Anda di halaman 1dari 10

1

HUBUNGAN ANTARA TINGGI BADAN


DENGAN PANJANG OS TIBIA PER CUTANEOUS PADA PRIA DEWASA SUKU JAWA DAN
SUKU LAMPUNG
DI DESA NEGERI SAKTI KABUPATEN PESAWARAN
Chenso Sulijaya1), Evi Diana Fitri2), Ari Wahyuni 2)
1)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, 2) Staf Pengajar Fakultas Kedokteran


Universitas Lampung

Abstrak
Perkiraan tinggi badan berdasarkan panjang tulang panjang yaitu tulang tibia merupakan metode
yang paling banyak dipakai karena memiliki korelasi yang baik Korelasi dari panjang tulang tibia
terhadap tinggi badan dapat diformulasikan ke dalam bentuk matematika dengan menggunakan
analisis regresi Penelitian ini dilakukan terhadap laki-laki dewasa suku Lampung dan Jawa di
Desa Negeri Sakti pada bulan Desember 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat korelasi
yang sangat kuat antara panjang tibia percutaneous dengan tinggi badan pria dewasa suku Jawa
dan Suku Lampung. Penerapan rumus regresi Suku Jawa untuk tibia percutaneous kanan Y=
73,840 + 2,557x dan tibia percutaneous kiri Y= 77,062 + 2,460x. Penerapan rumus regresi Suku
Lampung untuk tibia percutaneous kanan Y= 79,644 + 2,451x dan tibia percutaneous kiri Y=
79,283 + 2,461x .
Kata kunci: tinggi badan, tibia percutaneous , analisis regresi, Lampung, Jawa
RELATIONSHIP BETWEEN THE STATURE WITH OS TIBIA LENGHT PER
CUTANEOUS OF JAVANESE AND LAMPUNGNESE MAN IN DESA NEGERI SAKTI,
KABUPATEN PESAWARAN
Chenso Sulijaya1), Evi Diana Fitri2), Ari Wahyuni 2)
1)

Student in Medical Faculty of Lampung University Student, 2) Lecturer in Medical Faculty of


Lampung University

Abstract
Estimated stature by the length of the long bones of the tibia is the most widely used because it
has good correlation. Correlation of tibia length to height can be formulated into mathematical
form using regression analysis. This research has done toward Javanese men and Lampungnese
man who lives in Desa Negeri Sakti, Lampung on December 2012. The results of this study show
a very strong correlation between percutaneous tibia length to height Javanese men and
Lampungnese. Application of Javanese regression formula for percutaneous right tibia Y =

73.840 + 2.557 x and percutaneous left tibia Y = 77.062 + 2.460 x. Application of Lampungnese
regression formula for percutaneous right tibia Y= 79,644 + 2,451x and percutaneous left tibia
Y= 79,283 + 2,461x
Keywords: height, percutaneous tibial, regression analysis, Lampung, Jawa

Pendahuluan
Sepanjang hidupnya, tubuh manusia mengalami perubahan yang dinamis, misalnya tumbuh
dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan menjadi sangat penting karena tumbuh dan
kembang merupakan salah satu ciri-ciri makhluk hidup. Pertumbuhan merupakan perubahan
kuantitatif struktur tubuh manusia, sedangkan perkembangan merupakan perubahan kualitatif
struktur tubuh manusia (Guyton, 2006).
Perkiraan tinggi badan berdasarkan panjang tulang panjang merupakan metode yang paling
banyak dipakai karena memiliki korelasi yang baik. Secara umum tinggi badan dapat diperoleh
berdasarkan pengetahuan mengenai proporsi panjang tulang terhadap tinggi badan yang sekarang
dikenal sebagai proporsi atau rasio atau indeks tulang/ TB dan dinyatakan dalam bentuk
persentase.
Penentuan tinggi badan berdasarkan panjang tulang panjang telah dikenal sejak seratus tahun
yang lalu, dan telah digunakan secara luas dalam kasus-kasus medikolegal. Korelasi yang baik
antara tinggi badan dengan panjang tulang panjang keenam anggota tubuh (humerus, radius, ulna,
femur, tibia, dan fibula) telah banyak dibuktikan oleh beberapa penulis. Dari keenam tulang
panjang tersebut, yang mempunyai korelasi yang tinggi adalah tulang-tulang tungkai. Hal ini
diduga karena tungkai merupakan bagian tinggi badan dan memberikan kontribusi secara
langsung pada tinggi badan. Dari kedua tulang tungkai, tibia dan fibula hanya penyokong dari
fungsi tibia dan peranannya lebih lecil daripada tibia.
Korelasi dari panjang tulang tibia terhadap tinggi badan dapat diformulasikan ke dalam
bentuk matematika dengan menggunakan analisis regresi. Dari analisis regresi tersebut dapat
diubah menjadi rumus yang dibuat dari populasi yang bersangkutan agar perhitungan yang
dihasilkan lebih akurat dan mendekati tinggi badan sebenarnya.

Metode
Penelitian ini merupakan non-eksperimental (deskriptif analitik) dengan pendekatan cross
sectional. Pada penelitian ini data pada variabel independen dan data pada variabel dependen
serta variabel perancu, akan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan (Notoatmojo, 2002).
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Negeri Sakti, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung pada
bulan Desember 2012. Subjek penelitian adalah laki-laki dewasa suku Lampung dan Jawa di
Desa Negeri Sakti, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan pada 100
orang subjek penelitian yang memenuhi peryaratan, dimana terdiri dari 50 orang laki-laki suku
Lampung dan 50 orang laki-laki suku Jawa. Sampel tersebut dipilih berdasarkan concecutive
sampling, yaitu mengambil sampel yang terjangkau, yang sesuai dengan ketentuan atau
persyaratan sampel, dari populasi tertentu.
Kriteria inklusi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Responden berdomisili di Desa Negeri Sakti
2. Berusia 21 tahun atau lebih
3. Dua generasi diatas berasal dari Suku Jawa untuk kelompok sampel Jawa dan berasal dari
Suku Lampung untuk kelompok sampel Lampung, yaitu orang tua, kakek dan nenek.
4. Bersedia ikut serta dalam penelitian ini setelah mendapatkan penerangan mengenai prosedur
apa yang akan dilakukan dan telah menandatangani informed consent.
Sebagian responden yang memenuhi kriteria eksklusi harus dikeluarkan dari penelitian karena
berbagai sebab antara lain:
1. Responden pernah mengalami trauma yang berhubungan dengan tulang tibia
2. Mengalami dan mempunyai riwayat kelainan tulang seperti polio, kifosis, lordosis,
gigantisme, pincang.
3. Domisili responden yang tidak menetap di Desa Negeri Sakti
Semua data diperoleh secara langsung (data primer) dengan teknik pengukuran di lapangan
dilaksanakan sebagai berikut:
1. Penginformasian kepada responden mengenai apa yang hendak dilakukan dalam penelitian
dan diberi pengarahan cara pengisian formulir.

2. Pengisian lembar identitas responden.


3. Pengukuran dilakukan pada siang hari, responden diminta berdiri pada tanah yang datar untuk
diukur tinggi badannya.
4. Responden berdiri tegak, leher diluruskan dan kaki dirapatkan. Posisi mata memandang lurus
ke depan, bahu dalam keadaan rileks, tangan berada di samping.
5. Microtoise diturunkan hingga menyentuh puncak kepala.
6. Pembacaan dilakukan dengan melihat angka yang tertera pada microtoise dan posisi mata
sejajar dengan siku pengukur microtoise.
7. Hasil dicatat dalam satuan sentimeter sampai satu angka di belakang koma.
8. Pengukuran panjang tibia menggunakan Vernier Caliper. Responden diminta duduk di atas
kursi dalam posisi nyaman, kaki tidak tergantung dan tidak terlalu pendek.
9. Sendi lutut dibentuk sudut 90 terhadap paha. Raba tonjolan yang terlihat pada medial
superior sendi lutut yaitu epikondilus medialis femoris (atas) dan epikondilus medialis tibia
(bawah). Ujung atas epikondilus medialis tibia diberi tanda dengan spidol.
10. Perhatian dialihkan pada bagian inferior kaki medial yaitu maleolus medialis tibiae (sfirion).
Batas bawah ditandai dengan spidol.
11. Jarak kedua diukur dengan Vernier Caliper dan dicatat dalam formulir penelitian sampai satu
angka dibelakang koma.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil perhitungan didapatkan rata-rata tinggi badan 161.9 cm, dengan standar deviasi
6.59118 cm. Rata-rata panjang tibia percutaneous kaki kanan 34.4366 cm dengan standar deviasi
2.15998, sedangkan rata-rata panjang tibia percutaneous kaki kiri adalah 34.4876 dengan standar
deviasi 2.26056. Hasil perhitungan rata-rata dan standar deviasi dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 . Data Frekuensi Tinggi Badan, Os Tibia percutaneous Kanan dan Kiri Suku Jawa
Tinggi Badan
Tibia percutaneous
Os Tibia percutaneous
Kanan
kiri
161.9 cm
34.4366 cm
34.4876
Dari hasil perhitungan didapatkan rata-rata tinggi badan 162.64 cm, dengan standar deviasi
5.88499. Rata-rata panjang tibia percutaneous kaki kanan 33.8688 cm dengan standar deviasi

1.94784, sedangkan rata-rata panjang tibia percutaneous kiri adalah 33.8762 cm dengan standar
deviasi 1.92019. Hasil perhitungan rata-rata dan standar deviasi dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 2 . Data Frekuensi Tinggi Badan, Os Tibia percutaneous Kanan dan Kiri Suku Lampung
Tibia percutaneous
Os Tibia percutaneous
Tinggi Badan
Kanan
kiri
162.64 cm
33.8688 cm
33.8762 cm
Nilai signifikansi <0,001 serta koefisien korelasi untuk tibia percutaneous kanan sebesar
0,838 dan tibia percutaneous kiri sebesar 0,844 pada suku Jawa dan nilai signifikansi <0,001
serta koefisien korelasi untuk tibia percutaneous kanan sebesar 0,811 dan tibia percutaneous kiri
sebesar 0,803 pada suku Lampung menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara panjang tibia percutaneous dengan tinggi badan pada kedua suku. Hasil koefisien korelasi
yang didapatkan pada kedua suku memiliki korelasi yang sangat kuat, hal ini dikarenakan tibia
merupakan komponen utama penyusun tinggi badan setelah femur dan memberikan kontribusi
langsung kepada tinggi badan.
Berdasarkan analisis multivariat regresi linier, didapatkan rumus untuk tiap suku. Untuk
suku Jawa didapatkan rumus regresi linier Y= 73,840 + 2,557x untuk tibia percutaneous kanan
dan Y= 77,062 + 2,460x untuk tibia percutaneous kiri . Untuk suku Lampung, didapatkan rumus
regresi linier Y= 79,644 + 2,451x untuk tibia percutaneous kanan dan Y= 79,283 + 2,461x untuk
tibia percutaneous kiri.
Hasil penelitian Iwan tahun 2007 ini menunjukkan bahwa metode pengukuran panjang tibia
perkutaneus memiliki korelasi yang kuat terhadap tinggi badan Koefisien korelasi (r) untuk
metode pengukuran tibia perkutaneus adalah
0,756 untuk tibia kanan dan 0,726 untuk tibia kiri, dengan bentuk persamaan regresi Y = 68,499
+ 2,632x untuk tibia kanan dan Y = 71,921 + 2,529x untuk tibia kiri. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Iwan tahun 2007 sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana
terdapat korelasi atau hubungan yang kuat antara tinggi badan dengan panjang tibia
percutaneous.
Bila rumus-rumus regresi di atas dipakai untuk mengukur tinggi badan, didapatkan hasil
seperti tabel :

Tabel 3. Aplikasi rumus regresi dan perbandingan os tibia percutaneus terhadap perhitungan
tinggi badan

Rumus

Suku

Rumus Tibia percutaneous

Kanan

Y= 73,840 + 2,557x

Kiri

Y= 77,062 + 2,460x

Kanan

Y= 79,644 + 2,451x

Kiri

Y= 79,283 + 2,461x

Kanan

Y = 68,499 + 2,632x

Kiri

Y = 71,921 + 2,529x

Jawa

Peneliti

Lampung

Iwan,
2007

Jawa

Panjang
Tibia
percutaneou
s

32,53

32,63

35,81

35,79

32,53

32,63

Tinggi Badan
perkiraan

Tinggi
Badan
Asli

157.0192

157

157.3318

157

167.4143

167

167.3622

167

154.118

157

154.4423

157

Dari hasil analisa tersebut, ternyata seluruh rumus regresi/ formula yang dicobakan
menunjukkan angka hasil pengukuran yang signifikan untuk memperkirakan tinggi badan yang
sebenarnya, sehingga rumus regresi yang dibuat oleh peneliti, menambah perbendaharaan baru
dalam hal penentuan tinggi badan berdasarkan panjang tulang tibia, terutama pada tulang yang
masih lengkap (masih dibungkus/ dibaluti oleh otot dan kulit). Demikian pentingnya rumus
regresi peneliti ini, oleh karena diteliti pada sampel yang masih lengkap dan memungkinkan
terjadi pada korban-korban mutilasi dengan kondisi tubuh yang masih utuh (belum menjadi
tulang belulang / kerangka).
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat korelasi yang sangat kuat antara panjang tibia percutaneous dengan tinggi badan
pada pria dewasa Suku Jawa dan Suku Lampung.
2. Rata-rata tinggi badan pria dewasa Suku Jawa adalah 161,9 cm, Suku Lampung adalah
162,64 cm.
3. Rata-rata panjang tibia percutaneous pria dewasa Suku Jawa untuk tibia percutaneous kanan
34,4366 cm dan untuk tibia percutaneous kiri 34,4876 cm.
4. Rata-rata panjang tibia percutaneous pria dewasa Suku Lampung untuk tibia percutaneous
kanan 33,8688 cm dan untuk tibia percutaneous kiri 33,8762 cm.
5. Penerapan rumus regresi Suku Jawa untuk tibia percutaneous kanan Y= 73,840 + 2,557x dan
tibia percutaneous kiri Y= 77,062 + 2,460x
6. Penerapan rumus regresi Suku Lampung untuk tibia percutaneous kanan Y= 79,644 + 2,451x
dan tibia percutaneous kiri Y= 79,283 + 2,461x .
Saran yang dapat penulis berikan setelah dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Rumus regresi yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk kepentingan
kedokteran forensic.
2. Perlu dilakukan ulasan, kajian dan penelitian agar dapat diperkirakan hubungan tinggi badan
pada kelompok umur dibawah 21 tahun.
3. Sebaiknya dilakukan penelitian terhadap beberapa panjang tulang bagian tubuh lainnya
dengan sampel yang lebih besar pula pada pria dan wanita dewasa Suku Jawa dan Suku
Lampung sehingga didapatkan rumus regresi yang lebih akurat dan lebih lengkap serta
menambah data antropometri Suku Jawa dan Suku Lampung.
4. Sebaiknya dilakukan penelitian-penelitian lebih lanjut pada suku-suku yang ada di Indonesia.
5. Perlu dilakukan juga ulasan, kajian, dan penelitian agar dapat diperkirakan hubungan tinggi
badan dengan panjang bagian tubuh pada kelumpok umur di bawah 21 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
April, E.W. 1997. Clinical Anatomy. 3rd Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Aflanie, Iwan. 2007. Perbandingan Korelasi Penentuan Tinggi Badan Antara Metode
Pengukuran Panjang Tibia Perkutaneus Dan Panjang Telapak KakI.Tesis.Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Byers S.N. 2008. Basics of Human Osteology and Odontology. In: Introduction to Forensic
Anthropology. Third Edition. Boston. 28-59.
Chumlea WC, Roche AF, Mukherjee D. 1984. Nutritional Assessment of the Elderly through
Anthropometry. Columbus OH: Ross Laboratories.
Dahlan, M Sopiyudin. 2004. Seri Statistik : Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Uji
Hipotesis dengan Menggunakan SPSS Program 12 Jam. Jakarta: PT Arkans.
Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta
Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika.
Jakarta.
DeLisa, J.A. 1998. Rehabilitation Medicine Principles and Practice. 3rd Edition. New York:
Lippincott-Raven Publisher.
Department of Orthopaedics and Traumatology. 2003. Pamela Youde Nethersole Eastern
Hospital, 3 Lok Man Road, Chai Wan, Hong Kong.
Edmun L.T.S., Emily K.T., Cora Y.W., Susan S. L. 2000. Predicting stature from knee height in
Chinese elderly subjects. Asia Pacific J. Clinical Nutrition 9 :252-255.
Ellis, Harold., 2006. Clinical Anatomy 11th ed. USA : Blackwell Publishing.
Glinka J.1990. Antropometri dan Antroposkopi. Surabaya: FlSlP Unair.
Gray, Henry. 2005. Grays Anatomy. United Kingdom : Longman Group. Available at
http://www.bartleby.com.
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed. Philadelphia, PA,
USA: Elsevier Saunders.
Jacob, Agoes A. MS. 1992. Antropologi Kesehatan Indonesia, jilid I : Pengobatan Tradisional.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
John, Reinhard Devison. 2009. Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Lengan Bawah.
Departemen Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Knight B.1996. The Establishment of Identity of Human Remains. In: Forensic

Pathology.

Second Edition. Oxford University Press. New York. 95-132.


Koentjaraningrat. 1997. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit Djambatan. Jakarta

Launer LJ., Harris T. 1996. Weight, height, and body mass index distributions in geographically
and ethnically diverse samples of older person. Age Ageing. 25: 300-306.
Ludwig J. 2002. Skeletal System. In: Handbook of Autopsy Practice. Third Edition. Humana
Press. New Jersey. 95-99.
Martini, Frederic H. 2001. Fundamentals of Anatomy & Physiology. Fifth Edition. New Jersey:
Prentice Hall.
McMinn R.M.H., Hutchings R.T., Pegington J., et all. A Colour Atlas of Human Anatomy. Third
Edition. Wolfe. 1993: 99-154.
Moore, Keith L. 2007. The Developing Human: Clinically Oriented Embriology. Saunders
International.
Myers, Takiguchi. 1994. Stature estimated from knee height in elderly Japanese Americans. J.
Am. Geriatric Society 42: 157-160.
Narendra, Moersintowarti, 2006. Pengukuran Antropometri pada Penyimpangan Tumbuh Kembang
Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya.
Divisi Tumbuh Kembang Anak

Netter, Frank H., 2006. Atlas of Human Anatomy. Saunders International.


Notoatmodjo, Soekidjo 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Parker S. Seri Eyewitness-Kerangka. Edisi Bahasa Indonesia. Terjemahan Andreas Manalu.
PT.Bentara Antar Asia. Jakarta:1992: 1-63.
Purwadianto, A. 1982. Tugas Dokter Dalam Membantu Pengadilan Pidana. Kapita Selekta
Kedokteran FKUI. Jakarta: Aeskulapius.
Sastroasmoro, Sudigdo.2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.Binarupa Aksara.
Jakarta
Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Snell, R.S. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi Ke-3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Sobotta, 2000. Atlas Anatomi Bergambar Sobotta. Edisi ke-20. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sofia, Sara, 2009. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan Kadar Biokimia Darah, Jakarta: FKM UI

10

Sperber, G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Jakarta : Hipokrates.


Swasonoprijo, S. 2002. Studi Banding Morfologi dan Indeks: Kepala, Wajah, Hidung pada
Orang Toraja dan Naulu. Sci&Tech, Vol. 3 No. 3 Desember 2002: 28-36.
Suhamihardja, A. Suhandi, 2002. Pola Hidup Masyarakat Indonesia. Bandung: Padjadjaran.
Supariasa, Nyoman. dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC
Syahpani, D. 2009. Makna Pemimpin menurut Orang Jawa. (Skripsi). Departemen Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara: Medan.
Tim Pengajar Gizi Klinik. 2007. Antropometri Ilmu Gizi Klinik. Bagian Ilmu Kedokteran
Keluarga FK UI. Jakarta
Tjokronegoro, Arjatmo dan Sumedi Sudarsono. 2004. Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran.
Cetakan kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tortora, Gerard J. and Bryan Derrickson. 2006. Principles of Anatomy & Physiology. 11th Edition.
John Wiley & Sons, Inc.
Vaughn, Dean. 1998. Basic Human Anatomy. USA: DCM System, Inc.

Anda mungkin juga menyukai