04-Kopling Tetap
04-Kopling Tetap
KOPLING TETAP
Kopling tetap adalah suatu elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran
dan daya dari poros penggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa terjadi slip), di
mana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis lurus atau dapat sedikit berbeda
sumbunya. Berbeda dengan koplingtak tetap yang dapat dilepaskan dan dihubungkan bila
diperlukan, maka kopling tetap selalu dalam keadaan terhubung.
4. Kopling gigi
5. Kopling rantai
3.2.
Dalam merencanakan suatu kopling tetap, hal-hal berikut ini menjadi pertimbangan :
1) Pemasangan yang mudah dan cepat
2) Ringkas dan ringan
3) Aman pada putaran tinggi; getaran dan tumbukan kecil
4) Tidak ada atau sesedikit mungkin bagian yang menjorok (menonjol)
5) Dapat mencegah pembebanan lebih
103
6) Terdapat sedikit kemungkinan gerakan aksial pada poros sekiranya terjadi pemuaian
karena panas, dll.
3.3.
Kopling Kaku
Kopling kaku dipergunakan bila kedua poros harus dihubungkan dengan sumbu
segaris. Kopling ini dipakai pada poros mesin dan transmisi umum di pabrik-pabrik.
Kopling flens kaku terdiri atas naf dengan flens yang terbuat dari besi cor atau baja
cor, dan dipasang pada ujung poros dengan diberi pasak serta diikat dengan baut pada
flensnya. Dalam beberapa hal naf dipasang pada poros dengan sambungan pres atau
kerucut.
Kopling ini tidak mengizinkan sedikitpun ketidak lurusan sumbu kedua poros serta
tidak dapat mengurangi tumbukan dan getaran transmisi. Pada waktu pemasangan, sumbu
kedua poros harus terlebih dahulu diusahakan segaris dengan tepat sebelum baut-baut flens
dikeraskan.
Mula-mula perlu diketahui besarnya daya dan putaran yang akan diteruskan poros
penggerak. Jika diameter poros penggerak sudah tertentu seperti pada poros motor listrik,
periksalah diameter tersebut dan ambil diameter yang sama untuk poros yang digerakkan.
Bila bahan poros ditentukan sesuai dengan standar, maka kekuatannya dapat
diketahui dengan jelas. Tetapi jika bahan tersebut ditentukan sebagai baja liat misalnya,
maka ambillah harga kadar karbon terendah sebesar 0,2 (%) dari kadar yang dimungkinkan
antara 0,2 dan 0,3 (%), lalu kalikan dengan 100 dan tambahkan 20 pada hasil perkalian
tersebut untuk memperoleh harga kekuatan tarik B dari bahan yang bersangkutan.
Selanjutnya pilih Sf1 sebesar 6 atau 5,6 , dan tentukan Sf 2 dengan memperhatikan
apakah ada alur pasak atau tangga pada poros, untuk memperoleh tegangan geser yang
diizinkan a (kg/mm 2 ). Kemudian tentukan faktor koreksi K t . Jika dapat dipastikan bahwa
nanti tidak akan ada elemen yang dipasang pada poros yang dapat memberikan momen
lentur, maka ambillah faktor koreksi lenturan C b = 1 , dan jika nanti ada kemungkinan
mengganti kopling dengan sabuk-V atau alat transmisi lain yang menimbulkan lenturan
maka harga Cb perlu diambil antara 1,2 hingga 2,3. Diameter poros d s (mm ) selanjutnya
104
5,1
1/ 3
G
Tanpa
A
bingkai
(halus
saja)
Diam
Diam
eter
eter
luban
luban
min.
maks.
Kasar
Halus
Kasar
Halus
K n
Kasar
Halus
(112)
(100)
25
20
40
45
75
11,2
18
22,4
31,5
10,5
10
125
112
28
22,4
45
50
85
11,2
18
22,4
31,5
10,5
10
140
124
35,5
28
50
63
100
11,2
18
22,4
31,5
10,5
10
160
140
45
35,5
56
80
112
15
20
28
35,5
14
14
(180)
(160)
50
40
63
90
132
15
20
28
35,5
14
14
200
180
56
45
71
100
140
18
22,4
35,5
40
18
16
(224)
(200)
63
50
80
112
160
18
22,4
35,5
40
18
16
250
224
71
56
90
125
180
23,6
28
45
50
21
20
(280)
(250)
80
63
100
140
200
23,6
28
45
50
21
20
315
280
90
71
112
160
236
26,5
35,5
50
63
24
25
(355)
(315)
100
80
125
180
265
26,5
35,5
50
63
24
25
Jika kopling akan dipasang pada poros dengan menggunakan pasak, tentukan
diameter perhitungan terletak antara harga diameter lubang maksimum dan minimum dari
Tabel 3.1. Dengan demikian maka seluruh ukuran kopling dapat ditentukan. Selanjutnya
hanya kopling dari standar yang ada mencakup SS41B untuk baut dan mur, FC200, SC42,
SF45, dsb., untuk flens, dll. (Tabel 3.2). Dalam hal ini telah diambil faktor-faktor
keamanan yang cukup besar hingga pada umumnya ukuran yang ditentukan secara di atas
106
akan lulus dari hampir semua pemeriksaan. Namun demikian jika ternyata masih kurang
kuat, dapat diambil bahan baut yang mempunyai kadar karbon yang lebih tinggi, atau ambil
bahan lain untuk flensnya.
Elemen
Lambang
Perlakuan panas
tarik
Keterangan
2
(kg/mm )
Pelunakan temperatur
Besi cor kelabu
(JIS G 5501)
FC 200
rendah
20
FC250
25
FC300
30
FC350
35
Flens
Penormalan.
SC37
Pelunakan
37
SC42
42
(JIS G 5101)
SC46
46
SC49
49
Kadang-kadang
setelah
penormalan
dilanjutkan
dengan
ditemper.
Baja karbon
SF50
Pelunakan
50 60
Perlakuan
tempa
SF55
55 65
(JIS G 3201)
SF60
60 - 70
juga dilakukan.
S20C
40
S35C
50
S40C
60
S45C
70
SS41B
40
SS50B
50
S20C-D
50
S35C-D
60
Baja karbon
untuk
konstruksi
mesin
Baut dan mur
(JIS G 3102)
Baja karbon
untuk
konstruksi
biasa
(JIS G 3101)
Baja batang
difinis dingin
(JIS G 3123)
107
Untuk dapat menyetel lurus kedua sumbu poros secara mudah, permukaan flens
yang satu dapat dibubut ke dalam dan permukaan flens yang menjadi pasangannya dibubut
menonjol sehingga dapat saling mengepas.
Bagian yang perlu diperiksa adalah baut. Jika ikatan antara kedua flens dilakukan
dengan baut-baut pas, di mana lubang-lubangnya dirim, maka meskipun diusahakan
ketelitian yang tinggi, distribusi tegangan geser pada semua baut tetap tidak dapat dijamin
seragam. Makin banyak jumlah baut yang dipaki, makin sulit untuk menjamin keseragaman
tersebut. Sebagai contoh dalam hal kopling yang mempunyai ketelitian rendah, dapat
terjadi bahwa hanya satu baut saja yang menerima seluruh beban transmisi hingga dalam
waktu singkat akan putus. Jika setelah baut ini putus terjadi lagi pembebanan pada satu
baut, maka seluruh baut dapat mengalami hal yang sama dan putus secara bergantian.
Biasanya dalam perhitungan dianggap bahwa hanya 50 (%) saja dari seluruh baut
yang berjumlah n buah menerima seluruh beban secara merata. Jika jumlah baut efektif
yang menanggung beban dinyatakan dengan ne maka, besarnya tegangan geser pada baut
dapat dihitung sbb. :
T=
b =
d b b ne
2
8T
d b ne B
2
B
(kg.mm)
2
(3-1)
(kg/mm )
2
(3-2)
b ba
(3-3)
ba adalah suatu harga yang diperoleh misalnya dengan membagi kekuatan tarik 41
(kg/mm2) dari bahan SS41 dengan faktor keamanan Sf b = 6 . Bagian yang mengalami
konsentrasi tegangan seperti bagian ulir harus dijauhkan dari permukaan kontak dari
kopling. Dalam hal ada tumbukan, maka b harus dikalikan dengan faktor K b yang dipilih
antara 1,5 dan 3.
Bagian berikutnya yang memerlukan perhatian adalah flens. Untuk kopling yang
dipergunakan bagi tugas-tugas penting seperti menghubungkan turbin dengan generator,
108
pakailah baja tempa untuk menghindari adanya bagian yang keropok. Untuk pemakaian
lain umumnya dipakai besi cor, dan jika dikehendaki bahan yang lebih kuat dapat dipakai
baja cor. Karena bagian yang keropok peka terhadap tumbukan, maka faktor koreksi K F
harus diambil sebesar 2 atau 3 dan dikalikan pada F .
Rumus-rumus perencanaannya adalah :
T = CF F
C
2
Maka
F =
2T
C 2 F
(3-4)
F Fa
(3-5)
Jika baut pas dipakai, gesekan antara kedua flens dapat juga meneruskan momen;
tetapi gesekan ini biasanya diabaikan.
Ada juga flens yang ditempa menjadi satu dengan poros pada ujung poros dan
disebut poros flens tempa. Keuntungannya adalah diameter flens dapat dibuat kecil karena
tidak memerlukan naf.
[Penyelesaian]
1. P = 65 (PS) =
2. f c = 1,2
3. Pd = 1,2 47,78 = 57,34 (kW )
4. T = 9,74 10 5 57,34/180 = 3,10 10 5 (kg.mm )
109
5. Dengan mengambil kadar karbon untuk baja liat sebesar 0,20 (%), maka kekuatan
tariknya B adalah :
7. K t = 2,0 , C b = 1,0
5,1
8. d s =
2,0 1,0 3,10 10 5
3,33
1/ 3
9. Dari Tabel 2.1 , A = 355 (mm), B = 260 (mm), C = 180 (mm), L = 125 (mm), a = 25
(mm), n = 8
10. = 0,5, ne = 0,5 8 = 4
8 3,10 10 5
= 1,21 (kg/mm 2 )
11. b =
2
25 4 260
12. Dengan bahan baut SS41B, B = 41 (kg/mm 2 )
Faktor keamanan Sf b = 6
Faktor koreksi K b = 3,0
13. ba = 41/ (6 3) = 2,28 (kg/mm 2 )
14. 1,21 < 2,28 , baik
2 3,10 10 5
= 0,17 kg/mm 2
17. F =
2
180 35,5
110
Ujung poros mesin yang digerakkan sering kali lebih pendek dari pada panjang naf
kopling standar. Dalam hal demikian ukuran kopling standar harus dirubah. Di sini perlu
diperhatikan bahwa pasak juga akan menjadi lebih pendek.
Di dalam JIS B1451, diameter luar maksimum kopling standar adalah 355 (mm).
Diameter poros terbesar adalah 100 (mm). Jika suatu poros harus dibuat lebih besar dari
yang diperlukan, maka kopling perlu direncanakan tersendiri. Untuk melakukan
perencanaan tersebut, pengetahuan dasar dan tata cara standar seperti yang diuraikan di atas
tetap dapat dipergunakan.
3.4.
memerlukan penyetelan yang sangat teliti agar kedua sumbu poros yang saling
dihubungkan dapat menjadi satu garis lurus. Selain itu, getaran dan tumbukan yang terjadi
dalam penerusan daya antara mesin penggerak dan yang digerakkan tidak dapat diredam,
sehingga dapat memperpendek umur mesin serta menimbulkan bunyi berisik.
Untuk menghindari kesulitan-kesulitan di atas dapat dipergunakan kopling karet
ban. Kopling ini dapat bekerja dengan baik meskipun kedua sumbu poros yang
dihubungkannya tidak benar-benar lurus. Selain itu kopling ini juga dapat meredam
tumbukan dan getaran yang terjadi pada transmisi.
Meskipun terjadi kesalahan pada pemasangan poros, dalam batas-batas tertentu,
kopling ini masih dapat meneruskan daya dengan halus. Pemasangan dan pelepasan juga
dapat dilakukan dengan mudah karena hubungan dilakukan dengan jepitan baut pada ban
karetnya. Variasi beban dapat pula diserap oleh ban karet, sedangkan hubungan listrik
antara kedua poros dapat dicegah.
Karena keuntungannya semakin banyak, pemakaian kopling ini semakin luas.
Meskipun harganya agak lebih tinggi dibandingkan dengan kopling flens kaku, namun
keuntungan yang diperoleh dari segi-segi lain lebih besar.
Beberapa produsen kopling ini menyediakan ukuran-ukuran standar. Untuk
merencanakan atau melakukan pemilihan, perlu diketahui lebih dahulu besarnya daya yang
akan diteruskan, putaran poros, mesin yang dipakai, persyaratan kerja, dll., seperti pada
111
perencanaan kopling flens. Sesudah tipe yang sesuai dipilih, kemudian diperiksa kekuatan
bagian-bagiannya serta bahan yang dipakai.
Gambar 3-2 Daerah kesalahan yang diperbolehkan pada kopling karet ban.
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan seperti pada kopling flens kaku.
Salah satu dari padanya adalah taksiran variasi momen puntir, sebagai tambahan atas
momen yang dihitung dari daya dan putaran poros.
Misalkan momen puntir yang diteruskan bervariasi seperti dalam Gambar 2.3. Garis
putus-putus menyatakan momen puntir Tm (kg.mm ) yang dihitung dari daya nominal
P (kW ) dan putaran n1 (rpm ) dari suatu motor listrik. Motor tersebut mampu memberikn
daya tambahan yang cukup besar sesuai dengan permintaan di atas daya rata-rata yang
sesungguhnya.
112
Tm = 9,74 10 5 P / n1 (kg.mm )
(3-6)
Td = f c Tmax
(3-7)
Tmax
Tm
0
/2
3/2
Td (kg.mm ) lebih
rendah dari pada momen normal maksimum dari kopling standar Tu (kg.mm ).
Perlu juga diperiksa apakah momen awal yang dikenakan beberapa
kali dalam sehari juga lebih rendah dari harga Td ini.
Untuk perhitungan diameter poros, faktor koreksi K t untuk poros
sudah tercakup di dalam Td . Faktor koreksi lenturan C b ditentukan atas dasar
perkiraan apakah kopling tersebut di masa mendatang akan diganti dengan alat
lain yang menimbulkan momen lentur pada poros. Biasanya perhitungan
113
Macam
penggerak
mula
Sedang
Motor Diesel
dengan 6
Mobil listrik
Turbin uap
silinder atau
lebih. Motor
bensin dengan
4 silinder atau
Watak sisi
lebih.
yang digerakkan
Besar
Motor Diesel
dengan
kurang dari 6
silinder.
Motor bensin
dengan
kurang dari 4
silinder.
Kejutan : ringan
1 1,5
1,5 2
23
1,5 2
2 2,5
2,5 4
2 2,5
2,5 3,5
3,5 5
sedang
Kejutan : sedang
Putaran balik : tidak
ada
Momen awal : besar
III
114
Pemakaian praktek
fc
2,5
2,0
Pemakaian praktek
fc
(4 silinder)
2,5
(4 silinder)
Motor torak generator
3,5
(6silinder)
Dengan demikian rumus untuk diameter poros adalah :
5,1
d s = Td
a
1/ 3
(3-8)
Diameter poros dari motor induksi yang tertutup dan didinginkan dengan kipas
diperlihatkan dalam Tabel 3.5. Selanjutnya, perhitungan kekuatan geser dari
bagian permukaan ban yang menempel pada logam pemasang diperlihatkan dalam
Gambar 3.5.
Tabel 3.4 Diameter poros motor induksi tiga fasa (tertutup seluruhnya, didinginkan dengan
(mm)
kipas)
PS
kW
4 (kutup)
6 (kutup)
8 (kutup)
0,5
0,4
14 16
18 19
22
0,75
18 19
22 24
24
1,5
24 28
24 28
28
2,2
24 28
28 35
35
3,7
28 35
32 35
35
7,5
5,5
32 35
32 42
42
10
7,5
35 42
42
42
15
11
42
45
48
20
15
45
45 48
55
25
18,5
48
48 55
60
30
20
55
55 60
65
115
Bagian yang menempel dapat dibagi atas bagian piringan dan bagian
silinder. Luas tempelan S1 dan S2 (mm2) untuk ukuran-ukuran yang
bersangkutan diperlihatkan dalam Tabel Ukuran-ukuran dasar dan kapasitas
kopling karet ban. Jika diameter luar dari bagian piringan dan silinder adalah
d1 dan d2 (mm), maka tegangan geser t (kg/mm2) yang timbul pada bagian
yang menempel adalah :
t = Td / S1
d1 + d 2
d
+ S2 2
4
2
(3-9)
Tegangan geser yang diizinkan ta antara ban kopling dan logam pemasang
adalah 0,04 kg/mm2).
1 ta
(3-10)
116
dari jumlah seluruh baut, karena distribusi gaya geser yang tidak merata.
Tetapi pada kopling karet ban, karena flens diikat denga baut tanam, maka
momen yang diteruskan dapat dianggap terbagi rata pada semua baut. Dengan
pemakaian baut tanam ini, tegangan geser terjadi pada ulir baut sehingga
konsentrasi tegangan harus diperhatikan. Di sini faktor konsentrasi tegangan
dapat diambil sebesar 3,0. Maka besarnya tegangan geser yang diizinkan pada
baut adalah :
ba = B / (Sf1 Sf 2 )
(3-11)
b =
8Tmax
(3-12)
d r ne B
2
ne = n
(3-13)
adalah jumlah momen inersia beban dan dari momen inersia kopling.
Momen inersia dari satu flens dapat diperoleh dari Tabel 2.6, yang besarnya
adalah setengah dari selisih antara momen inersia logam logam pemasang dan
momen inersia badan kopling.
117
dari
Tabel 2.7. Jumlahan dari 10 4 GDm (4 980 ) dan dari momen inersia
2
adalah I m .
Jika roda gigi reduksi dipakai antara motor dan kopling, maka
GD 2 dari motor dan pinyon harus dikalikan dengan kuadrat dari perbandingan
reduksi i (i > 1). Hasil perkalian tersebut setelah ditambah dengan GD 2 dari
roda gigi kemudian dikalikan dengan (104/4 x 980).
Jika konstanta pegas kopling ban adalah k (kg.cm/rad), maka harga
ukuran-ukuran yang bersangkutan adalah seperti yang tertera dalam Tabel 3-5.
Dengan sistem poros seperti yang digambarkan dalam Gambar 3.8, putaran
kritisnya nc (rpm ) adalah :
nc =
60 1
1
k +
2
Il Im
(3-14)
Adalah suatu hal yang dapat dipandang baik jika frekwensi variasi momen
puntir vn1 tidak lebih dari 0,8 nc .
Il
Im
Sisi penggerak
118
Konstanta
pegas puntir
No. Kopling
kopling
Badan kopling
(kg.cm/rad)
Logam
pemasang
No. 100
4,25 x 103
0,0035
0,0086
No. 120
7,91 x 103
0,0079
0,020
No. 140
2,02 x 104
0,016
0,040
No. 160
1,77 x 104
0,030
0,074
No. 185
2,94 x 104
0,049
0,130
No. 210
3,91 x 104
0,087
0,23
No. 265
6,07 x 10
0,38
0,83
No. 340
1,88 x 105
1,07
3,1
No. 445
5,10 x 105
3,4
10,1
No. 550
1,00 x 106
7,5
29
No. 700
1,80 x 106
17
84
Tabel 3.6 GDm dari motor induksi tiga fasa (tertutup seluruhnya,
didinginkan dengan kipas)
(kg.m2)
PS
kW
4 (kutup)
6 (kutup)
8 (kutup)
0,5
0,4
0,006
0,009
0,015
0,75
0,013
0,017
0,028
1,5
0,019
0,031
0,102
2,2
0,031
0,052
0,12
3,7
0,063
0,127
0,23
7,5
5,5
0,13
0,22
0,37
10
7,5
0,18
0,36
0,55
15
11
0,27
0,52
1,23
20
15
0,37
0,95
1,72
25
18,5
0,59
1,2
30
20
0,72
1,4
119
(kg . m)
Momen puntir
10
Tmax = 11 kg.m
5
Tm = 5,02 kg. m
0
/2
3/2
120
[Penyelesaian]
1. P = 5,5 (kW ), n1 = 960 (rpm )
2. Tm = 9,74 10 5 5,5/960 = 5580 (kg . mm )
3. Tmax = 11000 (kg . mm ), v = 2
4. Dari Tabel 2.7, fc = 3,0
5. Td = 3,0 11000 = 33000 (kg . mm )
6. No. 265 A = 265 (mm)
Momen
normal
maksimum
58
= 3,87 kg/mm 2
6,0 2,5
5,1
9. d s =
33000
3,87
1/ 3
= 35,1 (mm )
121
10. Dengan diameter naf kopling No. 265 sebesar 100 (mm), diameter lubang
poros maksimum adalah 56 (mm). Jadi diameter poros sebesar 42 (mm)
adalah cukup baik.
11. Periksa konsentrasi tegangan pada alur pasak.
Untuk diameter poros sebesar 38 sampai 44 (mm), ukuran pasak adalah 12
x 8.
Jari-jari
filet
Maka
0,4/42 = 0,0095 ,
= 3,2
Konsentrasi tegangan ternyata lebih besar dari taksiran semula yaitu
sebesar 2,5.
Karena itu perlu diadakan koreksi.
200 + 164
164
2
13. = 33000/ 10287
+ 6180
= 0,023 kg/mm
4
2
8 11000
(10,863) 6 140
2
= 0,283 kg/mm 2
122
(
)
Kopling : I = (0,83 - 0,38) = 0,45 (kg . cm . s )
Sisi digerakkan I = 0,306 + (0,45/2 ) = 0,531 (kg . cm . s )
Motor : GD = 0,22 (kg . m ), I = 10 22/ (4 980 ) = 0,56 (kg . cm . s )
Sisi penggerak : I = 0,560 + (0,45/2 ) = 0,785 (kg . cm . s )
I = 10 4 0,12/ (4 980) = 0,306 kg . cm 2
60
1
1
+
6,07 10 4
= 4180 (rpm)
2
0,531 0,785
123
yang besarnya antara 2 sampai 5 (%) dari putaran poros input. Dalam keadaan
slip sebesar ini efisiensi kopling mencapai harga maksimumnya.
124
penggunaan kopling kaku dan kopling fluida. Cara ini dapat dipakai untuk
memilih kopling fluida yang cocok.
Misalkan mesin yang digerakkan dalam keadaan bekerja dengan kapasitas
beban maksimum. Jika gaya tahanan pada sabuk yang menarik adalah F (kg),
diameter puli adalah D (m), dan kecepatan konveyor adalah V (m/min), maka
momen puntir tahanan T (kg . m) adalah :
T = F (D / 2 )
(3-15)
(3-16)
Pm =
T (2 n p / 60 ) T 2 n p
=
102
6120
(3-17)
Pilihlah untuk sementara daya PMA (kW ) dan jumlah kutup (p) dari suatu
motor standar yang lebih besar dari daya di atas, dan carilah GD 2 motor
tersebut dari Tabel 3.6.
Bagilah bagian-bagian bergerak yang akan dipercepat dari 0 hingga
mencapai kecepatan V pada waktu start, atas bagian yang bergerak lurus dan
bagian yang berputar. Tentukan harga GD 2 (kg . m2) dari masing-masing
bagian tersebut dalam bentuk momen inersia sudut untuk menghitung jumlah
harga GD 2 pada poros puli. Harga tersebut kemudian dibagi dengan 4 x 9,8
125
= 2 n1 / (60t ae )
Jika momen percepatan adalah Ta (kg . m), maka :
Ta = I e =
2 n1
GD 2
4 9,8 60t ae
(3-18)
(3-19)
126
TF = 974
PM
n`
(3-20)
127
120 f/p (rpm), dimana f = frekwensi sumber listrik (Hz), dan p = jumlah kutup.
(Lihat Gambar 2.10). Karena itu jika momen pada beban puncak lebih besar
dari pada momen maksimum, maka putaran tidak dapat naik dengan cepat
sehingga akan menjadi sangat panas dan dapat terbakar pada akhirnya.
Gambar 3-9 Kurva momen puntir terhadap putaran dari motor induksi tiga fasa
Gambar 3-10
Jika jumlah start dalam sehari hanya beberapa kali saja maka daya
yang diperlukan adalah :
P=
T 2 n1
(kW )
6120
(3-21)
128
TF 2 n
(kW )
6120
(3-22)
Sebagai pilihan lain dapat dipakai suatu motor induksi dengan rotor
lilitan dan tahanan awal untuk mengubah tahanan sekunder dalam 5 atau 6
tangga pada waktu start.
129
130
dapat distart dengan lebih mudah dari pada dengan cara yang terdahulu.
Setelah putaran poros output akan naik dengan cepat mendekati putaran poros
input, atau dengan perkataan lain, slip akan turun dengan cepat dari 100
(%)hingga mencapai 3 sampai 5 (%). Harga slip antara 3 sampai 5 (%) ini
adalah umum untuk kopling fluida pada keadaan bekerja terus menerus. Jika
pemakaian kopling fluida dikhawatirkan akan mengurangi daya tarik, maka
dapat diatur perbandingan diameter puli atau roda gigi reduksinya pada waktu
merencanakan alat yang bersangkutan.
Bermacam-macam kopling fluida telah dikembangkan menurut
penggunaannya. Kopling murah dan sederhana dengan isi minyak yang tetap
sangat banyak dipakai. Ada pula kopling fluida dengan penyimpan minyak di
dalam sirkitaliran minyak, serta kopling kembar yang merupakan gabungan
antara dua kopling fluida dengan sirkit aliran minyak yang terpisah.
131
132
[Penyelesaian]
1.
2.
3.
Dengan = 0,85 ,
Pm =
4.
105 2 76,4
= 9,68 (kW )
6120 0,85
5.
133
hal
ini
pakai
134
6. Perhitungan poros :
1/ 3
)
(
9. Ta =
3300 2 76,4 1
= 134,6 (kg.m)
4 9,8
60
5
135
10. Dari gambar 2.15(a), jika harga yang diperoleh dengan membagi momen
awal dengan 1,5 adalah momen nominal TF (kg.m), maka
TF =
11. PR =
239,6
= 159,7(kg.m) > 105 (kg.m) (pada poros puli)
1,5
159,7 2 76,4
= 14,7 (kW)
6120 0,85
12. PM = 15 (kW)
13. 15 (kW) > 11(kW), dari sini kembali ke no.4
4. GD 2 = 0,95 (kg . m 2 )
5 Jangan rubah modul, jumlah gigi dan lebar gigi.
Jika perlu rubahlah bahan yang dipakai atau perlakuan panas.
6. TM = 9,74 10 5 (15/960) = 15219 (kg . mm )
d s = [(5,1/3,87 ) 2 2 15219]
1/ 3
9. Ta =
3300 2 76,4 1
= 134,6 (kg.m)
4 9,8
60
5
161,7 2 76,4
= 14,9 (kW)
6120 0,85
12. PM = 15 (kW)
13. PM = PMA , baik
14. PM = 15 (kW), 6 (p), adalah motor yang dipilih.
(B) Dengan kopling fluida
136
Koreksi harga total GD2 dari roda gigi (terhadap poros puli).
18. Koreksi dengan harga yang diperoleh karena perubahan dari kopling kaku
menjadi kopling fluida.
0,074 (kg . m2) 3 (kg . m2)
GD2 = (0,52 + 7)(85/20)2(84/30)2 + 4,96 + 3200 = 4270 (kg . m2)
19. Ta =
4270 2 76,4 1
= 174,2 (kg.m)
4 9,8
60
5
20. Dari Gambar 2.15 (c), kurang lebih 230 (%) momen nominal sama dengan
momen awal, sehingga :
TF = 279,2/2,3 = 121,4 (kg . m) (pada poros puli)
21. PR =
121,4 2 76,4
= 11,2 (kW)
6120 0,85
22. PM = 11 (kW)
Momen poros motor TM = 9,74 x 105 x
11
= 11,1 (kg . m)
960
137