Anda di halaman 1dari 12

PENGGUNAAN CONE BEAM COMPUTED TOMOGRAPHY

PADA BIDANG ENDODONTI

Abstrak
Cone beam computed tomography (CBCT) merupakan sistem foto radiografi
berkualitas tinggi yang digunakan untuk diagnosa, berupa gambaran 3 dimensi yang
akurat, dan dapat memberikan gambaran mengenai elemen-elemen tulang yang ada
pada kerangka maksilofasial. Sistem CBCT dapat memberikan gambaran sampai
dengan ukuran yang kecil dan dengan dosis radiasi yang rendah tetapi dengan hasil
resolusi yang memadai juga dapat digunakan untuk melakukan diagnosa endodonti,
sebagai panduan perawatan serta untuk evaluasi paska perawatan. Artikel ini
merupakan artikel review yang juga akan menampilkan foto CBCT sebagai foto
tambahan dalam bidang endodonti.
1. Pendahuluan
Diawali oleh Kells, orang pertama yang melaporkan penggunaan hasil
visualisasi kawat timbal pada saluran akar dalam bentuk radiogram untuk
menentukan panjang saluran akar pada tahun 1899, radiografi telah menjadi alat
utama dalam bidang endodontik. Hampir seratus tahun kemudian, pada tahun 1996
perkembangan penggunaan computed tomography (CT) konvensional dan mikro CT
telah mempelopori awal penggunaan CBCT maksilofasial sebagai teknologi yang
menggunakan gambaran 3D secara klinis dalam bidang endodonti.
2. Peranan foto radiografi dalam bidang endodonti
Radiografi memiliki peranan yang penting dalam menentukan keberhasilan
diagnosa kelainan odontogenik dan non odontogenik, perawatan pada kamar pulpa
dan saluran akar gigi yang mengalami kelainan akses intrakoronal, instrumentasi
biomekanis, obturasi akhir saluran akar, dan untuk menentukan tingkat penyembuhan

yang terjadi. Foto radiografi dapat digunakan dalam beberapa tahapan perawatan
endodonti.
1) Pemeriksaan preoperatif. Foto radiografi dapat memberikan informasi mengenai
morfologi gigi termasuk lokasi dan jumlah saluran akar, ukuran kamar pulpa dan
derajat kalsifikasi, struktur akar, arah dan kelengkungan (kurvatura), fraktur, cacat
iatrogenik, dan perluasan karies dental. Diagnosa radiografi dapat membantu
untuk memprediksi kemungkinan komplikasi yang akan terjadi, memungkinkan
untuk pendeteksian fraktur pada akar, dan memperlihatkan adanya lesi periapikal
yang terjadi.
2) Intraoperatif. Selama melakukan perawatan setidaknya diperlukan dua foto
radiografi intra oral periapikal. Foto radiografi pertama yaitu foto radiografi
kerja yang didapat dengan menempatkan file metal di dalam saluran akar untuk
menentukan panjang akar secara radiologis dan secara bersamaan juga untuk
mngetahui apeks dari saluran akar. Selanjutnya, sebelum penyelesaian obturasi,
radiografi akhir ataupun radiografi sebelum kondensasi, dilakukan untuk
memastikan apakah master cone yang dipasangkan telah sesuai.
3) Postoperatif. Foto radiografi postoperatif setelah obturasi saluran akar digunakan
untuk menentukan kerapatan kondensasi dan kepadatan bahan pengisi saluran
akar yang mengisi sepanjang saluran akar.
3. Keterbatasan Foto Radiografi 2D Konvensional
Hasil gambar yang didapat berupa gambaran 2D dari objek 3D. Jika salah satu
komponen dari proses foto radiografi ada yang tidak sesuai maka gambaran yang
didapatkan juga akan menunjukkan adanya kesalahan eksposur ataupun geometris
(bentuk dan ukurannya) dan gambaran yang didapat menjadi kurang optimal.
Karakteristik 3D seperti anatomi dental yang kompleks dan struktur yang ada
disekitar gigi membuat gambaran 2D yang didapat tampak berupa bayangan dan
menjadi sulit untuk diinterpretasikan, kesulitan interpretasi ini memiliki peranan
terhadap beberapa kasus endodonti yang

tidak mengalami

penyembuhan.

Keberhasilan perawatan endodonti ditentukan berdasarkan pada penyembuhan tulang


periapikal gigi yang saluran akarnya telah dilakukan obturasi.
4. Cone Beam Computerized Tomography
Pada bidang kedokteran gigi gambaran 3 dimensi merupakan hal yang
penting, CBCT telah dipertimbangkan untuk menjadi salah satu prosedur standard
perawatan endodonti. CBCT terdiri sumber x-ray dan juga detektor yang terpasang
pada alat yang dapat berputar (gambar 1). Sumber radiasi ionisasi berbentuk piramid
divergen atau berbentuk cone (kerucut) diarahkan pada bagian tengah daerah yang
diinginkan dan mengarah pada x-ray detektor yang dipasangkan berlawanan arah dari
sisi pasien. Sumber x-ray dan detektor akan berputar pada titik tumpuannya memutari
daerah yang diinginkan (ROI). Selama sekuens eksposur yang dilakukan didapat
ratusan gambar yang nantinya akan menjadi bidang pandangan pada gambaran yang
didapatkan (FOV) dengan luas pandang lebih kurang 1800. Hanya dengan satu kali
putaran saja, CBCT akan menghasilkan gambaran radiografis 3D yang sesuai dengan
cepat dan akurat. Pemaparan CBCT bersamaan dengan FOV secara keseluruhan
hanya dengan dengan satu kali putaran, telah cukup untuk memperoleh data gambar
yang akan direkonstruksi nantinya. CBCT merupakan prosedur pelengkap untuk
kegunaan tertentu, dengan hasil yang lebih baik dan dapat digunakan untuk
menggantikan prosedur foto radiografi 2D.

Gambar 1. CBCT; (a) KODAK Dental imaging 9000 3D, (b) Veraviewepocs 3D, dan (c) Picasso Trio.

4.1 Keuntungan Pemakaian CBCT Pada Bidang Endodonti


Keuntungan yang paling utama dengan pemakaian CBCT adalah CBCT dapat
memberikan gambaran anatomis intraoral dalam 3D, dimana dengan foto panoramik
dan sefalometri tidak bisa didapatkan. CBCT Unit dapat merekonstruksi proyeksi
data yang ada untuk mendapatkan hubungan antara gambar yang satu dengan yang
lain dalam tiga bidang ortogonal (aksial, sagital, dan koronal). Rekonstruksi data dari
CBCT dapat dilakukan dengan menggunakan komputer personal dimana data yang
ada dapat diubah arah pandangnya sesuai dengan aslinya.(gambar 2)

Gambar 2. a. Lesi multilokular; gambaran CBCT : b. curved plannar, c. cross sectional, d. axial, e. Rekonstruksi
3D

Pada gambar yang ada dapat dilakukan perbaikan pembesaran, pengaturan


level tampilan, dan juga dapat diberikan tanda panah ataupun teks (gambar 3).
Pengukuran algoritma dengan menggunakan kursor membuat klinisi menjadi lebih
mudah untuk berinteraksi secara langsung dengan dimensi gambar yang diperiksa.
Data volumetrik 3D dengan resolusi yang tinggi memiliki kelebihan dapat digunakan
secara interaktif, teknologi CBCT membuat klinisi dapat mengamati visualisasi
hubungan yang kompleks dan membedakan batas antara bagian anatomis maupun

patologis yang terdapat pada alveolus dan tulang rahang, seperti pada sinus maksila
dan kanalis mandibula serta foramen mandibula.

Gambar 3. Visualisasi 3D

4.2 Keterbatasan CBCT Dalam Bidang Endodonti. Walaupun CBCT dapat


memberikan gambar dalam bentuk 3D, resolusi gambar CBCT jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan film konvensional atau radiografi digital intraoral. Meskipun
demikian dalam bidang endodonti, teknologi ini dapat memberikan gambaran 3D
secara geometris dan akurat serta dapat mengurangi gangguan dari bagian anatomis
lainnya ketika melakukan pemeriksaan gambaran anatomis saat diagnosa, perawatan,
ataupun perawatan dalam waktu yang lama.
Hasil proyeksi geometri CBCT dihasilkan dari volume FOV secara
keseluruhan yang diberikan radiasi terhadap proyeksi gambar dasarnya. Dengan
banyaknya arah sinar maka akan dihasilkan sinar yang tersebar dan akan disimpan
dalam bentuk pixel pada detektor cone beam CT tetapi hal ini tidak mencerminkan
objek sebenarnya yang dilewati oleh sinar-x. Sinar-x yang lemah dan tidak sejajar ini
disebut dengan noise (gangguan). Noise ini dapat dikurangi dengan algoritma tertentu
seperti transformasi gelombang (wavelet) dari data proyeksi yang telah disaring;
meskipun demikian, dikarenakan adanya area detektor yang digunakan, maka sinar
lemah yang dan tidak sejajar tersebut akan tetap tercatat dan menyebabkan terjadinya
degradasi gambar yang dihasilkan, jika algoritma yang digunakan untuk mengurangi
noise tidak cukup adekuat. Noise yang dihasilkan pada gambar lebih banyak terjadi

pada sistem yang menggunakan FOV yang lebih luas, terutama pada kasus dengan
sinyal yang terlalu rendah, untuk membatasi jumlah radiasi yang terpapar.
5. Aplikasi CBCT dalam bidang endodonti
CBCT hanya dilakukan untuk menentukan diagnosa secara optimal dan
sebagai panduan perawatan. Perlu diketahui bahwa jumlah pemaparan radiasi yang
digunakan untuk menegakkan diagnosa harus benar-benar memberikan lebih banyak
keuntungan daripada kerugian yang ditimbulkannya. Dari pencarian yang dilakukan,
meskipun tidak dapat disangkal kalau data yang didapat masih sangat sedikit,
diketahui bahwa CBCT memiliki beberapa kegunaan dalam kasus-kasus endodonti
tertentu. Perlu digaris bawahi, karena tidak adanya hasil temuan berupa uji coba
klinis prospektif secara acak maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hasil
yang didapat dengan menggunakan CBCT dalam bidang endodonti. Pada saat ini
CBCT belum dipertimbangkan untuk menggantikan pemakaian radiografi digital
standar. Meskipun demikian, CBCT dapat dipakai sebagai prosedur pelengkap untuk
kondisi tertentu.
5.1 Pemeriksaan Preoperatif
5.1.1 Morfologi Gigi. Keberhasilan perawatan endodonti tergantung pada identifikasi
saluran akar yang ada sehingga dapat untuk dapat diakses, dilakukan pembersihan,
pembentukan (preparasi saluran akar) dan pengisian (obturasi). Dari beberapa
penelitian, CBCT dinyatakan dapat digunakan untuk mendeteksi MB2, dan resolusi
yang optimal adalah dari 0,12 mm atau lebih kecil (gambar 4).
Pernah juga dilaporkan jika Foto CBCT dapat digunakan untuk mengetaui
karakteristik berupa prevalensi saluran akar distolingual yang cukup tinggi pada
orang Taiwan, mengetahui adanya anomali saluran akar premolar mandibula dan
membantu menentukan kelengkungan (kurvatura) akar gigi.

Gambar 4. a. Radiografi konvensional; Saluran MB yang tidak terdeteksi sebelumnya: b. Gambaran axial,
c. Gambaran parasagital.

5.1.2. Dental periapikal patosis. Kondisi patologis yang paling umum terjadi pada
gigi adalah adanya lesi inflamasi pada pulpa dan daerah periapikal (gambar 5). Dari
beberapa penelitian ditemukan jika Sistem CBCT memberikan kesamaan hasil
interpretasi intra dan inter observer yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
radiografi konvensional, CBCT menunjukkan hasil yang lebih signifikan untuk
mengetahui adanya lesi dan juga perluasan lesi yang telah mencapai sinus maksila,
penebalan membran sinus dan untuk mengetahui adanya saluran akar yang tidak
berhasil ditemukan. Mereka menyatakan meskipun tingkat kemampuan deteksi
dengan menggunakan CBCT lebih tinggi tetapi mereka tidak menganjurkan untuk
menggantikan radiografi intra oral untuk mendeteksi lesi periapikal pada praktek
rutin di klinik dengan pertimbangan biaya dan dosis radiasinya. Hasil laporan yang
lain juga menyatakan jika CBCT secara umum memiliki kemampuan untuk deteksi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan CT konvensional. Pemakaian CBCT ini
akan sangat membantu secara klinis pada pemeriksaan pasien yang datang dengan
rasa sakit ataupun dengan adanya simptom lokal yang berkaitan dengan gigi yang
tidak dirawat ataupun pada gigi yang telah dirawat meskipun tidak ada perubahan
patologis yang dapat diidentifikasi dengan foto konvensional.

Gambar 5. Antral mucosal pseudocyst : a. Sagital, b. Cross-sectional

Gambar 6. a. Radiografi konvensional, b. Gambaran CBCT

5.1.3. Fraktur Akar. Meskipun fraktur akar lebih jarang terjadi bila dibandingkan
dengan fraktur mahkota, yaitu sekitar 7% dari kasus dental injury atau bahkan lebih
kecil, tetapi fraktur akar tersebut lebih sulit untuk didiagnosa dengan akurat
mengguanakan radiografi konvensional. Telah banyak penulis yang memberikan
gambaran mengenai kegunaan dan pentingnya pemakaian CBCT dalam diagnosa dan
penatalaksanaan trauma dentoalveolar pada aspek yang lebih spesifik terutama fraktur
akar (gambar 7), luksasi dengan/atau tanpa pergeseran gigi, dan fraktur alveolar.
CBCT diketahui telah sering digunakan untuk mendiagnosa fraktur akar.

Gambar 7. Fraktur akar pada 1/3 apikal akar : a. Radiografi konvensional, b. CBCT

5.1.4 Resorpsi Akar. Keakuratan CBCT untuk mendeteksi permukaan yang


mengalami kecacatan memang lebih tinggi bila dibandingkan dengan prosedur foto
konvensional, tetapi hasil yang didapat masih belum sempurna dan memerlukan
peningkatan resolusi voxel dari volumetrik dataset yang ada. CBCT juga sering
digunakan dalam bidang prostodontik untuk menentukan resorpsi apikal pada akar
gigi dan resorpsi yang terjadi pada akar lateral gigi insisivus maksila akibat gigi
kaninus yang impaksi. Resopsi akar internal (IRR) pada saluran akar sangat jarang
terjadi, dan biasanya asimptomatis, berkembang dengan lambat, dan sangat jarang
terlihat pada pemeriksaan radiografi intra oral. Faktor etiologi inflamasi proses
resorpsi yang terjadi masih belum dipahami sepenuhya, IRR biasanya dikaitkan
dengan adanya riwayat trauma, pulpitis kronis yang menetap dan akibat dari
perawatan ortodonti. Telah umum diketahui jika resorpsi akar internal dan eksternal
akibat inflamasi masih membingungkan dan sering salah diagnosa. Pemeriksaan yang
akurat merupakan hal yang penting karena kondisi ini menunjukkan proses patologis
yang berbeda, juga dengan faktor etiologi dan prosedur perawatan yang berbeda juga.
Diagnosa dengan menggunakan radiografi konvensional akan sulit untuk dilakukan;
meskipun demikian, berbeda dengan resorpsi eksternal, yang memberikan gambaran

berupa area radiolusen yang tidak beraturan dan melibatkan saluran akar, sedangkan
resorpsi internal memilki batas yang jelas tanpa adanya kecacatan pada saluran akar
yang dapat terlihat secara radiografis. CBCT dapat digunakan untuk memastikan
terjadinya IRR dan membedakannya dengan ERR (gambar 8).

Gambar 8. a. Radiografi konvensional, Gambaran ERR awal dari CBCT : b. Cross-sectional kanan, c. Crosssectional kiri, d. Axial.

5.2 Pemeriksaan Postoperatif. Terus mengamati penyembuhan lesi apikal merupakan


salah satu aspek yang penting dalam pemeriksaan postoperatif pada perawatan
endodonti.

Obturasi saluran akar yang adekuat merupakan faktor penentu

keberhasilan perawatan endodonti, CBCT dapat digunakan untuk melakukan


pengamatan awal dan lanjutan terhadap kepadatan pengisian saluran akar. Sagur dkk
menemukan bahwa storage phospor plate (SPP) dan film F-speed lebih baik bila
dibandingkan dengan foto CBCT dan mereka juga melaporkan bahwa hal ini

mungkin terjadi akibat adanya gambaran yang mengganggu dari gutta percha dan
sealer yang mempengaruhi kualitas gambar yang akan dievaluasi pengisian saluran
akarnya.

Gambar 9. Gambaran perforasi : a. Axial, b. Sagital

Pemakaian CBCT untuk memastikan adanya perforasi dan pengaruhnya


terhadap perawatan telah disampaikan oleh Young (gambar 9).
Bedah endodonti biasanya menjadi lebih sulit dilakukan pada gigi posterior
karena posisinya yang dekat dengan struktur anatomis lainnya. Gigi-gigi mandibula
dapat berada dekat dengan kanalis mandibula sementara gigi molar maksila biasanya
memiliki posisi yang dekat dengan sinus maksila. Foto CBCT dapat memberikan
keuntungan dalam membuat perencaan perawatan preoperatif terutama pada gigi
posterior maksila dengan patologi apikal. Dari beberapa penelitian, didapatkan hasil
bahwa CBCT memiliki peranan yang penting untuk mengoptimalkan apikoektomi
akar palatinal dengan akses bedah dari bagian vestibular, untuk menentukan lokasi
instrumen endodonti yang fraktur dan terdorong ke dalam sinus maksila sebelum
dilakukan bedah periapikal, CBCT dapat menunjukkan lesi dengan lebih signifikan
(34%) daripada radiografi konvensional. Mereka juga melaporkan bahwa beberapa
temuan klinis yang memiliki relevansi seperti perluasan lesi sampai ke sinus maksila,

penebalan membran sinus dan saluran akar yang tidak berhasil ditemukan, secara
signifikan lebih sering terlihat dengan menggunakan foto CBCT.
6. Kesimpulan
Radiografi intraoral konvensional lebih mudah dilakukan, memiliki harga
yang efektif, menghasilkan gambar dengan resolusi yang tinggi dan menjadi bagian
yang penting dalam perawatan endodonti. Meskipun demikian, kondisi tertentu baik
sebelum ataupun sesudah perawatan dapat didiagnosa dengan menggunakan foto
CBCT, dan CBCT juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh kondisi tersebut
terhadap perawatan yang dilakukan. Keunggulan pemakaian CBCT sudah tidak dapat
dipungkiri lagi CBCT merupakan prosedur foto dengan tujuan tertentu dan
merupakan teknologi yang komprehensif dalam evaluasi endodonti.

Anda mungkin juga menyukai