Anda di halaman 1dari 30

AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PEMERINTAH

Disusun Oleh Kelompok 4


Kelas 8A Program Diploma IV Akuntansi Reguler
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hendrayani
[12]
Kristian Agung Pramono
[13]
Lydia Suma Theofani Girsang [14]
Raja Andreas Silaban
[22]
Riski Prasetyo Putro
[24]
Tirta Purnama
[27]

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA


2013

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.. ..
PENDAHULUAN
BAB I
.
A. Latar Belakang
B. Permasalahan.
Tujuan
C.

D. Ruang Lingkup.
BAB II

KERANGKA TEORI.....................................................................................
A. Definisi Spending Review..
B. Tujuan Spending Review........
C. Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi serta Siklus

i
1
1
3
4
5
6
6
8
10

Penganggaran
BAB III METODOLOGI
A. Alokasi Anggaran..............................................................................................11
B. Baseline Review................................................................................................17
C. Metode Pelaksanaan Anggaran..........................................................................20
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................................26
LAMPIRAN I : Kertas Kerja RKA-KL Rincian Belanja Satuan Kerja KPPN Putussibau Tahun
Anggaran 2012
LAMPIRAN II : Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau Tahun
Anggaran 2012
LAMPIRAN III : Data Realisasi Output Tahun Anggaran 2012 KPPN Putussibau dan beberapa
Satker sejenis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan memiliki peranan penting dalam pengelolaan keuangan Negara. Namun
perencanaan yang baik tidak serta merta menjamin suksesnya pelaksanaan APBN karena ada
banyak faktor yang mempengaruhi pelaksanaan APBN tersebut. Faktanya, dalam proses
penyusunan/perencanaan dan pelaksanaan APBN hampir selalu terjadi perbedaan antara jumlah
anggaran dan realisasi yang dapat dicapai atau biasa disebut varian. Perbedaan tersebut
menunjukkan kurangnya tingkat kecermatan dan perkiraan dalam penyusunan anggaran . Dalam
penyusunan anggaran, harus diperhatikan dengan cermat dan teliti semua kebijakan keuangan
dalam negeri dan asumsi-asumsi makro seperti perkiraan tingkat inflasi, nilai tukar mata uang,
adanya krisis perekonomian global, pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto dan asumsiasumsi lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyusunan suatu anggaran. Semakin
baik perencanaan, semakin kecil pula kemungkinan terjadinya varian meskipun memang tetap
ada kemungkinan terjadi sebaliknya.
Namun, sebaik apapun perencanaan, varian merupakan hal yang tidak dapat dihindari.
Analisis mengenai sebab dan akibat mengenai varian diperlukan agar dapat menyusun APBN
yang lebih baik di masa depan. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat berfluktuasi dikarenakan
banyaknya variabel yang mempengaruhi realisasi belanja tersebut. Rata-rata realisasi Belanja
Pemerintah Pusat di atas 90 persen menunjukkan kurang cermatnya proses penganggaran dan
pelaksanaannya. Bisa terjadi anggaran yang dialokasikan memang berlebih atau terdapat alokasi
anggaran kegiatan yang tidak jadi terlaksana.
Komposisi belanja operasional biasanya mencapai 75 persen dari total belanja Pemerintah
Pusat, sedangkan sisanya merupakan realisasi belanja modal, bantuan sosial, belanja hibah dan
belanja lain-lain. Besarnya kontribusi realisasi belanja operasional menunjukkan bahwa
Pemerintah membelanjakan APBN untuk pengeluaran-pengeluaran yang bersifat mengikat.
Dengan demikian Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan quality of spending agar
dapat memperluas ruang gerak Pemerintah dalam melakukan intervensi fiskal yang antara lain
dilakukan dengan cara meningkatkan penerimaan negara dan efisiensi belanja negara.
Baik pagu maupun realisasi belanja pemerintah pusat

diharapkan dapat memberikan

manfaat dan kontribusi bagi terpenuhinya peran APBN dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi yang sangat penting untuk melakukan stimulus bagi perekonomian terutama melalui
belanja negara. Kinerja perekonomian masih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal yakni
krisis ekonomi global dan ketidakpastian yang tinggi seperti berbagai perubahan dinamis yang
terjadi pada perekonomian dunia. Hal-hal seperti kenaikan harga pangan dan komoditi dunia
1

dan fluktuasi harga minyak mentah di pasar internasional telah mendasari berbagai kebijakan
perekonomian yang diambil baik oleh otoritas fiskal maupun otoritas moneter. Berbagai
kebijakan tersebut telah memberikan dampak bagi sektor riil sebagai salah satu sektor
pendorong pertumbuhan ekonomi.
Meningkatnya volume belanja negara telah dibarengi dengan peningkatan kualitas belanja
yang dilakukan Pemerintah melalui:
(1) perbaikan efisiensi dan penajaman prioritas belanja,
(2) penyusunan anggaran berbasis kinerja;
(3) penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah.
Penyerapan anggaran belanja yang cenderung tidak optimal dari tahun ke tahun
(underspending of budget appropriations) dan tren penyerapannya yang cenderung menumpuk
pada akhir tahun menjadi beberapa isu penting dalam aspek pelaksanaan anggaran. Reformasi
manajemen keuangan negara mengakomodasi kendala tersebut dengan memperkenalkan
berbagai best practice terutama terkait dengan pengganggaran dan aspek perbendaharaan yang
menekankan pada manajemen kas yang efisien.
Dengan paradigma yang memberikan fleksibilitas melalui pemberian kewenangan penuh
untuk mengelola anggaran bagi para pengguna anggaran, kewajiban pertanggungjawaban juga
semakin mendapat perhatian. Melalui reformasi manajemen keuangan negara, Pemerintah
berupaya untuk memperbaiki tingkat absorbsi yang tidak lain merupakan pencerminan
perencanaan yang matang. Tingkat serapan yang tinggi dari setiap Kementerian Teknis juga
dibarengi dengan tuntutan pencapaian output dan seharusnya ajuga outcome dari penggunaan
dana publik yang tertuang dalam laporan akuntabilitas instansi pemerintah. Opini audit BPK
atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) semakin membaik dari tahun ke
tahun. Hal ini ditunjukkan dengan data kementerian negara/lembaga yang memperoleh opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang semakin banyak, meskipun memang belum ada jaminan
bahwa memperoleh opini WTP berarti outcome dari APBN telah tercapai sepenuhnya. Namun
hal tersebut menunjukkan kemajuan positif dari berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
Realisasi penerimaan lebih banyak tergantung dari faktor-faktor eksternal yang berada di
luar kendali pemerintah. Perekonomian domestik maupun global berperan penting dalam
mempengaruhi tercapai tidaknya target penerimaan. Sedangkan realisasi belanja juga banyak
dipengaruhi faktor eksternal, walaupun secara keseluruhan kemampuan kementerian dan
lembaga dalam menyerap anggaran ikut berpengaruh. Realisasi belanja barang dan modal masih
dapat ditingkatkan karena lebih banyak faktor internal yang berperan dalam pencapaian realisasi
belanja tersebut. Sistem dan peraturan yang ada sebaiknya diperbaiki dengan fokus pada
kemudahan penyerapan anggaran,tetapi tidak mengabaikan keamanan keuangan Negara.

Dengan demikian diharapkan varians yang terjadi menjadi semakin kecil atau bahkan mendekati
nol. Pembahasan inilah yang menjadi latar belakang pelaksanaan spending review.
B. Permasalahan Dalam Belanja Negara:
a. Ruang Fiskal (Fiscal Space)
Ruang Fiskal adalah ketersediaan sumber daya keuangan bagi pemerintah untuk membiayai
kebijakan yang diinginkan, biasanya untuk infrastruktur. Selama ini, ruang fiskal APBN selalu
tipis akibat besarnya anggaran yang mengikat seperti biaya birokrasi semisal gaji pegawai
negeri sipil dan biaya operasional kantor, pembayaran bunga utang, dan subsidi BBM. Fiscal
Space Pemerintah dari tahun ke tahun berkisar antara 5%-6% dari PDB. Akibatnya ruang
Pemerintah untuk mengalokasikan belanja modal yang berperan siginifikan dalam pertumbuhan
ekonomi menjadi terbatas.
b. Beban Belanja Subsidi yang sangat besar
Alokasi belanja subsidi yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Akibatnya ruang
gerak pemerintah untuk mengalokasikan dana ke program yang lebih prioritas berkurang.
Namun pada tahun 2012 telah diupayakan pengurangan subsidi BBM yang mempengaruhi
APBN secara signifikan.
c. Penyerapan (Disbursement)
Rendahnya tingkat realisasi anggaran di tahun 2012 menunjukkan masih adanya hambatan
pelaksanaan anggaran. Walaupun tingkat pencairan anggaran tidak berbanding lurus dengan
efisiensi dan efektifitas anggaran, rendahnya tingkat pencairan merupakan indikasi penting
permasalahan dalam pelaksanaan anggaran yang membuat tidak terselenggaranya kegiatankegiatan yang telah dianggarkan, sehingga keluaran/output yang telah ditargetkan menjadi tidak
tercapai. Hal ini terutama terjadi pada jenis belanja modal. Kinerja realisasi anggaran di tahun
2012 sesuai dengan data dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang telah diaudit
BPK menunjukkan angka penyerapan tinggi untuk jenis-jenis belanja terikat (mandatory
spendings) seperti : belanja pegawai dan pembayaran kewajiban utang. Di sisi lain, untuk jenisjenis belanja tidak terikat (discretionary spendings) seperti belanja modal tingkat realisasi masih
rendah.dari pagu. Penyerapan belanja negara, khususnya belanja barang dan belanja modal K/L
tidak optimal, dan cenderung menumpuk pada akhir tahun anggaran. Akibatnya peran stimulus
fiskal dari kontribusi belanja negara tidak tercapai , dan tidak menguntungkan untuk
pengelolaan kas yang baik. Masalah ini sangat klasik dalam pelaksanaan anggaran yakni
penyerapan anggaran yang tidak proporsional. Frekuensi pengajuan Surat Perintah Membayar
(SPM) cenderung sangat rendah pada awal tahun, meningkat pelan-pelan sepanjang tahun dan
meningkat drastis di akhir tahun. Tren pencairan yang tidak proporsional ini menimbulkan
banyak masalah, antara lain beban kerja yang tidak wajar di akhir tahun pada Kantor
Pelaksanaan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang dapat menghambat keandalan proses
3

pencairan dan kecenderungan rendahnya kualitas output akibat hanya mengejar target
penyerapan.
d. Belanja Mandatory
Alokasi belanja sebagai amanat Undang-Undang seperti alokasi belanja di sektor
pendidikan sebesar 20% dari APBN. Akibatnya ruang fiskal pemerintah menjadi sangat terbatas.
e. Kualitas Belanja (Value for Money)
Belanja operasional birokrasi lebih besar dari pada belanja modal atau belanja pelayanan
langsung kepada publik.Akibatnya terjadi pemborosan, inefisiensi dan tidak terukurnya
pengaruh belanja pemerintah terhadap kualitas penyediaan layanan publik. Masalah rendahnya
realisasi belanja belanja modal patut disayangkan karena belanja modal merepresentasikan
belanja pemerintah yang memiliki peran penting bagi kinerja perekonomian melalui
pembangunan infrastruktur
f.

Akuntabilitas pengelolaan keuangan negara

Volume APBN yang makin meningkat dari tahun ke tahun menuntut akuntabilitas yang
tinggi. Akuntabilitas salah satunya dijawab dengan peningkatan kualitas disclosure melalui
reformasi di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Tanggung jawab yang lain
sebagai bentuk peningkatan akuntabilitas adalah dengan memperbaiki kualitas pengelolaan
keuangan negara itu sendiri
g. Transfer dari Pemerintah pusat ke Daerah
Satu lagi tantangan pelaksanaan anggaran adalah dengan adanya desentralisasi fiskal yang
mengakibatkan adanya transfer dari pemerintah pusat ke daerah. Transfer dari pemerintah pusat
ke daerah sampai saat ini masih menjadi sumber penerimaan terpenting bagi terlaksananya
kegiatan pemerintah daerah. Dengan demikian, lingkup pelaksanaan anggaran tidak hanya
meliputi belanja pemerintah pusat namun juga penggunaan dana transfer. Evaluasi dan
sinkronisasi antara belanja pemerintah pusat dan daerah ini juga dituntut dengan adanya
kebutuhan penyusunan statistik keuangan pemerintah yang meliputi keuangan pemerintah pusat
dan daerah.
Permasalahan yang terkait dengan belanja transfer antara lain adalah tidak adanya
mekanisme monitoring dan evaluasi pada tahap pelaksanaan oleh pemerintah pusat, atau
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai spending review
yakni gap/perbedaan yang terjadi antara perencanaan/penganggaran dengan realisasi pada
pengelolaan keuangan Negara secara umum dan pada KPPN Putussibau secara khusus sekaligus
memberikan pemahaman akan pentingnya monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran.
Lebih jauh lagi, diharapkan dapat terjadi peningkatan kualitas belanja pemerintah dan perbaikan
4

pengelolaan keuangan negara sampai ke satuan kerja sebagai ujung tombak pengelola keuangan
negara. Dengan memahami konsep monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran serta
spending review, satuan kerja diharapkan dapat turut serta berpartisipasi dalam gerakan
perubahan untuk memperbaiki pengelolaan keuangan negara sehingga kualitas belanja
pemerintah dapat ditingkatkan.
D. Ruang Lingkup
Berikut adalah beberapa permasalahan yang akan dibahas:
1. Latar belakang, Definisi dan Tujuan Spending Review
2. Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi serta Siklus Penganggaran
3. Metodologi Spending Review, yaitu reviu alokasi anggaran, reviu baseline, dan reviu
pelaksanaan anggaran.
Sebagai contoh penerapan, kami menggunakan data Kertas Kerja RKA-KL Rincian Belanja
Satuan Kerja serta Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output Tahun Anggaran 2012 pada
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Putussibau, Kalimantan Barat.

BAB II
KERANGKA TEORI

A Definisi Spending Review


Spending review merupakan bagian dari monitoring dan evaluasi. Melalui spending
review temuan dan rekomendasi yang dihasilkan monitoring dan evaluasi akan dapat digunakan
sebagai bahan perencanaan dan penganggaran. Dari sisi analisisnya spending review dapat saja
serupa dengan evaluasi atau analisis mengenai pelaksanaan anggaran yang lain (contohnya:
Public Expenditure Review oleh Bank Dunia), namun yang membedakan adalah spending
review secara institusional dijadikan dasar bagi alokasi anggaran. Inisiatif spending review,
dengan demikian, haruslah bersifat top-down, dan dilakukan untuk tujuan yang spesifik.
Spending review di Indonesia perlu diletakkan pada konteks yang tepat, sesuai dengan
kebutuhan kita. Jika di kebanyakan negara maju spending review ditujukan terutama untuk
memotong anggaran dalam rangka mengurangi defisit anggaran, konteks yang lebih relevan
untuk Indonesia adalah peningkatan efisiensi, efektivitas, dan value for money dari pengeluaran
publik.
Spending Review merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah, yang
hasilnya dijadikan rekomendasi untuk pelaksanaan anggaran pemerintah tahun berikutnya
agar lebih efektif dan efisien (value for money).
Berbagai tipologi kegiatan evaluasi atas belanja pemerintah berdasarkan tujuannya (OECD)
antara lain sebagai berikut :
1

Analysis: menganalisis manajemen, struktur, dan/atau kebijakan untuk meningkatkan

2
3

efektivitas dan efisiensi.


Performance Review: mengevaluasi program, kebijakan, atau organisasi.
Reallocation: merealokasikan dan/atau mengurangi anggaran belanja program atau

organisasi.
Spending Reviews

a. Functional

Review:

kriteria

utamanya

efisiensi,

mengidentifikasi bagaimana

kebijakan berjalan dapat dilakukan dengan sumber daya yang lebih sedikit. Contoh kasus :
Finlandia dengan Productivity Program (2005-2015) dan Yunani dengan Functional
Reviews of Central Ministries (2012-2011).
b. Strategic

Review: kriteria

utamanya

adalah

efisiensi

sekaligus pemrioritasan,

mengidentifikasi apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Contoh kasus : Australia
dengan Comprehensive Expenditure Reviews; Strategic Review (2007), Canada
dengan Program Review (1994) dan Strategic Review (2009); Denmark Spending

Review (ongoing), Belanda Interdepartmental Policy Review (1982; 2009-sekarang),


dan UK dengan Spending Review (1998-sekarang).
Lebih jauh tentang spending review ini dapat kita simpulkan karakteristik umumnya adalah
sebagai berikut (OECD):
Scope : meliputi belanja terikat (mandatory expenditures) ataupun belanja tidak terikat
(discretionary expenditures), sektoral, ataupun dari berbagai tingkat unit pemerintahan;
Level : bisa keseluruhan tingkat pemerintahan, progam sektoral, suatu organisasi, ataupun
kebijakan horizontal;
Kerangka waktu/periodisitas : bisa dalam kurun waktu tertentu ataupun secara kontinu/reguler
(rolling basis);
Menghasilkan pilihan penghematan baik dalam hal jumlah staf ataupun jumlah dana, secara
absolut ataupun persentase.
Dari objek dan kedalaman analisisnya, monitoring dan evaluasi serta spending review dapat
dibagi menjadi 3 tingkat :
1

Tingkat I, memastikan ketercapaian output. Dengan demikian isu-isu dalam monitoring


dan evaluasi serta spending review tingkat I berada dalam tataran pelaksanaan anggaran.
Mengidentifikasi apa saja hal-hal yang mempengaruhi penyerapan anggaran dan
ketercapaian output, mengidentifikasi sumber permasalahan dan memberikan rekomendasi

bagaimana menyelesaikannya secara mendasar.


Tingkat II, memastikan bahwa setelah output tercapai, apakah penggunaan sumber daya
dalam rangka mencapai output tersebut telah sesuai dengan standard sehingga dapat
dikatakan efisien atau apakah efisiensi ini dapat ditingkatkan. Beberapa metode

pengukuran efisiensi dapat diterapkan untuk tingkat ini.


Tingkat III, memastikan bahwa pengeluaran pemerintah telah memberikan dampak sesuai
dengan tujuan pengeluaran tersebut. Beberapa metode pengukuran dampak dan analisis
biaya manfaat merupakan contoh alat-alat analisis yang dapat digunakan pada tingkat ini.

Tiga tingkat kedalaman analisis dalam monitoring dan evaluasi serta spending review dapat
digambarkan dalam diagram berikut ini :

Gambar 1. Level Kedalaman Monitoring dan Evaluasi dan Spending Review


B Tujuan Spending Review
Hasil dari spending review menjadi input bagi proses penganggaran berikutnya. Mengingat
keterbatasan waktu dan data yang dimiliki, spending review saat ini dilakukan terhadap 20
Kementerian Negara/Lembaga yang memiliki pagu dana terbesar. Proporsi pagu dana 20
Kementerian Negara/Lembaga tersebut terhadap pagu total adalah sebesar 76, 26 %.
Spending review

bertujuan untuk mengetahui potensi ruang fiskal pada tahun anggaran

berikutnya sehingga potensi tersebut dapat digunakan untuk menambah alokasi dana prioritas nasional
seperti infrastruktur. Disamping adanya idle capacity yang diakibatkan pengalihan kewenangan
pengesahan DIPA dan revisi, inisiatif ini dipandang tepat untuk dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan
sekarang karena beberapa sebab:
1 Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki potensi kapasitas SDM yang cukup dan stuktur organisasi
yang memungkinkan pekerjaan ini dilakukan secara terinstitusionalisasi.
2 Reviu akan memiliki fungsi check and balance jika dilakukan oleh unit yang tidak melaksanakan
perencanaan dan alokasi penganggaran.
3 Direktorat Jenderal Perbendaharaan menguasai data pelaksanaan anggaran dan terlibat intens dengan
satuan kerja dalam proses pelaksanaan anggaran sehari-hari melalui mekanisme pencairan dana.

Sedangkan jika dilihat dari urgensi, ada beberapa sebab yang melatarbelakangi perlunya
dilaksanakan spending review di Indonesia sekarang. Beberapa wake-up call permasalahan pelaksanaan
anggaran antara lain:
1

Naiknya volume APBN dari tahun ke tahun, tanpa diiringi dengan peningkatan kualitas hidup
(direpresentasikan oleh Indeks Pembangunan Manusia) yang signifikan, memberikan indikasi

rendahnya tingkat efektivitas belanja negara.


Terbatasnya ruang fiskal yang hanya sebesar 5-6% (5,1% pada 2011) dari Pendapatan Domestik
Bruto mengakibatkan fleksibilitas anggaran terbatas, contohnya untuk alokasi infrastruktur yang

berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi rendah.


Tingginya alokasi maupun realisasi belanja yang bersifat mengikat (mandatory spending) dan
sebaliknya rendahnya alokasi maupun realisasi belanja yang bersifat tidak mengikat (discretionary
spending) mengindikasikan biaya penyelenggaraan negara yang tinggi dibandingkan dengan biaya

pelayanan publiknya.
Penyerapan belanja negara, khususnya belanja barang dan modal Kementerian/Lembaga tidak
optimal dan cenderung menumpuk pada akhir tahun anggaran akibatnya peran stimulus fiskal dari

kontribusi belanja negara tidak tercapai, begitu pula hal ini menyulitkan pengelolaan kas negara.
Kualitas belanja operasional birokrasi lebih besar dari pada belanja modal atau belanja pelayanan
langsung kepada publik, akibatnya terjadi pemborosan, inefisiensi dan tidak terukurnya pengaruh
belanja pemerintah terhadap kualitas layanan publik.
Mengingat berbagai permasalahan pelaksanaan anggaran yang mendasar yang terjadi secara

umum ini, perlu dilakukan upaya perbaikan yang mendasar pula terhadap praktik pengelolaan keuangan.
Dengan spending review diharapkan beberapa permasalahan di atas dapat diatasi. Contohnya, dalam
Crash Program Spending Review 2013 yang dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan, ditemukan potensi
tambahan ruang fiskal, di antaranya dari indikasi inefisiensi. Dampak yang diharapkan dari inisiatif
spending review mendasar dan radikal:
1 Terjadi pergeseran paradigma dari disbursement-based (fokus pada penyerapan) menjadi efficiencybased (fokus pada efisiensi).
2 Terjadi perbaikan kualitas belanja melalui pengurangan pengeluaran tidak produktif (contohnya:
pengeluaran-pengeluaran rutin/administratif).
3 Lebih banyak ruang fiskal untuk discretionary spending (contohnya: belanja infrastruktur, investasi
pemerintah).
4 Tercapainya sasaran pembangunan pemerintah dengan lebih efektif.
5 Meningkatkan value for money dari pengeluaran pemerintah (membuat campur tangan pemerintah
terjustifikasi).
C Hubungan antara Spending Review, Monitoring dan Evaluasi, serta Siklus Penganggaran
Spending review dapat dilihat dari dua sisi, yakni sebagai output dari monitoring dan evaluasi
pelaksanaan anggaran maupun sebagai bagian (alat) dari monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan
anggaran. Keterkaitan antara siklus anggaran, monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dan
9

spending review dapat digambarkan dalam gambar di bawah ini. Pada gambar tersebut terlihat bahwa
monitoring dan evaluasi dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni monitoring dan evaluasi sepanjang
tahun dan spending review yang khusus memberikan masukan bagi perencanaan dan penganggaran
periode berikutnya. Spending review itu sendiri menggunakan bahan masukan dari monitoring dan
evaluasi agar kebijakan alokasi yang diambil berdasarkan bukti-bukti (evidence-based policy). Lebih
jauh lagi, dapat dikatakan bahwa inti dari monitoring dan evaluasi adalah kinerja, yang terdiri dari
realisasi dana dan keluaran (output), untuk menghasilkan reviu yang dapat membahas permasalahan
efisiensi dan efektivitas.

10

BAB III
METODOLOGI

A. Alokasi Anggaran
Review ini fokus pada analisis terhadap alokasi anggaran dalam RKA-KL dengan fokus utama untuk
mengidentifikasi inefisiensi alokasi, duplikasi dan einmalig.
a. Inefisiensi alokasi
Indikasi inefisiensi pada tahap alokasi dihitung dari sisa dana tidak terserap, irrelevansi
komponen belanja, ketidaksesuaian dengan standar biaya.
Berikut tolak ukur inefisiensi berdasarkan jenis-jenis belanja:

11

12

13

14

Contoh inefisiensi:
Terdapat biaya pemeliharaan kendaraan operasional pejabat eselon satu yang melebihi standar
jumlahnya. Hanya terdapat satu orang pejabat eselon satu, namun alokasi pemeliharaannya untuk 3
unit kendaraan. Satu eselon satu diberikan kendaraan operasional pejabat lebih dari satu merupakan
pemborosan dan termasuk dalam kategori inefisiensi belanja.
b. Identifikasi Duplikasi
Dalam satu program terdapat dua kegiatan dengan output yang sama, atau dalam satu kegiatan
terdapat dua komponen kegiatan yang sama. Dilakukan dengan meneliti alokasi anggaran pada
setiap kegiatan dalam RKA-KL. Jika terdapat alokasi anggaran untuk jenis kegiatan yang sama
pada dua tempat maka hal tersebut masuk dalam kategori duplikasi.
Contoh :
Kegiatan penyusunan rencana kerja direktorat di alokasikan pada output A dan pada output B juga
terdapat kegiatan penyusunan rencana kerja direktorat.
c. Identifikasi Einmalig
Program atau Kegiatan yang dilaksanakan hanya satu kali, dalam satu tahun Anggaran.
Contoh :
1. Penyusunan Masterplan
2. Pembangunan gedung kantor yang bukan multiyears
3. Penyusunan Detail Enginering Design
4. Pembuatan sistem aplikasi
5. Pemasangan ac central
6. Penyusunan Renstra, dsb
STUDI KASUS PADA KPPN Putussibau
Jenis Riviu
Riviu Alokasi
Inefisiensi

Hasil Riviu (Rp)


1,454,153,260
85,516,260
15

Potensi Ruang Fiskal (Rp)


1,454,153,260

Duplikasi
Einmalig
Dana Cadangan

1,368.637,000
-

Dari tabel di atas, potensi ruang fiskal yang signifikan diidentifikasi dari inefisiensi alokasi dan einmalig.
Inefisiensi alokasi terdiri dari sisa dana tidak terserap, irrelevansi komponen kegiatan dan
ketidaksesuaian dengan standar biaya. Sisa dana tidak terserap dapat dikatakan sebagai bentuk inefisiensi
karena menjadi uang yang tidak dapat digunakan (money for nothing). Jika alokasi dapat diefisienkan,
terutama untuk kegiatan-kegiatan berulang seperti alokasi belanja pegawai, belanja barang operasional
dan item-item lain yang bersifat baseline, maka sisa dana tidak terserap yang juga mengandung
opportunity cost ini dapat dioptimalkan guna membiayai kebutuhan lain. Inefisiensi alokasi pada tabel
diatas keseluruhannya merupakan sisa dana tidak terserap yang dapat diketahui dari Data Realisasi
Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau TA 2012. Sementara untuk irrelevansi komponen
kegiatan dan ketidaksesuaian dengan standar biaya tidak diketahui akibat keterbatasan informasi yang
didapatkan. Tabel berikut menunjukan ringkasan inefisiensi akibat dana yang tidak terserap:

No
.

Sisa Dana

Anggaran
Nama Output

Pagu

Tidak

Realisasi

1 1705.001 - Layanan Perkantoran (Bulan Layanan)


1705.002 - Dokumen Pencairan/Penarikan Dana

1,549,293,000

1,531,303,516

Terserap
17,989,484

2 (Dokumen)
1705.003 - Laporan Pertanggungjawaban Tingkat

97,406,000

95,777,060

1,628,940

199,486,000
71,130,000
1,297,507,000
3,214,822,000

154,580,302
71,130,000
1,276,514,862
3,129,305,740

44,905,698
0
20,992,138
85,516,260

3 Kuasa BUN (Laporan)


4 1705.007 - Peralatan Fasilitas Perkantoran (Unit)
5 1705.008 - Gedung / Bangunan (M2)
Total

Sumber potensi ruang fiskal besar yang lain adalah einmalig. Einmalig bukanlah bentuk inefisiensi
melainkan indikasi adanya dana yang siap untuk digunakan memenuhi kebutuhan baru di periode
selanjutnya. Identifikasi einmalig dilakukan dengan menggunakan data POK dan Data Realisasi
Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau TA 2012 dengan melihat sifat dari kegiatan. Kegiatan
yang tidak berulang dapat dengan mudah diidentifikasikan dari deskripsinya, terutama untuk jenis
belanja modal. Sebagian besar belanja modal yang bersifat fisik dapat dikatakan tidak berulang, kecuali
yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi atau core business dari Kementerian/Lembaga yang
bersangkutan. Berikut merupakan data einmalig KPPN Putussibau TA 2012:

KETERANGAN
Pengadaan Peralatan dan Mesin

Jumlah (Rp)
16

- Scanner 1 UNIT 4.752.000 4.752.000


- Kursi hadap pelaksana 10 UNIT

4752000
1.782.000

17.820.000
-Standing floor AC
Pembangunan Jalan dan Lingkungan Rumah Dinas
TOTAL

17820000
48558000

71130000
1297507000
1368637000

B. Baseline Review
Dalam Reviu Baseline ditemukan indikasi inefisiensi dari beberapa item baseline melalui
analisis

pola

penyerapan.

Dari

hasil

ini

direkomendasikan

perlunya

masing-masing

Kementerian/Lembaga melakukan reviu baseline untuk memperbaiki angka dasar yang dipakai untuk
prakiraan maju dengan cara meredefinisikan baseline items. Baseline items haruslah benar-benar
memiliki karakteristik berulang, rutin, atau sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Setelah itu, alokasi
atas real baseline items ini haruslah mengacu pada pola penyerapan tahun-tahun sebelumnya, untuk
menghindari kelebihan alokasi atas kegiatan berulang. Selain real baseline items, yang selanjutnya dapat
dikategorikan sebagai new initiative, alokasinya haruslah dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan riil.
Review Baseline dapat dilakukan pada :
1. Baseline Biaya Operasional;
a. Pembayaran gaji, tunjangan yang melekat dengan gaji, honor tetap, tunjangan lain terkait dengan
belanja pegawai lembur dan vakasi;
b. Operasonal sehari-hari perkantoran, langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana
kantor.
2. Baseline Biaya Non Operasional;
a.
b.
c.
d.
1.

Kegiatan/Output terkait pelaksanaan tugas fungsi unit;


Kegiatan/Output terkait pelayanan kepada publik;
Kegiatan/Output terkait pelaksanaan kebijakan prioritas pembangunan nasional;
Kegiatan/Output terkait penugasan sesuai kebijakan Pemerintah.
Review dilakukan dengan :
Menganalisis pola penyerapan beberapa baseline items untuk mencari indikasi adanya inefisiensi

alokasi dan inefisiensi pelaksanaan (penyerapan semu).


2. Mengidentifikasi Output Cadangan dan Sisa Hasil Penelaahan pada akun-akun dalam baseline.
Langkah-langkah reviu prakiraan Angka Dasar adalah:
a)
Menggunakan laporan untuk menganalisa angka dasar.
b)
Memperbaiki kesalahan pencantuman volume output.
c)
Reviu klasifikasi berlanjut/berhenti.
d)
Reviu klasifikasi utama/pendukung.
e)
Realokasi pendanaan.
Secara prinsip berdasarkan langkah 1 dan 2 :
1. Pertama pastikan bahwa output pada tahun 2012 dan 2013 sudah benar :
Fokus pada peningkatan yang besar pada volume output/belanja.
2. Melalui reviu klasifikasi berlanjut/berhenti pastikan bahwa pada untuk output yang berlanjut,
tahun 2012 dan 2013 telah memiliki prakiraan maju.
Kesimpulan Reviu Angka Dasar :
17

1.
2.
3.
4.

Pastikan volume output benar di tahun 2012 dan 2013;


Pastikan klasifikasi berhenti/berlanjut untuk output dan komponen benar;
Reviu klasifikasi utama/pendukung dan indeksasi;
Reviu realokasi antar output/lokasi/satker apabila diperlukan.

CONTOH REVIEW BASELINE

Grafik di atas menunjukkan bahwa akun 521219 dan 521119 memiliki frekuensi revisi yang signifikan

18

Pergerakan pagu yang cenderung mempunyai tren menurun menunjukkan bahwa terdapat realokasi pada
akun 521119 dan 521219.
Berikut adalah data realisasi anggaran dan capaian output KPPN Putussibau tahun 2012.

Review baseline pada dasarnya adalah review terhadap jumlah output dari suatu anggaran. Apakah sudah
tepat output yang ditargetkan. Jika dilihat pada data realisasi anggaran dan capaian output KPPN
Putussibau maka untuk nama output dokumen pencairan/penarikan dana, capaian outputnya tidak
tercapai. Target 5104 dokumen hanya tercapai 4332 dokumen atau sebesar 84,87%. Tidak tercapainya
tersebut karena memang SPM yang masuk dan diproses menjadi SP2D dari satker setempat memang
hanya sejumlah itu. Maka dalam hal ini KPPN Putussibau untuk tahun anggaran selanjutnya harus
melakukan perbaikan perhitungan output untuk tahun anggaran 2013. Target tahun 2013 dapat dikurangi
untuk mengefisiensikan anggaran atau KPPN Putussibau harus melakukan sosialiasi lebih gencar agar
para satker lebih giat dalam melakukan optimalisasi anggaran.
C. Pelaksanaan Anggaran
1. Definisi Reviu Pelaksanaan Anggaran
Reviu pelaksanaan anggaran adalah reviu dan analisis terhadap pelaksanaan anggaran dengan
fokus utama pada realisasi anggaran, tingkat penyerapan anggaran, dan capaian output. Reviu
Pelaksanaan Anggaran merupakan bentuk reviu berkala, yang dilakukan secara bottom up, untuk
menghasilkan reviu pelaksanaan anggaran satker yang bersangkutan, yang kemudian akan
memberikan bahan bagi penyusunan reviu pelaksanaan anggaran di tingkat pusat.
Dari sisi analisisnya, metode reviu pelaksanaan anggaran dapat menggunakan berbagai alat,
sesuai dengan permasalahan yang disentuhnya. Sebagai contoh, pada saat ingin melihat efisiensi
pelaksanaan anggaran, maka beberapa alat pengukuran efisiensi dapat digunakan, misalnya analisis
frontier semacam Data Envelopment Analysis, Free Hull Disposal, atau perbandingan antara rasio
19

output-input aktual dengan rencananya. Pada kesempatan lain, ketika reviu ingin melihat efektivitas
atau dampak pengeluaran negara, maka alat seperti evaluasi dampak (impact evaluation) dapat
digunakan. Di sisi lain, pada reviu pelaksanaan anggaran, beberapa indikator kinerja pelaksanaan
seperti realisasi belanja dan capaian output perlu dieksplorasi melalui statistik deskriptif.
Reviu Pelaksanaan Anggaran bertujuan untuk memotret secara umum bagaimana pelaksanaan
anggaran atas belanja pemerintah yang telah ditetapkan dalam bentuk kuantitatif serta
membandingkan capaiannya dengan rencana kerja pemerintah dalam bentuk kualitatif sehingga dapat
dirumuskan suatu kesimpulan dan rekomendasi akan faktor pendukung, faktor kelemahan, faktor
kesempatan dan faktor hambatan dalam pelaksanaan anggaran yang efektif, efisien, profesional dan
akuntabel.
2. Pengukuran Efisiensi Operasional dengan Metode Reviu Pelaksanaan Anggaran
a) Metode I (Membandingkan Rasio Output/Input Aktual dengan Output/Input Rencana)
Ukuran efisiensi operasional ini mengasumsikan bahwa rencana yang dibuat oleh suatu unit
merepresentasikan tingkat efisiensi optimal yang dapat dicapai oleh unit itu. Dengan demikian, selisih
antara kinerja aktual dengan rencana merupakan inefisiensi.
Efisiensi diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Aktual = Capaian Output
Realisasi Anggaran
Rencana

= Target Output
Pagu Anggaran

Efisiensi = Aktual
Rencana
Jika nilai efisiensi lebih besar daripada atau sama dengan 1, hal ini menunjukkan efisiensi, namun
jika nilai efisiensi kurang daripada 1, hal ini menunjukkan inefisiensi dimana adanya gap atau jurang
ketidaktercapaian output yang telah ditargetkan.
Untuk mengetahui nilai inefisiensi, maka dilakukan pengukuran terhadap gap antara kinerja aktual
dengan yang direncanakan. Inefisiensi diperoleh melalui rumus sebagai berikut:
Inefisiensi = (1-E) x Pagu Anggaran
Pada metode ini alokasi pagu yang besar dapat menyebabkan E menjadi tinggi. Oleh karena itu
terdapat metode pengukuran efisiensi lain yaitu Metode II yang menguji apakah unit-unit dengan
Efisiensi lebih besar daripada 1 benar-benar efisien, tidak hanya disebabkan oleh pagu yang tinggi.
b) Metode II (Membandingkan Rasio Persentase Capaian Output Dan Realisasi Antar Unit
Sejenis)
20

Ukuran efisiensi operasional kedua menghitung inefisiensi sesungguhnya jika pagu tidak
diperhitungkan. Dari perhitungan dengan formula pertama, dimungkinkan bahwa suatu unit dapat
terlihat efisien karena pagu yang dialokasikan besar. Ukuran efisiensi operasional kedua dapat
dihitung dengan memperbandingkan kinerja unit-unit sejenis.
Pada metode ini efisiensi diukur dengan membandingkan rasio output dan realisasi antar berbagai
unit sejenis pada K/L (analisis frontier non parametrik). Dengan memperoleh angka-angka efisiensi
tiap unit dapat diidentifikasi unit-unit berkinerja terbaik sebagai frontier untuk menghitung inefisiensi
dari unit lain yang memiliki gap dengan frontier ini. Unit berkinerja terbaik yang diidentifikasi
menjadi benchmark. Tingkat inefisiensi diukur dari gap antara suatu unit dengan benchmarknya.
Kinerja Output = Capaian Output
Target Output
Efisiensi = Kinerja Output
Realisasi Anggaran
Jika nilai efisiensi lebih besar daripada 1, hal ini menunjukkan efisiensi, namun jika nilai efisiensi
kurang daripada 1, hal ini menunjukkan inefisiensi dimana adanya gap atau jurang ketidaktercapaian
output yang telah ditargetkan.
Setelah memperoleh angka-angka tersebut, maka akan diperoleh kurva seperti yang digambarkan
sebagai berikut:
1.6

Kinerja
1.4
Output

Efficient Frontier Analysis

1.2
1
0.8

Efisiensi

0.6

Inefisiensi
0.4
0.2
0

Realisasi
3. Metode Reviu Pelaksanaan Anggaran (Studi Kasus)
a) Metode I (Membandingkan Rasio Output/Input Aktual dengan Output/Input Rencana)

21

22

No

Anggaran

Nama Output

Output

Pagu

Realisasi

Target

Capaian

1.549.293.000

1.531.303.516

12

12

97.406.000

95.777.060

5104

4332

199.486.000

154.580.302

252

258

71.130.000

71.130.000

13

13

1.297.507.000

1.276.514.862

372

372

3.214.822.000

3.129.305.740

1705.001 - Layanan Perkantoran


1 (Bulan Layanan)
1705.002 - Dokumen
Pencairan/Penarikan Dana
2 (Dokumen)
1705.003 - Laporan
Pertanggungjawaban Tingkat
3 Kuasa BUN (Laporan)
1705.007 - Peralatan Fasilitas
4 Perkantoran (Unit)
1705.008 - Gedung /
5 Bangunan (m2)
Total
1) Output Layanan Perkantoran
Aktual

12
1.531.303.516

Rencana =

12
1.549.293.000

Efisiensi = Aktual = 1,012 (Efisien)


Rencana
2) Output Dokumen Pencairan/Penarikan Dana
Aktual

4332
95.777.060

Rencana =

5104
97.406.000

Efisiensi = Aktual = 0,86318123 (Tidak Efisien)


Rencana
Inefisiensi = (1-0,863) x 97.406.000 = Rp. 13.344.622
3) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN
Aktual =
309
154.580.302
Rencana =

252
199.486.000

Efisiensi = Aktual = 1,582 (Efisien)


Rencana
4) Output Peralatan Fasilitas Perkantoran
Aktual

13
23

71.130.000
Rencana =

13
71.130.000

Efisiensi = Aktual = 1 (Efisien)


Rencana
5) Output Gedung / Bangunan
Aktual

372
1.276.514.862

Rencana =

372
1.297.507.000

Efisiensi = Aktual = 1,016 (Efisien)


Rencana

Dengan memperhatikan data tingkat capaian dan rencana KPPN Putussibau, sebenarnya kita
sudah dapat mengetahui, output yang tidak efisien adalah output yang tidak memenuhi/tidak sesuai
dengan target yang ditetapkan sebelumnya, yaitu Dokumen Pencairan/Penarikan Dana (Dokumen).
Dengan membandingkan antara rasio output/input realisasi dengan rasio output/input anggaran, kita
dapat mengetahui besaran inefisiensi yaitu sebesar Rp 13.344.622. Tidak tercapainya target tersebut,
salah satunya bisa dikarenakan penetapan target (baseline) yang terlalu tinggi atau memang ada beberapa
kegiatan yang belum terealisasi sehingga menyebabkan tidak tercapainya target dokumen pencairan
dana. Namun, apakah kegiatan lain benar-benar efisien? Bisa saja kegiatan tersebut terlihat efisien
karena penetapan anggaran yang terlalu tinggi. Hal tersebut dapat diuji dengan menggunakan metode II,
yaitu membandingkan kegiatan dengan satker sejenis.
b) Metode II (Membandingkan Rasio Persentase Capaian Output Dan Realisasi Antar Program)
1) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Putussibau
Kinerja Output = Capaian Output = 258 = 1,024
; Realisasi = Rp 154.580.302
Target Output
252
2) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Kolaka
Kinerja Output = Capaian Output = 247 = 0,980
; Realisasi = Rp 175.242.250
Target Output
252
3) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Sintang
Kinerja Output = Capaian Output = 248 = 0,984
; Realisasi = Rp 167.792.000
Target Output
252
4) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Tual
Kinerja Output = Capaian Output = 252 = 1
; Realisasi = Rp 164.018.170
Target Output
252
5) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Barabai
24

Kinerja Output = Capaian Output = 252 = 1


Target Output
252

; Realisasi = Rp 209.088.100

6) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Amlapura


Kinerja Output = Capaian Output = 172 = 0,683
; Realisasi = Rp 213.391.700
Target Output
252
7) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Luwuk
Kinerja Output = Capaian Output = 277 = 1,099
; Realisasi = Rp 167.973.864
Target Output
252
8) Output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN KPPN Rantau Prapat
Kinerja Output = Capaian Output = 252 = 1
; Realisasi = Rp 121.750.388
Target Output
252
Dengan memperbandingkan kinerja unit-unit yang sejenis dengan KPPN Putussibau seperti pada
hasil penilaian di atas, maka kita dapat memperoleh angka-angka efisiensi tiap unit dan dapat
diidentifikasi unit-unit berkinerja terbaik sebagai frontier untuk menghitung inefisiensi dari unit lain
yang memiliki gap dengan frontier ini. Unit berkinerja terbaik diidentifikasi menjadi benchmark,
yaitu KPPN Rantau Prapat karena unit tersebut dapat mencapai target outputnya dengan realisasi
anggaran paling rendah. Tingkat inefisiensi diukur dari gap antara suatu program dengan
benchmarknya.
Unit-unit yang berada pada area yang diarsir menunjukkan bahwa kinerja unit tersebut telah
efisien dalam memenuhi output Laporan Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN, dan KPPN
Putussibau termasuk unit dengan kinerja yang efisien.

25

Efficient Frontier Analysis atas


Kinerj
Output Laporan Pertanggungjawaban Kuasa BUN
a
Outpu 1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
100000000

120000000

140000000

160000000

BAB IV
KESIMPULAN

26

180000000

200000000

220000000

Perencanaan merupakan bagian penting dalam sebuah penganggaran. Namun perencanaan yang baik
belum tentu menjamin suksesnya pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan. Banyak faktor yang turut
mempengaruhi di dalamnya. Perbedaan antara anggaran dan realisasi disebut dengan varians.
Analisis mengenai penyebab timbulnya varians tersebut diperlukan, sebagai masukan dalam
penyusunan anggaran tahun berikutnya. Spending Review merupakan bagian dari monitoring dan
evaluasi dalam siklus penganggaran. Spending Review merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah, yang hasilnya dijadikan rekomendasi untuk pelaksanaan anggaran pemerintah tahun
berikutnya agar lebih efektif dan efisien (value for money).
Berbagai permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penganggaran di pemerintah Indonesia
menjadikan posisi spending review sebagai proses penting dalam siklus penganggaran. Spending review
bertujuan untuk mengetahui potensi ruang fiskal pada tahun anggaran berikutnya sehingga potensi
tersebut dapat digunakan untuk menambah alokasi dana prioritas nasional seperti infrastruktur
Ada tiga metodologi dalam spending review, yaitu metode alokasi anggaran, reviu baseline, dan
metode reviu pelaksanaan anggaran. Review alokasi anggaran berfokus pada analisis terhadap alokasi
anggaran dalam RKA-KL dengan fokus utama untuk mengidentifikasi inefisiensi alokasi, duplikasi dan
einmalig. Sedangkan dalam review baseline berfokus pada indikasi inefisiensi dari beberapa item
baseline melalui analisis pola penyerapan. Reviu pelaksanaan anggaran adalah reviu dan analisis
terhadap pelaksanaan anggaran dengan fokus utama pada realisasi anggaran, tingkat penyerapan
anggaran, dan capaian output.
Hasil penerapan metode spending review yang kami lakukan pada Kertas Kerja RKA-KL Rincian
Belanja Satuan Kerja serta Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output Tahun Anggaran 2012 pada
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Putussibau, Kalimantan Barat, yaitu:
a

Dengan metode review alokasi anggaran

Jenis Riviu
Riviu Alokasi
Inefisiensi
Duplikasi
Einmalig
Dana Cadangan

Hasil Riviu (Rp)


1,454,153,260
85,516,260
1,368.637,000
-

Potensi Ruang Fiskal (Rp)


1,454,153,260

Inefisiensi alokasi terdiri dari sisa dana tidak terserap, irrelevansi komponen kegiatan
dan ketidaksesuaian dengan standar biaya. Sisa dana tidak terserap dapat dikatakan sebagai
bentuk inefisiensi karena menjadi uang yang tidak dapat digunakan (money for nothing).
Sedangkan einmalig merpakan indikasi adanya dana yang siap untuk digunakan
memenuhi kebutuhan baru di periode selanjutnya. Identifikasi einmalig dilakukan dengan
menggunakan data POK dan Data Realisasi Anggaran dan Capaian Output KPPN Putussibau TA
2012 dengan melihat sifat dari kegiatan. Kegiatan yang tidak berulang dapat dengan mudah
27

diidentifikasikan dari deskripsinya, terutama untuk jenis belanja modal. Sebagian besar belanja
modal yang bersifat fisik dapat dikatakan tidak berulang, kecuali yang terkait dengan tugas
pokok dan fungsi atau core business dari Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Berikut
merupakan data einmalig KPPN Putussibau TA 2012:
KETERANGAN
Pengadaan Peralatan dan Mesin
- Scanner 1 UNIT 4.752.000 4.752.000
- Kursi hadap pelaksana 10 UNIT
17.820.000
-Standing floor AC
Pembangunan Jalan dan Lingkungan Rumah Dinas
TOTAL

Jumlah (Rp)
4752000
1.782.000
17820000
48558000

71130000
1297507000
1368637000

Dengan metode review baseline


Jika dilihat pada data realisasi anggaran dan capaian output KPPN Putussibau maka untuk nama
output dokumen pencairan/penarikan dana, capaian outputnya tidak tercapai. Target 5104
dokumen hanya tercapai 4332 dokumen atau sebesar 84,87%. Tidak tercapainya tersebut karena
memang SPM yang masuk dan diproses menjadi SP2D dari satker setempat memang hanya
sejumlah itu. Maka dalam hal ini KPPN Putussibau untuk tahun anggaran selanjutnya harus
melakukan perbaikan perhitungan output untuk tahun anggaran 2013. Target tahun 2013 dapat
dikurangi untuk mengefisiensikan anggaran atau KPPN Putussibau harus melakukan sosialiasi

lebih gencar agar para satker lebih giat dalam melakukan optimalisasi anggaran
Dengan metode review pelaksanaan anggaran
Dengan membandingkan antara rasio output/input realisasi dengan rasio output/input anggaran,
kita dapat mengetahui besaran inefisiensi yaitu sebesar Rp 13.344.622. Tidak tercapainya target
tersebut, salah satunya bisa dikarenakan penetapan target (baseline) yang terlalu tinggi atau
memang ada beberapa kegiatan yang belum terealisasi sehingga menyebabkan tidak tercapainya
target dokumen pencairan dana. Namun, apakah kegiatan lain benar-benar efisien? Bisa saja
kegiatan tersebut terlihat efisien karena penetapan anggaran yang terlalu tinggi. Hal tersebut
dapat diuji dengan menggunakan metode II, yaitu membandingkan kegiatan dengan satker
sejenis.
Setelah melakukan analisa menggunakan metode II, dalam kegiatan output Laporan
Pertanggungjawaban Tingkat Kuasa BUN dengan satker sejenis, bisa dikatakan bahwa KPPN
Putussibau telah melaksanakan anggarannya secara efisien.
Dari hasil spending review yang kami lakukan dengan menerapkan 3 metodologi di atas,
dapat kami simpulkan bahwa secara umum pelaksanaan anggaran di KPPN Putussibau telah
berlangsung secara efisien. Inefisiensi terjadi pada output dokumen pencairan/penarikan dana.
Serta terdapat einmalig sebesar Rp 1.368.637.000

28

Anda mungkin juga menyukai