Anda di halaman 1dari 114

Angeline Fanardy (406138119)

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

Angeline Fanardy (406138119)

Universitas

Universitas Tarumanagara Jakarta

Fakultas

Fakultas Kedokteran

Tingkat

Program Studi Profesi Dokter

Diajukan

8 Januari 2015

Bagian

Ilmu Kesehatan Anak

Judul

Seorang Anak dengan Hidrosefalus, Kejang Demam, Gangguan

Elektrolit, Meningitis, Bronkopneumonia, Cerebral Palsy tipe Spastic dan Status Gizi
Kurang

Bagian Ilmu Kesehatan Anak


RSUD Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,

Dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A, Msi. Med

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Angeline Fanardy (406138119)


LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. E.S

Umur

: 1tahun 6 bulan

Jenis Kelamin

: laki-laki

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Alamat

: Sumberejo. Tembalang

Nama Ayah

: Tn. Z

Umur

: 21 tahun

Pekerjaan

: Buruh

Pendidikan

: SLTP

Nama Ibu

: Ny.J

Umur

: 21 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SLTP

Bangsal

: ICU

Masuk RS

:23 Desember 2014

No. CM

: 256782

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Angeline Fanardy (406138119)


DATA DASAR
ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien dilakukan pada tanggal 12 Januari pukul 14.00 WIB di
ruang ICU dan didukung dengan catatan medis.
Keluhan Utama

: Kejang

Keluhan Tambahan : Kepala Besar,batuk-pilek,demam,muntah


Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum Masuk Rumah Sakit
Seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 6 bulan datang ke RSUD kota Semarang
dengan keluhan

Batuk dan Pilek sejak 1 hari SMRS. Batuk berdahak namun lendirnya sedikit dan sulit
keluar. Jika batuk sering disertai muntah. Muntah tidak menyembur, isi makanan/

minuman yang diasup, kira-kira setengah gelas aqua lebih


Demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan langsung tinggi dan ibunya tidak
memiliki thermometer. Namun ibunya merasa suhu anaknya meningkat tinggi dan
disaat suhunya tinggi, ibu juga merasa benjolan dikepala anaknya meninggi. Sudah
berobat ke puskesmas dan diberi puyer dan obat penurun panas namun tidak ada

perbaikan
Pasien mengalami kejang berulang sejak 3 jam SMRS. Di rumah kejang sebanyak 2
kali.Kejang yang pertama berupa kaku dan mata yang mengerjap-ngerjap,lebih
kurang berlangsung selama 5 menit. Kejang berikutnya berupa kaku kurang lebih
setengah jam,mata membelalak dan setelah kejang pasien tertidur. Segera dibawa oleh
orang tuanya ke IGD RSUD Semarang dan selama di IGD kejang lagi 2-3 kali dengan
durasi kejang sekitar 1-2 menit per serangan dengan tipe kejang yang sama. Setelah
masuk ICU, pasien juga mengalami kejang beberapa kali.

Setelah Masuk Rumah Sakit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Angeline Fanardy (406138119)


Tanggal

23/12/1
4

24/12/1
4

R/S

0/1

1/2

Keluhan

Kejang
(+)

Pukul

HR

RR

BSM

Obyektif

SpO2

HR

RR

22.10

140

30

37,3

98

141

37

23.00

180

36

37,3

97

189

37

02.10

160

38

36,7

80

174

28

Mata : pupil
midriasis,isokor d
4 mm. RC -/kelopak mata tidak
menutup sempurna
Hidung : sekret (+)
NGT (+)

04.50

170

40

39,5

83

189

40

06.30

190

35

39,1

100

190

28

16.30

160

46

37,7

98

170

39

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Mulut :
hipersalivasi (+)
kering (+)

Angeline Fanardy (406138119)

25/12/1
4

2/3

26/12/1
4

3/4

27/12/1
4

4/5

28/12/1
4

5/6

29/12/1
4

6/7

30/12/1
4

31/12/1
4

7/8

8/9

Belum
BAB 5
hari, penis
membesar
setelah
pasang
kateter

Batuk (+)

23.45

198

76

39,6

01.00

190

33

39,7

04.00

200

44

40,4

07.30

195

45

37,7

18.00

176

38

37,8

23.30

186

25

38,2

100

UO (23.30) = 750
cc

5.30

179

26

37,0

100

UO (06.00)=800
cc

06.30

128

24

37,0

94

136

19.45

136

24

36,6

100

131

30

08.00

144

34

36,6

87

185

35

08.00

136

32

36,8

100

139

16.00

172

46

38,8

96

186

20.00

188

52

37,6

01.00

196

20

40,3

05.00

180

44

37,1

18.00

156

26

37,8

23.00

115

33

37,5

05.00

120

28

36,7

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

100

200

53
kaki dingin

100

Urin output(21.0007.30) = 500 cc


UO (18.30) =
900cc

Mata : pupil
miosis,isokor, d
2mm, RC -/- ,
kelopak mata tidak
dapat menutup,
Conjunctiva
anemis +/+
Hidung : sekret (+)
NGT (+)
Mulut :
hipersalivasi (+),
bibir kering (+)
Thorax :retraksi
dada +/+; ronkhi
+/+

Angeline Fanardy (406138119)

1/1/15

9/10

20.00

121

29

36,4

07.00

119

19

36,3

98

16.00

156

35

36,3

98
98

2/1/15

10/11

07.00

92

24

37,0

3/1/15

11/12

07.00

100

30

36,4

4/1/15

12/13

06.15

136

48

37,5

99

5/1/15

13/14

07.00

124

42

36,7

97

6/1/15

14/15

07.00

79

23

36,7

7/1/15

15/16

09.00

143

18

36,6

8/1/15

16/17

06.00

216

50

36,7

9/1/15

17/18

07.00

100

28

36,5

10/1/15

18/19

09.00

128

48

36,5

11/1/15

19/20

08.00

120

40

36,5

12/1/15

20/21

08.00

76

20

13/1/15

21/22

80

36

36,2

14/1/15

22/23

108

36

36,5

90

44

Mata : pupil
miosis,isokor, d
2mm, RC -/- ,
kelopak mata tidak
dapat menutup,
Conjunctiva
anemis +/+
Hidung : NGT (+)
Mulut : bibir
kering(+) Lidah
berjamur (+)

96

98

42

128

36,0

90

85

10

97

76

48

Thorax :retraksi
dada +/+; ronkhi
+/+

Table pengobatan pasien


Tanggal
23/12/14 (IGD)

(19.45)

Terapi

Infus Kaen3B 10 tpm

Inj Cefotaxim 3 x 200

PCT syr 4 x 1 cth

Bila kejang : diazepam 3mg iv; masih kejang phenobarbital 15 mg/kgBB iv


Infus kaen3B 30/cc/jam

Inj ceftriaxon 2 x 250 mg

PCT syr cth per 4 jam

Luminal 2 x 12,5 mg

Bila suhu > 39 : PCT inf 60 mg

Bila kejang lagi : diazepam inj 2 mg

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Angeline Fanardy (406138119)


24/12/14

Ventilator : PEEP/PIP/FiO2 = 7/12/70%


Infus Kaen3B 10 tpm
Inj Ceftriaxon 2 x 250 mg
Inj ranitidin 2 x 1/3 ampul
Inj dexa 3 x 1/3 amp
FC : 100cc/20 menit
Koreksi Na = Na x BB x 0,6 = (140-119) x 8,5 x 0,6 = 107 = 100 1/3 (8
jam) ; 2/3 (16 jam)
Jawaban hasil konsul mata : fundus tidak dapat dinilai
Jawaban hasil konsul bedah saraf : terapi terus dan usul CT-scan dengan
kontras

25/12/14

Balance cairan : input output = 960(infus) { 500(urin)+100 (iwl)} = 360


Infus 2A1/2N 8 tpm
Aminofusin 80 cc/hari
Sucralfat 3 x 10 mg
FiO2 turun menjadi 55%

26/12/14

Balance cairan = input output = { (264(infus)+40(aminofusin)+400(SGM)


{800(urin)+125(IWL)} = -221 cc/11 jam (pk 21.00-06.00)
Diuresis = 8,5 cc/kgbb/jam
FiO2 turun menjadi 50%
Diet = 6 x 50 cc SGM = 300 cc

27/12/14

FiO2 turun menjadi 45%


Koreksi Na= (140-124)x0,6x8,5 = 81

29/12/14

VM : spontan
Inj cefotaxim aff diganti Inj meropenem 2x 200 mg dan amikasin 1 x 125 m

(20.45)

Pulv : metilprednisolon 1/6 + ambroxol 1/4 + salbutamol 0,5 3 x1

30/12/14

Terapi lanjut

31/12/14

Ganti ET + kultur ET
Infus 2A1/2N 20 cc/jam
NGT 10 X 50 cc

1/1/15

Infus 2A1/2N 20 cc/jam


Inj meropenem 2 x 300 mg
Inj amikasin 1 x 125 mg
Inj dexa 3 x 1/3 amp
Inj ranitidin 2 x 1/3 amp
Inf PCT 3 x 100 mg
Inf dopamin 3mEq/kg

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Angeline Fanardy (406138119)

Sucralfat dan puyer stop


Transfusi PRC 100CC dengan premed dexa 1/3 amp

5/1/15

Konsul RM fisioterapi postural drainage, vibrasi, tarpitose

7/1/15

Ganti meropenem dan amikasin dengan cefotaxim 3 x 300 mg, kloramfeniko


2 x 200 mg
Ranitidine,dexametason stop
Pulv : amoxicillin 100 mg+ambroxol 4mg + cetirizine +salbutamol 0,5 + B
5mg 3x1
Imunos 2 x cth
Flow O2 turunkan perlahan target 5 lt/menit
Jawaban bagian mata : susp chorioretinitis dan TORCH , th/ chloramphenicu
u.e 4x ads

8/1/15

Inj dexa 3 x 2mg

10/1/15

Inf Kaen3B 70 cc/jam


NGT 8x 60 cc
Coba napas spontan

14/1/15

Inj cefotaxim 3x 200 mg


chloramphenicoL 2 x 200 mg
Pamol syr 4 x 1 cth

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit
Kejang
ISPA
TBC
Epilepsi
Hep.A / B
Polio
Alergi
Asma

Pernah
Pernah
Disangkal
Pernah
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal

Penyakit
ISK
Diare
Typhoid
Campak
DB
Penyakit Darah
Radang Paru
Operasi

Disangkal
Pernah
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Pernah

Riwayat masuk perinatologi selama 1,5 bulan karena merupakan bayi premature.
Setelah 1 bulan di rumah, kembali dirawat di perinatologi RSUD Semarang kurang
lebih selama 1 minggu karena ada sesak,lemas,tidak mau menyusu,tersedak dan

muntah.
Riwayat muntah menyembur sebelum operasi pemasangan shunting berisi susu yang
diasup. Kira-kira 1/2 gelas aqua sekali muntah

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Angeline Fanardy (406138119)

Riwayat Kejang 2x sebelum operasi pemasangan shunting untuk hidrosefalusnya.

Kejang fokal pada tangan dan sadar.


Pada bulan November 2013,dilakukan operasi pemasangangan shunting di RSUP

Kariadi
Riwayat setelah pemasangan shunting mengalami mata melihat ke bawah dan di

fisioterapi selama sekitar 10 bulan hingga kondisi membaik


Riwayat gizi buruk yang ditangani di puskesmas sekitar 6 bulan. Kontrol ke

puskesmas teratur dan dinyatakan membaik.


Riwayat batuk pilek lama sekitar 1-1,5 bulan yang berulang dan sulit sembuh
Kontrol shunting terakhir 3 bulan yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama

Riwayat Persalinan dan Kehamilan

Pasien merupakan anak perempuan yang lahir dari ibu G1P1A0, usia kehamilan kurang
lebih 7 bulan 2 minggu (30 minggu) usia ibu 20 tahun, lahir secara spontan ditolong
oleh

bidan

di

RSUD

Semarang.

Setelah

lahir

anak

tidak

langsung

menangis(merintih),baru menangis setelah di suction. Berat badan lahir 1300 gram,


panjang badan 41 cm, lingkar kepala dan lingkar dada saat lahir ibu lupa.

Pasien memiliki kembaran dengan berat badan lahir 1400 gram dan panjang 40 cm.

Ketuban pecah sesaat sebelum persalinan, warna jernih.

Kesan : neonatus preterm,BBLSR, lahir spontan


Riwayat Pemeliharaan Prenatal

Ibu rutin memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan sampai usia kehamilan
8 bulan. Setelah lewat 8 bulan ibu memeriksakan kehamilannya 1 kali dalam 2
minggu. Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi TT 2 x di bidan.

Ibu tidak pernah menderita penyakit apapun selama kehamilannya. Riwayat


mengalami perdarahan saat hamil disangkal. Riwayat trauma saat hamil disangkal.
Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu saat hamil disangkal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Angeline Fanardy (406138119)


Namun ibu sering mengkonsumsi telur dan minyak goreng selama masa
kehamilannya.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan
o Berat badan lahir 1300 gr. Panjang badan 41 cm
o Berat badan sekarang 8,5 kg. Panjang badan sekarang 80 cm.

Perkembangan
o Senyum
o
o
o
o
o

: ibu lupa

Memiringkan badan
Tengkurap
Duduk
Merangkak
Berbicara

: ibu lupa
: 1 tahun
: belum dapat
: belum dapat
: papah,apah belum dapat berbicara lancar

Kesan : Perkembangan anak terhambat, sesuai anak usia 3-5 bulan


Riwayat Makan dan Minum Anak

ASI eksklusif hingga usia 6 bulan.

Sejak usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa bubur cereal 4 x sehari atau
nasi lembek dan kuah (sop,sayur bening) dan susu formula

Kesan : Anak mendapatkan ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas makanan dan minuman
cukup baik.
Riwayat Imunisasi

BCG

: pernah, 1x : usia 1,5 bulan, scar (+) di lengan kanan atas

Hepatitis B
Polio
DPT
Campak

: pernah, 4x : usia 0,2,4,6 bulan


: pernah, 4x : usia 0,2,4,6 bulan
: pernah, 3x : usia 2,4,6 bulan
: pernah, 1x : usia 9 bulan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

10

Angeline Fanardy (406138119)


Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal imunisasi
Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien sudah menggunakan KB suntik sejak pasien berusia 2 bulan

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai buruh, menanggung seorang istri dan 2 orang anak. Ibu
pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh
Jamkesmaskot.

Kesan : sosial ekonomi cukup

Data Keluarga
Ayah

Ibu

Anak I

Anak II

Umur

21 th

21 th

1th 6 bl

1th 6 bl

Pend. Terakhir

SMP

SMP

Agama

Islam

Islam

Islam

Islam

Perkawinan ke

Data Perumahan

Kepemilikan rumah
Keadaan rumah

dalam rumah, pencahayaan dan ventilasi baik.


Sumber air bersih
: dari sumur pompa pribadi;

selokan yang ada.


Keadaan lingkungan : jarak antar rumah berdekatan dan padat.

: rumah pribadi
: dinding rumah tembok, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi di
limbah buangan dialirkan ke

PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14.30 WIB, di ICU RSUD Kota Semarang.
Anak Laki-laki, usia 1tahun 6 bulan, berat badan = 8,5 kg, tinggi badan = 80 cm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

11

Angeline Fanardy (406138119)

Kesan Umum : sopor, tampak sakit berat,sesak napas, kesan gizi kurang
Tanda-tanda vital :
o Nadi
: 100 x/menit, isi dan tegangan cukup
o Pernafasan
: 20 x/menit, reguler
o Suhu
: 37,00C (suhu axilla)
Status Internus :
Kepala
: makrocefali, UUB teregang, LK = 50 cm
Mata
: Pupil miosis, isokor d 2mm, RC -/- , Conjunctiva anemis-/ Telinga
: Serumen (-/-), discharge (-/-)
Mulut
: bibir kering (+) , lidah berjamur (+)
Hidung
: sekret (-)
Tenggorokan : tidak dapat diperiksa
Thorax :
Jantung
o Inspeksi
: pulsasi ictus cordis pada ICS V midclavicula line
sinistra
o Palpasi

: pulsasi ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea


midclavicula sinistra.

o Perkusi
Batas atas
: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan
: ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri
: ICS V, 2 cm linea midclavicula sinistra
o Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
o Inspeksi
: simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi
dada (+)
o Palpasi

: Gerakan nafas simetris pada saat statis dan dinamis,

stem fremitus tidak dapat dinilai


o Perkusi
: sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+ ,ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
o Abdomen
Inspeksi
: datar
Auskultasi
: Bising usus (+)
Perkusi
: timpani diseluruh kuadran abdomen
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
Turgor
: baik
o Kulit
: dalam batas normal
o Ekstremitas :
Superior
Akral dingin
Akral sianosis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

-/-/-

Inferior
-/-/-

12

Angeline Fanardy (406138119)

Oedem
CRT

-/-

-/-

< 2

< 2

Status neurologis:
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk : +
Brudzinsky I : tidak dapat dinilai
Brudzinsky II: tidak dapat dinilai
Kernig : sudut 110o
Laseque : sudut 50o
Nervus cranialis : tidak dapat dinilai
Motorik : tidak dapat dinilai
Sensoris : tidak dapat dinilai
Refleks fisiologis :
Biceps : +/+
Triceps : +/+
Patella : -/ Achilles : -/ Refleks patologis :
Babinsky : +
Chaddock : +
Schaeffer : +
Gordon :+
Oppenheim : +
Hoffman-tromner : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
23/12/

27/12/

29/12/

31/12/

2/1/15

5/1/15

14

14

14

14

Hemoglobin

12 g/dl

9,0 g/dl

8,7g/dl

11,8g/dl

10,7g/dl

Hematokrit

37,5 %

26,8%

26,8%

35,7%

34%

Lekosit

20.700

18.100

21.300

33.400

10.200

Trombosit

413.000

220.000

837.000

854.000

789.000

13/1/15

Hematologi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

13

Angeline Fanardy (406138119)


Kimia
Klinik
Natrium

119

124

130

130

134

Kalium

mmol/L
4,8

4,9

4,9

4,9

Kalsium

mmol/L
1,17

1,14

1,2

1,18

1,24

GDS

mmol/L
185mg/

126

118

Ureum

12,1mg/

11,7

Kreatinin

dL
0,1mg/d

0,1

dL

L
Albumin

3,3 g/dL

4,5

Gambaran darah tepi 31/12/2014 :


SDM (ERITROSIT)
Normositik
:Normokromik
:Anisositosis
Poikilositosis

:ringan
:ringan

Hipokromasi
Polikromasi

:+
:-

Mikrosit
Makrosit
Sel mikro hipokromik

:+
::-

Ovalosit
Eliptosit
Sferosit
Fragmentosit
Sel cerutu/pensil
Sel target
Sickle cell
Burr cell
Akantosit
Tear drop cell
Sel krenasi
Rouleaux
Autoaglutinasi

:+
:::::::::+
:::-

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

14

Angeline Fanardy (406138119)

TROMBOSIT
Estimasi/ kesan jumlah
Bentuk dan ukuran
Trombosit besar
Giant Platelet
SDP (LEUKOSIT)
Estimasi/kesan jumlah
Bentuk-bentuk
Granula toksis
Agranula PMN
Vakuolisasi
Hipersegmentasi
Anomali Peiger Huet
Batang Auer
Badan Dohle
Neutrofilia
Kesan :

: meningkat
: normal

: meningkat
:+
:::::::+

Anemia mikrositik hipokrom


Neutrofilia dengan tanda inflamasi akut
Mendukung anemia penyakit kronik

Blood Gas Report


24/12/14
Corrected 39,5oC

8/1/15
Corrected 37,8 Oc

pH

7,362

7,404

PCO2

65,6 mmHg

65,4

PO2

143,3

27,4

pH

7,398

7,416

PCO2

58,8

63,1

PO2

126,8

25,8

35,5 mmol/L

39,6

Measured 37,0oC

References range
PCO2

32-45

PO2

75-100

Calculated data
HCO3 act

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

15

Angeline Fanardy (406138119)


HCO3 std

32,7

35,6

BE (ecf)

10,7

15,1

BE (B)

8,9

12,9

ctCO2

37,3

41,6

Ca2+(7,4)
An Gap
O2 SAT

98,4%

46

O2 CT

16,8 ml/dl

6,9

Po2/FIo2

3,17

0,32

Po2(A-a)(T)

60,1mmHg

463,8

Po2(a/A)(T)

0,7

0,06

Temp

39,5Oc

37,8

Ct Hb

12,0 g/dl

10,7

FiO2

40%

80,0

Entered data

Pembacaan 29/12/2014:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

16

Angeline Fanardy (406138119)


x-Foto CT-Scan kepala

Kesan

: Hidrocefalus sudah sedikit mengecil terutama di ventrikel lateral


Disertai ada gambaran meningitis
TIK masih meningkat

X Foto Thorax AP :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

17

Angeline Fanardy (406138119)

Kesan : Cor : Normal


Pulmo : Bronkopneumonia + pneumonia dextra

PEMERIKSAAN KHUSUS
Anak laki-laki, usia 1 tahun 6 bulan , berat badan = 8,5 kg, tinggi badan = 80 cm

WAZ = (BB median) / SD = (8,9 11,5) / 1,20 = -2,17 (-2 s/d +2) BB kurang

HAZ = (TB median) / SD = (80 82,4) / 3,00

= -0,8 (-2 s/d +2) Normal

WHZ = (BB median) / SD = (8,5 10,9) / 0,9

= -2,67(-2 s/d +2) Kurus

Kesan : Berat badan kurang, perawakan normal dan kurus

RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki, usia 1tahun 6bulan, berat badan 8,5 kg, panjang badan
80 cm, dengan keluhan utama kejang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

18

Angeline Fanardy (406138119)

Batuk dan Pilek sejak 1 hari SMRS. Batuk berdahak namun lendirnya sedikit dan sulit
keluar. Jika batuk sering disertai muntah. Muntah tidak menyembur, isi makanan/

minuman yang diasup, kira-kira setengah gelas aqua lebih


Demam sejak 1 hari SMRS. Demam dirasakan langsung tinggi ,ibu juga merasa
benjolan dikepala anaknya meninggi. Sudah berobat ke puskesmas dan diberi puyer

dan obat penurun panas namun tidak ada perbaikan


Pasien mengalami kejang berulang sejak 3 jam SMRS. Di rumah kejang sebanyak 2
kali.Kejang yang pertama berupa kaku dan mata yang mengerjap-ngerjap,lebih
kurang berlangsung selama 5 menit. Kejang berikutnya berupa kaku kurang lebih
setengah jam,mata membelalak dan setelah kejang pasien tertidur. Segera dibawa oleh
orang tuanya ke IGD RSUD Semarang dan selama di IGD kejang lagi 2-3 kali dengan
durasi kejang sekitar 1-2 menit per serangan dengan tipe kejang yang sama. Setelah
masuk ICU, pasien juga mengalami kejang beberapa kali

Pada pemeriksaan fisik:


Anak Laki-laki, usia 1tahun 6 bulan, berat badan = 8,5 kg, tinggi badan = 80 cm

Kesan Umum : sopor, tampak sakit berat,sesak napas, kesan gizi kurang
Tanda-tanda vital :
o Nadi
: 100 x/menit, isi dan tegangan cukup
o Pernafasan
: 20 x/menit, reguler
o Suhu
: 37,00C (suhu axilla)
Status Internus :
Kepala
: makrocefali, UUB teregang,LK = 50 cm
Mata
: Pupil miosis, isokor d 2mm, RC -/- , Conjunctiva anemis-/Mulut
: bibir kering (+) , lidah berjamur (+)
Hidung
: sekret (-)
Thorax :
Jantung
o Inspeksi
: pulsasi ictus cordis pada ICS V midclavicula line
sinistra
o Palpasi

: pulsasi ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea


midclavicula sinistra.

o Perkusi
Batas atas
: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan
: ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri
: ICS V, 2 cm linea midclavicula sinistra
o Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

19

Angeline Fanardy (406138119)


o Inspeksi

: simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi

dada (+)
o Palpasi

: Gerakan nafas simetris pada saat statis dan dinamis,

stem fremitus tidak dapat dinilai


o Perkusi
: sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+ ,ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
o Abdomen
Inspeksi
: datar
Auskultasi
: Bising usus (+)
Perkusi
: timpani diseluruh kuadran abdomen
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
Turgor
: baik
o Kulit
: dalam batas normal
o Ekstremitas :
Superior
Akral dingin

-/-

Inferior
-/-

Akral sianosis

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

< 2

< 2

CRT

Status neurologis:
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk : +
Brudzinsky I : tidak dapat dinilai
Brudzinsky II: tidak dapat dinilai
Kernig : sudut 110o
Laseque : sudut 50o
Nervus cranialis : tidak dapat dinilai
Motorik : tidak dapat dinilai
Sensoris : tidak dapat dinilai
Refleks fisiologis :
Biceps : +/+
Triceps : +/+
Patella : -/ Achilles : -/ Refleks patologis :
Babinsky : +
Chaddock : +
Schaeffer : +
Gordon :+
Oppenheim : +
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

20

Angeline Fanardy (406138119)


Hoffman-tromner :
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
23/12/

27/12/

29/12/

31/12/

2/1/15

5/1/15

14

14

14

14

Hemoglobin

12 g/dl

9,0 g/dl

Hematokrit

37,5 %

Lekosit
Trombosit

13/1/15

8,7g/dl

11,8g/dl

10,7g/dl

26,8%

26,8%

35,7%

34%

20.700

18.100

21.300

33.400

10.200

413.000

220.000

837.000

854.000

789.000

Natrium

119

124

130

130

134

Kalium

mmol/L
4,8

4,9

4,9

4,9

Kalsium

mmol/L
1,17

1,14

1,2

1,18

1,24

GDS

mmol/L
185mg/

126

118

Ureum

12,1mg/

11,7

Kreatinin

dL
0,1mg/d

0,1

Hematologi

Kimia
Klinik

dL

L
Albumin

3,3 g/dL

4,5

Gambaran darah tepi 31/12/2014 :


SDM (ERITROSIT)
Anisositosis
:ringan
Poikilositosis
:ringan
Hipokromasi
:+
Mikrosit
:+
Ovalosit
:+
Tear drop cell
:+
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

21

Angeline Fanardy (406138119)


TROMBOSIT
Estimasi/ kesan jumlah
SDP (LEUKOSIT)
Estimasi/kesan jumlah
Granula toksis
Neutrofilia
Kesan :

: meningkat
: meningkat
:+
:+

Anemia mikrositik hipokrom


Neutrofilia dengan tanda inflamasi akut
Mendukung anemia penyakit kronik

Blood Gas Report


24/12/14
Corrected 39,5oC

8/1/15
Corrected 37,8 Oc

pH

7,362

7,404

PCO2

65,6 mmHg

65,4

PO2

143,3

27,4

pH

7,398

7,416

PCO2

58,8

63,1

PO2

126,8

25,8

HCO3 act

35,5 mmol/L

39,6

HCO3 std

32,7

35,6

BE (ecf)

10,7

15,1

BE (B)

8,9

12,9

ctCO2

37,3

41,6

Measured 37,0oC

References range
PCO2

32-45

PO2

75-100

Calculated data

Ca2+(7,4)
An Gap
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

22

Angeline Fanardy (406138119)


O2 SAT

98,4%

46

O2 CT

16,8 ml/dl

6,9

Po2/FIo2

3,17

0,32

Po2(A-a)(T)

60,1mmHg

463,8

Po2(a/A)(T)

0,7

0,06

Temp

39,5Oc

37,8

Ct Hb

12,0 g/dl

10,7

FiO2

40%

80,0

Entered data

Pembacaan 29/12/2014:
x-Foto CT-Scan kepala
Kesan

: Hidrocefalus sudah sedikit mengecil terutama di ventrikel lateral


Disertai ada gambaran meningitis
TIK masih meningkat

X Foto Thorax AP :
Kesan : Cor : Normal
Pulmo : Bronkopneumonia + pneumonia dextra

Dari pemeriksaan khusus ditemukan :


Berat badan kurang, perawakan normal dan status gizi kurang.

DIAGNOSA BANDING

Hidrosefalus

Kejang :

Intrakranial

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

23

Angeline Fanardy (406138119)


Meningitis
Ensefalitis
Peningkatan TIK e.c massa , hidrosefalus

Extrakranial
Hiperpireksia
Gangguan elektrolit
Infeksi : DHF, OM, Tetanus

Epilepsi

Pneumonia

Gizi kurang

DIAGNOSA SEMENTARA

Hidrosefalus

Meningitis

Gangguan natrium

Kejang e.c Bronkopneumonia

Gizi kurang

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Tanggal
23/12/14 (IGD)

(19.45)

Terapi

Infus Kaen3B 10 tpm

Inj Cefotaxim 3 x 200

PCT syr 4 x 1 cth

Bila kejang : diazepam 3mg iv; masih kejang phenobarbital 15 mg/kgBB iv


Infus kaen3B 30/cc/jam

Inj ceftriaxon 2 x 250 mg

PCT syr cth per 4 jam

Luminal 2 x 12,5 mg

Bila suhu > 39 : PCT inf 60 mg

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

24

Angeline Fanardy (406138119)

24/12/14

Bila kejang lagi : diazepam inj 2 mg


Ventilator : PEEP/PIP/FiO2 = 7/12/70%
Infus Kaen3B 10 tpm
Inj Ceftriaxon 2 x 250 mg
Inj ranitidin 2 x 1/3 ampul
Inj dexa 3 x 1/3 amp
FC : 100cc/20 menit
Koreksi Na = Na x BB x 0,6 = (140-119) x 8,5 x 0,6 = 107 = 100 1/3 (8
jam) ; 2/3 (16 jam)
Jawaban hasil konsul mata : fundus tidak dapat dinilai
Jawaban hasil konsul bedah saraf : terapi terus dan usul CT-scan dengan
kontras

25/12/14

Balance cairan : input output = 960(infus) { 500(urin)+100 (iwl)} = 360


Infus 2A1/2N 8 tpm
Aminofusin 80 cc/hari
Sucralfat 3 x 10 mg
FiO2 turun menjadi 55%

26/12/14

Balance cairan = input output = { (264(infus)+40(aminofusin)+400(SGM)


{800(urin)+125(IWL)} = -221 cc/11 jam (pk 21.00-06.00)
Diuresis = 8,5 cc/kgbb/jam
FiO2 turun menjadi 50%
Diet = 6 x 50 cc SGM = 300 cc

27/12/14

FiO2 turun menjadi 45%


Koreksi Na= (140-124)x0,6x8,5 = 81

29/12/14

VM : spontan
Inj cefotaxim aff diganti Inj meropenem 2x 200 mg dan amikasin 1 x 125 m

(20.45)

Pulv : metilprednisolon 1/6 + ambroxol 1/4 + salbutamol 0,5 3 x1

30/12/14

Terapi lanjut

31/12/14

Ganti ET + kultur ET
Infus 2A1/2N 20 cc/jam
NGT 10 X 50 cc

1/1/15

Infus 2A1/2N 20 cc/jam


Inj meropenem 2 x 300 mg
Inj amikasin 1 x 125 mg
Inj dexa 3 x 1/3 amp
Inj ranitidin 2 x 1/3 amp
Inf PCT 3 x 100 mg

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

25

Angeline Fanardy (406138119)

Inf dopamin 3mEq/kg


Sucralfat dan puyer stop
Transfusi PRC 100CC dengan premed dexa 1/3 amp

5/1/15

Konsul RM fisioterapi postural drainage, vibrasi, tarpitose

7/1/15

Ganti meropenem dan amikasin dengan cefotaxim 3 x 300 mg, kloramfeniko


2 x 200 mg
Ranitidine,dexametason stop
Pulv : amoxicillin 100 mg+ambroxol 4mg + cetirizine +salbutamol 0,5 + B
5mg 3x1
Imunos 2 x cth
Flow O2 turunkan perlahan target 5 lt/menit
Jawaban bagian mata : susp chorioretinitis dan TORCH , th/ chloramphenicu
u.e 4x ads

8/1/15

Inj dexa 3 x 2mg

10/1/15

Inf Kaen3B 70 cc/jam


NGT 8x 60 cc
Coba napas spontan

14/1/15

Inj cefotaxim 3x 200 mg


chloramphenicoL 2 x 200 mg
Pamol syr 4 x 1 cth

Diet :
o BBI

: 8 + 2n = 8 + 2x1,5 = 11 kg

o Kalori

: 1100 kkal/hari

o Protein

: 33 gram/hari

o Kualitatif

: ASI + MP-ASI (5-6x/ hari) NGT

PROGRAM

Evaluasi dan pantau keadaan umum dan TTV

Pantau dan awasi bila terjadi kejang berulang

Awasi tanda-tanda shok dan gagal napas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

26

Angeline Fanardy (406138119)

Memperbaiki shunt setelah fase kritis berakhir

USUL

Darah rutin ulang


Foto thorax AP ulang
Rujuk Sp.BS untuk perbaikan shunting secepatnya
Rujuk Sp.RM untuk Fisioterapi
Rujuk Sp.M

PROGNOSA :
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam

: ad dubia
: ad dubia
: ad malam

EDUKASI :

Saat di rumah sakit, orang tua diminta ikut mengawasi kondisi pasien, segera lapor
perawat apabila terjadi gagal napas atau infus macet, tidak menetes atau habis.

Edukasi orang tua mengenai tanda-tanda shok seperti nadi cepat/tidak teraba, akral
dingin, bibir sianosis, pucat agar segera dilaporkan kepada perawat dan mendapat
penanganan lebih lanjut

Menjelaskan kepada orang tua mengenai keadaan anaknya dan meminta orang tua
untuk bersabar, karena kita sebagai petugas kesehatan sudah melakukan yang terbaik
untuk anaknya

Memantau keadaan umum dan laboratorium anak untuk melihat perkembangan dari
terapi yang kita berikan

Jika memungkinkan segera lakukan fisioterapi

Mengganti NGT setiap 7 hari sekali, mengganti ET setiap 10 hari sekali

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

27

Angeline Fanardy (406138119)

HIDROSEFALUS
DEFINISI
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala.
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai gangguan pembentukan aliran atau
penyerapan LCS yang menyebabkan peningkatan volume pada CNS.
EPIDEMIOLOGI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

28

Angeline Fanardy (406138119)


Secara keseluruhan, Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan
oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis
kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering
disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas
perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4%
akibat tumor fossa posterior.
Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh karena herniasi tonsil
sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi batang otak dan sistem
pernapasan.
Pemasangan shunt telah dilakukan pada 75% dari semua kasus hidrosefalus dan di 50%
pada anak-anak dengan hidrosefalus komunikan. Pasien dirawat di rumah sakit untuk
merevisi shunt sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, untuk pengobatan komplikasi,
atau kegagalan shunt.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
CSS dibentuk di dalam sistem ventrikel serebrum, terutama oleh pleksus koroideus.
Masing-masing dari keempat ventrikel mempunyai jaringan pleksus koroideus, yang terdiri
atas lipatan vilosa dilapisi oleh epitel dan bagian tengahnya mengandung jaringan ikat dengan
banyak pembuluh darah. Cairan dibentuk melalui sekresi dan difusi aktif. Terdapat sumber
CSS nonkonroid, tetapi aspek pembentukan cairan ini masih belum diketahui sebelumnya.

Sistem ventrikel terdiri atas sepasang ventrikel lateral, masing-masing dihubungkan oleh
akuaduktus Sylvii ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di garis tengah dan memiliki
tiga lubang keluar, sepasang foramen Luschka di sebelah lateral dan sebuah foramen
magendie di tengah. Lubang-lubang ini berjalan menuju ke sebuah system yang saling
berhubungan dan ruang subaraknoid yang mengalami pembesaran fokal dan disebut sisterna.
Sisterna pada fosa posterior berhubungan dengan ruang subaraknoid diatas konveksitas
serebrum melalui jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid spinalis berhubungan
dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna basalis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

29

Angeline Fanardy (406138119)


Aliran CSS netto adalah dari ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga kemudian ke
ventrikel keempat lalu ke sisterna basalis, tentorium, dan ruang subaraknoid di atas
konveksitas serebrum ke daerah sinus sagitalis, tempat terjadinya penyerapan ke dalam
sirkulasi sistemik.
Sebagian besar penyerapan CSS terjadi melalui vilus araknoidalis dan masuk kedalam
saluran vena sinus sagitalis, tetapi cairan juga diserap melintasi lapisan ependim system
ventrikel dan di ruang subaraknoid spinalis.Pada orang dewasa normal, volume total CSS
adalah sekitar 150 mL, yang 25 % nya terdapat di dalam sistem ventrikel. CSS terbentuk
dengan kecepatan sekitar 20 mL/jam, yang mengisyaratkan bahwa perputaran CSS terjadi
tiga

sampai

empat

kali

sehari.

4. PATOFISIOLOGI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

30

Angeline Fanardy (406138119)


Produksi LCS normal berkisar antara 0,20-0,50 mL/menit. Sebagian besar diproduksi
oleh plexus choroideus yang terletak diantara sistem ventrikuler terutama pada ventrikel
lateral dan ventrikulus IV. Kapasitas ventrikel laeral dan III pada orang sehat sekitar 20 ml.
Total volume LCS pada orang dewasa adalah 150 ml.
Tekanan intra kranial meningkat jika produksi melebihi absorbsi. Ini terjadi jika adanya
over produksi LCS, peningkatan tahanan aliran LCS, atau peningkatan tekanan sinus
venosus. Produksi LCS menurun jika tekanan intrakranial meningkat. Kompensasi dapat
terjadi melalui penyerapan LCS transventrikuler dan juga dengan penyerapan pada selubung
akar saraf.
Lobus temporal dan frontal melebar lebih dulu, biasanya asimetris. Ini dapat
menyebabkan kenaikan corpus callosum, penarikan atau perforasi septum pelucidum,
penipisan selubung serebral, atau pelebaran ventrikel tertius ke bawah menuju fosa hipofisis (

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

31

Angeline Fanardy (406138119)


yang dapat menyebabkan disfungsi hipofisis).

Gambar 1. Aliran LCS, patofisiologi hidrosefalus


Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan absorpsi
dan gangguan sirkulasi CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya
ketidak seimbangan tersebut adalah:
1. Disgenesis serebri
46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan yang terbanyak adalah
malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral akibat kegagalan dalam proses
pembentukan otak dapat menyebabkan penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

32

Angeline Fanardy (406138119)


terdapatnya jaringan otak. Salah satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat
kegagalan pertumbuhan hemisferium serebri.
2. Produksi CSS yang berlebihan
Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab tersering adalah
papiloma

pleksus

khoroideus,

hidrosefalus

jenis

ini

dapat

disembuhkan.

3. Obstruksi aliran CSS


Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi dapat terjadi di
dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan beberapa kelainan seperti:
perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis, di mana pada kedua proses tersebut
terjadi inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau
foramina pada ventrikel IV.
Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkan
hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arah belakang yang
mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi secara intermiten, di mana
obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri yang bersangkutan.
4. Absorpsi CSS berkurang
Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi CSS, selanjutnya
terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kejadian tersebut
adalah:
- Post meningitis
- Post perdarahan subarachnoid
- Kadar protein CSS yang sangat tinggi
5. Akibat atrofi serebri
Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul penimbunan
CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi tersebut.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

33

Angeline Fanardy (406138119)

Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi terjadinya hambatan aliran CSS :
a.

Foramen Interventrikularis Monroe


Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran ventrikel
lateralis ipsilateral.

b.

Akuaduktus Serebri (Sylvius)


Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua ventrikel lateralis
dan ventrikel III.

c.

Ventrikel IV
Sumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua ventrikel
lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri

d.

Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis Luschka


Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada kedua
ventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel IV. Keadaan ini
dikenal sebagai sindrom Dandy-Walker.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

34

Angeline Fanardy (406138119)


e.

Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan mesensefalon


Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari seluruh sistem
ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat mesensefalon maka
pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika obstruksi terjadi di tempat
lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan CSS di sekitar batang otak akan
menekan ventrikel otak dari luar.

KLASIFIKASI
1. Anatomis
1.1 Hidrosefalus tipe obstruksi/non komunikans
1.2 Hidrosefalus tipe komunikans

2. Etiologi
2.1 Tipe obstruktif (non-komunikans)
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang
mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak)
2.1.1 Kongenital
a. Stenosis akuaduktus serebri : oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal,
stenosis kongenital sejati sangat jarang.
b. Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka): berupa ekspansi
kistik ventrikel IV dan hipoplasia veris serebelum. Kasus semacam ini sering terjadi
bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis,
anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
c. Malformasi Arnold-Chiari: Batang otak tampak memanjang dan mengalami
malformasi, dan tonsil serebellum memanjang dan ekstensi ke dalam kanalis spinalis.
Kelainan ini menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fossa posterior dan mengganggu
saluran ventrikel

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

35

Angeline Fanardy (406138119)


d. Aneurisma vena Galeni : Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi
secara normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi
karena vena Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk
kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus.
e. Hidroansefali : Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak adadan diganti dengan
kantong CSS. Sangat jarang terjadi. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German measles, Xlinked hidrosefalus).

2.1.2 Acquired / Didapat


a. Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
Infeksi oleh bakteri meningitis yang menyebabkan radang pada selaput (meningen) di
sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari infeksi
meningen menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada
sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid.
Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi demam, sakit kepala, panas tinggi,
kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus yang ekstrim, gejala meningitis
ditunjukkan dengan muntah dan kejang. Dapat diobati dengan antibiotik dosis tinggi.
b. Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
c. Hematoma intraventrikular
Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah mengalir dalam
jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan neurologis. Kemungkinan hidrosefalus
berkembang sisebabkan oleh penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap
CSS.
d. Tumor : Ventrikel, Regio vinialis, Fossa posterior
Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10 tahun. 70% tumor ini
terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa posterior. Jenis lain dari tumor otakyang
dapat menyebabkan hidrosefalus adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering terjadi
adalah tumor plexus choroideus(termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada di

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

36

Angeline Fanardy (406138119)


bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang keluar dari ventrikel
IV.
e. Abses/granuloma

2.2 Tipe komunikans


Jarang ditemukan. Terjadi karena proses berlebihan atau gangguan penyerapan :
a. Penebalan leptomeningens dan/atau granulasi arakhnoid
b. Peningkatan viskositas CSS
c. Produksi CSS yang berlebihan
NPH (Normal Pressure Hydrocephalus)
Hidrosefalus yang terjadi tanpa disertai dengan peningkatan TIK yang berarti,
merupakan suatu tipe hidrosefalus kronik dimana TIK berangsur-angsur berubah stabil dan
terjadi pembesaran dari ventrikel otak.
NPH akan menunjukkan gejala-gejala trias klasik yakni gaya berjalan ataxia, demensia,
dan inkontinensia urin.
Etiologi berdasarkan umur
0-2 tahun
1. Infeksi intrauterine
2. Meningoensefalitis bakteri/virus pada neonatus
3. Kista araknoid
4. Tumor intrakranial
5. AV malformasi
6. Post infeksi
7. Gangguan perkembangan : Stenosis Aquaduktus, myelomeningokel, Kista Dandy
Walker, Ensefalokel
2-12 tahun
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

37

Angeline Fanardy (406138119)


1. Massa yang menekan sistem ventrikular : kraniofaringioma, tumor pineal
2. Tumor fossa posterior : meduloblastoma, astrositoma,ependimoma
3. Gangguan perkembangan : Stenosis aquaduktus, malformasi Arnold Chiari
4. Post infeksi : meningitis
5. Post hemorraghik
GAMBARAN KLINIS
Gejala yang menonjol pada hidrosefalus adalah bertambah besarnya ukuran lingkar
kepala anak dibanding ukuran normal. Di mana ukuran lingkar kepala terus bertambah besar,
sutura-sutura melebar demikian juga fontanela mayor dan minor melebar dan menonjol atau
tegang. Beberapa penderita hidrosefalus kongenital dengan ukuran kepala yang besar saat
dilahirkan sehingga sering mempersulit proses persalinan, bahkan beberapa kasus
memerlukan operasi seksio sesaria. Tetapi sebagian besar anak-anak dengan hidrosefalus tipe
ini dilahirkan dengan ukuran kepala yang normal. Baru pada saat perkembangan secara cepat
terjadi perubahan proporsi ukuran kepalanya.
1. Hidrosefalus pada bayi (Tipe congenital/infantil):
- Kepala membesar
- Sutura melebar
- Fontanella kepala prominen
- Mata kearah bawah (sunset phenomena)
- Nistagmus horizontal
- Perkusi kepala : cracked pot sign atau seperti semangka masak.
Ukuran rata-rata lingkar kepala berdasarkan umur
Umur

Lingkar Kepala

0 bulan

35 cm

3 bulan

41 cm

6 bulan

44 cm

9 bulan

46 cm

12 bulan

47 cm

18 bulan

48,5 cm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

38

Angeline Fanardy (406138119)


2. Tipe juvenile/adult (2-10 tahun) :
- Sakit kepala
- Kesadaran menurun
- Gelisah
- Mual, muntah
- Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
- Gangguan perkembangan fisik dan mental
- Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.
- Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah menutup, nyeri
kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas fisik dan mental secara
bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang sering dijumpai seperti : respon
terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian tidak mampu merencanakan aktivitasnya.

DIAGNOSIS
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang, yaitu :
a. Ro kepala : untuk membedakan hidrosefalus tipe congenital dan juvenile
b. Transiluminasi : syarat : fontanela masih terbuka akan terlihat gambaran halo
dari tepi sinar 1-2cm
c. Lingkar kepala : curiga jika penambahan lingkar kepala >1cm dalam kurun waktu
2-4 minggu pada yang suturanya belum menutup

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

39

Angeline Fanardy (406138119)


d. CT-Scan Kepala : melihat pelebaran ventrikel lateralis dan ventrikel III

Gambar 2 . CT Scan hidrosefalus


e. MRI Kepala : dapat menunjukkan gambaran anatomi kepala secara mendetail dan
bermanfaat untuk mengidentifikasi tempat obstruksi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

40

Angeline Fanardy (406138119)

Gambar 3. MRI kepala dengan hidrosefalus

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi
cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.Dapat dicoba pada pasien
yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada.
Obat yang seringdigunakan adalah:
a. Asetasolamid: 25-100 mg/kg/bb/hari merintangi enzym karboanhidrase di tubuli
proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K dieksresikan lebih banyak,
bersamaan dengan air. Fungsi diuretiknya lemah.
Efek samping dari obat ini biasanya kebas pada jari tangan dan kaki karena hipokalemia.
Beberapa dapat mengalami pandangan yang kabur, tapi biasanya hilang dengan penghentian
obat. Acetazolamide juga meningkatkan resiko batu ginjal kalsium oksalat dan kalsium
fosfat. Untuk mengurangi dehidrasi dan sakit kepala dianjurkan untuk minum banyak cairan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

41

Angeline Fanardy (406138119)


Kontraindikasi bagi mereka yang mempunyai sickle cell anemia, alergi terhadap sulfa
dan CA inhibitor, sakit ginjal atau hati, gagal kelenjar adrenal, diabetes, ibu hamil dan
menyusui.
b. Furosemid: Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atauinjeksi iv 0,6 mg/kgBB/hari.
Furosemide bekerja sebagai loop diuretic kuat pada transport Na K Cl loop henle thick
ascending untuk menghambat Na dan Cl reabsorbsi. Karena absorbsi Mg dan Ca pada thick
ascending tergantung konsentrasi Na dan Cl, loop diuretik juga menghambat absorbsi ion
tersebut. Dengan terganggunya reabsorbsi ion ini loop diuretik mengganggu terbentuknya
medula renal yang hipertonik. Dengan tanpa adanya medula yang terkonsentrasi, air menjadi
kurang osmotik kemudian melalui collecting duct, sehingga berakibat kenaikan produksi urin.
Efek samping lainnya dapat menyebabkan jaundice, tinitus, fotosensitif, rash,
pankreatitis, mual, sakit perut, pusing, anemia.
Pembedahan
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus.Pada penderita gawat yang
menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol per infus 0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan
dalam jangka waktu 10-30 menit

1. Third Ventrikulostomi/Ventrikel III


Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum, dengan bantuan
endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel III dapat mengalir keluar.

2. Operasi pintas/Shunting
Ada 2 macam :
- Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
- Internal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

42

Angeline Fanardy (406138119)


CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
-Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen)
-Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
-Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
-Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
-Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
-Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum

DIAGNOSIS BANDING
1. Higroma subdural ; penimbunan cairan dalam ruang subdural akibat pencairan hematom
subdural
2. Hematom subdural ; penimbunan darah di dalam rongga subdural
3. Emfiema subdural ; adanya udara atau gas dalam jaringan subdural.
4. Hidranensefali ; sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri, ruang yang
normalnya di isi hemisfer dipenuhi CSS
5. Tumor otak
6. Kepala besar : Megaloensefali : jaringan otak bertambah ; Makrosefali : gangguan tulang
KOMPLIKASI : Atrofi otak, Herniasi otak yang dapat berakibat kematian

PROGNOSIS
Pada hidrosefalus infantil dengan operasi shunt menunjukkan perbaikan yang bermakna.
Jika tidak diobati 50-60% bayi akan tetap dengan hidrosefalus atau mengalami penyakit yang
berulang-ulang. Kira-kira 40% dari bayi yang hidup dengan intelektual mendekati normal.
Dengan pengobatan dan pembedahan yang baik setidak-tidaknya 70% penderita dapat hidup
hingga melampaui masa anak-anak, di mana 40% diantaranya dengan intelegensi normal dan
60% sisanya mengalami gangguan intelegensi dan motorik.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

43

Angeline Fanardy (406138119)


1.

Delia R, Nickolaus dan RN Leanne Lintula. Hydrocephalus


Therapy, Living with Hydrocephalus.Medtronic, 2004

2.

Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexamedia 2006; 19,


40-48.

3.

Alberto J Espay, MD. Hydrocephalus. Emedicine 2010 : 4


available at www.emedicine.com di akses pada 26 November 2010

4.

Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis,


dalam Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1994, 915

5.

R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.


EGC, Jakarta : 2004, 809-81

6.

DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD.
2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus.
Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328332

7. Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/

bmj.327.7428.1408.

KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium1

EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang demam.
Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0. Menurut ras
maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

44

Angeline Fanardy (406138119)


Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta cepatnya
suhu meningkat. Faktor hereditas juga memegang peranan. Lennox Buchthal (1971)
berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam diturunkan oleh sebuah gen
dominan dengan penetrasi yang sempurna. Dan 41,2% anggota keluarga penderita
mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

ETIOLOGI
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan
lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat
kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi
akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi
idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan
intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang
menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab
penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah
masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi,
keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak
tertentu dan menelan obat.
PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

45

Angeline Fanardy (406138119)


konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
1.
2.

Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler


Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

3.

sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10% 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K maupun ion Na
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah
kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC
atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari

kejang demam, yaitu:


Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
Cepatnya kenaikan suhu.
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah
bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan baik
susunan saraf pusat (korteks serebri).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

46

Angeline Fanardy (406138119)


KLASIFIKASI
Menurut Konsensus Penanganan Kejang Demam UKK Neurologi IDAI 2005. Kejang demam
diklasifikasikan menjadi :
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure) : Kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, umum, tonik dan atau klonik , umumnya akan berhenti
sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure) : Kejang demam dengan ciri
(salah satu di bawah ini):
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Penjelasan:

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan
kejang anak sadar.

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium
rendah.
Faktor risiko berulangnya kejang demam
a. Riwayat kejang demam d alam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

47

Angeline Fanardy (406138119)


Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulang 80 %, sedangkan bila tidak terdapat
faktor tersebut hanya 10 % - 15 % kemungkinan berulang. Kemungkinan berulang paling
besar pada tahun pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsy1:
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6
%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % 49 % (Level II-2). Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan criteria Livingston yang telah
dimodifikasi, yang merupakan pedoman yang dipakai oleh Sub Bagian Saraf Anak IKA
FKUI-RSCM Jakarta, yaitu:

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan 6 tahun


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4
kali

Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan
adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis
lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan
suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput
otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

48

Angeline Fanardy (406138119)


Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, dan dapat dikerjakan untuk
mengeva-luasi sumber infeksi atau mencari penyebab demam, seperti darah perifer, elektrolit
dan gula darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).4
Pungsi lumbal5
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungki-nan meningitis. Risiko terjadinya meningitis

bakterialis

adalah 0,6 % - 6,7

%. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada:

Bayi kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan dilakukan

Bayi antara 12-18 bulan : dianjurkan

Bayi > 18 bulan : tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal.

Elektroensefalografi5
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang
demam fokal.
Pencitraan7
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT)atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutindan atas indikasi, seperti:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Parese nervus VI
c. Papiledema

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

49

Angeline Fanardy (406138119)


DIAGNOSIS BANDING
Epilepsi Trigger Of by Fever (ETOF),Meningitis,Ensefalitis,Abses otak
TATALAKSANA
Penatalaksanaan kejang demam meliputi penanganan pada saat kejang dan pencegahan
kejang.
1.

Penanganan Pada Saat Kejang

Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahanlahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih
belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

Turunkan demam:
o Antipiretika: Paracetamol 10

mg/KgBB/dosis

PO

atau Ibuprofen 5-10

mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3-4 kali perhari


o Kompres: suhu >39 oC: air hangat ; suhu >38 oC: air biasa

Pengobatan penyebab: antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya

Penanganan suportif lainnya meliputi:


o Bebaskan jalan nafas
o Pemberian oksigen
o Menjaga keseimbangan air dan elektrolit
o Pertahankan keseimbangan tekanan darah

2.

Pencegahan Kejang
Pencegahan

berkala

(intermiten)

untuk

kejang

demam

sederhana

dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita
penyakit yang disertai demam
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis sampai dengan 1 tahun bebas kejang.
Edukasi pada orang tua

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

50

Angeline Fanardy (406138119)


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saatkejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal.Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara yang diantaranya :

Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

Memberitahukan cara penanganan kejang

Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

Pemberian

obat

untuk

mencegah

rekurensi

memang

efektif

tetapi

harus

diingat efek samping obat


Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:

Tetap tenang dan tidak panic

Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

Tetap bersama pasien selama kejang

Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

KOMPLIKASI
Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam
berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali.
Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika:
a. Pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu
tinggi.
b. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit
c. Ada faktor turunan dari ayah-ibunya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

51

Angeline Fanardy (406138119)


Namun begitu, faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin
muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami
kejang berulang.
PROGNOSIS
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor:2

Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.

Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.

Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.


Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian hari akan

mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja
("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981")

DAFTAR PUSTAKA
1) Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999.
2) ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-8.
3) Nelson KB, Ellenberg JH. Prognosi in Febrile seizure. Pediatr 1978;61:720-7
4) Gerber dan Berliner. The child with a simple febrile seizure. Appropriate diagnostic
evaluation. Arch Dis Child 1981;135:431-3
5) AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile
seizures. Pediatr 1996;97:769-95 .
6) Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.HK J Paediatr
2002;7:143-151
7) Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome. Brain Dev 1996;18:438-49.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

52

Angeline Fanardy (406138119)


8) Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile
seizures.

BRONKOPNEUMONIA
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru, meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia pada anak dibedakan
menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
DEFINISI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

53

Angeline Fanardy (406138119)


Bronkopneumonia disebut juga peradangan pada paru dimana proses peradangannya
ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrate(patchy distribution) yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.1
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya
pneumonia antara lain adalah efek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, aspirasi, GER,
dll.
EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan
yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam
rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 2
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia
komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab
kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat
pneumonia di Amerika adalah 10%.3
ETIOLOGI
Faktor infeksi:
Tabel 1. Dugaan penyebab pneumonia berdasar manifestasi klinik2:

Penyebab

Pneumonia

Pneumonia dengan komplikasi

tanpa
komplikasi
Efusi pleura

Abses paru

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

Sepsis

54

Angeline Fanardy (406138119)

s.pneumoniae

++++

++

++

h.influenza

++

++

Streptococcus

++

S.aureus

++

++++

+++

Flora mulut

+++

++

grup A

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur2

Umur

Lahir-20 hari

3 minggu-3 bulan

Penyebab yang sering

E.coli

Streptococcus grup B

Listeria monocytogenes

Bakteri:

Chlamydia trachomatis

Streptococcus pneumonia

Virus:

Respiratory Syncitial Virus

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

55

Angeline Fanardy (406138119)

4 bulan-5 tahun

Influenza dan parainfluenza virus

Adenovirus

Bakteri:

Chlamydia pneumoniae

Streptococcus pneumonia

Mycoplasma pneumoniae

Virus:

5 tahun-remaja

Respiratory Syncitial Virus

Rhinovirus

Influenza dan parainfluenza virus

Adenovirus

Measles virus

Chlamydia pneumoniae

Streptococcus pneumonia

Mycoplasma pneumoniae

Faktor Non Infeksi:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

56

Angeline Fanardy (406138119)


Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon : Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan
muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan
bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid : Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak
contohnya seperti susu dan minyak ikan Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat
berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada
penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum
berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit
ini.

PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :

Inhalasi langsung dari udara

Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

Penyebaran secara hematogen

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

57

Angeline Fanardy (406138119)

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari :

Susunan anatomis rongga hidung

Jaringan limfoid di nasofaring

Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut

Refleks batuk.

Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.

Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai
ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :
a. Stadium I (412 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

58

Angeline Fanardy (406138119)


dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
c. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
GAMBARAN KLINIS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

59

Angeline Fanardy (406138119)


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 0C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif4.
Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan

60 x/menit

Usia 2-12 bulan

50 x/menit

Usia 1-5 tahun

40 x/menit

Usia 6-12 tahun

28 x/menit

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
otot epigastrik, interkostal, suprasternal

Palpasi : stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit

Perkusi : meredup pada bagian yang terkena

Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah


halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang

terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu4.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

60

Angeline Fanardy (406138119)


1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED (tidak spesifik).
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok
(throat swab). Namun pada anak kurang berguna.
5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama
pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki,
dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan
bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakkan diagnosis.1,4,6
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial


cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation karena atelektasis.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi
tumor paru disebut sebagai round pneumonia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

61

Angeline Fanardy (406138119)

Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercakbercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus. Tetapi
gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi.
Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada
pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni
dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen pada anak dan bayi gambarannya sering tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak
jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran thorak menunjukkan
pneumonia berat. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih
dipertanyakan, tetapi para ahli sepakat adanya infiltrate menunjukkan adanya bakteri
sehingga perlu diberi antibiotika. Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi
seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah
sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada
dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :

Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

62

Angeline Fanardy (406138119)

Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih
sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai takipneu

Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas,
tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan
dengan identifikasi kuman penyebab:
o kultur sputum atau bilasan cairan lambung
o kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
o deteksi antigen bakteri

DIAGNOSA BANDING

Bronkopneumonia

Bronkiolitis

Pneumonia lobaris

Aspirasi benda asing

Tuberculosis

PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

Pneumonia ringan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

63

Angeline Fanardy (406138119)


-

Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Di


wilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90
mg/kgBB.

Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB sulfametoksazol 20 mg/kgBB)


dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari

Pneumonia berat
-

Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam

Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam

Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5


mg/kgBB sehari sekali

Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB


sehari sekali

Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa


komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal

Pemberian antibiotik berdasarkan umur

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


-

ampicillin + aminoglikosid

amoksisillin-asam klavulanat

amoksisillin + aminoglikosid

sefalosporin generasi ke-3

Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)


-

beta laktam amoksisillin

amoksisillin-amoksisillin klavulanat

golongan sefalosporin

kotrimoksazol

makrolid (eritromisin)

Anak usia sekolah (> 5 thn)


-

amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

64

Angeline Fanardy (406138119)

2. Penatalaksaan suportif
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak

nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr


-

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena


dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa
ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa
dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).

Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak


diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita
dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab
yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema,
abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).5
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
KOMPLIKASI
Bronkiektasis, Pneumothoraks, emfisema, abses paru, efusi pleura, empiema, sepsis,
dan gagal napas.
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

65

Angeline Fanardy (406138119)


Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15.
EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889
2. Asih, Retno, et.al. Kuliah Pneumonia disampaikan dalam Seminar Continuing
Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI
tanggal 29-30 Juli 2006.
3. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
4. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2004. Badan Penerbit
IDAI. Jakarta. 2004. Halaman 351-358.
5. ISO Indonesia volume 43. PT ISFI. Jakarta. 2008.
6. Matondang, Cory dkk. Diagnosis Fisik pada Anak edisi II. CV Sagung Seto,
Jakarta. 2003.
7. Soetjiningsih, dr.,SpA. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit EGC. Jakarta. 1995.
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak edisi III. FKUI,
Jakarta. 1985, halaman 1228-1232.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

66

Angeline Fanardy (406138119)

GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT TUBUH


I.

Air dan Elektrolit


I.1. Air
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun
cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap
berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.2 iloat (%)
I.2. Elektrolit
Elektrolit adalah molekul anorganik terlarut yang berperan sebagai ion dalam konduksi
aliran listrik.1 Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan
anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).3

Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama
dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel
tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

67

Angeline Fanardy (406138119)


Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.3
a. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di
dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.4 Kadar
natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat
58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).5
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke
dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

68

Angeline Fanardy (406138119)


pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan
apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi. 5
b. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting
di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar
53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah
adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.5
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter. 6
c. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan
lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake,
besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjarkelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan
didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.5
d. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk pertumbuhan +10
mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

69

Angeline Fanardy (406138119)


e. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang
akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting
peranannya dalam keseimbangan asam basa.5

Gambar 1. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler5


Diambil dari Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2:56

II. Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit


II.1. Karakteristik air dalam fisiologi
Air adalah senyawa esensial untuk semua makhluk hidup dan mempunyai beberapa
karakteristik fisiologik:
-

Media utama pada reaksi intrasel

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

70

Angeline Fanardy (406138119)


-

Diperlukan oleh sel untuk mempertahankan kehidupan. Hampir semua reaksi


biokimia tubuh terjadi dalam media air, sehingga dapat dikatakan bahwa air
merupakan pelarut untuk kehidupan.

Pelarut terbaik untuk solut polar dan ionik.

Media transpor pada sistem sirkulasi, ruang di sekitar sel (ruang intravaskuler,
interstisium), dan intra sel

Mempunyai panas jenis, panas penguapan, dan daya hantar panas yang tinggi
sehingga berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.1

II.2. Jumlah Cairan Tubuh


Total body water (air tubuh total) dapat ditentukan melalui beberapa perhitungan yang
menerapkan teknik dilusi dengan menggunakan berbagai zat seperti duterium, tritium, dan
antipirin. Penentuan jumlah cairan ekstrasel biasanya diukur secara langsung akan tetapi
lebih sulit dibandingkan pengukuran air tubuh total. Hal ini disebabkan bahan yang
digunakan dalam proses dilusi harus hanya terdapat pada cairan ekstrasel dan tersebar pada
seluruh kompartemen ekstrasel.1
Beberapa cara mengukur kompartemen cairan tubuh, yaitu:1
a. Pengukuran cairan kompartemen tubuh berdasarkan konsentrasi suatu zat di dalam

kompartemen:Konsentrasi zat =

jumlah zat disuntikan


volume distribusi

b. Dalam melakukan pengukuran jumlah air di kompartemen, perlu dilakukan perhitungan


(koreksi) zat zat yang dieskresikan dalam kurun waktu yang dibutuhkan oleh zat tersebut
sejak disuntikkan dan terdistribusi ke dalam kompatemen:
Vd :

Jumlah zat disuntikanJumlah diekskresikan


Konsentrasi setelah ekuilibrium

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

71

Angeline Fanardy (406138119)

c. Untuk mengukur volume cairan kompartemen, diperhitungkan zat tertentu yang


terdistribusi dengan sendirinya di dalam kompartemen. Sementara pengukuran volume
kompartemen yang tidak mengandung zat tertentu, dilakukan dengan melakukan
pengurangan.1 :
-

Volume ekstraseluler (extracellular fluid volume, ECFV) diukur dengan melakukan


pemberian label dengan inulin, sukrosa, mannitol dan sulfat.

Volume plasma (plasma volume, PV) diukur dengan melakukan pemberian label
radioaktif, yaitu radiolabeled albumin atau zat warna biru Evans (Evans blue dye
yang berikatan dengan albumin).

Volume intraselular (intracellular fluid volume, ICFV) diukur dengan melakukan


substraksi :

ICF = TBW ECFV

Volume cairan interstisium (interstitial fluid volume, ISFV) diukur dengan melakukan
substraksi :

ISFV = ECFV - PV

Bila diperkirakan sekitar 55% berat tubuh merupakan air, maka perhitungan cairan
tubuh total menggunakan rumus :
Jumlah total air tubuh (L) = Berat badan (Kg) x 55%
Perhitungan ini hanya berlaku untuk individu dalam keadaan keseimbagnan air tubuh
normal. Untuk orang dewasa obesitas hasil penghitungan rumus ini dikurangi 10%,
sedangkan untuk orang kurus ditambahkan 10%.Pada keadaan dehidrasi berat, air tubuh total
berkurang sekitar 10% maka pada keadaan dehidrasi berat air tubuh total dihitung dengan
menggunakan rumus:Jumlah air total tubuh (L) = 0,9 x Berat badan (Kg) x 55%

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

72

Angeline Fanardy (406138119)


Perhitungan di atas tidak dapat digunakan pada keadaan edema karena kemungkinan
kesalahan sangat besar.
3.3. Distribusi Cairan Tubuh
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi
cairanintravaskular dan intersisial.6

Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,

sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata
untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya
setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.6

Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan

ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan
tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular
menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter
pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.6
Cairan ekstrasel berperan sebagai :
-

Pengantar semua keperluan sel (nutrien, oksigen, berbagai ion, trace mierals, dan
regulator hormon/molekul).

Pengangkut CO2 sisa metabolisme, bahan toksik atau bahan yang telah mengalami
detoksifikasi dari sekitar lingkungan sel.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

73

Angeline Fanardy (406138119)


Cairan ekstraselular dibagi menjadi6 :

Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter

pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang
dewasa.6

Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan
plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.6

Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.
Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.6
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara
adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

74

Angeline Fanardy (406138119)

II.3. Pergerakan Cairan Tubuh


Pergerakan cairan tubuh (hidrodinamik) mencakup penyerapan air di usus, masuk ke
pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh. Pada pembuluh kapiler, air mengalami filtrasi
ke ruang interstisium dan selanjutnya masuk ke dalam sel melalui proses difusi, sebaliknya
air dari dalam sel keluar kembali ke ruang interstisium dan masuk ke pembuluh darah.1
Pergerakan air juga meliputi filtrasi air di ginjal (sebagian kecil dibuang sebagai urin),
ekskresi air ke saluran cerna sebagai liur pencernaan (umumnya diserap kembali) serta
pergerakan air ke kulit dan saluran nafas yang keluar sebagai kerinat dan uap air. Pergerakan
cairan tersebut bergantung kepada tekanan hidorostatik dan osmotik.1
II.4. Konsep Homeostasis
Sel-sel tubuh hanya dapat hidup dan berfungsi bila berada/terendam dalam cairan
ekstrasel yang sesuai. Cairan ekstrasel ini biasa juga disebut lingkungan dalam tubuh (milieu
interieur). Lingkungan dalam tubuh ini boleh dikatakan selalu konstan dan hanya dapat
berdeviasi (berubah) dalam kisaran yang sangat sempit. Contoh: pH darah 7.40, hanya boleh
berdeviasi antara 7.38-7.42. proses mempertahankan lingkungan dalam yang relatif stabil ini
disebut homeostatis.1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

75

Angeline Fanardy (406138119)


Berbagai faktor lingkungan dalam yang harus dipertahankan dengan mekanisme
tertentu, antara lain:

Kadar molekul nutrien yang diperlukan untuk metabolisme, misalnya kadar glukosa darah.
Bila kadar glukosa darah meningkat, akan disekresi lebih banyak insulin; bila kadar
glukosa darah menurun akan disekresi berbagai hormon seperti glukagon untuk
meningkatkan glukosa darah.

O2 yang terus dipakai dan harus selalu digantikan, CO2 yang terus dihasilkan dan harus
dikeluarkan dalam jumlah yang sesuai. Bila kadar O2 darah arteri menururn atau kadar CO2
darah arteri meningkat, akn terjadi perangsangan dan peningkatan ventilasi.

Kadar sisa metabolisme. Sisa metabolisme jangan sampai menimbulkan gangguan (toksis),
dengan meningkatkan pengeluaran misal melalui paru (CO2), ginjal dan hati.

Keasaman pH. Gangguan akibat perubahan pH terutama pada elektrofisiologi. Berbagai


reaksi dalam sistem homeostasis akan segera mengatasi hal ini.

Kadar air, garam-garam dan elektrolit lain, melalui berbagai hormon seperti ADH,
aldosteron, ANP dan rasa haus.1
Suhu tubuh, yang umumnya berkisar sekitar 37CO. berbagai reaksi tubuh akan timbul

bila ada peningkatan suhu tubuh, seperti berkeringat dan vasodilatasi atau vasokonstriksi dan
menggigil bila suhu tubuh terlalu rendah. Volume dan tekanan, misalnya peningkatan atau
penurunan volume darah, tekanan darah, dengan berbagai respons yang sesuai.1
Homeostatis air
Perubahan volume cairan ekstraselular dalam jumlah kecil tidak akan memberi reaksi
fisiologik. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

76

Angeline Fanardy (406138119)


cairan ekstrasel. Bila terjadi peningkatan volume dalam jumlah besar akan timbul mekanisme
koreksi yang serupa dengan pengaturan volume dan tekanan darah.1
Peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume darah dan tekanan
darah dan sebaliknya. Jadi, pengaturan volume cairan ekstrasel penting dalam pengaturan
tekanan darah. Oleh karena itu, pemantauan jumlah cairan ekstraselular dilakukan dengan
melakukan pemantauan tekanan darah.1
Bila asupan (intake) air terlalu banyak, akan segera dikeluarkan dengan mengurangi
sekresi ADH (antidiuretic hormone) dari hipofisis posterior, yang mengurangi reabsorpsi air
air di tubulus distal dan duktus koligentes nefron ginjal. Peningkatan volume plasma akan
diikuti oleh berkurangnya venous return, yang akan meregang dinding atrium. Dengan adanya
rangsangan pada reseptor (berupa baroreseptoryang berada di sinus karotid, sinus aorta dan
dinding atrium kanan) akan merangsang pelepasan Atrial Natriuretic Peptide (ANP) yang
menimbulkan blokade pada sekresi aldosteron dan diikuti peningkatan pengeluaran natrium
dan air melalui urin.1
Pada keadaan hipovolumia baik karena kekurangan intake atau pengeluaran
berlebihan seperti pada diare dan muntah-muntah, tubuh berusaha menghambat pengeluaran
air lebih lanjut dengan menambah sekresi ADH, yang meningkatkan reabsorpsi air di ginjal.
Juga timbul rasa haus dan dorongan untuk minum, agar kekurangan itu segera teratasi.1
Pada saat terjadi penurunan volume cairan ekstraselular, volume dan tekanan darah
akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada sistem renin-angiotensin
sehingga timbul respons berupa pengurangan produksi urin (restriksi pengeluaran cairan),
rangsangan haus yang disertai dengan meningkatnya pemasukan cairan yang selanjutnya akan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

77

Angeline Fanardy (406138119)


meningkatkan volume cairan ekstraselular. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan
mengatur volume dan osmolaritas cairan ekstrasel.1
Mekanisme homeostasis air dan elektrolit bertujuan mempertahankan volume dan
osmolaritas cairan ekstrasel dalam batas normal dengan mengatur keseimbangan antara
absorpsi diet (makanan dan minuman) dan eksresi ginjal (konservasi dan eksresi air dan
elektrolit) yang melibatkan juga sistem hormonal.

Homeostasis elektrolit
Keseimbangan elektrolit ini sangat penting karena mempengaruhi keseimbangan
cairan dan fungsi sel. Keseimbangan elektrolit ini sangat penting karena mempengaruhi
keseimbangan cairan dan fungsi sel. 1
Elektrolit adalah senyawa yang di dalam larutan berdisiosiasi menjadi ion muatan
positif dan negatif. Elektrolit penting dalam mengatur keseimbangan dan fungsi sel. Dalam
dua kompartemen cairan tubuh terdapat beberapa kation dan anion (elektrolit) yang penting
dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Perbedaan yang nyata antara cairan
ekstrasel dan intrasel terletak pada kation. Dua kation penting, yaitu natrium dan kalium
langsung berhubungan dengan fungsi sel. Jumlah kation sama dengan jumlah anion pada
setiap komparteemen. 1
II.5. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru,
kulit atau traktus gastrointestinal.10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

78

Angeline Fanardy (406138119)


Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml
per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250
ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak
disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.10
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari
karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari,
sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml
per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak
rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan
bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius
pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari
tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari
insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 36 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.6

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

79

Angeline Fanardy (406138119)


Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa6LUID

S FLUID ES
II.6. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume

a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

80

Angeline Fanardy (406138119)


gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab
lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi
jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang
cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada
kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan
ekstraselular yang berat terjadi.10
b. Dehidrasi
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) (130-150 mEq/L) terjadi ketika kehilangan cairan
hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya

relatif

sama

dalam

kompartemen

intravaskular

maupun

kompartemen

ekstravaskular.16
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) (<139 mEq/L) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang.
Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.16
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) (>150 mEq/L) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.16
Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi16

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

81

Angeline Fanardy (406138119)

b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun
pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder
akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
Hiponatremia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

82

Angeline Fanardy (406138119)


Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul
gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses,
diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan
(Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5
mg/kg.12 Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang
dibutuhkan dapat menggunakanNa=
rumus
: Na0 x
Na1
TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)


Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium
berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air
sebanyak = {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12
Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

83

Angeline Fanardy (406138119)


Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen
melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi
glukosa.

Terapi

hipokalemia

dapat

berupa

koreksi

faktor

presipitasi

(alkalosis,

hipomagnesemia, obat-obatan), infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild


hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring
oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang
hebat)
Rumus untuk menghitung defisit kalium :

K = K1 K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan


K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)

Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat
yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

84

Angeline Fanardy (406138119)


intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10
menit, atau diuretik, hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan
ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang
tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari
insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan.
Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal,
dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat
post operatif adalah sangat penting.
Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang
dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai
hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang
mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator
mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.
Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil,
diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan
ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

85

Angeline Fanardy (406138119)


kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan
terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi
penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah
sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus
gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang
sering.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis, dan
Tatalaksana. Unit Pendidikan Kedokteran-Pengembangan Keprofesioan Berkelanjutan. FKUI. 2007
Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa. Kuntarti, Skp., M. Biomed. (Diakses tanggal 21
Januari 209) http/www.Ourblogtemplates.com
Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby;
2005.p3-227
Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK Undip: Semarang;
2004: 1-60.
Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative dehydrationdoes it improve
outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93
Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh. 2003;47(5):380-387.
Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B. Saunders company;
1997: 375-393
Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua. Bagian
anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed. Pennsylvania: Springhouse;
2002:3-189.

MENINGITIS
DEFINISI
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal maupun
selaput otak yang membungkus jaringan otak dan medula spinalis. Kuman-kuman masuk ke
setiap bagian ruang subarakhnoidal dan dengan cepat menyebar ke bagian lain sehingga

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

86

Angeline Fanardy (406138119)


medula spinalis terkena, yang akhirnya menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang
disebabkan oleh bakteri maupun virus. 6,12
EPIDEMIOLOGI
Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia
setiap tahun. Lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia tenggara da
Pasifik barat. Pada satu penelitian di Amerika, tercatat 55% dari kasus meningitis terjadi pada
anak laki-laki. Meningococcal meningitis umumnya terjadi antara umur 3 tahun sampai masa
pubertas.3
ETIOLOGI
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri,
jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak. Faktor predisposisinya antara
lain fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sumsum tulang belakang.5
PATOFISIOLOGI
Mekanisme invasi bakteri ke selaput otak dan ruang arakhnoid belum diketahui secara
pasti, namun banyak kasus meningitis diawali oleh infeksi primer seperti nasofaringitis, otitis
media dan miokarditis yang menunjukakn bahwa meningitis adalah infeksi sekunder yang
terjadi secara hematogen ataupun perkontinuitatum.12
Invasi

kuman-kuman

(meningokokus,

pneumokokus,

hemofilus

influenza,

streptokokus) ke dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan
arakhnoid, CSS dan sistem ventrikulus.12
Jika bakteri patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, berarti terdapat mekanisme
pertahanan tubuh yang menurun. Pada umumnya didalam cairan serebrospinal yang normal
tidak ditemukan bakteri dan komplemen lainnya. Namun pada meningitis atau peradangan
pada selaput otak ditemukan

bakteri dan peningkatan komplemen dalam cairan

serebrospinal. Konsenterasi komplemen ini memegang peranan penting dalam opsoniasi dari
Encapsuled Meningeal Patogen, suatu proses yang penting untuk terjadinya fagositosis.1
Mula-mula pembulu darah meningeal yang kecil dan seang mengalami hiperemi akibat
inflaasi yang disebabkan oleh bakterimia, dan dalam waktu yang sangat singkat terjadi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

87

Angeline Fanardy (406138119)


penyebaran sel-sel leukosit polimormonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar
mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat
makrofag.12
a. meningitis bakteri
Meningitis bakteri adalah peradangan pada selaput otak (menings), yang disebabkan
oleh bakteri.Bakteri yang paling sering adalah H influenza, Diplocooccus pneumoniae,
Streptokokus grup A, Sthapilococcus Aureus, E coli, Kliebsella dan Pseudomonas. Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dengan terjadinya peradangan yang
disebabkan oleh neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri,
fibrin dan leukosit terbentuk di ruangan subarakhnoid akan terkumpul di dalam cairan
serebrospinal sehingga dapat menyebabkan peningkatan intracranial. Hal ini akan
mengakibatkan jaringan otak akan menjadi infark. Resiko terjadinya meningitis bakterialis
meningkat pada penderita infeksi primer seperti infeksi telinga, infeksi tenggorokan,
miokarditis dan pasien pasca bedah.
b. meningitis tuberkulosa
Meningitis Tuberkulosa adalah peradangan selaput otak akibat komplikasi dari infeksi
tuberkulosa primer. Terjadinya meningitis bukanlah karna terinfeksinya selaput otak okle M.
Tuberkulosis secara langsung oleh pnyebaran hematogen tetapi biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel-tuberkel pada permukaan otak, sum-sum tulang belakang atau vertebra
yang kemudian peceh ke dalam rongga subarakhniod yang akhirnya akan memberikan gejala
klinis terhadap penderita. 2
c. meningitis virus
Suatu sindrom infeksi virus SSP yang akut dengan gejala rangsang meningeal,
pleiositosis dalam cairan serebrospinal, perjalanan penyakit tidak lama dan self limiting
disease tanpa didahului dengan demam untuk beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada
anak ialah demam dan nyeri kepala yang mendadak, nausea, vomiting, kesadaran menurun,
kaku kuduk, fotoofobia, parastesia serta mialgia. Gejala pada bayi tidak khas, bayi mudah
terangsang dan menjadi gelisah, mual dan muntah sering terjadi tapi kejang jarang terjadi.2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

88

Angeline Fanardy (406138119)


d. meningitis kronik
Meningitis kronik adalah suatu infeksi selaput otak (menings) yang berlangsung selama
satu bulan atau lebih. Beberapa organisme infeksius bisa menyerang otak dan tumbuh
didalam otak, kemudian secara bertahap menyebabkan gejala-gejala klinis pada pasien.
Penyebab yang paling sering adalah jamur crypococcus, cytomegalo virus, dan M.
Tuberkulosa. Gejalanya menyerupai meningitis bakterial namun perkembangan penyakitnya
berlangsung lambat, biasanya lebih dari beberapa minggu. Demam timbul tidak sehebat
meningitis bakterial. Sering terjadi nyeri kepala, linglug dan bahkan sakit punggung.11
e. meningitis neonatus
Meningitis pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh bakteri, virus jamur, atau
protozoa. Meningitis dapat dikaitkan dengan sepsis atau muncul sebagai infeksi lokal.
Kebanyakan kasus meningitis akibat dari penyebaran hematogen. Dapat juga melalui defek
neural tube, saluran sinus kongenital atau luka tembus waktu pengambilan sampel kulit
kepala janin. Radang otak dan infark septik sering terjadi pada meningitis bakteri.
Pembentukan abses, ventrikulitis, hydrocephalus.10
GEJALA KLINIS
Pada neonatus gejala klinis berbeda dengan anak yang lebih besar dan dewasa.
Umumnya meningitis terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare,
biiasanya disertai dengan septikemia dan pneumonitis.
Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, brudzinki dan fontanela
menonjol untuk waktu awal belum muncul. Pada anak yang lebih besar, permulaan penyakit
juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum,
kelemahan, nyeri otot, nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan pernafasan
bagian atas. 10
Gejala klinis jika dibagi menurut umur tercantum seperti dibawah ini.
Pada neonatus :

Gejala tidak khas

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

89

Angeline Fanardy (406138119)

Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan

kesadaran menurun
Ubun-ubun besar kadang cembung
Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan 2 tahun
Gambaran klasik tidak tampak
Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
Kadang high pitched cry
Pada anak > 2 tahun

Demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala


Kejang
Gangguan kesadaran
Tanda-tanda rangsang meningeal ada

DIAGNOSIS
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak yang tidak diketahui etiologinya ,
letargi, muntah, kejang dan gejala lainnya harus dipikirkan kemungkinan meningitis.
Diagnosis pasti untuk meningitis mutlak harus dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
dengan pungsi lumbal. Namun jika terdapat tanda peningkatan intra kranial berupa kesadaran
menurun, sakit kepala, papil edem dan muntah maka harus penggunaan pungsi lumbal harus
dengan hati-hati atau tidak sama sekali, karena akan menyebabkan herniasi serebelum dan
batang otak akibat dekompresi dibawa foramen magnum.11
Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat leukosit polimorfonuklear. Jumlah sel
berkisar antara 1.000-10.000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000/mm 3, dapat
disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel di atas 50.000 mm 3 maka kemungkinan abses otak
yang pecah dan masuk ke dalam sistem ventrikulus. Pada meningitis tuberkulosa didapatkan
CSF yang jernih kadang-kadang sedikit keruh. Bila CSF didiamkan maka akan terjadi
pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10-500/ml. Tes
tuberkulin dilakukan pada bayi dan anak untuk memastikan meningitis tuberkulosa.11
PENATALAKSANAAN

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

90

Angeline Fanardy (406138119)


Penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat maka penderita perlu
dirawat diruang isolasi. Penderita dengan demam dan renjatan atau koma harus dirawat
intensif. Fungsi respirasi dan kebutuhan gizi dan cairan harus dipantau dengan ketat.
Apabila telah ditegakkan diagnosis melalui biakan atau kultur CSF yang telah diambil,
maka terapi dengan antibiotik harus segera diberikan. Tetapi untuk terapi permulaan
diberikan ampicilin dengan gentamicin atau aminoglikosida lainnya melalui inra vena atau
intra muscular. Pemilihan terhadap aminoglikosida dipengaruhi oleh tempat infeksi didapat
dan tempat asal kuman enterik gram negatif ditemukan, yaitu apakah di ruang rawat neonatus
atau di ruang rawat neonatus intensif.infeksi gram negatif yang didapat dari ibu atau
masyarakat sekitarnya sensitif terhadap kinamicin, sedangkan infeksi yang didapat di ruang
rawat intensif lebih sensitif terhadap gentamicin. Pengobatan lesi kulit yang nekrotik dan
diduga disebabkan oleh pseudomonas adalah dengan tikarsilin dan gentamicin.10
Sesudah diketahui bakteri penyebab dari meningitis dengan uji sensitifitas maka
pengobatan harus segera diberikan. Sebagan besar kuman gram negatif dan enterokokus
harus diberikan terapi kombinasi penisilin dengan aminoglikosida, karena kedua obat ini
bekerja secara sinergis.10
Terapi sepsis harus diberikan selama 10-14 hari atau 5-7 hari sesudah tampak tanda
perbaikan kelinik dan tidak disertai oleh adanya abses atau kerusakan jaringan yang luas.
Biakan darah yang dilakukan 24-48 jam sesudah pengobatan harus negatif. Apabila biakan
positif atau ada abses yang tersembunyi, maka terapi harus diganti. Terapi meningitis
diberikan selama tiga minggu. Pengobatan yang lebih lama mungkin diperlukan apabila
perbaikan klinis lambat atau hasil lab yang tidak membaik.10
Disamping pengobatan dengan antibiotik, diperlukan juga terapi penunjang seperti
pemberian cairan dan elektrolit, dan bantuan ventilasi.10
KOMPLIKASI
Komplikasi yang biasanya timbul berhubungan dengan proses inflamasi pada menings
dan pembulu dara serebral berupa kejang, parese nervus kranialis, lesi serebri fokal, dan
hidrosefalus. Dan komplikasi yang disebabkan oleh bakteri meningokokus pada organ tubuh
lainnya seperti infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endicarditis, myocarditis,
orchitis, eepydidimiti, albuminuria atau hematuria dan perdarahan adrenal. DIC dapat terjadi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

91

Angeline Fanardy (406138119)


sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran
napas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru.5
PROGNOSIS
Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi tergantung daerah
endemik, biasanya berkisar antara 50-90%. Dengan terapai saat ini, angka mortalitas sekitar
10% dan insiden dari kompikasi dan sequelle rendah. Faktor yang mempengaruhi prognosis
adalah usia pasien, bakterimia, kecepatanterapi, komplikasi dan keadaan umum dari pasien
sendiri. Kejjadian fatal rendah terjadi pada kelompok usia antara 3-10 tahun. Angka
mortalitas tiggi didapatkan pada infant, pasien dewasa dengan keadaan umum yang buruk
dan pasien dengan perdarahan adrenal yang ekstensif.5

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, meningitis bakterialis dan kronis (online) 2010. Available from URL
http://www.medicastore.com
2. Assis Aquino Gondim de F, Meningoccocal Meningitis (agustus 2009). Available
from URL http//www.medscape.com
3. Horn J, Pediatrics, Meningitis and Encephalitis (mei 2010). Available from URL
http//www.medscape.com
4. Japardi j, Meningitis Meningoccocal. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara : 2002. Available from URL http//www.Bedahiskandarjapari23.com
5. Staf pengajat Ilmu Kesahatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 2 editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. Hal 558-9.
6. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 2. Editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. Hal 562, 628-9
7. Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal 655
8. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis cetakan ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 2008. Hal 161-168, 181-187

CEREBRAL PALSY
DEFINISI
Cerebral palsy lebih tepat dikatakan suatu gejala yang kompleks daripada suatu
penyakit yang spesifik. (Kuban, 1994) CP merupakan kelainan motorik yang banyak
ditemukan pada anak-anak.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

92

Angeline Fanardy (406138119)


Karakteristik klinik CP tidak spesifik, penjelasan tentang CPmenyangkut kerusakan
fungsi motorik yang terjadi pada masa awal kanakkanak dan ditandai dengan perubahan
sifat otot yang biasanya berupaspatisitas, gerakan involunter, ataksia atau kombinasi.
Walaupun padaumumnya yang terkena adalah lengan dan tungkai, namun seringkali
bagiantubuh yang lain juga terkena. Keadaan ini disebabkan karena disfungsi otakdan tidak
bersifat episodik atau progresif. (Swaiman, 1998)
ETIOLOGI
Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktorlainnya.Apabila
ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan inidalam suatu keluarga, maka
kemungkinan besar disebabkan faktor genetik.(Soetjiningsih, 1995)
Waktu terjadinya kerusakan otak secara garis besardapat dibagi pada masa pranatal,
perinatal dan postnatal.
1. Pranatal
Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan kromosom
(Soetjiningsih, 1995)
Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson, 1994)
Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun (Fletcher,1993)
Infeksi intrauterin : TORCH dan sifilis
Radiasi sewaktu masih dalam kandungan
Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksiamaternal, kelainan
umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, danlain lain).
Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok danalkohol.
Induksi konsepsi. (Soetjiningsih, 1994)
Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayatmelahirkan anak dengan
berat badan < 2000 gram atau lahir dengankelainan morotik, retardasi mental atau sensory
deficit). (Boosara,2004)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

93

Angeline Fanardy (406138119)


Toksemia gravidarum
Dalam bukubuku masih dipakai istilah toksemia gravidarum untukkumpulan gejala
gejala dalam kehamilan yang merupakan trias HPE(Hipertensi, Proteinuria dan
Edema), yang kadangkadang bilakeadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang
kejang/konvulsi dankoma). (Rustam, 1998)
Patogenetik hubungan antara toksemia padakehamilan dengan kejadian CP masih
belum jelas.Namun, hal inimungkin terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan
otak padajanin. (Gilroy, 1979)
Inkompatibilitas Rh
Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian pranatalpada salah satu bayi
kembar (Soetjiningsih, 1994)
Maternal thyroid disorder
Siklus menstruasi yang panjang
Maternal mental retardation
Maternal seizure disorder (Boosara, 2004)
2. Perinatal
Anoksia / hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah braininjury.Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal initerdapat pada keadaan presentasi bayi
abnormal, disproporsi sefaloservik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta,
partusmenggunakan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio caesar.(Anonim.
2002)
Perdarahan otak akibat trauma lahir
Perdarahan dan anoksi dapat terjadi bersamasama, sehingga sukarmembedakannya,
misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,mengganggu pusat pernafasan
dan peredaran darah, sehingga terjadianoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

94

Angeline Fanardy (406138119)


subaraknoid

akanmenyebabkan

menyebabkanhidrosefalus.

Perdarahan

penyumbatan
di

ruang

CSS

subdural

dapat

sehingga
menekan

korteksserebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. (Anonim,2002)


Prematuritas
Berat badan lahir rendah
Postmaturitas
Primipara
Antenatal care
Hiperbilirubinemia
Bentuk CP yang sering terjadi adalah athetosis, hal ini disebabkankarena frekuensi
yang tinggi pada anakanak yang lahir denganmengalami hiperbilirubinemia tanpa
mendapatkan terapi yangdiperlukan untuk mencegah peningkatan konsentrasi
unconjugatedbilirubin.

Gejalagejala

kernikterus

yang

terdapat

pada

bayi

yangmengalami jaundice biasanya tampak setelah hari kedua dan ketigakelahiran.


Anak menjadi lesu dan tidak dapat menyusu dengan baik.Kadangkala juga terjadi
demam dan tangisan menjadi lemah.Sulitmendapatkan Reflek Moro dan tendon pada
mereka, dan gerakan ototsecara umum menjadi berkurang.Setelah beberapa minggu,
tonusmeningkat dan anak tampak mengekstensikan punggung denganopisthotonus
dan diikuti dengan ekstensi ektremitas. (Swaiman, 1998)
Status gizi ibu saat hamil
Bayi kembar (Soetjiningsih, 1995)
Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringanotak yang kekal
akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnyapada kelainan inkompatibilitas
golongan darah. (Soetjiningsih, 1995)
Meningitis purulenta

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

95

Angeline Fanardy (406138119)


Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepatpengobatannya
akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.(Soetjiningsih, 1995)
Kelahiran sungsang
Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II lebihdari 1 jam. Pada
primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan kala IIsekitar 1,5 jam. Sedangkan
pada multigravida, kala I : 7 jam dan kala II: 1/5 jam. Persalinan yang sukar dan lama
meningkatkan risikoterjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin.
Partus dengan induksi / alat
Polyhidramnion (Boosara, 2004)
Perdarahan pada trimester ketiga
3. Postnatal
Anoksia otak : tenggelam, tercekik, post status epilepticus.
Trauma kepala : hematom subdural.
Infeksi : meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan(Anonim,2002),
septicaemia, influenza, measles dan pneumonia. (Eve,et al., 1982)
Luka parut pada otak pasca operasi (Anonim, 2002)
Racun : logam berat, CO (Soetjiningsih, 1995)
Malnutrisi (Eve, et,al., 1982)
Manifestasi klinik dari penyakit ini bermacammacam, tergantungpada lokasi yang
terkena, apakah kelainan terjadi secara luas di korteks danbatang otak, atau hanya terbatas
pada daerah tertentu. Kelainan kromosomatau pengaruh zatzat teratogen yang terjadi pada 8
minggu pertamakehamilan, dapat berpengaruh terhadap proses embriogenesis sehinggadapat
mengakibatkan kelainan yang berat. Pengaruh zatzat teratogensetelah trimester I akan
mempengaruhi maturasi otak. Infeksi pada janin yangterjadi pada masa pertumbuhan janin,
akan mengakibatkan kerusakan padaotak. Kejadian hipoksikiskemik dapat mengakibatkan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

96

Angeline Fanardy (406138119)


kelainan mikroanatomisekunder akibat dari gangguan migrasi neural crest.Komplikasi
perinatal

tipehipoksik

atau

iskemik,

dapat

mengakibatkan

iskemik

atau

infark

bayi.Bayiprematur sangat rentan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ini.Penyebab


postnatal seperti infeksi, meningoensefalitis, trauma kepala, racunracun yang berasal dari
lingkungan seperti CO atau logam berat jugamengakibatkan terjadinya CP. (Soetjiningsih,
1995)
PATOFISIOLOGI
Cerebral palsy didefinisikan sebagai suatu kelainan pada gerakan danpostur yang
bersifat menetap, disebabkan oleh kecacatan nonprogresif ataulesi yang terjadi pada otak
yang belum matur. Presentasi klinik yang tampakdapat disebabkan oleh abnormalitas
struktural yang mendasar pada otak;cedera yang terjadi pada prenatal awal, perinatal atau
postnatal karena vascular insufficiency; toksin atau infeksi risikorisiko patofisiologi
darikelahiran prematur. Buktibukti yang ada menunjukkan bahwa faktorfaktorprenatal
berperan dalam 70 80 % kasus CP. Dalam banyak kasus,penyebab yang pasti belum
diketahui, tetapi hampir sebagian besar kasusdisebabkan oleh multifaktor. Selama periode
prenatal, pertumbuhan yangabnormal dapat terjadi kapan saja (dapat karena abnormalitas
yang bersifatgenetik, toksik atau infeksi, atau vascular insufficiency). (Boosara, 2004)
Menurut Volpe, dalam perkembangan otak manusia terdapat beberapa waktu penting,
dan waktuwaktu puncak terjadinya, sebagai berikut
1. Primary neurulation terjadi pada 3 4 minggu kehamilan.
2. Prosencephalic development terjadi pada 2 3 minggu kehamilan.
3. Neuronal proliferation penambahan maksimal jumlah neuron terjadipada bulan ke 3 4
kehamilan.
4. Organization pembentukan cabang, mengadakan sinaps, kematian sel,eliminasi selektif,
proliferasi dan diferensiasi sel glia terjadi bulan ke 5kehamilan sampai beberapa tahun setelah
kelahiran
5. Myelination penyempurnaan selsel neuron yang terjadi sejak kelahiransampai beberapa
tahun setelah kelahiran.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

97

Angeline Fanardy (406138119)


Karena

kompleksitas

dan

kerentanan

otak

selama

masaperkembangannya,

menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalambeberapa waktu.Cerebral ischemia yang


terjadi sebelum minggu ke20kehamilan dapat menyebabkan defisit migrasi neuronal, antara
minggu ke24sampai ke34 menyebabkan periventricular leucomalacia (PVL) dan
antaraminggu ke34 sampai ke40 menyebabkan focal atau multifocal cerebralinjury.
(Boosara, 2004)
Kerentanan otak janin terhadap PVL bervariasi tergantung pada usiagestasi, mencapai
puncak pada usia gestasi 22 minggu dengan satu steppenurunan pada awal kematian postnatal
dan setelah PVL. PVL akan tampak sebagai diplegia dan sekitar 70 % bayi yang mengalami
CP dilahirkan sebelum usia gestasi mencapai 32 minggu dan 30 % bayi yangmengalami CP
lahir tepat waktu (cukup bulan). (Lin, 2003)
Volpe

mengklasifikasikan

sistem

tingkatan

untuk

periventricularintraventricularhemorrhages, sebagai berikut : (Boosara, 2004)


a. grade I adalah hemorrhage yang berdampak hanya perdarahan padasubependymal (<10%
dari area periventrikular terisi dengan darah).
b. grade II adalah hemorrhage yang melibatkan 10 50% areaperiventrikular.
c. grade III adalah hemorrhage yang melibatkan >50% area periventrikular
d. beberapa ahli lain mengemukan grade IV, yaitu ada tidaknya darahparenchymal. Hal ini
diduga tidak berhubungan dengan ekstensipendarahan ventrikular.Tetapi sebaliknya,
hemorrhagic

infarction

dapatberhubungan

dengan

periventricular-intraventricular

hemorrhage.

KLASIFIKASI
Pada otak, terdapat 3 bagian berbeda yang bekerja bersamamenjalankan dan
mengontrol kerja otot yang berpengaruh pada pergerakandan postur tubuh. Bila terjadi
kerusakan pada bagian otak itulah yangmembuat seseorang menderita CP. Bagianbagian
otak tersebut adalahsebagai berikut : (Parkers et al., 2005)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

98

Angeline Fanardy (406138119)

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak yang Mengalami Kelainan pada BeberapaBentuk CP


Terdapat bermacammacam klasifikasi CP, tergantung berdasarkanapa klasifikasi itu dibuat.

1. Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998; Gilroy, 1979;Rosenbaum, 2003)
a. Spastik
Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.Umumnya hal ini
terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Halini disebabkan oleh
spastik yang menyerang traktus kortikospinalbilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh
saja.Sedangkansistemsistem lain normal.
Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yangbiasanya menyerang ekstremitas
atas/lengan atau menyeranglengan pada salah satu sisi tubuh.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

99

Angeline Fanardy (406138119)


Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas.Umumnyamenyerang lengan pada
kedua sisi tubuh dan salah satu kaki padasalah salah satu sisi tubuh.
Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi jugaekstremitas bawah dan juga
terjadi keterbatasan (paucity) padatungkai.
b. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan dengannya.Pada CP tipe ini terjadi
abnormalitas bentuk postur tubuh dan / ataudisertai dengan abnormalitas gerakan.Otak
mengalami

kehilangankoordinasi

muskular

sehingga

gerakangerakan

yang

dihasilkanmengalami kekuatan, irama dan akurasi yang abnormal.


c. Athetosis atau koreoathetosis
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal.Karakteristik yangditampakkan adalah
gerakangerakan yang involunter dengan ayunanyang melebar.
Athetosis terbagi menjadi :
Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalamidistonik dapat mengalami
misdiagnosis.Gerakan distonia tidakseperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia
lainnya.Umumnyamenyerang otot kaki dan lengan sebelah proximal.Gerakan yangdihasilkan
lambat dan berulangulang, terutama pada leher dankepala.
Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakangerakaninvolunter, tidak terkontrol,
berulangulang dan kadangkalamelakukan gerakan stereotype.
d. Atonik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

100

Angeline Fanardy (406138119)


Anakanak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dankelemahan pada
kaki.Walaupun mengalami hipotonik namun lengandapat menghasilkan gerakan yang
mendekati kekuatan dan koordinasinormal.
e. Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik danektrapiramidal, seringkali
ditemukan adanya komponen ataksia.
2. Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderitauntuk melakukan
aktifitas normal (Swaiman, 1998; Rosenbaum, 2003)
a. Level 1 (ringan)
Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidakmemerlukan pengawasan
orangtua, cara berjalan cukup stabil, dapatbersekolah biasa, aktifitas kehidupan seharihari
100 % dapatdilakukan sendiri.
b. Level 2 (sedang)
Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk ambulasi ialahbrace, tripod atau
tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsisebagai pengontrol gaya berat badan.
Sebagian besar aktifitaskehidupan seharihari dapat dilakukan sendiri dan dapat bersekolah.
c. Level 3 (berat)
Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak ataumengesot, dapat
bergaul dengan temantemannya sebaya dan aktif.Pengertian kejiwaan dan rasa keindahan
masih ada, aktifitaskehidupan seharihari perlu bantuan, tetapi masih dapat bersekolah.Alat
ambulasi yang tepat ialah kursi roda.
d. Level 4 (berat sekali)
Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki,kebutuhan hidup yang vital
(makan dan minum) tergantung pada oranglain. Tidak dapat berkomunikasi, tidak dapat
ambulasi, kontak kejiwaandan rasa keindahan tidak ada.
GEJALA KLINIS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

101

Angeline Fanardy (406138119)


Untuk menetapkan diagnosis CP diperlukan beberapa kalipemeriksaan. Terutama
untuk kasus baru atau yang belum dikenal, harusdipastikan bahwa proses gangguan otak
tersebut tidak progresif. Untuk itudiperlukan anamnesis yang cermat dan pengamatan yang
cukup, agar dapatmenyingkirkan penyakit atau sindrom lain yang mirip dengan CP.
(Soetjiningsih, 1995)
Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi sertakelainan bukan motorik
yang menyulitkan gambaran klinis CP. Kelainanfungsi motorik terdiri dari : (Anonim, 2002)
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonusdan refleks Babinski
yang positif.Tonus otot yang meninggi itu menetapdan tidak hilang meskipun penderita
dalam keadaan tidur. Peninggiantonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot,
karena itutampak sikap yang khas dengan kecemderungan terjadi kontraktur,misalnya lengan
dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangantangan pronasi, serta jarijari dalam
fleksi sehingga posisi ibu jarimelintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi
padasendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputarke dalam.Tonic
neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya.Kerusakan biasanya terletak di
traktus kortikospinalis.Golonganspastisitas ini meliputi penderita CP.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada bulan pertama kehidupannya tampak flasiddan berbaring seperti
kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainanpada lower motor neuron. Menjelang usia
1 tahun terjadi perubahan tonusotot dari yang rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring
akan tampakflasid dan seperti kodok terlentang, tetapi apabila dirangsang atau mulaidiperiksa
tonus ototnya berubah menjadi spastis.
3. Koreoatetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yangterjadi dengan
sendirinya (involuntary movement).Pada 6 bulan pertamatampak bayi flasid, tetapi setelah itu
barulah muncul kelainan tersebut.Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan
tonus otot.Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

102

Angeline Fanardy (406138119)


ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksia berat atau kernikterus padamasa neonatus.
Golongan ini meliputi 5 15 % dari kasus CP.
4. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi.Bayi dalam golongan ini biasanyaflasid dan menunjukkan
perkembangan motorik yang terlambat.Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar
duduk.Mulai

berjalansangat

lambat

dan

semua

pergerakan

canggung

dan

kaku.Kerusakanterletak di serebelum. Terdapat kirakira 5 % dari kasus CP.


5. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5 10 % anak dengan CP. Gangguan berupa kelainanneurologen terutama
persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkapkatakata.Terdapat pada golongan
koreoatetosis.
6. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental.Gerakanyang terjadi dengan
sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukarmengontrol otototot tersebut sehingga anak
sulit membentuk katakatadan sering tampak anak berliur.
7. Gangguan penglihatan
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainanrefraksi.Pada keadaan
asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.Hampir25 % penderita CP menderita kelainan mata
DIAGNOSIS
Cerebral palsy adalah suatu keadaan penurunan fungsi motorik yangterjadi saat awal
kehidupan. Defisit ini dapat mempengaruhi satu atau lebihbagianbagian dari sistem syaraf
yang akan mengakibatkan berbagai gejala.
Beberapa tipe yang utama antara lain :
(1) piramidal, yaitu spatikquadriplegia, yang biasanya berhubungan dengan retardasi mental
danepilepsi; diplegia (biasanya terdapat pada bayi prematur) atau hemiplegia;
(2)ekstrapiramidal, termasuk tipe distonik dan koreoathetonik; serta
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

103

Angeline Fanardy (406138119)


(3) tipecampuran yang melibatkan sistem piramidal dan ekstrapiramidal. (Freeman &Nelson,
1988)
Berikut adalah beberapa tes yang digunakan untukmendiagnosis CP :
1. Elektroensefalogram (EEG)
EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa. Merupakan salahsatu pemeriksaan
penting pada pasien dengan kelainan susunan sarafpusat.Alat ini bekerja dengan prinsip
mencatat aktivitas elektrik di dalamotak, terutama pada bagian korteks (lapisan luar otak
yang tebal).Denganpemeriksaan ini, aktifitas sel-sel saraf otak di korteks yang fungsinya
untukkegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat dan lain-lain, dapat direkam.Pada infeksi
susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis,pemeriksaan EEG perlu dilakukan untuk
melihat kemungkinan, misalnyaterjadi kejang yang tersembunyi atau adanya bagian otak
yang terganggu.(Anonim, 2004)
2. Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)
Alat ini sangat berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakanpada otot atau
syaraf.NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG, dandigunakan untuk mengukur
kecepatan saat dimana sarafsarafmentransmisikan sinyal.Selama pemeriksaan NCV,
elektroda ditempelkan pada kulit yang dilaluisyaraf yang spesifik untuk suatu otot atau
sekelompok otot.Prinsip kerjaNCV adalah memberikan stimulus elektrik yang dihantarkan
melaluielektrode, kemudian respon dari otot dideteksi, diolah dan ditampilkan.Kekuatan dari
sinyal yang diberikan juga dihitung.Kondisi neurologisdapat menyebabkan NCV melambat
atau menjadi lebih lambat pada salahsatu sisi tubuh.EMG mengukur impulse dari saraf dalam
otot.Elektrode kecil diletakkandalam otot pada lengan dan kaki dan respon elektronik diamati
denganmenggunakan

suatu

alat

yang

menampilkan

gerakan

suatu

arus

listrik(oscilloscope).Alat ini mendeteksi bagaimana otot bekerja.


3. Tes Laboratorium
a. Analisis kromosom
Analisis kromosom dapat menunjukkan identifikasi suatu anomaligenetik (contohnya Downs
Syndrome) ketika anomali tersebut munculpada sistem organ.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

104

Angeline Fanardy (406138119)


b. Tes fungsi tiroid
Tes fungsi tiroid dapat menunjukkan kadar hormon tiroid yang rendahyang dapat
menyebabkan beberapa cacat bawaan dan retardasimental berat.
c. Tes kadar ammonia dalam darah
Kadar ammonia yang tinggi di dalam darah (hyperammonemia) bersifattoksik terhadap
sistem saraf pusat (seperti otak dan sumsum tulangbelakang).Defisiensi beberapa enzim
menyebabkan kerusakan asamamino yang menimbulkan hyperammonemia.Hal ini dapat
disebabkanoleh kerusakan liver atau kelainan metabolisme bawaan.
4. Imaging test
Tes gambar sangat membantu dalam mendiagnosa hidrosefalus,abnormalitas struktural dan
tumor.Informasi yang diberikan dapatmembantu dokter memeriksa prognosis jangka panjang
seorang anak.
a. Magnetic Resonance Imaging atau MRI
MRI menggunakan medan magnet dan gelombang radio untukmenciptakan gambar dari
struktur internal otak. Studi ini dilakukanpada anakanak yang lebih tua. MRI dapat
mendefinisikanabnormalitas dari white matter dan korteks motorik lebih jelas daripada
metodemetode lainnya.
b. CT scan
Teknik ini merupakan gabungan sinar X dan teknologi komputer,menghasilkan suatu gambar
yang memperlihatkan setiap bagian tubuhsecara terinci termasuk tulang, otot, lemak dan
organ-organ tubuh.Suatu computed tomography scan dapat menunjukkan malformasibawaan,
hemorrhage dan PVL pada bayi.
c. Ultrasound
Ultrasound menggunakan echo dari gelombang suara yangdipantulkan ke dalam tubuh untuk
membentuk suatu gambar yangdisebut sonogram. Alat ini seringkali digunakan pada bayi
sebelumtulang tengkorak mengalami pengerasan dan menutup untukmendeteksi kista dan
struktur otak yang abnormal. (Anonim, 2004)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

105

Angeline Fanardy (406138119)


PENATALAKSANAAN
Perlu ditekankan pada orang tua penderita CP, bahwa tujuan daripengobatan bukan membuat
anak menjadi seperti anak normal lainnya.Tetapi mengembangkan sisa kemampuan yang ada
pada anak tersebutseoptimal mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas
seharihari tanpa bantuan atau hanya membutuhkan sedikit bantuan saja.(Anonim, 2002)
Sehingga dalam menangani anak dengan CP, harus memahamiberbagai aspek dan
diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin anak,saraf, mata, THT, bedah orthopedi,
bedah syaraf, psikologi, rehabilitasimedis, ahli wicara, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa.
Disamping itu jugaharus disertakan peranan orangtua dan masyarakat. (Lin, 2003)
Secara garis besar, penatalaksanaan penderita CP adalah sebagaiberikut : (Anonim, 2002)
1. Aspek Medis
a. Aspek Medis Umum
Gizi
Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderitaCP. Karena sering terdapat
kelainan pada gigi, kesulitan menelan,sukar untuk menyatakan keinginan untuk
makan.Pencatatan rutinperkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan.
Halhal yang sewajarnya perlu dilaksanakan seperti imunisasi,perawatan kesehatan dan
lainlain.Konstipasi sering terjadi pada penderita CP. Dekubitus terjadi padaanakanak yang
sering tidak berpindahpindah posisi.
b. Terapi dengan obatobatan
Dapat diberikan obatobatan sesuai dengan kebutuhan anak, sepertiobatobatan untuk
relaksasi otot, anti kejang, untuk athetosis, ataksia,psikotropik dan lainlain.
c. Terapi melalui pembedahan ortopedi
Banyak hal yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi, misalnyatendon yang memendek
akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakityang terlalu mengganggu dan lainlain yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

106

Angeline Fanardy (406138119)


dengan

fisioterapi

tidakberhasil.

Tujuan

dari

tindakan

bedah

ini

adalah

untuk

stabilitas,melemahkan otot yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.
d. Fisioterapi
Teknik tradisional
Latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan danpeningkatan daya tahan otot,
latihan duduk, latihan berdiri, latihanpindah, latihan jalan.Contohnya adalah teknik dari
Deaver.

Motor

function

training

dengan

menggunakan

sistem

khusus

yangumumnya

dikelompokkan sebagai neuromuskular facilitationexercise. Dimana digunakan pengetahuan


neurofisiologi danneuropatologi dari refleks di dalam latihan, untuk mencapai suatupostur
dan gerak yang dikehendaki. Secara umum konsep latihanini berdasarkan prinsip bahwa
dengan beberapa bentuk stimulasiakan menimbulkan reaksi otot yang dikehendaki, yang
kemudianbila ini dilakukan berulangulang akan berintegrasi ke dalam pola
gerak motorik yang bersangkutan.Contohnya adalah teknik dari : Phelps, Fay-Doman,
Bobath,Brunnstrom, Kabat-Knott-Vos.
e. Terapi Okupasi
Terutama untuk latihan melakukan aktifitas seharihari, evaluasipenggunaan alatalat bantu,
latihan keterampilan tangan dan aktifitasbimanual. Latihan bimanual ini dimaksudkan agar
menghasilkan poladominan pada salah satu sisi hemisfer otak.
f. Ortotik
Dengan menggunakan brace dan bidai (splint), tongkat ketiak, tripod,walker, kursi roda dan
lainlain.Masih ada pro dan kontra untuk program bracing ini. Secara umumprogram bracing
ini bertujuan :
Untuk stabilitas, terutama bracing untuk tungkai dan tubuh
Mencegah kontraktur
Mencegah kembalinya deformitas setelah operasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

107

Angeline Fanardy (406138119)


Agar tangan lebih berfungsi
g. Terapi Wicara
Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakanberkisar antara 30 % - 70
%.Gangguan bicara disini dapat berupadisfonia, disritmia, disartria, disfasia dan bentuk
campuran.Terapiwicara dilakukan oleh terapis wicara.
2. Aspek Non Medis
a. Pendidikan
Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatanmental, maka pada
umumnya pendidikannya memerlukan pendidikankhusus (Sekolah Luar Biasa).
b. Pekerjaan
Tujuan yang ideal dari suatu rehabilitasi adalah agar penderita dapatbekerja produktif,
sehingga

dapat

berpenghasilan

untuk

membiayaihidupnya.Mengingat

kecacatannya,

seringkali tujuan tersbut siluttercapai.Tetapi meskipun dari segi ekonomis tidak


menguntungkan,pemberian kesempatan kerja tetap diperlukan, agar menimbulkanharga diri
bagi penderita CP.
PROGNOSIS
Kesembuhan dalam arti regenerasi otak yang sesungguhnya, tidakpernah terjadi pada
CP. Tetapi terjadi perbaikan sesuai dengan tingkatmaturitas otak yang sehat sebagai
kompensasinya. Pengamatan jangkapanjang yang dilakukan oleh Cooper dkk menunjukkan
adanya tendensiperbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur
pada anak yang mendapat stimulasi dengan baik. (Adnyana, 1995)
Morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan tingkat keparahan CPCdan bersamaan
dengan komplikasikomplikasi medis lain (seperti kesulitanpernafasan dan kelainan
gastrointestinal).Pada penderita quadriplegia lebihberisiko mengalami epilepsi, abnormalitas
ekstrapiramidal dan kelainankognitif berat daripada mereka yang menderita diplegia atau
hemiplegia.Epilepsi terjadi pada 15 60 % penderita CP dan lebih sering terjadipada pasien
dengan spastik quadriplegia atau retardasi mental.Ketikadibandingkan dengan kontrol, anak
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

108

Angeline Fanardy (406138119)


anak penderita CP memiliki insidenepilepsi lebih tinggi dengan onset selama tahun pertama
kehidupannya danlebih banyak memiliki riwayat kejang neonatal, status epilepticus,
politerapi dan pengobatan dengan menggunakan anti konvulsan baris kedua. (Boosara,2004)

MALNUTRISI ENERGI PROTEIN


DEFINISI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

109

Angeline Fanardy (406138119)


Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan
penyakit-penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein(KEP) apabila berat badanya
kurang dari 80 % indek berat badan/umur bakustandar,WHO NCHS, (DEPKES RI,1997)

KLASIFIKASI
MEP Ringan(Gizi Kurang) dan MEP Berat (Gizi Buruk). Gizi Kurang belum menunjukkan
gejala klinis yang khas,hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak terlihat kurus.

GEJALA KLINIS
MEP ringan
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:

Anak tampak kurus


Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti
BB tidak bertambah,ada kalanya malah turun
Ukuran LLA lebih kecil dari normal
Maturasi tulang terhambat
Ratio BB/TB Normal/menurun
Tebal lipatan kulit berkurang atau normal
Anemia ringan
Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat

DIAGNOSIS
Menurut WHO untuk pemeriksaan atau pengkajian pada pasien dengan kekurangan
kalori protein (KKP) sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Fisik
a) Kaji tanda-tanda vital.
b) Kaji perubahan status mental, pada anak apakah anak nampak cengeng atau apatis.
c) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan kerusakan
fungsi hati, pankreas dan usus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

110

Angeline Fanardy (406138119)


d) Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan keelastisan kulit
dan membran mukosa.
e) Pengamatan pada output urine.
f) Kaji perubahan pola eliminasi.
g) Perhatikan apakah ada ditemukan gejala seperti diare, perubahan frekuensi BAB, dan
di tandai adanya keadaan lemas dan konsistensi BAB cair.
h) Kaji secara berkelanjutan asupan makanan tiap hari.
i) Perhatikan apakah ada dijumpainya gejala mual dan muntah dan biasanya ditandai
dengan penurunan berat badan.
j) Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati tingkah laku
anak melalui rangsang.
2. Kemudian untuk menegakkan diagnose pada Kekurangan Kalori Protein ini juga bisa
didukung dengan pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan Laboratorium
-

Pemeriksaan darah tepi : untuk memperlihatkan apakah dijumpai anemia


ringan

sampai

sedang

(umumnya

berupa

anemia

hipokromik

atau

normokromik)
-

Pada uji faal hati: tampak nilai albumin sedikit atau amat rendah, TG normal,
dan kolesterol normal atau merendah.

Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.

Kadar gula darah umumnya rendah. (normalnya Gula darah puasa : 70-110
mg/dl, Waktu tidur : 110-150 mg/dl, 1 jam setelah makan < 160 mg/dl, 2 jam
setelah makan : < 125 mg / dl

Asam lemak bebas normal atau meninggi.

Nilai beta lipoprotein tidak menentu, dapat merendah atau meninggi.

Kadar hormon insulin menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat normal,


merendah maupun meninggi.

Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin


meningkat dan indeks hidroksiprolin menurun.

Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai
dengan kasus perlemakan berat.

Kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

111

Angeline Fanardy (406138119)


-

Kadar imunoglobulin A sekretori rendah.

Penurunan kadar berbagai enzim dalam serum seperti amilase, esterase, kolin
esterase, transaminase dan fosfatase alkali. Aktifitas enzim pankreas dan
xantin oksidase berkurang.

Defisiensi asam folat, protein, besi.

Nilai enzim urea siklase dalam hati merendah, tetapi kadar enzim pembentuk
asam amino meningkat.

b) Pemeriksaan Radiologik
Pada pemeriksaan radiologik tulang memperlihatkan osteoporosis ringan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

112

Angeline Fanardy (406138119)

TATALAKSANA

Dietetik : Gizi Kurang: kebutuhan energy dihitung sesuai RDA untuk TB (heightage)X BB ideal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

113

Angeline Fanardy (406138119)


KOMPLIKASI
Menjadi Gizi Buruk , Mudah terserang infeksi dan mengalami infeksi berulang
PROGNOSIS
Baik jika mendapat penanganan segera dan tidak dibiarkan menjurus kepada Gizi
Buruk. Jarang terjadi komplikasi jangka panjang jika gizi kurang sudah diatasi dengan
pemberian makanan yang lebih sering dengan porsi sedikit,agar anak mau makan.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta

IDAI.2011 Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015

114

Anda mungkin juga menyukai