). Jika lilitan primer disusun dalam


hubungan bintang pada waktu start, maka masing-masing lilitan akan
mendapat tegangan sebesar 1 / 3 kali tegangan normalnya, dan arus yang
terjadi hanya sebesar 1/3 dari arus normalnya. Cara ini hanya dapat dipakai
untuk start dengan beban rendah. Motor dengan daya lebih besar dari 15 (kW)
menggunakan transformator lilitan tunggal tiga fasa yang disebut kompensator
start. Cara ini mempunyai kelemahan dalam hal faktor daya yang rendah,
pemakaian daya yang tinggi, dan mahal harganya.
Jika output nominal motor adalah PM (kW) pada n1 (rpm), maka besarnya
momen pada beban penuh TF (kg . m) adalah :

TF = 974

PM
n`

(3-20)

Sekarang kita perhatikan lebih lanjut hubungan antara TF dengan


momen awal.
Motor induksi sangkar bajing khusus seperti telah disebutkan di atas,
masih dapat dibagi lagi atas sangkar bajing ganda dan sangkar bajing alur
dalam.
Momen awal motor ditentukan dalam standar tidak kurang dari 125
(%) TF untuk daya kurang dari 3,7 (kW) (tipe sangkar bajing), dan 150 (%) TF
untuk daya lebih besar dari 5,5 (kW) (tipe sangkar bajing alur dalam dengan 4
kutup, dan 6 kutup). Momen maksimum adalah 175 (%) TF.
Dalam kenyataan momen awal dan momen maksimum dari motor
standar dengan daya kurang dari 37 (kW) adalah kurang lebih 200 (%) TF. Jika
diperlukan momen yang lebih besar dari momen awal motor standar ,
pemakaian suatu motor momen besar dengan tahanan sekunder yang tinggi
dapat menghasilkan momen awal sebesar kurang le bih 300 (%) TF, dengan
mengorbankan sedikit efisiensinya.
Karakteristik suatu motor induksi sangkar bajing menunjukkan momen
maksimum pada 80 sampai 90 (%) putaran sinkronnya. Putaran sinkron ns =

127

120 f/p (rpm), dimana f = frekwensi sumber listrik (Hz), dan p = jumlah kutup.
(Lihat Gambar 2.10). Karena itu jika momen pada beban puncak lebih besar
dari pada momen maksimum, maka putaran tidak dapat naik dengan cepat
sehingga akan menjadi sangat panas dan dapat terbakar pada akhirnya.

Gambar 3-9 Kurva momen puntir terhadap putaran dari motor induksi tiga fasa

Gambar 3-10

Jika jumlah start dalam sehari hanya beberapa kali saja maka daya
yang diperlukan adalah :

P=

T 2 n1
(kW )
6120

(3-21)

128

dimana T (kg . m) adalah momen yang diperlukan , n1 (rpm) adalah putaran,


dan adalah efisiensi mekanis. Untuk ini harus dipilih suatu motor dengan
output nominal PM (kW) yang lebih besar dari pada P di atas.
Jika motor sering sekali distart, maka Td adalah lebih besar dari T.
Dengan menganggap Td (1,25 sampai 1,5) TF > T maka daya motor yang
dipilih adalah :
PR =

TF 2 n
(kW )
6120

(3-22)

Sebagai pilihan lain dapat dipakai suatu motor induksi dengan rotor
lilitan dan tahanan awal untuk mengubah tahanan sekunder dalam 5 atau 6
tangga pada waktu start.

Gambar 3-11 Tahanan dan momen puntir sekunder

Gabungan antara suatu motor induksi sangkar bajing dan sebuah


kopling fluida tidak memerlukan kompensator start. Cara seperti ini
memungkinkan start dengan menghubungkan langsung pada jala serta dapat
dipakai untuk pengendalian jarak jauh. Keuntungan khusus dari cara ini ialah
adanya kemungkinan untuk menstart motor secara tanpa beban. Kemudian
beban dihubungkan setelah motor mencapai momen yang besar.
Pada saat motor distart dan berputar hingga mencapai 93 (%) putaran
sinkronnya dengan kopling fluida yang slip 100 (%). Pada titik ini momen
puntir motor mencapai 220 sampai 240 (%) momen nominalnya hingga beban

129

Gambar 3-12 Karakteristik hubungan langsung dengan motor dibandingkan dengan


hubungan melalui kopling fluida.

130

dapat distart dengan lebih mudah dari pada dengan cara yang terdahulu.
Setelah putaran poros output akan naik dengan cepat mendekati putaran poros
input, atau dengan perkataan lain, slip akan turun dengan cepat dari 100
(%)hingga mencapai 3 sampai 5 (%). Harga slip antara 3 sampai 5 (%) ini
adalah umum untuk kopling fluida pada keadaan bekerja terus menerus. Jika
pemakaian kopling fluida dikhawatirkan akan mengurangi daya tarik, maka
dapat diatur perbandingan diameter puli atau roda gigi reduksinya pada waktu
merencanakan alat yang bersangkutan.
Bermacam-macam kopling fluida telah dikembangkan menurut
penggunaannya. Kopling murah dan sederhana dengan isi minyak yang tetap
sangat banyak dipakai. Ada pula kopling fluida dengan penyimpan minyak di
dalam sirkitaliran minyak, serta kopling kembar yang merupakan gabungan
antara dua kopling fluida dengan sirkit aliran minyak yang terpisah.

Gambar 3-13 Macam-macam kopling fluida


Pada kopling-kopling yang dibahas terdahulu, momen yang diteruskan
dikendalikan dengan mengatur jumlah minyak di dalam sirkit, dan pada
kopling yang terakhir pengendalian dilakukan dengan menghalangi sebagian
dari sirkit aliran fluida dengan plat penghalang. Cara yang terakhir ini dipakai
pada kopling dengan kapasitas besar dan mesin berputaran tinggi.

131

Gambar 3-14(a) Diagram kapasistas dari kopling fluida

Gambar 3-14(b) Dimensi-dimensi dari kopling fluida dasar

132

Contoh Soal 3-3


Sebuah konveyor sabuk untuk memindahkan benda tertentu sering
distart dan dihentikan. Diameter puli penggerak D = 500 (mm),
kecepatan sabuk V = 120 (m/min), tahanan rata-rata dalam keadaan
berbeban F = 120 (kg), efek roda gaya dari bagian-bagian yang bergerak
lurus dan berputar (terhadap poros puli) GD2 = 3200 (kgm2). Carilah
kapasitas sebuah motor induksi 50(Hz), 6 kutup (p) yang dihubungkan
langsung, untuk mencapai putaran penuh dalam 5 detik (s) mulai dari
saat start. Carilah juga kapasitas motor untuk persyaratan yang sama
tetapi dipasang dengan perantaraan kopling fluida yang sesuai.
Kurva karakteristik motor induksi, kurva momen puntir beban
dari konveyor, dan karakteristik gabungan antara kopling fluida dan
motor, diperlihatkan Gambar 3.15(a), (b) dan (c).

[Penyelesaian]
1.

F = 420 (kg) , D = 500 (mm) = 0,5 (m)


V = 120 (m/min)
GD2 = 3200 (kg . m2), tae = 5 (s)

2.

T = 420 x (0,5/2) = 105 (kg . m)


np = V/(D) = 120/( x 0,5) = 76,4 (rpm)

3.

Dengan = 0,85 ,
Pm =

4.

105 2 76,4
= 9,68 (kW )
6120 0,85

Misalkan diambil motor dengan PMA = 11 (kW ), 6(p), 960 (rpm).

GD 2 = 0,52 kg . m 2 (dari Tabel 2.7)

5.

Perbandingan reduksi i = 960/76,4 = 12,57


Pergunakan 2 tingkat reduksi
Perbandingan reduksi tingkat-1 : i1 = 1,2 12,57 = 4,25
Perbandingan reduksi tingkat-2 : i2 = 12,57 4,25 2,96

133

Gambar 3-15 Diagram untuk contoh soal 3-3

Tingkat-1 : dari Gambar 6.24, m = 3, z1 = 20, z2 = 20 x 4,25 = 85, b = 3 x


10 = 30 (mm), d1 = 3 x 20 = 60 (mm), d2 = 3 x 85 = 255 (mm).
Dalam

hal

ini

pakai

GD 2 = 7850 kg/m 2 ( / 4 )D p .b.(0,707 D p ) = 3080 D p b (kg . m )


2

134

Pinyon tingkat-1 GD 2 = 3080 (0,06) 0,03 = 0,0012 kg . m 2


4

Roda gigi tingkat-1 GD 2 = 3080 (0,255) 0,03 = 0,3846 kg . m 2


4

Tingkat-2 : 11 (kW), 960/(85/20) = 226 (rpm)


Dari Gambar 6.24, m = 4, z 3 = 30, z 4 = 30 2,96 89
b = 4 10 = 40 (mm ), d 3 = 4 30 = 120 (mm ), d 4 = 4 89 = 356 (mm )

Pinyon tingkat-2 : GD 2 = 3080 (0,12) 0,04 = 0,0255 kg . m 2


4

Roda gigi tingkat-2 : GD 2 = 3080 (0,356) 0,04 = 1,979 kg . m 2


4

Jumlah harga GD2 dari roda gigi (terhadap poros puli):

0,012 (85/20 ) (89 / 30) + (0,3846 + 0,0255) (89/30) + 1,979 = 5,79 kg . m 2


2

6. Perhitungan poros :

11 (kW), 960 (rpm), S30C-D, B = 58 kg/mm 2

Sf 1 = 6, Sf 2 = 2,5, a = 58/ (6 2,5) = 3,87 kg/mm 2

TM = 9,74 10 5 (11/960) = 11160 (kg . mm )


C b = 2, K t = 2
d s = [(5,1/3,87 ) 2 2 11160]

1/ 3

= 38,9 (mm ) 40 (mm )

7. Perhitungan kopling flens kaku.


Menurut Tabel 2.1 , kopling yang cocok untuk dihubungkan dengan poros
berdiameter 40 (mm) adalah kopling dengan diameter luar A = 160 (mm)
dan tebal flens F = 20 (mm).

GD 2 = 3080 (0,16) (0,02 2) = 0,074 kg . m 2


4

)
(

8. GD 2 = (0,52 + 0,074 ) (85/20 ) (89 / 30 ) + 5,8 + 3200 = 3300 kg . m 2


2

9. Ta =

3300 2 76,4 1

= 134,6 (kg.m)
4 9,8
60
5

Td = 105 + 134,6 = 239,6 (kg.m)

(A) Motor dihubungkan langsung

135

10. Dari gambar 2.15(a), jika harga yang diperoleh dengan membagi momen
awal dengan 1,5 adalah momen nominal TF (kg.m), maka
TF =

11. PR =

239,6
= 159,7(kg.m) > 105 (kg.m) (pada poros puli)
1,5
159,7 2 76,4
= 14,7 (kW)
6120 0,85

12. PM = 15 (kW)
13. 15 (kW) > 11(kW), dari sini kembali ke no.4
4. GD 2 = 0,95 (kg . m 2 )
5 Jangan rubah modul, jumlah gigi dan lebar gigi.
Jika perlu rubahlah bahan yang dipakai atau perlakuan panas.
6. TM = 9,74 10 5 (15/960) = 15219 (kg . mm )
d s = [(5,1/3,87 ) 2 2 15219]

1/ 3

= 43,1 (mm ) 45 (mm )

7. Kopling dapat tetap sama

8. GD 2 = (0,95 + 0,074 ) (85/20 ) (89 / 30 ) + 5,8 + 3200 = 3369 kg . m 2


2

9. Ta =

3300 2 76,4 1

= 134,6 (kg.m)
4 9,8
60
5

Td = 105 + 134,6 = 239,6 (kg.m)

10. TF = 242,5/1,5 = 161,7 (kg . m )(pada poros puli )


11. PR =

161,7 2 76,4
= 14,9 (kW)
6120 0,85

12. PM = 15 (kW)
13. PM = PMA , baik
14. PM = 15 (kW), 6 (p), adalah motor yang dipilih.
(B) Dengan kopling fluida

15. PMA = 11 (kW), 6 (p), GD2 = 0,52 (kg . m2)


16. 11 (kW), 960 (rpm), No. 16,5
GD2 = 5,5 + 1,5 = 7,0 (kg . m2)

17. Misalkan slip pada kopling fluida adalah 5 (%)

136

Perbandingan reduksi 960 x 0,95/76,4 = 11,94


Sesuaikan roda gigi tingkat-2.
11,94/(85/20) = 2,81
z4 = 30 x 2,81 = 84,3 84, d4 = 4 x 84 = 336 (mm)
GD2 = 3080 x (0,336)4 x 0,04 = 1,570 (kg . m2)

Koreksi harga total GD2 dari roda gigi (terhadap poros puli).
18. Koreksi dengan harga yang diperoleh karena perubahan dari kopling kaku
menjadi kopling fluida.
0,074 (kg . m2) 3 (kg . m2)
GD2 = (0,52 + 7)(85/20)2(84/30)2 + 4,96 + 3200 = 4270 (kg . m2)
19. Ta =

4270 2 76,4 1

= 174,2 (kg.m)
4 9,8
60
5

Td = 105 + 174,2 = 279,2 (kg.m)

20. Dari Gambar 2.15 (c), kurang lebih 230 (%) momen nominal sama dengan
momen awal, sehingga :
TF = 279,2/2,3 = 121,4 (kg . m) (pada poros puli)
21. PR =

121,4 2 76,4
= 11,2 (kW)
6120 0,85

22. PM = 11 (kW)
Momen poros motor TM = 9,74 x 105 x

11
= 11,1 (kg . m)
960

23. PM = PMA , baik


24. Dari perpotongan koordinat 11 (kW) dan 960 (rpm) dari Gambar 2.14 (a)
maka dipilih kopling fluida No. 16,5 dengan penyimpan minyak.
Dari kurva karakteristik kopling No. 16,5 dalam Gambar 2.16, dipakai
minyak s/d No. 5, jumlah minyak 9,5 (l), slip 3 (%).
Perhitungan untuk mengoreksi roda gigi reduksi tidk diperlukan karena
adanya slip pada kopling fluida.
25. No. 16,5
Tingkat minyak No. 5, jumlah minyak 9,5 (l), 11 (kW), 6 (p)

137

Anda mungkin juga menyukai