PEMBAHASAN
PENAKSIRAN RISIKO DAN DESAIN PENGUJIAN
2.1
2. Lakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi
entitas.
Berdasarkan pemahaman atas pengendalian intern, auditor kemudian
melakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi yang
berkaitan dengan setiap saldo akun signifikan. Misalnya : auditor dapat
mengidentifikasi salah saji potensial untuk asersi transaksi pengeluaran kas dan
untuk asersi saldo akun yang berkaitan dengan transaksi tersebut; akun kas dan
akun utang usaha.
penaksiranr
esiko,
informasi
dan
komunikasi,
aktivitas
2.2
Pengujian Pengendalian
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk
tambahan.
Pengujian
pengendalian
tambahan
ini
hanya
2.3
2. Pengamatan
Pengamatan dilaksanakan oleh auditor terhadap pelaksanaan pekerjaan
personel. Pengamatan atas pelaksanaan pekerjaan personel dapat
menghasilkan bukti yang serupa dengan permintaan keterangan.
3. Inspeksi
Inspeksi dilaksanakan terhadap dokumen dan laporan yang menunjukkan
kinerja pengendalian. Pelaksanaan kembali (reperforming) dilakukan oleh
auditor dengan melaksanakan kembali prosedur tertentu. Prosedur ini
cocok digunakan bila terdapat jejak transaksi yang berupa tandatangan di
atas dokumen dan cap pengesahan.
4. Pelaksanaan kembali
Prosedur pelaksanaan kembali tidak digunakan oleh auditor dalam
pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern, namun digunakan
untuk menilai efektivitas pengendalian intern.
2.3.2
oleh aduitor, akan dapat dikumpulkan bukti lebih banyak mengenai efektivitas
pengendalian. Semakin banyak orang yang dimintai keterangan tentang
pengendalian intern atas asersi tertentu semakin banyak bukti yang dapat
kembali,
semakin
banyak
bukti
tentang efektivitas
pengendalian intern.
2.4
telah
diotorisasi
oleh
yang
tangan
yang
berwenang.
2.Bandingkan
tanda
tanda
tangan
manager
yang
berwenang.
3.Lakukan inspeksi terhadap caplunas
Indeks
Tanggal
KK
Pelaknanaan
Pelaksana
pengamatan
terhdapa
Kelengkapan
5.Periksa bukti yang digunakan dokumen
cek dan bukti kas kelua bernomor urut
tercetak
dan
pertanggungjawaban
penggunanya.
6.Lakukan
pengamatan
terhadap
transaksi
yang dipilih
pada
kas
keluar
berserta
dokumen
pendukungnya.
8.Lakukan inspeksi atas rekonsilasi bank.
2.5
megnurangi jumlah lokasi atau divisi perusahaan yuang akan diterapi pengujian
pengendalian. Dalam mengkoordinasi pekerjaanya dengan auditor intern, auditor
independen melakukan :
1. Rapat periodik dengan auditor intern
2. Melakukan review jadwal kerja auditor intern
3. Meminta izin untuk akses ke kertas kerja auditor intern
4. Melakukan review terhadap laporan keuiangan audit
Auditor independen harus menguji pekerjaan auditor intern dan menentukan
apakah :
1. Lingkup pekerjaan auditor intern memada untuk memenuhi tujuan
pekerjaannya
2. Program audit memadai untuk mencapai tujuan auditnya
3. Kertas kerja yang dibuat memadai untuk mendokumentasikan pekerjaan
yang telah dilaksanakan, termasuk mencerminkan adanya supervisi dan
review atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
4. Kesimpulan dibuat memadai sesuai dengan keadaan
5. Laporan sesuai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan
2.5.2
Bantuan langsung
Auditor independen dapat meminta auditor intern untuk memberikan
bantuan langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang secara spesifik diminta
oleh auditor independen dari auditor intern untuk menyelesaikan beberapa aspek
pekerjaan auditor independen. Sebagai contoh, auditor intern dapat membantu
auditor independen dalam memahami
dalam
2.6
2.7
RD =
RA
RB X RP
RD = risiko deteksi
RA = risiko audit
RB = risiko bawaan
RP = risiko pengedalian
Rumus perhitungan risiko deteksi dapat diurai kan sebagai berikut :
2.7.1
dengan pelaporan keuangan dan setelah menaksir resiko pengendalian untuk suatu
asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan tingkat resiko
pengendalian sesungguhnya atau final dengan tingkat resiko pengendalian yang
direncanakan untuk asersi tersebut. Jika tingkat resiko pengendalian final sama
dengan yang direncanakan auditor dapat melanjutkan untuk mendesain pengujian
substantif khusus berdasarkan tingkat pengujian substantif yang direncanakan.
Jika tingkat resiko pengendalian final tidak sama dengan yang direncanakan
auditor harus mengubah tingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain
pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat resiko deteksi yang dapat
diterima. Berikut merupakan gambaran strategi auditawal, risiko deteksi yang
direncanakan dan tingkat pengujian substantive yang direncanakan.
Tingkat Pengujian
Strategi Audit Awal
Substantif Yang
Direncanakan
Direncanakan
Pendekatan terutama
substantif
rendah
Tingkat tinggi
Tingkat rendah
pengendalian rendah
2.8
bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan. Pengujian substantive menghasilkan
bukti audit tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Di lain
pihak, pengujian substantive dapat mengungkapkan kekeliruan atau salah saji
moneter dalam pencatatan dan pelaporan transaksi dan saldo akun. Desain
pengujian substantive mencakup penentuan sifat, saat dan lingkup pengujian yang
diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi setiap asersi.
2.8.1
Sifat pengujian substantif mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit dilakukan
oleh auditor. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah, auditor
harus menggunakan prosedur audit yang lebih efektif, dan biasanya memerlukan
biaya yang lebih tinggi. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah
tinggi, auditor dapat menggunakan prosedur audit yang kurang efektif, dan
biasanya memerlukan biaya yang lebih rendah. Auditor dapat menggunakan jenis
pengujian substantive berikut ini :
1. Prosedur analitik
prosedur analitik dapat digunakan auditor pada :
Sifat asersi
Ketepatan harapan
sedangkan
Sebaliknya, semakin rendah risiko deteksi, semakin luas prosedur audit yang
ditempuh oleh auditor dan semakin tinggi kompetensi bukti audit yang diperlukan
oleh auditor. Berikut merupakan gambar yang melukiskan dampak risiko deteksi
terhadap pengujian terhadap saldo rinci.
Risiko Deteksi
Tinggi
Moderat
Rendah
Sangat rendah
2.8.2
Saat pengujian
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berdampak terhadap saat
yang
harus
dipertimbangkan
oleh
auditor
sebelum
yang
diperlukan pada tanggal neraca untuk memenuhi tujuan audit yang telah
direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca akan menjadi
lebih efisien.
Pengujian substantive yang dilakukan sebekum tanggal neraca tidak
meniadakan perlunya pengujian substantive pada tanggal neraca. Pengujian
substantive untuk periode sisa biasanya harus mencakup :
1. Perbandingan saldo akun pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah
yang tampak luar biasa dan penyelidikan jumlah perbedaan tersebut.
2. Prosedur analitik lain atau pengujian substantive lain terhadap rincian
untuk menyediakan bukti yang dapat dipakai sebagai dasar memadai untuk
memperluas kesimpulan dari audit interim ke tanggal neraca.
Bila direncanakan dan dilaksanakan semestinya, kombinasi pengujian
substantive sebelum tanggal neraca dan pengujian substantive untuk periode
sisanya dapat menghasilkan bukti kompeten bagi auditor sebagai dasar memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien.
2.8.3
Lingkup pengujian
Bukti audit diperlukan lebih banyak untuk mencapai tingkat resiko deteksi
rendah bila dibandingkan dengan tingkat resiko deteksi tinggi. Auditor dapat
mengubah jumlah bukti audit yang dikumpulkan dengan mengubah lingkup
2.9
kerangka umum yang dapat dipakai sebagai acuan disajikan berikut ini :
1. Tentukan prosedur audit awal
Prosedur awal ditujukan oleh auditor untuk memperoleh keyakinan bahwa
asersi dalam laporan keuangan didukung oleh catatan akuntansi yang
andal. Oleh karena itu, prosedur audit awal ini terdiri dari lima langkah
berikut :
Usut saldo pos yang tercantum di dalam neraca ke saldo akun yang
bersangkutan di dalam buku besar
Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun yang bersangkutan
Usut saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun lalu
Perubahan akuntansi
Perubahan usaha
Fluktuasi acak
Salah saji
dalam program audit umumnya belum dapat diselesaikan oleh auditor sampai
dengan saat auditor menyelesaikan studi dan evaluasi terhadap pengendalian
intern dan setelah tingkat resiko deteksi yang dapat diterima telah ditetapkan
untuk setiap asersi signifikan. Terdapat dua hal yang memerlukan perhatian
khusus dari auditor dalam mendesain program audit dalam perikatan pertama :
1. Auditor harus memastikan bahwa saldo awal mencerminkan penerapan
kebijkaan akuntansi yang semestinya.
2. Bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dalam laporan
keuangan tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan
akuntansi atau penerapannya, auditor harus memperoleh kepastian bahwa
perubahan
tersebut
memang
semestinya
dilaukan
dan
program audit yang digunakan dalam audit tahun yang lalu dan kertas kerja yang
dihasilkan dari program audit tersebut. Dalam keadan ini, strategi audit awal yang
dipilih auditor biasanya didasarkan pada asumsi tingkat risiko pengendalian yang
dipakai dalam audit tahun yang lalu. Begitu pula, program audit untuk pengujian
substantif biasanya dipakai untuk audit tahun berjalan. Oleh karena itu, dalam
perikatan audit berulang, program audit seringkali disiapkan sebelum auditor
menyelesaikan studi dan evaluasi terhadap pengendalian intern. Jika informasi
yang diperoleh dari audit tahun berjalan menunjukkan tingkat risiko pengendalian
tidak lagi memadai, program audit perlu disesuaikan.
2.10
Keterangan
Pengujian pengendalian
Pengujian substantif
Jenis
Bersamaan ( concurrent )
Prosedur analitik
Tambahan
Tujuan
keuangan signifikan
Sifat pengukuran
pengujian
pengendalian intern
saldo akun
Permintaan
dapat diterapkan
keterangan,
berbantuan komputer
Saat pelaksanaan
Risiko pengendalian
Risiko deteksi
Standar pekerjaan
Kedua
Ketiga
lapangan
Diharuskan oleh standar Tidak
auditing
ya