HALAMAN PENGESAHAN
Nama
Universitas
Fakultas
Fakultas Kedokteran
Tingkat
Diajukan
8 Januari 2015
Bagian
Judul
Elektrolit, Meningitis, Bronkopneumonia, Cerebral Palsy tipe Spastic dan Status Gizi
Kurang
Mengetahui,
: An. E.S
Umur
: 1tahun 6 bulan
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Alamat
: Sumberejo. Tembalang
Nama Ayah
: Tn. Z
Umur
: 21 tahun
Pekerjaan
: Buruh
Pendidikan
: SLTP
Nama Ibu
: Ny.J
Umur
: 21 tahun
Pekerjaan
Pendidikan
: SLTP
Bangsal
: ICU
Masuk RS
No. CM
: 256782
: Kejang
Batuk dan Pilek sejak 1 hari SMRS. Batuk berdahak namun lendirnya sedikit dan sulit
keluar. Jika batuk sering disertai muntah. Muntah tidak menyembur, isi makanan/
perbaikan
Pasien mengalami kejang berulang sejak 3 jam SMRS. Di rumah kejang sebanyak 2
kali.Kejang yang pertama berupa kaku dan mata yang mengerjap-ngerjap,lebih
kurang berlangsung selama 5 menit. Kejang berikutnya berupa kaku kurang lebih
setengah jam,mata membelalak dan setelah kejang pasien tertidur. Segera dibawa oleh
orang tuanya ke IGD RSUD Semarang dan selama di IGD kejang lagi 2-3 kali dengan
durasi kejang sekitar 1-2 menit per serangan dengan tipe kejang yang sama. Setelah
masuk ICU, pasien juga mengalami kejang beberapa kali.
23/12/1
4
24/12/1
4
R/S
0/1
1/2
Keluhan
Kejang
(+)
Pukul
HR
RR
BSM
Obyektif
SpO2
HR
RR
22.10
140
30
37,3
98
141
37
23.00
180
36
37,3
97
189
37
02.10
160
38
36,7
80
174
28
Mata : pupil
midriasis,isokor d
4 mm. RC -/kelopak mata tidak
menutup sempurna
Hidung : sekret (+)
NGT (+)
04.50
170
40
39,5
83
189
40
06.30
190
35
39,1
100
190
28
16.30
160
46
37,7
98
170
39
Mulut :
hipersalivasi (+)
kering (+)
25/12/1
4
2/3
26/12/1
4
3/4
27/12/1
4
4/5
28/12/1
4
5/6
29/12/1
4
6/7
30/12/1
4
31/12/1
4
7/8
8/9
Belum
BAB 5
hari, penis
membesar
setelah
pasang
kateter
Batuk (+)
23.45
198
76
39,6
01.00
190
33
39,7
04.00
200
44
40,4
07.30
195
45
37,7
18.00
176
38
37,8
23.30
186
25
38,2
100
UO (23.30) = 750
cc
5.30
179
26
37,0
100
UO (06.00)=800
cc
06.30
128
24
37,0
94
136
19.45
136
24
36,6
100
131
30
08.00
144
34
36,6
87
185
35
08.00
136
32
36,8
100
139
16.00
172
46
38,8
96
186
20.00
188
52
37,6
01.00
196
20
40,3
05.00
180
44
37,1
18.00
156
26
37,8
23.00
115
33
37,5
05.00
120
28
36,7
100
200
53
kaki dingin
100
Mata : pupil
miosis,isokor, d
2mm, RC -/- ,
kelopak mata tidak
dapat menutup,
Conjunctiva
anemis +/+
Hidung : sekret (+)
NGT (+)
Mulut :
hipersalivasi (+),
bibir kering (+)
Thorax :retraksi
dada +/+; ronkhi
+/+
1/1/15
9/10
20.00
121
29
36,4
07.00
119
19
36,3
98
16.00
156
35
36,3
98
98
2/1/15
10/11
07.00
92
24
37,0
3/1/15
11/12
07.00
100
30
36,4
4/1/15
12/13
06.15
136
48
37,5
99
5/1/15
13/14
07.00
124
42
36,7
97
6/1/15
14/15
07.00
79
23
36,7
7/1/15
15/16
09.00
143
18
36,6
8/1/15
16/17
06.00
216
50
36,7
9/1/15
17/18
07.00
100
28
36,5
10/1/15
18/19
09.00
128
48
36,5
11/1/15
19/20
08.00
120
40
36,5
12/1/15
20/21
08.00
76
20
13/1/15
21/22
80
36
36,2
14/1/15
22/23
108
36
36,5
90
44
Mata : pupil
miosis,isokor, d
2mm, RC -/- ,
kelopak mata tidak
dapat menutup,
Conjunctiva
anemis +/+
Hidung : NGT (+)
Mulut : bibir
kering(+) Lidah
berjamur (+)
96
98
42
128
36,0
90
85
10
97
76
48
Thorax :retraksi
dada +/+; ronkhi
+/+
(19.45)
Terapi
Luminal 2 x 12,5 mg
25/12/14
26/12/14
27/12/14
29/12/14
VM : spontan
Inj cefotaxim aff diganti Inj meropenem 2x 200 mg dan amikasin 1 x 125 m
(20.45)
30/12/14
Terapi lanjut
31/12/14
Ganti ET + kultur ET
Infus 2A1/2N 20 cc/jam
NGT 10 X 50 cc
1/1/15
5/1/15
7/1/15
8/1/15
10/1/15
14/1/15
Pernah
Pernah
Disangkal
Pernah
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Penyakit
ISK
Diare
Typhoid
Campak
DB
Penyakit Darah
Radang Paru
Operasi
Disangkal
Pernah
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Pernah
Riwayat masuk perinatologi selama 1,5 bulan karena merupakan bayi premature.
Setelah 1 bulan di rumah, kembali dirawat di perinatologi RSUD Semarang kurang
lebih selama 1 minggu karena ada sesak,lemas,tidak mau menyusu,tersedak dan
muntah.
Riwayat muntah menyembur sebelum operasi pemasangan shunting berisi susu yang
diasup. Kira-kira 1/2 gelas aqua sekali muntah
Kariadi
Riwayat setelah pemasangan shunting mengalami mata melihat ke bawah dan di
Pasien merupakan anak perempuan yang lahir dari ibu G1P1A0, usia kehamilan kurang
lebih 7 bulan 2 minggu (30 minggu) usia ibu 20 tahun, lahir secara spontan ditolong
oleh
bidan
di
RSUD
Semarang.
Setelah
lahir
anak
tidak
langsung
Pasien memiliki kembaran dengan berat badan lahir 1400 gram dan panjang 40 cm.
Ibu rutin memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan sampai usia kehamilan
8 bulan. Setelah lewat 8 bulan ibu memeriksakan kehamilannya 1 kali dalam 2
minggu. Selama hamil ibu mengaku mendapat imunisasi TT 2 x di bidan.
Pertumbuhan
o Berat badan lahir 1300 gr. Panjang badan 41 cm
o Berat badan sekarang 8,5 kg. Panjang badan sekarang 80 cm.
Perkembangan
o Senyum
o
o
o
o
o
: ibu lupa
Memiringkan badan
Tengkurap
Duduk
Merangkak
Berbicara
: ibu lupa
: 1 tahun
: belum dapat
: belum dapat
: papah,apah belum dapat berbicara lancar
Sejak usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa bubur cereal 4 x sehari atau
nasi lembek dan kuah (sop,sayur bening) dan susu formula
Kesan : Anak mendapatkan ASI eksklusif, kualitas dan kuantitas makanan dan minuman
cukup baik.
Riwayat Imunisasi
BCG
Hepatitis B
Polio
DPT
Campak
10
Ayah pasien bekerja sebagai buruh, menanggung seorang istri dan 2 orang anak. Ibu
pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Biaya pengobatan ditanggung oleh
Jamkesmaskot.
Data Keluarga
Ayah
Ibu
Anak I
Anak II
Umur
21 th
21 th
1th 6 bl
1th 6 bl
Pend. Terakhir
SMP
SMP
Agama
Islam
Islam
Islam
Islam
Perkawinan ke
Data Perumahan
Kepemilikan rumah
Keadaan rumah
: rumah pribadi
: dinding rumah tembok, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi di
limbah buangan dialirkan ke
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14.30 WIB, di ICU RSUD Kota Semarang.
Anak Laki-laki, usia 1tahun 6 bulan, berat badan = 8,5 kg, tinggi badan = 80 cm
11
Kesan Umum : sopor, tampak sakit berat,sesak napas, kesan gizi kurang
Tanda-tanda vital :
o Nadi
: 100 x/menit, isi dan tegangan cukup
o Pernafasan
: 20 x/menit, reguler
o Suhu
: 37,00C (suhu axilla)
Status Internus :
Kepala
: makrocefali, UUB teregang, LK = 50 cm
Mata
: Pupil miosis, isokor d 2mm, RC -/- , Conjunctiva anemis-/ Telinga
: Serumen (-/-), discharge (-/-)
Mulut
: bibir kering (+) , lidah berjamur (+)
Hidung
: sekret (-)
Tenggorokan : tidak dapat diperiksa
Thorax :
Jantung
o Inspeksi
: pulsasi ictus cordis pada ICS V midclavicula line
sinistra
o Palpasi
o Perkusi
Batas atas
: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan
: ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri
: ICS V, 2 cm linea midclavicula sinistra
o Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
o Inspeksi
: simetris dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi
dada (+)
o Palpasi
-/-/-
Inferior
-/-/-
12
Oedem
CRT
-/-
-/-
< 2
< 2
Status neurologis:
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk : +
Brudzinsky I : tidak dapat dinilai
Brudzinsky II: tidak dapat dinilai
Kernig : sudut 110o
Laseque : sudut 50o
Nervus cranialis : tidak dapat dinilai
Motorik : tidak dapat dinilai
Sensoris : tidak dapat dinilai
Refleks fisiologis :
Biceps : +/+
Triceps : +/+
Patella : -/ Achilles : -/ Refleks patologis :
Babinsky : +
Chaddock : +
Schaeffer : +
Gordon :+
Oppenheim : +
Hoffman-tromner : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
23/12/
27/12/
29/12/
31/12/
2/1/15
5/1/15
14
14
14
14
Hemoglobin
12 g/dl
9,0 g/dl
8,7g/dl
11,8g/dl
10,7g/dl
Hematokrit
37,5 %
26,8%
26,8%
35,7%
34%
Lekosit
20.700
18.100
21.300
33.400
10.200
Trombosit
413.000
220.000
837.000
854.000
789.000
13/1/15
Hematologi
13
119
124
130
130
134
Kalium
mmol/L
4,8
4,9
4,9
4,9
Kalsium
mmol/L
1,17
1,14
1,2
1,18
1,24
GDS
mmol/L
185mg/
126
118
Ureum
12,1mg/
11,7
Kreatinin
dL
0,1mg/d
0,1
dL
L
Albumin
3,3 g/dL
4,5
:ringan
:ringan
Hipokromasi
Polikromasi
:+
:-
Mikrosit
Makrosit
Sel mikro hipokromik
:+
::-
Ovalosit
Eliptosit
Sferosit
Fragmentosit
Sel cerutu/pensil
Sel target
Sickle cell
Burr cell
Akantosit
Tear drop cell
Sel krenasi
Rouleaux
Autoaglutinasi
:+
:::::::::+
:::-
14
TROMBOSIT
Estimasi/ kesan jumlah
Bentuk dan ukuran
Trombosit besar
Giant Platelet
SDP (LEUKOSIT)
Estimasi/kesan jumlah
Bentuk-bentuk
Granula toksis
Agranula PMN
Vakuolisasi
Hipersegmentasi
Anomali Peiger Huet
Batang Auer
Badan Dohle
Neutrofilia
Kesan :
: meningkat
: normal
: meningkat
:+
:::::::+
8/1/15
Corrected 37,8 Oc
pH
7,362
7,404
PCO2
65,6 mmHg
65,4
PO2
143,3
27,4
pH
7,398
7,416
PCO2
58,8
63,1
PO2
126,8
25,8
35,5 mmol/L
39,6
Measured 37,0oC
References range
PCO2
32-45
PO2
75-100
Calculated data
HCO3 act
15
32,7
35,6
BE (ecf)
10,7
15,1
BE (B)
8,9
12,9
ctCO2
37,3
41,6
Ca2+(7,4)
An Gap
O2 SAT
98,4%
46
O2 CT
16,8 ml/dl
6,9
Po2/FIo2
3,17
0,32
Po2(A-a)(T)
60,1mmHg
463,8
Po2(a/A)(T)
0,7
0,06
Temp
39,5Oc
37,8
Ct Hb
12,0 g/dl
10,7
FiO2
40%
80,0
Entered data
Pembacaan 29/12/2014:
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
16
Kesan
X Foto Thorax AP :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
17
PEMERIKSAAN KHUSUS
Anak laki-laki, usia 1 tahun 6 bulan , berat badan = 8,5 kg, tinggi badan = 80 cm
WAZ = (BB median) / SD = (8,9 11,5) / 1,20 = -2,17 (-2 s/d +2) BB kurang
RESUME
Telah diperiksa seorang anak laki-laki, usia 1tahun 6bulan, berat badan 8,5 kg, panjang badan
80 cm, dengan keluhan utama kejang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
18
Batuk dan Pilek sejak 1 hari SMRS. Batuk berdahak namun lendirnya sedikit dan sulit
keluar. Jika batuk sering disertai muntah. Muntah tidak menyembur, isi makanan/
Kesan Umum : sopor, tampak sakit berat,sesak napas, kesan gizi kurang
Tanda-tanda vital :
o Nadi
: 100 x/menit, isi dan tegangan cukup
o Pernafasan
: 20 x/menit, reguler
o Suhu
: 37,00C (suhu axilla)
Status Internus :
Kepala
: makrocefali, UUB teregang,LK = 50 cm
Mata
: Pupil miosis, isokor d 2mm, RC -/- , Conjunctiva anemis-/Mulut
: bibir kering (+) , lidah berjamur (+)
Hidung
: sekret (-)
Thorax :
Jantung
o Inspeksi
: pulsasi ictus cordis pada ICS V midclavicula line
sinistra
o Palpasi
o Perkusi
Batas atas
: ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan
: ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri
: ICS V, 2 cm linea midclavicula sinistra
o Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
19
dada (+)
o Palpasi
-/-
Inferior
-/-
Akral sianosis
-/-
-/-
Oedem
-/-
-/-
< 2
< 2
CRT
Status neurologis:
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk : +
Brudzinsky I : tidak dapat dinilai
Brudzinsky II: tidak dapat dinilai
Kernig : sudut 110o
Laseque : sudut 50o
Nervus cranialis : tidak dapat dinilai
Motorik : tidak dapat dinilai
Sensoris : tidak dapat dinilai
Refleks fisiologis :
Biceps : +/+
Triceps : +/+
Patella : -/ Achilles : -/ Refleks patologis :
Babinsky : +
Chaddock : +
Schaeffer : +
Gordon :+
Oppenheim : +
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
20
27/12/
29/12/
31/12/
2/1/15
5/1/15
14
14
14
14
Hemoglobin
12 g/dl
9,0 g/dl
Hematokrit
37,5 %
Lekosit
Trombosit
13/1/15
8,7g/dl
11,8g/dl
10,7g/dl
26,8%
26,8%
35,7%
34%
20.700
18.100
21.300
33.400
10.200
413.000
220.000
837.000
854.000
789.000
Natrium
119
124
130
130
134
Kalium
mmol/L
4,8
4,9
4,9
4,9
Kalsium
mmol/L
1,17
1,14
1,2
1,18
1,24
GDS
mmol/L
185mg/
126
118
Ureum
12,1mg/
11,7
Kreatinin
dL
0,1mg/d
0,1
Hematologi
Kimia
Klinik
dL
L
Albumin
3,3 g/dL
4,5
21
: meningkat
: meningkat
:+
:+
8/1/15
Corrected 37,8 Oc
pH
7,362
7,404
PCO2
65,6 mmHg
65,4
PO2
143,3
27,4
pH
7,398
7,416
PCO2
58,8
63,1
PO2
126,8
25,8
HCO3 act
35,5 mmol/L
39,6
HCO3 std
32,7
35,6
BE (ecf)
10,7
15,1
BE (B)
8,9
12,9
ctCO2
37,3
41,6
Measured 37,0oC
References range
PCO2
32-45
PO2
75-100
Calculated data
Ca2+(7,4)
An Gap
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
22
98,4%
46
O2 CT
16,8 ml/dl
6,9
Po2/FIo2
3,17
0,32
Po2(A-a)(T)
60,1mmHg
463,8
Po2(a/A)(T)
0,7
0,06
Temp
39,5Oc
37,8
Ct Hb
12,0 g/dl
10,7
FiO2
40%
80,0
Entered data
Pembacaan 29/12/2014:
x-Foto CT-Scan kepala
Kesan
X Foto Thorax AP :
Kesan : Cor : Normal
Pulmo : Bronkopneumonia + pneumonia dextra
DIAGNOSA BANDING
Hidrosefalus
Kejang :
Intrakranial
23
Extrakranial
Hiperpireksia
Gangguan elektrolit
Infeksi : DHF, OM, Tetanus
Epilepsi
Pneumonia
Gizi kurang
DIAGNOSA SEMENTARA
Hidrosefalus
Meningitis
Gangguan natrium
Gizi kurang
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Tanggal
23/12/14 (IGD)
(19.45)
Terapi
Luminal 2 x 12,5 mg
24
24/12/14
25/12/14
26/12/14
27/12/14
29/12/14
VM : spontan
Inj cefotaxim aff diganti Inj meropenem 2x 200 mg dan amikasin 1 x 125 m
(20.45)
30/12/14
Terapi lanjut
31/12/14
Ganti ET + kultur ET
Infus 2A1/2N 20 cc/jam
NGT 10 X 50 cc
1/1/15
25
5/1/15
7/1/15
8/1/15
10/1/15
14/1/15
Diet :
o BBI
: 8 + 2n = 8 + 2x1,5 = 11 kg
o Kalori
: 1100 kkal/hari
o Protein
: 33 gram/hari
o Kualitatif
PROGRAM
26
USUL
PROGNOSA :
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam
: ad dubia
: ad dubia
: ad malam
EDUKASI :
Saat di rumah sakit, orang tua diminta ikut mengawasi kondisi pasien, segera lapor
perawat apabila terjadi gagal napas atau infus macet, tidak menetes atau habis.
Edukasi orang tua mengenai tanda-tanda shok seperti nadi cepat/tidak teraba, akral
dingin, bibir sianosis, pucat agar segera dilaporkan kepada perawat dan mendapat
penanganan lebih lanjut
Menjelaskan kepada orang tua mengenai keadaan anaknya dan meminta orang tua
untuk bersabar, karena kita sebagai petugas kesehatan sudah melakukan yang terbaik
untuk anaknya
Memantau keadaan umum dan laboratorium anak untuk melihat perkembangan dari
terapi yang kita berikan
27
HIDROSEFALUS
DEFINISI
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala.
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai gangguan pembentukan aliran atau
penyerapan LCS yang menyebabkan peningkatan volume pada CNS.
EPIDEMIOLOGI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
28
Sistem ventrikel terdiri atas sepasang ventrikel lateral, masing-masing dihubungkan oleh
akuaduktus Sylvii ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di garis tengah dan memiliki
tiga lubang keluar, sepasang foramen Luschka di sebelah lateral dan sebuah foramen
magendie di tengah. Lubang-lubang ini berjalan menuju ke sebuah system yang saling
berhubungan dan ruang subaraknoid yang mengalami pembesaran fokal dan disebut sisterna.
Sisterna pada fosa posterior berhubungan dengan ruang subaraknoid diatas konveksitas
serebrum melalui jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid spinalis berhubungan
dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna basalis.
29
sampai
empat
kali
sehari.
4. PATOFISIOLOGI
30
31
32
pleksus
khoroideus,
hidrosefalus
jenis
ini
dapat
disembuhkan.
33
Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi terjadinya hambatan aliran CSS :
a.
b.
c.
Ventrikel IV
Sumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua ventrikel
lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri
d.
34
KLASIFIKASI
1. Anatomis
1.1 Hidrosefalus tipe obstruksi/non komunikans
1.2 Hidrosefalus tipe komunikans
2. Etiologi
2.1 Tipe obstruktif (non-komunikans)
Terjadi bila CSS otak terganggu (gangguan di dalam atau pada sistem ventrikel yang
mengakibatkan penyumbatan aliran CSS dalam sistem ventrikel otak)
2.1.1 Kongenital
a. Stenosis akuaduktus serebri : oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal,
stenosis kongenital sejati sangat jarang.
b. Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka): berupa ekspansi
kistik ventrikel IV dan hipoplasia veris serebelum. Kasus semacam ini sering terjadi
bersamaan dengan anomali lainnya seperti: agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis,
anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.
c. Malformasi Arnold-Chiari: Batang otak tampak memanjang dan mengalami
malformasi, dan tonsil serebellum memanjang dan ekstensi ke dalam kanalis spinalis.
Kelainan ini menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fossa posterior dan mengganggu
saluran ventrikel
35
36
37
Lingkar Kepala
0 bulan
35 cm
3 bulan
41 cm
6 bulan
44 cm
9 bulan
46 cm
12 bulan
47 cm
18 bulan
48,5 cm
38
DIAGNOSIS
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan
psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang, yaitu :
a. Ro kepala : untuk membedakan hidrosefalus tipe congenital dan juvenile
b. Transiluminasi : syarat : fontanela masih terbuka akan terlihat gambaran halo
dari tepi sinar 1-2cm
c. Lingkar kepala : curiga jika penambahan lingkar kepala >1cm dalam kurun waktu
2-4 minggu pada yang suturanya belum menutup
39
40
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi
cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.Dapat dicoba pada pasien
yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana sarana bedah saraf tidak ada.
Obat yang seringdigunakan adalah:
a. Asetasolamid: 25-100 mg/kg/bb/hari merintangi enzym karboanhidrase di tubuli
proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K dieksresikan lebih banyak,
bersamaan dengan air. Fungsi diuretiknya lemah.
Efek samping dari obat ini biasanya kebas pada jari tangan dan kaki karena hipokalemia.
Beberapa dapat mengalami pandangan yang kabur, tapi biasanya hilang dengan penghentian
obat. Acetazolamide juga meningkatkan resiko batu ginjal kalsium oksalat dan kalsium
fosfat. Untuk mengurangi dehidrasi dan sakit kepala dianjurkan untuk minum banyak cairan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
41
2. Operasi pintas/Shunting
Ada 2 macam :
- Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
- Internal
42
DIAGNOSIS BANDING
1. Higroma subdural ; penimbunan cairan dalam ruang subdural akibat pencairan hematom
subdural
2. Hematom subdural ; penimbunan darah di dalam rongga subdural
3. Emfiema subdural ; adanya udara atau gas dalam jaringan subdural.
4. Hidranensefali ; sama sekali atau hampir tidak memiliki hemisfer serebri, ruang yang
normalnya di isi hemisfer dipenuhi CSS
5. Tumor otak
6. Kepala besar : Megaloensefali : jaringan otak bertambah ; Makrosefali : gangguan tulang
KOMPLIKASI : Atrofi otak, Herniasi otak yang dapat berakibat kematian
PROGNOSIS
Pada hidrosefalus infantil dengan operasi shunt menunjukkan perbaikan yang bermakna.
Jika tidak diobati 50-60% bayi akan tetap dengan hidrosefalus atau mengalami penyakit yang
berulang-ulang. Kira-kira 40% dari bayi yang hidup dengan intelektual mendekati normal.
Dengan pengobatan dan pembedahan yang baik setidak-tidaknya 70% penderita dapat hidup
hingga melampaui masa anak-anak, di mana 40% diantaranya dengan intelegensi normal dan
60% sisanya mengalami gangguan intelegensi dan motorik.
DAFTAR PUSTAKA
43
2.
3.
4.
5.
6.
DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD.
2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus.
Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328332
7. Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/
bmj.327.7428.1408.
KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium1
EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 3% anak-anak dibawah usia 6 tahun pernah menderita kejang demam.
Anak laki-laki lebih sering pada anak perempuan dengan perbandingan 1,4 : 1,0. Menurut ras
maka kulit putih lebih banyak daripada kulit berwarna.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
44
ETIOLOGI
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan
lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat
kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi
akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi
idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan
intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang
menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab
penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah
masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi,
keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak
tertentu dan menelan obat.
PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
45
3.
sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10% 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%.
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K maupun ion Na
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah
kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC
atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari
46
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari , diantara 2 bangkitan
kejang anak sadar.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam. Selain itu juga
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar natrium
rendah.
Faktor risiko berulangnya kejang demam
a. Riwayat kejang demam d alam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
47
Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang demam, dengan
adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak didapatkan gejala neurologis
lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu. Tetapi perlu diingat bahwa kejang dengan
suhu badan yang tinggi dapat pula tejadi pada kelainan lain, misalnya pada radang selaput
otak (meningitis) atau radang otak (ensefalitis).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
48
bakterialis
%. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada:
Bayi > 18 bulan : tidak rutin Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak
perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi5
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang
demam fokal.
Pencitraan7
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT)atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutindan atas indikasi, seperti:
a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. Parese nervus VI
c. Papiledema
49
Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/KgBB/dosis IV (perlahanlahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih
belum teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
Turunkan demam:
o Antipiretika: Paracetamol 10
mg/KgBB/dosis
PO
2.
Pencegahan Kejang
Pencegahan
berkala
(intermiten)
untuk
kejang
demam
sederhana
dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak menderita
penyakit yang disertai demam
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis sampai dengan 1 tahun bebas kejang.
Edukasi pada orang tua
50
Pemberian
obat
untuk
mencegah
rekurensi
memang
efektif
tetapi
harus
Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, sebaiknya
jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut
Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
KOMPLIKASI
Komplikasi yg paling umum dari kejang demam, adalah adanya kejang demam
berulang. Sekitar 33% anak akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali.
Resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika:
a. Pada kejang yang pertama, anak anda hanya mengalami demam yg tidak terlalu
tinggi.
b. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yg sempit
c. Ada faktor turunan dari ayah-ibunya
51
Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya terdapat 1 atau
tidak sama sekali faktor tersebut di atas, serangan kejang tanpa demam hanya 2% - 3% saja
("Consensus Statement on Febrile Seizures, 1981")
DAFTAR PUSTAKA
1) Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak 1999.
2) ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia 1993; 34;592-8.
3) Nelson KB, Ellenberg JH. Prognosi in Febrile seizure. Pediatr 1978;61:720-7
4) Gerber dan Berliner. The child with a simple febrile seizure. Appropriate diagnostic
evaluation. Arch Dis Child 1981;135:431-3
5) AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile
seizures. Pediatr 1996;97:769-95 .
6) Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.HK J Paediatr
2002;7:143-151
7) Knudsen FU. Febrile seizures: treatment and outcome. Brain Dev 1996;18:438-49.
52
BRONKOPNEUMONIA
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru, meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Pneumonia pada anak dibedakan
menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
DEFINISI
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
53
Penyebab
Pneumonia
tanpa
komplikasi
Efusi pleura
Abses paru
Sepsis
54
s.pneumoniae
++++
++
++
h.influenza
++
++
Streptococcus
++
S.aureus
++
++++
+++
Flora mulut
+++
++
grup A
Umur
Lahir-20 hari
3 minggu-3 bulan
E.coli
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
Bakteri:
Chlamydia trachomatis
Streptococcus pneumonia
Virus:
55
4 bulan-5 tahun
Adenovirus
Bakteri:
Chlamydia pneumoniae
Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Virus:
5 tahun-remaja
Rhinovirus
Adenovirus
Measles virus
Chlamydia pneumoniae
Streptococcus pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
56
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru
merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
57
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari :
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
Refleks batuk.
Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai
ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :
a. Stadium I (412 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah
dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
58
59
60 x/menit
50 x/menit
40 x/menit
28 x/menit
Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
otot epigastrik, interkostal, suprasternal
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia
menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar
lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu4.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
60
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi
tumor paru disebut sebagai round pneumonia
61
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercakbercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus. Tetapi
gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi.
Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada
pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni
dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen pada anak dan bayi gambarannya sering tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak
jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran thorak menunjukkan
pneumonia berat. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih
dipertanyakan, tetapi para ahli sepakat adanya infiltrate menunjukkan adanya bakteri
sehingga perlu diberi antibiotika. Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi
seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah
sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada
dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
62
Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih
sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas,
tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan
dengan identifikasi kuman penyebab:
o kultur sputum atau bilasan cairan lambung
o kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
o deteksi antigen bakteri
DIAGNOSA BANDING
Bronkopneumonia
Bronkiolitis
Pneumonia lobaris
Tuberculosis
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan
63
Pneumonia berat
-
ampicillin + aminoglikosid
amoksisillin-asam klavulanat
amoksisillin + aminoglikosid
amoksisillin-amoksisillin klavulanat
golongan sefalosporin
kotrimoksazol
makrolid (eritromisin)
64
2. Penatalaksaan suportif
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab
yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema,
abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).5
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
KOMPLIKASI
Bronkiektasis, Pneumothoraks, emfisema, abses paru, efusi pleura, empiema, sepsis,
dan gagal napas.
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
65
66
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama
dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel
tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
67
68
69
70
Media transpor pada sistem sirkulasi, ruang di sekitar sel (ruang intravaskuler,
interstisium), dan intra sel
Mempunyai panas jenis, panas penguapan, dan daya hantar panas yang tinggi
sehingga berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.1
kompartemen:Konsentrasi zat =
71
Volume plasma (plasma volume, PV) diukur dengan melakukan pemberian label
radioaktif, yaitu radiolabeled albumin atau zat warna biru Evans (Evans blue dye
yang berikatan dengan albumin).
Volume cairan interstisium (interstitial fluid volume, ISFV) diukur dengan melakukan
substraksi :
ISFV = ECFV - PV
Bila diperkirakan sekitar 55% berat tubuh merupakan air, maka perhitungan cairan
tubuh total menggunakan rumus :
Jumlah total air tubuh (L) = Berat badan (Kg) x 55%
Perhitungan ini hanya berlaku untuk individu dalam keadaan keseimbagnan air tubuh
normal. Untuk orang dewasa obesitas hasil penghitungan rumus ini dikurangi 10%,
sedangkan untuk orang kurus ditambahkan 10%.Pada keadaan dehidrasi berat, air tubuh total
berkurang sekitar 10% maka pada keadaan dehidrasi berat air tubuh total dihitung dengan
menggunakan rumus:Jumlah air total tubuh (L) = 0,9 x Berat badan (Kg) x 55%
72
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata
untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya
setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.6
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan
tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular
menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter
pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.6
Cairan ekstrasel berperan sebagai :
-
Pengantar semua keperluan sel (nutrien, oksigen, berbagai ion, trace mierals, dan
regulator hormon/molekul).
Pengangkut CO2 sisa metabolisme, bahan toksik atau bahan yang telah mengalami
detoksifikasi dari sekitar lingkungan sel.1
73
Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang
dewasa.6
Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan
plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.6
Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.
Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.6
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat
menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara
adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.2
74
75
Kadar molekul nutrien yang diperlukan untuk metabolisme, misalnya kadar glukosa darah.
Bila kadar glukosa darah meningkat, akan disekresi lebih banyak insulin; bila kadar
glukosa darah menurun akan disekresi berbagai hormon seperti glukagon untuk
meningkatkan glukosa darah.
O2 yang terus dipakai dan harus selalu digantikan, CO2 yang terus dihasilkan dan harus
dikeluarkan dalam jumlah yang sesuai. Bila kadar O2 darah arteri menururn atau kadar CO2
darah arteri meningkat, akn terjadi perangsangan dan peningkatan ventilasi.
Kadar sisa metabolisme. Sisa metabolisme jangan sampai menimbulkan gangguan (toksis),
dengan meningkatkan pengeluaran misal melalui paru (CO2), ginjal dan hati.
Kadar air, garam-garam dan elektrolit lain, melalui berbagai hormon seperti ADH,
aldosteron, ANP dan rasa haus.1
Suhu tubuh, yang umumnya berkisar sekitar 37CO. berbagai reaksi tubuh akan timbul
bila ada peningkatan suhu tubuh, seperti berkeringat dan vasodilatasi atau vasokonstriksi dan
menggigil bila suhu tubuh terlalu rendah. Volume dan tekanan, misalnya peningkatan atau
penurunan volume darah, tekanan darah, dengan berbagai respons yang sesuai.1
Homeostatis air
Perubahan volume cairan ekstraselular dalam jumlah kecil tidak akan memberi reaksi
fisiologik. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas
76
77
Homeostasis elektrolit
Keseimbangan elektrolit ini sangat penting karena mempengaruhi keseimbangan
cairan dan fungsi sel. Keseimbangan elektrolit ini sangat penting karena mempengaruhi
keseimbangan cairan dan fungsi sel. 1
Elektrolit adalah senyawa yang di dalam larutan berdisiosiasi menjadi ion muatan
positif dan negatif. Elektrolit penting dalam mengatur keseimbangan dan fungsi sel. Dalam
dua kompartemen cairan tubuh terdapat beberapa kation dan anion (elektrolit) yang penting
dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi sel. Perbedaan yang nyata antara cairan
ekstrasel dan intrasel terletak pada kation. Dua kation penting, yaitu natrium dan kalium
langsung berhubungan dengan fungsi sel. Jumlah kation sama dengan jumlah anion pada
setiap komparteemen. 1
II.5. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru,
kulit atau traktus gastrointestinal.10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
78
79
S FLUID ES
II.6. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1. Perubahan volume
a. Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
80
relatif
sama
dalam
kompartemen
intravaskular
maupun
kompartemen
ekstravaskular.16
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) (<139 mEq/L) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang.
Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke
kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.16
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) (>150 mEq/L) terjadi ketika kehilangan cairan
dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara
garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.
Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen
intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.16
Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi16
81
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenik
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun
pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder
akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl
tetap atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
Hiponatremia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
82
83
Terapi
hipokalemia
dapat
berupa
koreksi
faktor
presipitasi
(alkalosis,
K = K1 K0 x 0,25 x BB
Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat
yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
84
85
Gangguan Keseimbangan Air-Elektrolit dan Asam Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis, dan
Tatalaksana. Unit Pendidikan Kedokteran-Pengembangan Keprofesioan Berkelanjutan. FKUI. 2007
Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa. Kuntarti, Skp., M. Biomed. (Diakses tanggal 21
Januari 209) http/www.Ourblogtemplates.com
Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby;
2005.p3-227
Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK Undip: Semarang;
2004: 1-60.
Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative dehydrationdoes it improve
outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46: 1089-93
Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J.Anaesh. 2003;47(5):380-387.
Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B. Saunders company;
1997: 375-393
Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua. Bagian
anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed. Pennsylvania: Springhouse;
2002:3-189.
MENINGITIS
DEFINISI
Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal maupun
selaput otak yang membungkus jaringan otak dan medula spinalis. Kuman-kuman masuk ke
setiap bagian ruang subarakhnoidal dan dengan cepat menyebar ke bagian lain sehingga
86
kuman-kuman
(meningokokus,
pneumokokus,
hemofilus
influenza,
streptokokus) ke dalam ruang subarakhnoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan
arakhnoid, CSS dan sistem ventrikulus.12
Jika bakteri patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid, berarti terdapat mekanisme
pertahanan tubuh yang menurun. Pada umumnya didalam cairan serebrospinal yang normal
tidak ditemukan bakteri dan komplemen lainnya. Namun pada meningitis atau peradangan
pada selaput otak ditemukan
serebrospinal. Konsenterasi komplemen ini memegang peranan penting dalam opsoniasi dari
Encapsuled Meningeal Patogen, suatu proses yang penting untuk terjadinya fagositosis.1
Mula-mula pembulu darah meningeal yang kecil dan seang mengalami hiperemi akibat
inflaasi yang disebabkan oleh bakterimia, dan dalam waktu yang sangat singkat terjadi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
87
88
89
Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun
Ubun-ubun besar kadang cembung
Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan 2 tahun
Gambaran klasik tidak tampak
Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
Kadang high pitched cry
Pada anak > 2 tahun
DIAGNOSIS
Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak yang tidak diketahui etiologinya ,
letargi, muntah, kejang dan gejala lainnya harus dipikirkan kemungkinan meningitis.
Diagnosis pasti untuk meningitis mutlak harus dengan pemeriksaan cairan serebrospinal
dengan pungsi lumbal. Namun jika terdapat tanda peningkatan intra kranial berupa kesadaran
menurun, sakit kepala, papil edem dan muntah maka harus penggunaan pungsi lumbal harus
dengan hati-hati atau tidak sama sekali, karena akan menyebabkan herniasi serebelum dan
batang otak akibat dekompresi dibawa foramen magnum.11
Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat leukosit polimorfonuklear. Jumlah sel
berkisar antara 1.000-10.000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000/mm 3, dapat
disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel di atas 50.000 mm 3 maka kemungkinan abses otak
yang pecah dan masuk ke dalam sistem ventrikulus. Pada meningitis tuberkulosa didapatkan
CSF yang jernih kadang-kadang sedikit keruh. Bila CSF didiamkan maka akan terjadi
pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah sel antara 10-500/ml. Tes
tuberkulin dilakukan pada bayi dan anak untuk memastikan meningitis tuberkulosa.11
PENATALAKSANAAN
90
91
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, meningitis bakterialis dan kronis (online) 2010. Available from URL
http://www.medicastore.com
2. Assis Aquino Gondim de F, Meningoccocal Meningitis (agustus 2009). Available
from URL http//www.medscape.com
3. Horn J, Pediatrics, Meningitis and Encephalitis (mei 2010). Available from URL
http//www.medscape.com
4. Japardi j, Meningitis Meningoccocal. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara : 2002. Available from URL http//www.Bedahiskandarjapari23.com
5. Staf pengajat Ilmu Kesahatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 2 editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. Hal 558-9.
6. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Meningitis Purulenta. Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak Vol. 2. Editor : Rusepno Hasan, et al. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta. Hal 562, 628-9
7. Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal 655
8. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis cetakan ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press. 2008. Hal 161-168, 181-187
CEREBRAL PALSY
DEFINISI
Cerebral palsy lebih tepat dikatakan suatu gejala yang kompleks daripada suatu
penyakit yang spesifik. (Kuban, 1994) CP merupakan kelainan motorik yang banyak
ditemukan pada anak-anak.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
92
93
94
akanmenyebabkan
menyebabkanhidrosefalus.
Perdarahan
penyumbatan
di
ruang
CSS
subdural
dapat
sehingga
menekan
Gejalagejala
kernikterus
yang
terdapat
pada
bayi
95
96
tipehipoksik
atau
iskemik,
dapat
mengakibatkan
iskemik
atau
infark
97
kompleksitas
dan
kerentanan
otak
selama
masaperkembangannya,
mengklasifikasikan
sistem
tingkatan
untuk
infarction
dapatberhubungan
dengan
periventricular-intraventricular
hemorrhage.
KLASIFIKASI
Pada otak, terdapat 3 bagian berbeda yang bekerja bersamamenjalankan dan
mengontrol kerja otot yang berpengaruh pada pergerakandan postur tubuh. Bila terjadi
kerusakan pada bagian otak itulah yangmembuat seseorang menderita CP. Bagianbagian
otak tersebut adalahsebagai berikut : (Parkers et al., 2005)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
98
1. Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998; Gilroy, 1979;Rosenbaum, 2003)
a. Spastik
Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.Umumnya hal ini
terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Halini disebabkan oleh
spastik yang menyerang traktus kortikospinalbilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh
saja.Sedangkansistemsistem lain normal.
Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yangbiasanya menyerang ekstremitas
atas/lengan atau menyeranglengan pada salah satu sisi tubuh.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
99
kehilangankoordinasi
muskular
sehingga
gerakangerakan
yang
100
101
102
berjalansangat
lambat
dan
semua
pergerakan
canggung
dan
103
suatu
alat
yang
menampilkan
gerakan
suatu
arus
104
105
106
fisioterapi
tidakberhasil.
Tujuan
dari
tindakan
bedah
ini
adalah
untuk
stabilitas,melemahkan otot yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.
d. Fisioterapi
Teknik tradisional
Latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan danpeningkatan daya tahan otot,
latihan duduk, latihan berdiri, latihanpindah, latihan jalan.Contohnya adalah teknik dari
Deaver.
Motor
function
training
dengan
menggunakan
sistem
khusus
yangumumnya
107
dapat
berpenghasilan
untuk
membiayaihidupnya.Mengingat
kecacatannya,
108
109
KLASIFIKASI
MEP Ringan(Gizi Kurang) dan MEP Berat (Gizi Buruk). Gizi Kurang belum menunjukkan
gejala klinis yang khas,hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan anak terlihat kurus.
GEJALA KLINIS
MEP ringan
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:
DIAGNOSIS
Menurut WHO untuk pemeriksaan atau pengkajian pada pasien dengan kekurangan
kalori protein (KKP) sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Fisik
a) Kaji tanda-tanda vital.
b) Kaji perubahan status mental, pada anak apakah anak nampak cengeng atau apatis.
c) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan kerusakan
fungsi hati, pankreas dan usus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 24 November 2014- 31 Januari 2015
110
sampai
sedang
(umumnya
berupa
anemia
hipokromik
atau
normokromik)
-
Pada uji faal hati: tampak nilai albumin sedikit atau amat rendah, TG normal,
dan kolesterol normal atau merendah.
Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.
Kadar gula darah umumnya rendah. (normalnya Gula darah puasa : 70-110
mg/dl, Waktu tidur : 110-150 mg/dl, 1 jam setelah makan < 160 mg/dl, 2 jam
setelah makan : < 125 mg / dl
Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai
dengan kasus perlemakan berat.
111
Penurunan kadar berbagai enzim dalam serum seperti amilase, esterase, kolin
esterase, transaminase dan fosfatase alkali. Aktifitas enzim pankreas dan
xantin oksidase berkurang.
Nilai enzim urea siklase dalam hati merendah, tetapi kadar enzim pembentuk
asam amino meningkat.
b) Pemeriksaan Radiologik
Pada pemeriksaan radiologik tulang memperlihatkan osteoporosis ringan
112
TATALAKSANA
Dietetik : Gizi Kurang: kebutuhan energy dihitung sesuai RDA untuk TB (heightage)X BB ideal
113
Depkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta
114