Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KASUS

Persalinan Spontan pada Wanita 18 Tahun G1P0A0 dengan CML

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012

ABSTRAK
Insidensi leukemia pada kehamilan diperkirakan berkisar antara 1 dalam 75.000 hingga
100.000 kehamilan, Chronic Myeloid Leukemia (CML) menyumbang 10% kasus leukemia
dalam kehamilan. CML pada kehamilan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan
leukemia akut pada kehamilan. Seorang wanita 18 tahun G1P0A0, bekerja sebagai pembantu
rumah tangga dengan CML sejak November 2011 melahirkan pada tanggal 7 Desember 2012
dengan usia kehamilan 41 minggu 3 hari. Pasien mendapatkan terapi Hydroxyurea (HU)
selama hampir 1 tahun yang dihentikan pada Oktober 2012 setelah usia kehamilannya
mencapai 34 minggu, selain itu pasien diberi asam folat. Pemeriksaan fisik didapatkan
kesadaran baik, composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, laju respirasi
20x/menit, suhu aksila 37 C, konjungtiva palpebra anemis, tidak ada ikterus, jantung dan
paru dalam batas normal. Tinggi fundus uteri 29 cm. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal
7 Desember 2012 didapatkan leukosit 16,63 ribu/mmk, hemoglobin 11,95 gr%, MCV 86,49
fl, MCH 27,88 pg, hematokrit 37,1%, eritrosit 4,29 juta/mmk, dan trombosit 54,6 ribu/mmk.
Pasien melahirkan bayi perempuan sehat, tanpa kelainan kongenital dengan persalinan
spontan.
Kata kunci : CML, kehamilan, persalinan spontan
PENDAHULUAN
Chronic Myeloid Leukemia (CML) adalah keganasan hematologi dengan insidensi 1-2
kasus per 100.000 orang per tahun, rasio antara laki-laki dan perempuan 2:1. Median umur
kejadian CML adalah 45-55 tahun dan kejadiannya akan meningkat dengan semakin
bertambahnya usia. CML terdapat pada 15-20% dari seluruh kejadian leukemia pada dewasa.1
Insidensi leukemia pada kehamilan diperkirakan berkisar antara 1 dalam 75.000 hingga
100.000 kehamilan, CML menyumbang 10% kasus leukemia dalam kehamilan.2
CML pada kehamilan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan leukemia
akut pada kehamilan. Meskipun begitu, pada CML masih terdapat risiko leukostasis yang
dapat mengakibatkan insufisiensi uteroplasenta sehingga akan meningkatkan berbagai
kejadian seperti pertumbuhan janin yang terhambat, kelahiran prematur dan meningkatkan
kematian perinatal. Selain itu, modalitas terapi pada CML harus diwaspadai karena dapat
mempengaruhi kondisi janin.3 Kehamilan itu sendiri telah dibuktikan tidak mempengaruhi
prognosis CML.4,5 Berikut ini dilaporkan sebuah kasus seorang wanita hamil dengan CML
yang melahirkan bayi sehat melalui persalinan spontan. Kasus ini diangkat karena
kejadiannya yang jarang serta terapi yang belum spesifik terhadap kasus CML dengan
kehamilan dan didapatkan kesuksesan dalam persalinan spontan.

KASUS
Seorang wanita 18 tahun G1P0A0, bekerja sebagai pembantu rumah tangga menjalani
pemeriksaan antenatal di klinik obstetri dan ginekologi RSUP Dr. Kariadi dengan usia
kehamilan 29 minggu 4 hari. Pasien merupakan rujukan dari bagian ilmu penyakit dalam
dengan diagnosis CML sejak November 2011. Berdasarkan data ditemukan pada awalnya
pasien mengeluhkan perut bagian atas yang semakin membesar disertai nyeri dan penurunan
berat badan yang drastis selama beberapa bulan. Pasien mendapatkan terapi Hydroxyurea
(HU) dengan dosis 2x500 mg selama hampir 1 tahun yang kemudian dihentikan pada
Oktober 2012 setelah usia kehamilannya mencapai 34 minggu, selain itu pasien diberi asam
folat 3x400 mg. Pasien telah menjalani pemeriksaan antenatal di bidan sebanyak 7x, TT 2x
dan pemeriksaan antenatal di RSDK sebanyak 7x.
Pada tanggal 7 Desember 2012 dengan usia kehamilan 41 minggu 3 hari, pasien
mondok di RSDK dengan rencana melahirkan. Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran baik,
composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, laju respirasi 20x/menit, suhu
aksila 37 C, konjungtiva palpebra anemis, tidak ada ikterus. THT tidak ada kelainan, leher
tidak ada pembesaran kelenjar dan tidak ada peningkatan tekanan vena jugularis. Suara
jantung 1 dan 2 reguler, tidak terdengar murmur. Suara nafas vesikuler kanan dan kiri, tidak
didapatkan ronki maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen tampak membuncit
membujur. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat dan tidak ada edema. Pada
pemeriksaan status obstetrikus didapatkan tinggi fundus uteri 29 cm, L I-IV teraba janin I
intrauterin dengan presentasi kepala, punggung sebelah kiri, dan belum memasuki pintu atas
panggul, tidak ada pengeluaran per vaginam, his (+) jarang, denyut jantung janin 12-12-12.
Pada pemeriksaan dalam belum ada, teraba kulit ketuban, portio kuncup posterior eff 10%,
bagian bawah masih tinggi, ubun-ubun kecil sulit dinilai. Pada pemeriksaan panggul dalam
didapatkan kesan panggul ginekoid tak sempit.
Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 7 Desember 2012 didapatkan leukosit 16,63
ribu/mmk, hemoglobin 11,95 gr%, MCV 86,49 fl, MCH 27,88 pg, hematokrit 37,1%, eritrosit
4,29 juta/mmk, dan trombosit 54,6 ribu/mmk. Pemeriksaan fungsi liver dan ginjal; SGOT 28
IU/l, SGPT 28 IU/l, BUN 11 mg/dl, dan kreatinin 0,33 mg/dl. Pada pemeriksaan laboratorium
dengan sampel urine didapatkan urobilinogen 0,2 mg/dL. Pada pemeriksaan USG tanggal 7
Desember 2012 tampak janin I intrauterine, presentasi kepala, punggung kiri, FM (+), FHM
(+), FHR: 131x/menit. Plasenta implantasi di fundus meluas ke korpus posterior tak sampai
SBR gr. II-III, kalsifikasi (+). Lig. Amnii partikel (+), ICA = 5,29 cm. Tak tampak kelainan

kongenital mayor. Skor Manning 8 (tanpa KTG). Dilakukan pengakhiran kehamilan dengan
priming misoprostol 1/8 tab per vaginam.
Kulit ketuban pecah pada tanggal 7 Desember 2012 pukul 22.35, bayi lahir pada
pukul 22.40 dengan persalinan spontan dan total lama persalinan 3 jam. Bayi berjenis
kelamin perempuan lahir hidup, nilai APGAR normal, berat badan lahir 2450 gram, panjang
badan lahir 47 cm, lingkar dada 31 cm, lingkar kepala 32 cm, dan tidak didapatkan kelainan
kongenital.
PEMBAHASAN
Chronic Myeloid Leukemia (CML) adalah penyakit gangguan myeloproliferasi yang
ditandai oleh peningkatan proliferasi dari sel-sel myeloid pada semua tahap maturasi. Gen
spesifik yang terdapat pada CML dikenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph). Kromosom
Ph timbul dari translokasi resiprokal antara kromosom 9 dan 22 (t[9;22][q34;q11]).
Konjugasi dari gen breakpoint cluster region (Bcr) pada kromosom 22 dan gen Abelson
kinase (Abl) pada kromosom 9 menciptakan onkogen Bcr-Abl, yang mengkode deregulasi
tirosin

kinase.

Bcr-Abl

Ras/Raf/mitogen-activated

mengaktivasi
protein

jalur

kinase

transduksi

sinyal

multipel,

(MAPK), phosphatidylinositol

termasuk
3

kinase,

STAT5/ Janus kinase, dan Myc. Aktivitas Bcr-Abl akan membuat proliferasi sel yang
tak terkontrol dan mereduksi apoptosis sehingga akan menimbulkan ekspansi malignan
dari pluripotent stem cells di sumsum tulang.6
Pada CML didapatkan leukositosis, pergeseran ke kiri pada differential count, dan
splenomegali. Kemudian sering ditemukan peningkatan jumlah platelet, namun jarang
ditemukan eritrositosis. Perjalanan klinis CML dibagi dalam 3 fase penyakit, yaitu fase
kronik/ chronic phase (CP), fase akselerasi/ accelerated phase (AP), dan fase blastik/
blastic phase (BP). Diagnosis CML biasanya terjadi pada CP, yang gambaran kliniknya dapat
asimtomatik pada 40% pasien. Hampir dua per tiga pasien pada CP akan berlanjut ke BP
terminal dari CML melalui AP. Sekitar 20-25% pasien CP berlanjut langsung menjadi BP.
Selama inisiasi dari fase kronik terjadi ekspansi besar-besaran dari kompartemen sel myeloid,
namun sel-selnya masih mempertahankan kapasitasnya untuk berdiferensiasi dan berfungsi
normal. Gejala-gejala yang ada pada fase kronik pada umumnya ringan dan pada sebagian
besar pasien asimtomatik, baru terdiagnosis ketika dilakukan pengambilan sampling darah
rutin. Setelah 4-5 tahun penyakit akan berkembang menjadi fase akselerasi, yang ditandai
adanya sel-sel imatur di dalam darah, sering munculnya gejala-gejala konstitusional, dan
berkurangnya respon terhadap terapi jika telah diberi terapi sejak fase kronik. Perkembangan

penyakit dari fase kronik ke fase akselerasi merupakan proses yang kontinyu, bukan suatu
tahapan tunggal. 6
Fase akselerasi biasanya ditandai adanya peningkatan derajat anemia, evolusi klonal
sitogenetik, atau terdapat 10-20% blast dalam darah dan/atau sumsum tulang, basofil 20%
dalam darah dan/atau sumsum tulang, atau platelet <100.000/L. Pada fase akselerasi dapat
ditemukan gejala berupa panas tanpa penyebab yang jelas, splenomegali progresif, fibrosis
kolagen pada sumsum tulang, dan terdapat kromosom baru yang abnormal seperti kromosom
Philadelphia. 6
CML yang kemudian berkembang ke fase blastik memiliki gambaran yang mirip
dengan leukemia akut. Fase blastik merupakan fase yang agresif ditandai dengan adanya
paling sedikit 30% blast pada darah dan/atau sumsum tulang, atau adanya infiltrasi
ekstramedular dari sel-sel blastik leukemik. Fase ini biasanya resisten terhadap pengobatan. 6
Tujuan dari terapi CML adalah untuk mencapai remisi lengkap, baik remisi
hematologi (digunakan obat-obat yang bersifat mielosupresif), remisi sitogenetik, maupun
remisi biomolekular. Begitu tercapai remisi hematologis, dilanjutkan terapi interferon dan
atau cangkok sumsum tulang.
Hidroksiurea adalah suatu analog urea yang bekerja menghambat enzim
ribonukleotida reduktanse sehingga menyebabkan hambatan sintesis ribonukleotida trifosfat
dengan akibat terhentinya sintesis DNA pada fase S. Obat ini diberikan per oral dan
menunjukan bioavailabilitas yang mendekati 100%. Dosisnya adalah 30mg/kgBB/hari
diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit > 300.000/mmk,
dosis boleh ditinggikan sampai maksimal 2,5gram/hari. Penggunaan dihentikan bila leukosit
<8000/mmk atau trombosit <100.000/mmk. Efek samping berupa mielosupresi, mual,
muntah, diare, mukositis, sakit kepala, letargi, dan kadang-kadang terjadi rash makulo
popular dan pruritus.7
Busulfan merupakan obat paliatif pilihan pada CML. Pada dosis rendah, depresi
selektif telihat granulopoiesis dan trombopoiesis, pada dosis yang lebih tinggi terlihat depresi
eritropoiesis. Obat ini sering menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga pemeriksaan
darah harus sering dilakukan. Untuk pengobatan jangka panjang pada CML dosisnya
sebanyak 2-6mg/hari secara oral dan dapat dinaikan sampai 12 mg/hari. Obat ini diberikan
sampai hitung leukosit mencapai <10.000/mmk, kemudian pemberian obat dihentikan dan
dimulai kembali setelah hitung leukosit mencapai >50.000/mmk. Efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah asthenia, hopotensi, mual, muntah, dan
penurunan berat badan, selain itu juga dapat menyebabkan katarak, fibrosis, amenore, atrofi

testis dll. Busulfan juga dapat menyebabkan fibrosis paru yang jarang terjadi tetapi bersifat
fatal. 7
Imatinib merupakan penghambat tirosin kinase pada onkoprotein BCR-ABL dan
mencegah fosforilasi substrat kinase oleh ATP. Imatinib diberikan per oral dan diabsorpsi
dengan baik oleh lambung. Obat ini terikat kuat pada protein plasma, dimetabolisme oleh
hati, dan dieliminasi melalui empedu dan feses. Dalam beberapa kasus CML, dapat terjadi
resistensi penyakit terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi
maka dapat diberikan dasatinib 140mg atau meningkatkan dosis imatinib menjadi 800mg.
Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat ditingkatkan sampai
600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3 bulan pemberian, atau pernah
membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb menjadi rendah dan atau leukosit meningkat
dengan tanpa perubahan jumlah trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi neutropeni
(<500/mmk) atau trombositopeni (<50.000/mmk) atau peningkatan sGOT/sGPT dan
bilirubin. Untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari. 7
Interferon alfa-2a atau Interferon alfa-2b merupakan terapi yang memerlukan
premedikasi dengan analgetik dan antipiretik untuk mencegah/mengurangi efek samping
interferon berupa flu like syndrome. Dosis 5 juta IU/mk/hari subkutan sampai tercapai remisi
sitogenetik, biasanya setelah 12 bulan terapi. Sedangkan berdasar hasil penelitian di
Indonesia, dosis yang dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/mk/hari. 7
Pilihan terapi lain adalah cangkok sumsum tulang. Data menunjukan bahwa cangkok
sumsum tulang dapat memperpanjang masa remisi sampai >9 tahun, terutama pada cangkok
sumsum tulang alogenik. Cangkok sumsum tulang tidak dilakukan pada kromosom Ph
negatif atau BCR-ABL negatif. 7
Tatalaksana kehamilan dengan CML merupakan dilema, dikarenakan meskipun
banyak laporan mengenai keberhasilan persalinan pada pasien CML namun potensi efek
teratogenik terapi menjadi perhatian khusus. CML selama kehamilan harus dikelola bersama
meliputi dokter spesialis kandungan, dokter spesialis penyakit dalam sub hematologi, dan
dokter spesialis anak. Pertimbangan harus diberikan kepada kesehatan ibu serta konsekuensi
jangka panjang untuk janin terkena zat sitotoksik.
Beberapa tipe terapi yang sudah digunakan pada pasien CML selama kehamilan
meliputi obat-obat sitotoksik, interferon alpha, dan leukafaresis. Busulfan dan Hydroxyurea
(HU) menghambat sintesis DNA dan dapat menyebabkan aborsi, malformasi, dan retardasi
pertumbuhan janin. Terapi CML dengan busulfan selama kehamilan pada tiga kasus
didapatkan malformasi kongenital pada bayi yang dilahirkan.8 Efek teratogenik juga

ditemukan pada anak tikus yang diberikan lima kali dosis normal HU untuk manusia.
Beberapa kasus preeklampsi, pertumbuhan janin terhambat, dan bayi lahir mati ditemukan
pada terapi HU selama kehamilan. 9,10 Namun berdasarkan literatur lain, HU merupakan agen
sitotoksik yang memiliki potensi mutagenik terendah dibandingkan obat sitotoksik lainnya. 11
Pada beberapa tempat dimana leukafaresis dan interferon tidak tersedia, dan terminasi
kehamilan tidak dapat diterima, mayoritas pasien CML ditangani dengan pemberian HU dan
tidak ditemukan konsekuensi teratogenik dan hematologik terhadap janin. Persalinan sukses
dilaporkan pada pasien CML dengan terapi HU selama kehamilan di Malaysia, dimana terapi
HU dimulai saat 27 minggu masa gestasi dan tidak ditemukan efek samping baik pada Ibu
maupun bayi.12 Interferon telah digunakan sebagai terapi CML dengan kesuksesan yang
beragam. Bukti laboratorium menunjukan bahwa interferon dapat melewati sawar plasenta
dan meningkatkan insiden abortus pada monyet rhesus. Efek samping pada kehamilan dan
pertumbuhan janin manusia belum dilaporkan, namun didapatkan laporan bayi yang lahir
normal dari Ibu dengan terapi interferon selama kehamilan. 13 Leukafaresis telah sukses
sebagai terapi leukemia akut dan kronik untuk menurunkan sel darah putih yang tinggi pada
pasien dengan ancaman hambatan vaskularisasi. Terapi leukofaresis yang telah dilakukan
pada pasien hamil dengan CML dapat ditoleransi dengan baik oleh ibu dan janin, dan tidak
ditemukan efek samping yang berarti. Leukafaresis dapat dipertimbangkan sebagai terapi
CML pada trimester pertama kehamilan dan dapat dilanjutkan selama kehamilan
berlangsung. Oleh karena efek samping dan efek teratogenik yang rendah, terapi ini
merupakan terapi yang optimal pada pasien hamil dengan CML yang dapat menolerir dan
merespon prosedur ini.14
Suplemen asam folat dibutuhkan oleh ibu hamil yang dapat mencegah bayi dari
penyakit leukemia. Sebuah studi baru menunjukkan bahwa wanita yang makan lebih banyak
sayuran termasuk wortel, kacang panjang, buah-buahan dan makanan yang mengandung
protein sebelum kehamilan memiliki risiko yang lebih rendah terkena leukemia pada anak
yang dilahirkan.15
Berdasarkan berbagai laporan kasus, pasien dengan CML dapat melahirkan secara
pervaginam dengan syarat selama kehamilan berlangsung pasien telah diberi terapi baik
dengan interferon alpha, leukafaresis, maupun hydroxyurea sehingga angka sel darah putih
terkontrol dengan baik hingga proses persalinan.16 Persalinan perabdominal dipilih apabila
terdapat indikasi obstetrik lainnya.

REFERENSI
1. Wetzler, M., Byrd, J.C., Bloomfield, C.D. 2008. Acute and Chronic Myeloid
Leukemia. In A.S. Fauci, D.S. Kasper, D.N. Longo, E. Braunwald, S.L. Hauser, J.L.
Jameson, J.Loscolao (Eds.). Harrisons Principals of Internal Medicine, Volume I,
17th Edition. New York Chicago San Francisco Lisbon London Madrid Mexico City
New Delhi San Juan Seoul Singapore Sydney Toronto, The McGraw-Hill Companies,
Inc. 677-686.
2. Lichtman M, Liesveld J. Acute myelogenous leukemia. 1047-1084. In: Beutler E,
Lichtman M, Coller B et al. (Eds). William Hematology (ed.6). New York, N Y,
McGraw-Hill 2001.
3. Ali R, zkalemkas F, zkocaman V, zelik T, Ozan U, Kimya Y, et al. Successful
pregnancyand delivery in a patient with chronic myelogenous leukemia (CML), and
management of CML with leukapheresis during pregnancy: a case report and review
of the literature. Jpn J Clin Oncol. 2004; 34 (4): 215-217.
4. Zuazu J, Julia A, Sierra J et al. Pregnancy outcome in hematologic malignancies.
Cancer 1991; 67: 703-709.
5. Dhubashini, Raghuran G. Pregnancy complicated by malignancy. 255-259. In:
Krishna U, Daftary S (Eds). Pregnancy at risk: Current concepts. New Delhi, FOGSI
Publication. Jaypee Brothers 1997. 5. Brell J, Kalajcio M. Leukemia in Pregnancy.
Semin Oncol 2000; 27: 667-677.
6. Jabbour, E., Cortes, J.E., Giles, F.J., OBrien, S., Kantarijan H.M. 2007. Current and
Emerging Treatment Option in Chronic Myeloid Leukemia. American Cancer
Society,109(11):2171-2181.
7. Nafrialdi, Gan. Farmakologi dan Terapi (5th ed), Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007.
8. Doll DC, Ringenberg QS, Yarbro JW. Antineoplastic agents and pregnancy. Semin
Oncol 1989; 16: 337346.
9. Chaube S, Murphy ML. The effects of hydroxyurea and related compounds on the rat
foetus. Cancer Res 1996; 20: 14481457.
10. Jackson N, Shukri A, Kamaruzaman A. Hydroxyurea treatment for chronic myeloid
leukaemia during pregnancy. Br J Haematol 1993; 85: 203204.
11. Celiloglu M, Altunyurt S, Undar B. Hydroxyurea treatment for chronic myeloid
leukemia during pregnancy. Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 803804.

12. SAW Fadilah, H Ahmad-Zailani, C Soon-Keng, M Norlaila. Successful treatment of


chronic myeloid leukemia during pregnancy with hydroxyurea. Leukemia 2002; 16:
12021203.
13. Kuroiwa M, Gondo H, Ashida K, Kamimura T, Miyamoto T, Niho Y, Tsukimori K,
Nakano H, Ohga S. Interferon-alpha therapy for chronic myelogenous leukemia
during pregnancy. Am J Hematol. 1998; 59: 101-102.
14. M. S. Bazarbashi, M. R. Smith, C. Karanes, I. Zielinski, and C. R. Bishop. Successful
management of Ph chromosome chronic myelogenous leukemia with leukapheresis
during pregnancy. Am J Hematol. 1991; 38(3): 235237.
15. Sivers EL, Larson R, Stadtmauer E, Estey E, Lowenberg B, Dombret B, et al.
Efficacy and safety of gemtizumab ozogamicin in patiens with CD 33 positive acute
myeloid leukemia in first relaps. Journal of Clinical Oncology 2001;19:3244-3254.
16. Shapira T, Pereg D, Lishner M. How I treat acute and chronic leukemia in pregnancy.
Blood Reviews. 2008; 22: 247259.

Anda mungkin juga menyukai