Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien

Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan


Berbasis Individu dan Bukti
Ringkasan
Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari
keseluruhan penanganan peri-operatif kardiovaskular. Kegiatan ini melibatkan
deteksi dan manajemen penyakit kardiovaskular serta prediksi resiko jangka pendek
dan jangka panjang. Hal ini tidak hanya mempengaruhi manajemen peri-operatif
anestesi (contohnya pemilihan obat dan metode anestesi, monitoring dan penanganan
pasca operasi) tetapi juga pemilihan keputusan pembedahan (contohnya penundaan,
modifikasi

dan

pembatalan

rencana

operasi).

Tujuan

utama

manajemen

kardiovaskular pre-operatif adalah meningkatkan keadaan keluaran pasien dengan


manajemen yang ter-individualisasi. Meskipun manajemen pre-operatif telah
meningkat pada beberapa dekade terakhir, kita masih belum dapat memprediksi
resiko peri-operatif secara akurat. Respon stres dan interaksi individual antara
intervensi farmakologikal dan faktor resiko intra post operatif berbeda-beda. Lebih
penting lagi, manajemen kardiak hanyalah satu dari berbagai aspek dalam
penanganan peri-operatif, masih ada banyak faktor intra dan pasca operasi yang telah
terbukti dapat mempengaruhi keadaan pasien. Namun, tidak semuanya dapat
diandalkan untuk memprediksi atau dimodifikasi agar berpengaruh positif terhadap
keadaan keluaran pasien. Mengenali berbagai faktor dan percobaan secara agresif
pada intervensi yang sesuai mungkin dapat mengurangi resiko lebih baik daripada
manajemen pre-operatif di ruang isolasi. Tanpa mendeskripsikan dan menargetkan
pada faktor resiko intra dan pasca-operasi, keuntungan dari manajemen kardiak preoperatif akan menjadi terbatas.
Kata kunci : manajemen kardiak pre-operatif, pembedahan non-kardiak, periode preoperatif
1

Pembedahan non-kardiak mayor berhubungan dengan insidensi mati jantung


peri-operatif 0.5 1.5% dan komplikasi kardiovaskular mayor (cardiac arrest tidak
fatal, infark miokard tidak fatal, gagal jantung, aritmia dan stroke) 2.0-3.5%.
Penyakit kardiovaskular berpengaruh secara signifikan terhadap morbiditas dan
mortalitas perioperatif.1 Bergantung pada tipe pembedahan dan usia pasien,
prevalensi penyakit kardiovaskular pada pasien pembedahan non-kardiak berkisar
antara 5-70% dengan presentasi tertinggi pada pasien dengan usia diatas 70 tahun
dengan pembedahan vaskular.1
Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari
keseluruhan penanganan peri-operatif kardiovaskular. Kegiatan ini melibatkan
deteksi dan manajemen penyakit kardiovaskular serta prediksi resiko jangka pendek
dan jangka panjang. Hal ini tidak hanya mempengaruhi manajemen peri-operatif
anestesi (contohnya pemilihan obat dan metode anestesi, monitoring dan penanganan
pasca operasi) tetapi juga pemilihan keputusan pembedahan (contohnya penundaan,
modifikasi dan pembatalan rencana operasi). Dengan memodifikasi penanganan intra
dan post operatif, manajemen kardiak pre-operatif diharapkan dapat meningkatkan
keadaan peri-operatif.
Tujuan manajemen kardiak pre-operatif adalah (i) identifikasi pasien dengan
potensi kelainan jantung yang membutuhkan perhatian dan tindakan oleh kardiolog,
(ii) identifikasi tes yang paling sesuai dan menghindari tes yang kurang perlu (aspek
yang penting karena tes invasif dan non-invasif tidak hanya menyebabkan pasien
tidak nyaman dan menambah pengeluaran tetapi juga mordibitas dan mortalitas yang
berhubungan dengan prosedur tes, hasil negativ palsu, dan penundaan pembedahan)
dan (iii) identifikasi dan implementasi tindakan medis yang paling sesuai (contohnya
inisiasi, kelanjutan, atau optimasi medikasi kardiovaskular) dan strategi terapi
intervensi kardiovaskular.

Penatalaksanaan pre-operatif
Kondisi kardiak aktif, prosedur pembedahan berisiko tinggi dan toleransi
latihan rendah adalah prediktor yang paling kuat dalam menentukan hasil keluaran
perioperatif kardiak.

Kondisi kardiak aktif


Kondisi kardiak aktif / tidak stabil (angina pektoris tidak stabil, gagal jantung
akut, aritmia yang signifikan, kelainan katup jantung dan infark miokard dengan
residu iskemia miokard) berhubungan dengan buruknya keadaan setelah perioperatif. Kondisi diatas perlu di identifikasi, evaluasi dan ditangani oleh kardiolog
sesuai dengan prosedur. Manajemen lainnya (penundaan, modifikasi atau
pembatalan) bergantung pada hasil tes dan respon terapi.

Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan prediktor utama terhadap keadaan keluaran
perioperatif pembedahan non kardiak.2,3 Gagal jantung berpotensi lebih buruk
daripada iskemi jantung.2 Prognosis perioperatif gagal jantung dengan ejeksi fraksi
ventrikel kiri (sebelumnya disebut sebagai gagal jantung diastolik) masih harus
ditentukan. Prosedur penanganan henti jantung peri-operatif oleh perkumpulan
kardiologi Eropa mengusulkan manajemen peri-operatif pada pasien dengan
gangguan dan ejeksi fraksi ventrikel kiri. Pasien yang dicurigai atau diketahui
menderita gagal jantung harus menjalani evaluasi pre-operatif oleh spesialis untuk
mengetahui derajat keparahan penyakit dan mendapat pengobatan yang optimal.
Temuan ekokardiografi dan peptida natriuretik atau prekursor N-terminal tipe pro B
dalam serum otak dapat digunakan dalam menentukan resiko. Pasien-pasien ini harus
dipastikan telah mendapat medikasi jangka panjang (blok reseptor angiotensin II,
bloker, antagonis aldosteron, diuretik) beserta efek sampingnya (gangguan elektrolit,
insufisiensi ginjal, hipotensi).

Penyakit Kelainan Katup Jantung


Pemeriksaan ekokardiografi diharuskan pada setiap pasien yang dicurigai
menderita kelainan jantung (rekomendasi kelas 2a, bukti kelas B), bila ditemukan
kelainan, harus diterapi sebelum tindakan pembedahan. Stenosis aorta (katup < 1
cm2) memiliki resiko morbiditas dan mortalitas tertinggi dalam pembedahan non
kardiak. Faktor kunci dalam mengambil keputusan preoperatif adalah menentukan
derajat stenosis dan keadaan klinis. Manajemen pasien dengan derajat stenosis berat
yang asimptomatik dengan pembedahan berisiko tinggi adalah penggantian katup
sebelum pembedahan non kardiak. Pada pasien yang tidak dapat menjalani
penggantian katup (usia lanjut, disfungsi ventrikel kiri berat, komplikasi penyakit,
pembedahan yang harus segera dilakukan) dipertimbangkan implantasi katup
transkateter preoperatif.
Tabel 1. Kelas rekomendasi
Kelas
I

Keterangan
Bukti atau kesepakatan bahwa penatalaksanaan atau tindakan menguntungkan, berguna

II
IIa
IIb
III

dan efektif
Adanya opini yang berbeda mengenai kegunaan / efektifnya suatu tindakan
Bukti atau opini lebih mengarah pada kegunaan / keuntungan
Kegunaan / keuntungan kurang didukung oleh bukti
Adanya bukti atau kesepakatan bahwa tindakan tersebut tidak menguntungkan

Tabel 2. Level bukti


A
B
C

Data berasal dari berbagai percobaan klinis / analisis secara acak


Data berasal dari sebuah percobaan klinis / studi tidak acak dalam jumlah besar
Konsensus atau opini ahli atau studi kecil, retrospektif

Tabel 3. Tingkatan resiko pembedahan (kematian jantung dan infark miokard dalam
30 hari setelah pembedahan) oleh European Society of Cardiology.1
Resiko rendah ( < 1 % )
Payudara
Gigi
Endokrin
Mata

Resiko sedang ( 1 5 %)
Intraperitoneal / intratoraks
Vaskular
Kepala dan leher
Neurologi

Resiko tinggi ( > 5 % )


Aorta
Vaskular perifer mayor

Ginekologi
Rekontruksi
Ortopedi minor
Urologi minor

Ortopedi mayor (panggul dan


tulang belakang)
Transplantasi paru, ginjal, hati
Urologi mayor

Resiko Operasi
Melalui pertimbangan insiden terjadinya henti jantung dan infark miokard
dalam 30 hari pasca operasi, prosedur operasi dapat diklasifikasikan sebagai resiko
rendah, resiko menengah dan resiko tinggi (tabel 3). Pasien yang menjalani
pembedahan vaskular memiliki resiko tertinggi, namun resiko ini berbeda untuk
setiap pembuluh. Aneurisma aorta abdominal atau revaskularisasi arteri ekstremitas
baawh mayor diklasifikasikan sebagai resiko tinggi, prosedur endovaskular,
endarterektomi karotid dan angioplasti perifer diklasifikasikan sebagai resiko
menengah.

Kapasitas Fungsional
Penilaian status fungsional mungkin adalah prediktor terpenting dalam
penilaian preoperatif. Toleransi latihan yang rendah menandakan keluaran jantung
yang buruk.10-15 tujuan pemeriksaan status fungsional adalah untuk mengetahui
kemampuan pasien dalam meningkatkan hantaran oksigen. Ada beberapa cara untuk
menilai toleransi latihan.
Indeks Status Aktivitas Duke (DASI)
Berupa pertanyaan / kuisioner yang mengklasifikasikan kemampuan latihan
berdasarkan kemampuan yang berkisar dari kemampuan untuk mencuci dan
mengenakan baju tanpa sesak sampai aktivitas berat seperti berenang dan bermain
tenis. Skor DASI > 11.6 setara dengan konsumsi oksigen 14 mL O 2 / kg / menit.
Metode ini kurang bisa menentukan keadaan pasien dengan penyakit jantung.
American Heart Association (AHA) merekomendasikan penggunaan laju metabolik
ekivalen (MET) sebagai perkiraan kapasitas fungsional (tabel 4).
5

Satu MET didefenisikan sebagai 3.5 mL O 2 / kg / menit dengan 4 MET


sebagai batas kapasitas fungsional yang dapat diterima. Bergantung pada konsumsi
oksigen saat beristirahat, 4 MET dapat menandakan penggunaan oksigen yang
berbeda. Tanpa mengetahui konsumsi oksigen istirahat seseorang dan karakteristik
gas atau kontrol kecepatan tes memanjat atau berjalan, tidak mungkin untuk
mengetahui ambang anaerobik pasien. Metode DASI atau MET dapat berguna saat
pasien tidak dapat melakukan tes latihan (kasus emergensi, pasien tidak kooperatif,
tidak bisa berjalan atau sedang kesakitan).
Tabel 4. Perkiraan kebutuhan energi pada berbagai aktivitas
1 MET
Dapat mengurus diri sendiri
Dapat makan, memakai baju, ke wc sendiri
Berjalan-jalan dirumah
Berjalan dengan kecepatan 3.2 4.8 km/jam
4 MET
Menaiki tangga atau berjalan ke bukit
Berjalan dengan kecepatan 6.4 km/jam
Melakukan pekerjaan rumah tangga berat
Menari, bermain tenis (ganda)
>10 MET
Olahraga berat (berenang, tenis, ski)

Tes Latihan Kardiopulmoner


Standar penilaian kapasitas fungsional komprehensif adalah menentukan
ambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida seseorang melalui tes latihan
kardiopulmoner bertahap. Keuntungan tes ini adalah dapat menilai kemampuan
jantung dan paru sekaligus dan melihat perubahan EKG. Penilaian utama adalah
konsumsi oksigen maksimum (VO2 maks) dan batas dimulainya metabolisme
anaerobik karena kebutuhan oksigen tidak terpenuhi. Batas pasien dengan
peningkatan resiko adalah VO2 maks < 15 mL O2 / kg / menit dan batas anaerobik <
11 mL O2 / kg / menit.11,23
Jika dilakukan dan di interpretasikan dengan baik, tes latihan kardiopulmoner
dapat menghasilkan informasi melebihi standar tes kardiak yang dibutuhkan dalam
menilai dan manajemen penyakit kardiovaskular dan pulmoner.24,25

Faktor Resiko Kardiak


Faktor resiko kardiak dalam daftar tabel 5 adalah revisi dari indeks resiko
kardiak Lee kecuali pembedahan berisiko tinggi yang tidak dimasukkan karena
termasuk dalam resiko bedah. Faktor resiko ini dimaksudkan untuk menilai keluaran
jantung secara independen. Panduan ESC merekomendasikan penggunaan penilaian
resiko klinis untuk menilai resiko pasca operasi (I, B) dan penggunaan revisi indeks
Lee untuk menilai resiko pre operatif (I, A).
Ada masalah dalam penggunaan faktor resiko kardiak untuk individual,
resiko klinis tidak mendeskripsikan durasi pajanan faktor resiko dan tidak akurat
dalam menentukan derajat penyakit. Definisi dan diagnosis angina pektoris, infark
miokard, dan gagal jantung dapat bervariasi. Kedua, adanya masalah statistik dengan
indeks resiko, adanya hasil prediktif positif yang sangat rendah. Bahkan pada resiko
kelas IV indeks revisi ( 3 faktor resiko) hanya 11% pasien yang mengalami
kejadian kardiovaskular perioperatif. Rendahnya rasio antar kelas I, II, III, IV (0.16,
0.34, 2.72, 4.75) menandakan bahwa indeks revisi berguna untuk identifikasi pasien
dengan resiko rendah namun tidak untuk pasien resiko tinggi komplikasi.

Tabel 5. Faktor resiko kardiak revisi Lee


Riwayat angina pektoris
Riwayat infark miokard
Riwayat gagal jantung
Riwayat stroke / TIA
DM bergantung insulin
Disfungsi renal (kreatinin >2mg/dL), bersihan kreatinin <60 mL/menit

Tes non invasif


Tes non invasif dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
kemungkinan disfungsi ventrikel kiri, iskemia miokard dan disfungsi katup. EKG
istirahat, ECG dan teknik imaging miokard serta tes stres kardiak memiliki hasil
prediksi kejadian kardiak perioperatif yang rendah (0-33%). Tes stres kardiak non
invasif tidaklah diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang diuntungkan dari
angiografi dan revaskularisasi koroner perioperatif. Indikasi tes ini juga terbatas.
Tabel 6. Rekomendasi untuk pemeriksaan EKG dan ECG istirahat
Rekomendasi
Kelas
EKG istirahat preoperatif
Direkomendasikan untuk resiko bedah menengah / I
tinggi
Dipertimbangkan untuk resiko bedah rendah
IIa
Mungkin dilakukan pada pasien tanpa faktor resiko IIb
namun

menjalani

resiko

pembedahan

Level bukti
B
B
B

tingkat

menengah
Tidak direkomendasikan untuk pasien tanpa faktor III

resiko yang menjalani resiko pembedahan tingkat


rendah
Ekokardiografi istirahat preoperatif
Rekomendasi untuk pasien dengan kelainan katup I

berat
Dipertimbangkan untuk pasien dengan kelainan IIa

ventrikel kiri yang menjalani pembedahan resiko

tinggi
Tidak direkomendasi untuk pasien asimtomatik

III

Tabel 7. Rekomendasi tes stres kardiak


Rekomendasi
Kelas
Rekomendasi untuk pasien dengan faktor resiko 3 I

Level bukti
C

yang akan menjalani pembedahan resiko tinggi


Dipertimbangkan untuk pasien dengan faktor resiko IIb

2 yang akan menjalani pembedahan resiko tinggi


Dipertimbangkan untuk pasien yang akan menjalani IIb

pembedahan resiko menengah


Tidak direkomendasikan pada pembedahan resiko III

kecil
Tabel 8. Rekomendasi angiografi koroner peroperatif
Rekomendasi
Direkomendasikan bagi :

Kelas
I

Level bukti
A

IIb

III

Infark miokard akut ST elevasi


Angina tidak stabil
Angina yang tidak responsive terhadap terapi
Dipertimbangkan bagi penderita yang stabil :
Pembedahan resiko tinggi
Pembedahan resiko menengah
Tidak direkomendasi bagi penderita yang stabil :
Pembedahan resiko rendah

Biomarker
Penyakit miokard dan arteri koroner umumnya diikuti oleh peningkatan
konsentrasi CRP (C reactive protein), BNP dan NT-proBNP (N-terminal pro-braintype natriuretic peptide) plasma yang menandakan adanya komponen inflamasi yang
menyertai penyakit kardiovaskular dan peningkatan stres dinding miokard.30 Hasil
dari pembahasan, analisis dan studi observasional menyimpulkan bahwa peningkatan
konsentrasi serum dari CRP, BNP atau NT pro BNP merupakan prediktor independen
yang baik.

Penilaian biomarker ini pada preoperatif dapat memberi gambaran adanya


penyakit jantung dan mortalitas setelah pembedahan resiko tinggi. Pada pasien yang
menjalani pembedahan non kardiak elektif, baik NT pro BNP (301 ng/L) dan CRP
(3.4 mg/L) dapat memprediksi kemungkinan kejadian kardiak lebih baik daripada
indeks revisi Lee. Berdasarkan pedoman ESC, penilaian biomarker harus
dipertimbangkan pada pasien resiko tinggi (IIa, B). Pemeriksaan biomarker kardiak
secara rutin tidak direkomendasikan (III, C).

Revaskularisasi Koroner Preoperatif


Revaskularisasi koroner preoperatif masih menjadi kontroversi, terutama
karena berdasarkan hasil berlawanan antara penelitian randomized dan non
randomized. Pada studi revaskularisasi profilaksis, revaskularisasi arteri preoperatif
tidak memberikan keuntungan. Bahkan pada pasien beresiko tinggi ( 3 faktor
resiko), revaskularisasi tidak memberikan peningkatan keadaan jangka pendek
maupun jangka panjang.
Sebaliknya pada percobaan acak, prospektif pada pasien dengan faktor resiko
2 yang menjalani pembedahan vaskular perifer, angiografi koroner preoperatif
rutin memberikan keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dibandingkan
angiografi hanya pada pasien yang menunjukkan kelainan pada tes non invasif.
Perbandingan hasil percobaan ini (58% dan 40%; p=0.01) menunjukan pada pasien
tertentu, revaskularisasi preoperatif dapat menguntungkan.
Tabel 9. Rekomendasi untuk revaskularisasi koroner. STEMI (elevasi segmen ST
infark miokardial), NSTEMI (infark miokard tanpa elevasi ST), LAD (left anterior
descending), LV (ventrikel kiri).
Pasien sindrom koroner akut
Semua pasien dengan STEMI (I,A)
Pasien dengan NSTEMI resiko tinggi (peningkatan serum troponin, depresi
segmen ST, trombotik, lansia, diabetes melitus) (I,A)
Pasien dengan angina stabil atau iskemik dan
Stenosis arteri utama > 50% (I,A)

Stenosis LAD arteri > 50% (I,A)


Gangguan fungsi ventrikel kiri dengan penyakit vaskular 2-3 arteri (I,B)
Iskemik ventrikel kiri >10% (I,B)
>50% stenosis dan gangguan ventrikel kiri (I,C)
Iskemik luas atau resiko tinggi penyakit jantung yang akan menjalani pembedahan
resiko tinggi (IIb, B)

Algoritma Penilaian Resiko Penyakit Jantung pada Pembedahan


non Jantung
Pedoman ESC merekomendasikan pendekatan yang bijaksana dan sistematik
dalam penilaian resiko individu preoperatif.1 Fokus evaluasi bergantung pada urgensi
dan karakteristik pembedahan.
Langkah 1 : penilaian urgensi pembedahan
Pada kasus emergensi, evaluasi atau penatalaksanaan tambahan kardiak
preoperatif tidak diperlukan.
Langkah 2 : penilaian penyakit jantung
Pada kasus pembedahan elektif, kondisi jantung yang mengancam jiwa perlu
untuk diperhatikan. Manajemen lanjut (penundaan, modifikasi atau pembatalan
rencana tindakan) bergantung pada hasil tes dan respon terhadap terapi.
Langkah 3 : penilaian resiko pembedahan
Pada pembedahan resiko rendah, dapat dilakukan tanpa pemeriksaan jantung
tambahan.
Langkah 4 : penilaian kapasitas fungsional
Pada pembedahan resiko menengah dan tinggi, penilaian kapasitas fungsional
harus dilakukan. Bila pasien mampu beraktivitas rutin > 4 MET, prognosis biasanya
baik (tergantung riwayat penyakit) dan pembedahan dapat dilakukan tanpa
pemeriksaan tambahan. Pada pasien dengan penyakit arteri atau memiliki faktor
resiko penyakit jantung, terapi statin dan -bloker dosis rendah dapat diberikan.

Langkah 5 : penilaian ulang resiko pembedahan


Pada pasien dengan penurunan fungsi, resiko perioperatif meningkat.
Penilaian ulang diperlukan bagi pasien dengan kapasitas fungsional yang tidak
diketahui atau 4 MET. Pasien masih mungkin melalui pembedahan tingkat resiko
menengah tanpa pemeriksaan tambahan dengan pemberian medikasi dan
pemeriksaan ECG.
Langkah 6 : penilaian faktor resiko kardiak
Langkah pertama sampai keempat sesuai dengan pedoman ESC untuk
penilaian resiko individu, namun berdasarkan indeks revisi yang berasal dari indeks
resiko populasi dengan rasio rendah. Meskipun ada keterbatasan, masih dapat
digunakan untuk mengambil keputusan pada tes lanjutan.
Langkah 7 : pertimbangan tes non invasif
Tes stres jantung direkomendasikan pada pasien yang memiliki lebih dari 3
faktor resiko yang menjalani pembedahan resiko tinggi.

Langkah 8 : interpretasi hasil tes stres


Bila hasil tes stres jantung menunjukkan tidak ada atau iskemik miokard
ringan yang muncul dari stres, tes invasif tidak dibutuhkan namun perlu medikasi
dengan statin dan beta bloker dosis rendah. Pada pasien iskemia miokard ekstensif,
medikasi optimal tidak cukup aman. Revaskularisasi tidak meningkatkan hasil
keluaran perioperatif. Karena itu dibutuhkan pendekatan yang terindividualisasi.
Tindakan pembedahan harus lebih menguntungkan daripada resiko serangan jantung.
Gambar 1. Algoritma Penilaian Resiko Penyakit Jantung pada Pembedahan non
Jantung

Anda mungkin juga menyukai