Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KHUSUS

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I


APLIKASI COOLING TOWER PADA PT.INDOCEMENT TUNGGAL
PRAKARSA, PT.PETROKIMIA GRESIK DAN PLTU

ASISTEN : MUHAMMAD FEBI RENALDO

Oleh:
RIZKA WULANDARI PUTRI
(03071003024)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDERALAYA

2010

APLIKASI COOLING TOWER PADA PT. INDOCEMENT TUNGGAL


PRAKARSA, TBK
Indocement adalah salah satu pabrik penghasil semen terbesar di Indonesia,
berdiri pada tahun 1985 dan pada saat ini mengoperasikan dua belas pabrik, di lokasi
yang berbeda. Dalam proses industrinya, PT. Indocement Tunggal Prakarsa,TBK
menggunakan aplikasi Cooling Tower (Menara pendingin) untuk pembangkit listrik
yang merupakan menara kayu dengan empat sel. Cooling Tower yang ada adalah
Marley, Sigma 1244 dan vintage 1922,
Dalam penggunaan cooling tower ini terdapat beberapa permasalahan yang
muncul. Aantara lain pada saat pengamatan, terlihat bahwa dua sel cooling tower
tidak berjalan, dan tidak ada air mengalir melalui sel-sel tersebut, tetapi fan dari
setiap sel tersebut tetap beroperasi kontinyu. Diperkirakan juga bahwa pertumbuhan
lumut yang berlebih pada keseluruhan menara disebabkan adanya kelebihan biosida
di air yang overflow. Selain itu pipa PVC terlapisi oleh lapisan tebal debu semen.
Rencana tindakan yang diperlukan untuk penerapan opsi ini adalah dengan
merevisi standar operasi prosedur untuk sel menara(tower)

dan melakukan

pembersihan berkala pada cooling tower (menara pendingin) dalam jangka waktu
satu kali dalam tiga bulan menggunakan kaporit untuk menghilangkan lumut dan
debu semen. Pembersihan ini akan menghilangkan mikroba yang berbahaya bagi
seluruh karyawan dan akan meningkatkan efisiensi menara pendingin, serta dapat
menyelamatkan peralatan pabrik yang membutuhkan air pendingin dari terbentuknya
endapan yang berlebihan pada permukaan area perpindahan panas.
Perbaikan dari fill float valve akan meminimalkan kehilangan air karena
tumpahnya air dari kolam. Studi penelitian penggunaan in-ground-source heat pumps
(IGSHP) pada menara pendingin merupakan opsi bilamana menara pendingin rusak
dan perlu penggantian atau perbaikan lebih lanjut.
Hasil penerapan opsi akan memberikan penghematan energi 250,56 MWh per
tahun yang akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 181,41 TCO2 per tahun.
Penghematan energi diperkirakan setara dengan biaya pemasukkan tahunan Rp

133.297.920 atau US $ 14,489 dan akan mengembalikan biaya investasi awal (Rp
250,000,000 atau US $ 27,174) dalam waktu 1,8 tahun.
PENGONTROLAN COOLING TOWER
Selama pengkajian di pabrik, dilakukan pengamatan pada cooling tower
(menara pendingin) dan terlihat bahwa dua dari empat sel tidak beroperasi, dengan
tidak adanya air yang
mengalir melalui sel tersebut, tetapi fan pada setiap sel tetap beroperasi secara
kontinyu. Kran alat pengontrol aliran untuk ke empat sel terbuka. Dua sel lainnya
disisi lain dari menara beroperasi dalam keadaan kering. Tim diinformasikan bahwa
hal ini merupakan prosedur yang normal dengan mengoperasikan menara pendingin
tanpa memperhatikan jumlah boiler atau turbin yang bekerja. Pada saat itu, ke dua
buah turbin dan lima dari sembilan boiler dalam keadaan beroperasi.
Kolam air dingin overflow secara kontinyu, mengindikasikan adanya
kerusakan kran. Bahan kimia (Biosida dan penghambat korosi) secara kontinyu
disuntikkan tanpa kontrol balik pada pengaturan alirannya. Tempat dimana bahan
kimia disuntikkan kedalam kolam air dingin berdekatan dengan tempat overflow air
kolam. Diperkirakan banyaknya lumut yang tumbuh menutupi menara disebabkan
terbuangnya biosida dalam jumlah besar pada air yang overflow. Pipa PVC yang ada
dilapisi dengan debu semen yang tebal.
Motor-motor Fan yang tersedia adalah 50HP, 400V, 60 A, Cos = 0.54 (ratarata untuk keempat fan). Digunakan flow meter non-intrusive transit-time dan
sirkulasi air yang terukur adalah 2.400 m3/jam. Suhu air masuk dan keluar dari
menara masing-masing 38oC dan 32oC.
Standar prosedur operasi untuk sel menara telah direvisi dan memberikan hasil
sebagai berikut:
Perlu adanya pengamatan tentang jumlah sel yang harus beroperasi untuk berbagai
kondisi operasi. Pada kondisi diatas, sebaiknya fan pada sel yang tidak beroperasi
dimatikan untuk menghemat listrik (penyelesaian yang sederhana dan tanpa biaya).

Perlu pembersihan berkala pada menara (sekali dalam tiga bulan) menggunakan
kaporit untuk menghilangkan lumut dan debu semen. Hal ini juga akan
menghilangkan mikroba yang berbahaya bagi karyawan pabrik dan akan
meningkatkan efisiensi pendinginan pada menara, sekaligus menyelamatkan
peralatan pabrik yang membutuhkan air pendingin dari pengendapan yang berlebihan
pada permukaan area transfer panas.
Diperlukan perbaikan kran fill float untuk meminimalkan hilangnya air pada
overflow kolam.
Studi pengamatan pada penggunaan in-ground-source heat pumps (IGSHP), pada
Menara pendingin merupakan opsi untuk masa depan (bilamana menara pendingin
rusak dan perlu penggantian atau perbaikan lebih lanjut).
Perbaikan menara pendingin belum dapat dilakukan, sehingga pembersihan berkala
menggunakan kaporit dan perbaikan atau penggantian fill float valve untuk
mengurangi kehilangan air juga belum diterapkan.
Saat ini, menara pendingin tidak berada dalam kondisi yang baik, dimana dua dari
empat sel menara pendingin rusak. Kemudian, salah satu bagian didalam sel menara
pendingin hilang. Sehingga, prosedur efisiensi operasi menara pendingin harus
diperbaiki, yaitu dengan mematikan salah satu fan, bila hanya tiga dari empat boiler
yang beroperasi. Perbaikan menara pendingin masih menunggu pabrik shut down,
yang akan membutuhkan waktu perbaikan sepuluh hari. Biaya perbaikan masih dalam
perhitungan.
Prosedur standar yang saat ini dapat dijalankan adalah mematikan salah satu fan
menara pendingin, jika hanya tiga atau empat boiler (dari delapan boiler) beroperasi.
Hal ini dapat mengefisienkan daya sebesar 46,4 Hp (34,8 kW) untuk satu sel.
Perbaikan prosedur standar operasi dapat dilakukan bila menara pendingin
diperbaiki yang harus menunggu pabrik shut down karena membutuhkan waktu
perbaikan sepuluh hari.
Berdasarkan tes boiler pada 8, 14 dan 15 Desember 2005, diketahui bahwa salah
satu fan dari menara pendingin dapat dimatikan, jika boiler yang beroperasi kurang

dari lima unit. Jika boiler yang beroperasi lebih dari lima unit, maka ada kenaikan
suhu dari udara panas pada generator lebih dari 65 C dan air panas lebih dari 55 C,
yang merupakan batas kinerja boiler untuk mencegah kerusakan, sehingga sangat
beresiko untuk dilanjutkan. Jika menara pendingin diperbaiki, kinerja akan menjadi
lebih baik, sehingga diharapkan salah satu fan dari menara pendingin dapat dimatikan
walaupun semua boiler beroperasi.
Dari perawatan cooling tower secara berkala tersebut, berikut perhitungan
penghematan nyata yang diharapkan dari kinerja menara pendingin di PT.
INDOCEMENT PRAKASA,Tbk adalah sebagai berikut:
Investasi yang dibutuhkan proyek ini = Rp 250.000.000,- atau US $ 27.174
Biaya energi = Rp 532 per kWh
Operasian pabrik = 300 hari
Faktor penghematan energi = 34,8 KW
Faktor penghematan energi/tahun = 34,8 kW x 24 kWh x 300 hari
= 250,56 MWh
Hasil analisis kelayakannya adalah sebagai berikut:
Keuntungan Finansial
Pemasukan dana per hari = 34,8 kW x Rp 532/kWh x 24 jam
= Rp 444.326,4
Pemasukan dana tahunan = 34,8 kWx Rp 532/kWh x 24 jam x 300 hari
= Rp 133.297.920 or US $ 14.489
Waktu pengembalian modal = 250.000.000/ 133.297.920 = 1,8 tahun
Keuntungan Lingkungan
Penghematan daya = 34,8 kW
Emisi gas rumah kaca 250,56 MWH x 0,724* = 181,41 ton CO2/tahun

Gambar:

APLIKASI COOLING TOWER PADA PT . PETROKIMIA GRESIK


Perancangan Jaringan Air Pendingin Pada Cooling Tower Yang Optimal Pada Industri
Ammonia Dengan Menggunakan Analisa Pinch
Kegunaan air dalam proses industri sangat banyak sekali, selain sebagai air
baku pada industri air minum dan pemutar turbin pada pembangkit tenaga listrik, juga
sebagai alat bantu utama dalam kerja pada proses proses industri. Selain itu juga air
digunakan sebagai sarana pembersihan ( cleaning ) baik itu cleaning area atau alat
alat produksi yang tidak memerlukan air dengan perlakuan khusus atau cleaning
dengan menggunakan air dengan kualitas dan prasyarat tertentu yang membutuhkan
sterilisasi dan ketelitian yang tinggi. Dalam hal ini pembahasan difokuskan pada air
sebagai penghasil energi kalor dan sebagai penyerap energi kalor ( pendingin ) dalam
industri pada umumnya.
Limbah panas (waste heat) di dalam industri biasanya dihasilkan dari sistem
air pendingin yang dahulu biasanya langsung dibuang ke lingkungan (sistem end
pipe), yang tentu saja akan menyebabkan polusi panas (thermal pollution). Namun,
karena adanya kebijakan pemerintah yang membatasi polusi panas suatu industri
maka kemudian dipikirkan suatu cara/metode untuk meminimumkan polusi panas
tersebut.

Sejauh ini metode yang paling banyak digunakan untuk mengurangi polusi
panas (thermal pollution) adalah dengan mensirkulasi air pendingin. Namun terdapat
banyak kemungkinan dan keadaan dalam sistem sirkulasi air pendingin ini dalam
mencapai kondisi yang optimum.
Oleh karena itu diperlukan suatu analisa yang tepat guna mendesain jaringan
air pendingin yang optimum. Keadaan optimum yang dimaksud disini adalah
bagaimana merancang/mendesain suatu jaringan air pendingin sedemikian rupa
sehingga memperoleh laju keluar (outlet flowrate) air pendingin seminimum mungkin
dan temperatur keluar (outlet temperature) air pendingin semaksimum mungkin.
Keadaan ini kemudian akan berdampak pada tercapainya efisiensi yang maksimum
pada menara pendingin dan akhirnya akan berdampak pada performa yang
maksimum pada keseluruhan proses sistem sirkulasi air pendingin tersebut.
Ada beberapa permasalahan yang sering terjadi pada kinerja cooling tower
antara lain: Air pendingin dan sirkulasi sebagai Cooling tower dan Chiller tidak
sesuai dengan criteria.
Colling tower atau menara pendingin adalah suatu sistem pendinginan dengan
prinsip air yang disirkulasikan. Air dipakai sebagai medium pendingin, misalnya
pendingin condenser, AC, diesel generator ataupun mesin mesin lainnya.
Jika air mendinginkan suatu unit mesin maka hal ini akan berakibat air pendingin
tersebut akan naik temperaturnya, misalnya air dengan temperature awal ( T1 )
setelah digunakan untuk mendinginkan mesin maka temperaturnya berubah menjadi (
T2 ). Disini fungsi cooling tower adalah untuk mendinginkan kembali T2 menjadi T1
dengan blower / fan dengan bantuan angin. Demikian proses tersebut berulang secara
terus menerus.
Sedangkan pada chiller temperature yang dibutuhkan relative lebih rendah
dibandingkan penggunaan Colling tower.
Beda antara cooling dan chiller adalah pada sistem yang digunakan.
Maksudnya, bila cooling adalah sistem terbuka sedangkan pada chiller adalah sistem

tertutup sehingga proses penguapan lebih rendah dibandingkan dengan sistem


terbuka.
Sistem air cooling dapat dikategorikan dua tipe dasar, sebagai berikut :
1. Sistem air cooling satu aliran
Sistem air cooling satu arah adalah satu diantara aliran air yang hanya melewati satu
kali penukar panas. Dan lalu dibuang kepembuangan atau tempat laindalam proses.
Sistem tipe ini mempergunakan banyak volume air. Tidak ada penguapan dan mineral
yang terkandung didalam air masuk dan keluar penukar panas. Sistem air cooling satu
arah biasa digunakan pada terminal tenaga besar dalam situasi tertutup dari air laut
atau air sungai dimana persediaan air cukup tinggi.
2. Sistem air cooling sirkulasi
Pada sistem sirkulasi terbuka ini, air secara berkesinambungan bersikulasi melewati
peralatan yang akan didinginkan dan menyambung secara seri. Transfer panas dari
peralatan ke air, dan menyebabkan terjadinya penguapan ke udara. Penguapan
menambah konsentrasi dan padatan mineral dalam air dan ini adalah efek kombinasi
dari penguapan dan endapan, yang merupakan konstribusi dari banyak masalah dalam
pengolahan dengan sistem sirkulasi terbuka.
Pada peristiwa sirkulasi air ini, akan terjadi proses proses sebagai berikut :
a. Pendinginan air cooling tower adakah atas dasar penguapan ( Evaporasi )
Pada peristiwa fisika dikenal prinsip jumlah kalor yang diterima = jumlah kalor
yang dilepaskan . Kalor untuk melakukan pendinginan dari T2 menjadi T1 sama
dengan kalor penguapan atau dengan kata lain air tersebut menjadi dingin
dikarenakan sebagian dari air tersebut menguap.
Untuk cooling tower, besarnya penguapan dapat dihitung bila diketahui kapasitas
pompa sirkulasi ( m3/jam )
b. Pada air Cooling tower terjadi pemekatan Garam.

Dengan adanya penguapan maka lama kelamaan seluruh mineral yang tidak dapat
menguap akan berkumpul sehingga terjadi pemekatan. Dengan banyaknya mineral
yang terkandung pada air Cooling tower perlu dilakukan proses Bleed Off dan
penambahan air make up. Air yang menguap adalah air yang murni bebas dari garam
garam mineral dengan konsentrasi = 0.
Pada cooling tower dapat diketahui siklus air pada unit cooling tower adalah dengan
cara :
Dengan rumus
Cycle = Tower water chloride
Make up water chloride
Tanpa menggunakan parameter khlorida, siklus dapat diketahui dengan membaca
konduktivity, yaitu dengan membandingkan konduktivity air tower dengan
konduktivity air make up.
Masalah yang sering timbul dalam pada seluruh sistem air cooling adalah:
Korosif
Pada pH yang rendah menyebabkan terjadinya korosi pada logam. Begitu juga
nitrifying. Penyebab lain adalah dengan adanya bakteri yang dapat menghasilkan
asam sulfat. Bakteri yang memiliki kemampuan untuk mengubah hydrogen sulfide
menjadi sulfur kemudian mengubah menjadi asam sulfat. Bakteri ini menyerang
logam besi, logam lunak dan steiless steel, hidup sebagai anaerobic ( tanpa udara )
Kerak
Pembentukan kerak diakibatkan oleh kandungan padatan terlarut dan material
anorganik yang mencapai limit control.
Metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembentukan kerak antara lain :
1. Menghambat kerak dengan mengontrol pH
Dalam keadaan asam lemah ( kira kira pH 6,5 ). Asam sulfat yang paling
sering digunakan untuk ini, memiliki dua efek dengan memelihara pH dalam daerah
yang benar dan mengubah kalsium karbonat, ini memperkecil resiko terbentuknya

kerak kalsium sulfat. Ini memperkecil resiko terbentuknya kerak kalsium karbonat
dan

membiarkan

cycle

yang

tinggi

dari

konsentrasi

dalam

sistem.

Mengontrol kerak dengan bleed off


Bleed off pada sirkulasi air cooling terbuka sangat penting untuk memastikan
bahwa air tidak pekat sebagai perbandingan untuk mengurangi kelarutan dari garam
mineral yang kritis. Jika kelarutan ini berkurang kerak akan terbentuk pada penukar
panas.
Mengontrol kerak dengan bahan kimia penghambat kerak.
Bahan kimia umumnya berasal dari organic polimer, yaitu polyacrilik dan polyacrilik
buatan.
Masalah mikrobiologi
Microorganisme juga mampu membentuk deposit pada sembarangan permukaan.
Hampir semua jasad renik ini menjadi kolektor bagi debu dan kotoran lainnya. Hal ini
dapat menyebabkan efektivitas kerja cooling tower menjadi terganggu.
Masalah kontaminasi
Keadaan cooling tower yang terbuka dengan udara bebas memungkinkan organisme
renik untuk tumbuh dan berkembang pada sistem, belum lagi kualitas air make up
yang digunakan.
Adapun metode analisa yang akan diterapkan dalam mendapatkan keadaan
yang optimum pada sistem sirkulasi air pendingin ini adalah dengan menggunakan
analisa water pinch dan analisa superstructure (Kim dan Smith, 2001). Inilah yang
dilakukan PT.Petrokimia Gresik untuk melakukan pengoptimuman sistem sirkulasi
air pendingin.
Pada pengolahan limbah secara konvensional, seluruh air limbah dari berbagai
sumber tersebut dialirkan ke sumur pengumpul. Dari sumur pengumpul dialirkan ke
bak ekualisasi, kemudian dipompakan secara kontinyu ke unit pengolahan yang telah
ditentukan. Sistem ini harus menyediakan kapasitas pengolahan setiap unit cukup
untuk kapasitas disain total dari seluruh sumber air limbah. Padahal, bisa jadi suatu
sumber air limbah tidak perlu diolah di suatu unit pengolahan tertentu, karena

kandungan parameter pencemarnya memang tidak bias diolah secara efektif di unit
pengolahan tersebut. Artinya, untuk sumber air limbah tersebut dapat dibypass
langsung menuju unit pengolahan selanjutnya. Atau bisa jadi konsentrasi suatu
sumber sangat rendah, sehingga tidak perlu melalui suatu unit pengolahan, tapi
setelah dicampurkan kembali dengan air limbah dari sumber-sumber lain, kandungan
pencemarnya memenuhi baku mutu yang berlaku.
Pada tahun 1994 Wang dan Smith mengembangkan metoda untuk
mengoptimalkan pemakaian air kembali/reuse berdasarkan analogi mass/heat pinch
analysis yang dikembangkan telah dikembangkan oleh Linhoff sejak tahun 1987,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pendekatan yang digunakannya adalah
teknologi pinch. Pada tahun 1996 Dhole et. al. mempopulerkan metoda ini dengan
sebutan water pinch (Bagajewicz, 2000). Water Pinch analysis (WPA) dapat
ditujukan untuk kontaminan tunggal maupun multi kontaminan dan termasuk
kemungkinan untuk penggunaan air limbah kembali, dan pendekatan regenerasi dan
penggunaan kembali, serta regenerasi dan recycle. Tujuannya untuk menetapkan
target air limbah minimum yang harus masuk ke suatu unit pengolahan, agar
minimasi kapasitas pengolahan air limbah minimal dapat tercapai (Ujang, Wong dan
Manan, 2002).

Karena kapasitas pengolahan sangat berpengaruh pada biaya investasi, operasi dan
pemeliharaan, maka metodologi yang dikembangkan pada umumnya, bagaimana cara
meminimasi kapasitas efluen yang harus diolah (Kuo dan Smith, 2000).
Pada tahun 1998 metoda untuk meminimasi air proses dan air limbah industri
dikembangkan dengan mengintegrasikan pendekatan water pinch dan superstruktur
dengan model matematik. Pendekatan yang dilakukan mencakup kemungkinan untuk
reuse, regeneration, recycling dan sequence pengolahannya.hasil penelitian mendapat
solusi bahwa penggunaan nonconvex MINLP dapat diterapkan untuk mengoptimasi
persoalan tersebut (Alva-Argaez, 1998). Huang, Yang dan Lou (2000) menggunakan
pendekatan NLP untuk sintesa integrasi jaringan pemakaian air dan pengolahan
limbah. Model yang dikembangkan Huang ini dapat menyelesaikan metoda water
pinch yang diintegrasikan dengan pendekatan matematis. Ujang, Wong dan Manan
(2002), melakukan penelitian untuk meminimasi kebutuhan air industry dengan
menggunakan metoda Water Pinch Analysis. Studi ini menunjukkan bahwa
pendekatan regenerasi dan reuse dapat efektif meminimumkan konsumsi air baku dan
memaksimalkan pemakaian kembali air limbah sebesar 50%. Suarez et al. (2004)
mengembangkan metoda superstruktur distribusi pengolahan air limbah dengan
pendekatan matematik yaitu optimasi global.
Hasilnya menunjukkan pendekatan ini sangat
robust dan bermanfaat dalam perancangan jaringan. Karuppiah dan Grossmann
(2005) mengaplikasikan model matematika untuk distribusi air limbah di mana
seluruh alternatif aliran air limbah turut dipertimbangkan. Objektif optimasi di sini
adalah untuk meminimasi jumlah air limbah yang masuk ke dalam kedua unit
pengolahan, yang berarti meminimasi kapasitas pengolahan air limbah. Gambar 5
menunjukkan superstruktur jaringan yang telah dioptimasi.
Tujuan penelitian ini adalah mengoptimasi struktur jaringan pendistribusian
air limbah pada intalasi pengolahan air limbah. Batasan yang dibuat dalam penelitian
ini adalah pendistribusian air limbah dengan satu parameter pencemar dan satu unit
pengolahan.

APLIKASI COOLING TOWER PADA PLTU


Pembakaran batu bara di dalam furnace meninggalkan sisa berupa abu batu
bara. Abu tersebut menempel pada elemen-elemen superheater dan permukaan water
wall panel. Lapisan abu yang semakin tebal akan mengurangi efisiensi pembakaran.
Oleh karena itu perlu dilakukan pembersihan secara rutin dengan mempergunakan
alat

yang

bernama

sootblower.

Pembersihan

elemen-elemen

superheaters

mempergunakan steam sootblower, sedangkan water sootblower dipergunakan untuk


membersihkan water wall panel.
Pada awal abad ke 19, batubara banyak digunakan untuk pemanas rumah
kemudian penggunaannya meningkat untuk industri. Sedangkan penggunaan batubara
untuk pembangkit energi dimulai pada akhir abad ke 19. Pembangkit ini sebagian
besar menggunakan mesin piston uap. Mesin ini dioperasikan dengan efisiensi 1%
dan membutuhkan 12,3 kg batubara untuk menghasilkan 1 kWh listrik. Padahal, 1 kg
batubara mampu menghasilkan 3 kg CO2 sehingga untuk menghasilkan 1 kWh
pembangkit energi tersebut mengemisi 37 kg CO2.
Efisiensi termal dapat ditingkatkan dengan mengurangi jumlah batubara yang
digunakan dan juga dapat mengurangi emisi CO2. SOx dan NOx. Hal ini tentu saja
menguntungkan dari segi ekonomi dan juga lingkungan. Dengan alasan ini, banyak
dilakukan riset dan pengembangan yang berkelanjutan pada teknologi yang
digunakan pada pembangkit listrik.
Sekitar tahun 1910, efisiensi termal pembangkit berbahan bakar batubara ini
meningkat menjadi 5%, dengan tekanan mencapai 13 bar dan memiliki temperatur
2750C. Efisiensi termal ini terus meningkat hampir 30% pada tahun 1950an.
Pembangkit ini dioperasikan dengan tekanan 150-180 bar, temperatur 4500C dan
penggunaan batubara spesifiknya adalah 728 gram per kWh.
Peningkatan efisiensi termal menjadi melambat dikarenakan adanya keinginan
untuk menambah fasilitas desulfurisasi dan pengurang Nitrogen Oksida pada gas
buang

untuk

mengurangi

pencemaran

lingkungan.

Fasilitas

tersebut

juga

membutuhkan energy sehingga berdampak 2%-4%

penurunan efisiensi dari

pembangkit.
Pada pertengahan tahun 1980, efisiensi tertinggi yang dapat dicapai adalah
43% yang beroperasi dengan tekanan 260 bar dan temperatur 5400C. Pembangkit ini
menggunakan cooling tower sebagai pendinginnya. Efisiensi termal rata-rata
pembangkit saat itu adalah 38% dengan penggunaan batubara spesifik 323 gram per
kWh.
Pada tahun 1990an, di Denmark di bangun sebuah pembangkit dengan
teknologi terbaru yaitu menggunakan air laut sebagai pendinginnya, dan pembangkit
ini mampu mencapai efisiensi termal 47%.
Coal and Ash Handling adalah bagian tak terpisahkan dari PLTU. Peralatan
paling dominan dari coal handling system ini adalah belt conveyor. Conveyor tersebut
berfungsi untuk mengangkut batu bara dari unloader port ke coal storage yard, dan
dari storage yard ke boiler house.
Sementara dalam ash handling system, pengangkutan debu batu bara
dilakukan melalui sistem perpipaan dibantu dengan udara bertekanan. Bisa juga
dilakukan secara manual menggunakan dump truck.
System terakhir dari PLTU yang akan saya tulis adalah Balance of Plant.
Balance of Plant ini terdiri dari beberapa sub sistem, di mana yang paling penting
adalah :
- Condenser system
- Feedwater system
- Water Treatment Plant
- Cooling Tower
Setelah selesai memutar turbine, uap dibuang ke condenser yang posisinya
tepat berada di bawah LP Turbine. Di dalam condenser uap tersebut diubah menjadi
air untuk dipompakan kembali ke dalam boiler.
Condenser memerlukan air pendingin untk mengubah uap menjadi air.
Beberapa PLTU memanfaatkan air laut sebagai pendingin condenser, sementara

PLTU yang lain mempergunakan cooling tower untuk mendinginkan air condenser
yang diputar terus menerus dalam sistem tertutup (closed loop). Condenser system
terdiri dari beberapa peralatan utama, yaitu condenser itu sendiri, condenser tube
cleaning system, condenser vaccum system dan condensate pump. Condenser vaccum
system berfungsi untuk menjaga agar tekanan di dalam condenser selalu lebih kecil
dari tekanan atmosfer. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan plant efficiency dari
PLTU.
Water Treatment plant berfungsi untuk memproduksi semua kebutuhan air
bagi operasional PLTU. Pada dasarnya ada 2 jenis air yang dibutuhkan PLTU. Yang
pertama adalah demineralized water (demin water) untuk mensuplai boiler dalam
memproduksi uap penggerak turbin. Disebut demineralized water karena air tersebut
sudah dihilangkan kandungan mineralnya.
Yang kedua adalah raw water yang diperlukan untuk pendingin (cooling
water) bagi mesin-mesin PLTU dan untuk dipergunakan sebagai service water. Secara
umum water treatment system PLTU terdiri dari desalination plant untuk memproses
air laut atau air payau menjadi raw water, demineralized plant untuk memproduksi
demin water dan tanki-tanki atau kolam penyimpanan air.
Uap yang meninggalkan turbin masuk ke condenser untuk diubah kembali
menjadi air. Air tersebut dipompa kembali masuk ke boiler untuk diproses menjadi
superheated steam yang siap memutar turbin.
Jadi di sini terjadi closed-loop system. Air dan uap diolah terus menerus
dalam sistem tertutup untuk menggerakkan turbin uap (steam turbine). Meskipun
demikian tetap ada air atau uap yang hilang sebagai system loses dalam proses
tersebut. Maka selama PLTU beroperasi selalu diperlukan penambahan demin water
baru secara kontinyu.
Air yang dipompa masuk kembali ke dalam boiler biasa dikenal dengan nama
boiler feedwater. Sistem yang mensuplai feedwater ini terdiri dari beberapa peralatan
utama, yaitu :

- Feedwater pumps
- Feedwater tank yang dilengkapi dengan deaerator tank
- Feedwater heaters
Feedwater tank berfungsi untuk menampung feedwater sebelum dipompa
masuk ke boiler oleh feedwater pumps. Pada PLTU berkapasitas kecil, pompa
feedwater digerakkan oleh motor listrik, sedangkan pada PLTU berkapasitas besar
mempergunakan turbin uap mini.
Untuk meningkatkan efisiensi PLTU, sebelum dipompa masuk ke boiler,
feedwater harus dipanaskan terlebih dahulu hingga mencapai suhu tertentu.
Pemanasan tersebut dilakukan dengan heater (heat exchanger), yang berlangsung
secara konduksi dengan memanfaatkan uap panas yang diambil (diektraksi) dari
turbin. Jadi selain diteruskan ke condenser, ada sejumlah kecil uap dari turbin yang
diambil untuk memanaskan feedwater heater.

Anda mungkin juga menyukai