Referat Karsinoma Rekti Acc
Referat Karsinoma Rekti Acc
KARSINOMA REKTUM
Oleh :
Fadhlur Rahman
H1A 004 017
PENDAHULUAN
Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran
cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal
adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis
kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal
adalah kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak
dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk
sembuh bisa mencapai 50 persen.3
Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus
meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan Inggris
memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat dari
kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti
kolit usus kronis, tergolong berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal.
Demikian juga dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko
terkena penyakit ini bisa menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun. 3
Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor ganas
lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur. Sampai saat
ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti. 1,2,3,10
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI DAN ANATOMI
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di anterior
sakrum and coccyx panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid junction terletak pada
bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus
oleh
peritoneum.
Di
setengah
bagian
bawah
rektum
keseluruhannya
adalah
ektraperitoneral. Vaskularisasi rektum berasal dari cabang arteri mesenterika inferior dan
cabang dari arteri iliaka interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus
hemorriodalis internus dan berjalan ke kranial ke vena mesenterika inferior dan seterusnya
melalui vena lienalis ke vena porta. Ca Recti dapat menyebar sebagai embulus vena
kedalam hati. Pembuluh limfe dari rektum diatas garis anorektum berjalan seiring vena
hemorriodalos superior dan melanjut ke kelenjar limfa mesenterika inferior dan aorta.
Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi
saluran limfa ini. Dinding rektum terdiri dari 5 lapisan, yaitu mukosa yang tersusun oleh
epitel kolumner, mukosa muskularis, submukosa, muscularis propria dan serosa. 1,2,5,11
II. ANGKA KEJADIAN
Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling sering terjadi
dan nomor dua sebagai penyebab kematian di negara berkembang. Tahun 2005,
diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di
kolon dan 40,340 kasus di rektal. Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan
kematian, 47.700 kasus Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11
% dari kejadian kematian dari semua jenis kanker. 1, 4
Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian pada
hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003). Menurut data di
RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati urutan keenam dari
10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal tercatat sebagai penyakit
yang paling mematikan di dunia selain jenis kanker lainnya. Namun, perkembangan
teknologi dan juga adanya pendeteksian dini memungkinkan untuk disembuhkan sebesar
50 persen, bahkan bisa dicegah.1,3,4
Dari selutruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun. Hanya 5%
pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki laki memiliki insidensi
terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5.
1,2
Gambar 2. 1 Ca rekti
III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
1. Polip
Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi
kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap,
dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan
dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi
tumor supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi
adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.13
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease
2.1 Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon sekitar 1%
dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker
pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan
keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun,
8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk
seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan
mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada
pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan
berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif
kanker. Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan
segera sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa dengan displasia yang
4
berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting dari analisa mendemonstrasikan
bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan adanya invasif kanker. Diagnosis dari
displasia mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi
perbedaan pendapat antara para ahli patologi anatomi.13
2.2 Penyakit Crohns
Pasien yang menderita penyakit crohns mempunyai risiko tinggi untuk menderita
kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis.
Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohns sekitar 20%. Pasien
dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat
yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan
sebuah biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty.
Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada
fistula kronik pasien dengan crohns disease.14
3. Faktor Genetik
3.1 Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker
kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai
kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal dua kali
lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker
kolorektal pada keluarganya.13
3.2 Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal menuju
mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma
yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam menegakkan
diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat
jarang terlihat pada adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p
ditunjukkan pada dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari
1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar.2 Dua sindrom yang utama dan beberapa
varian yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali
karakternya. Dua sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal
memiliki mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan
hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).13
kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan
antara diet dan resiko kanker kolorektal.13,16
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali
untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar. Sedangkan
merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah kali untuk menderita
adenoma yang berukuran besar.
Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di Amerika
dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan
dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan
asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada percobaan terhadap hewan, pembatasan
asupan energi telah menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan
aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang
berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan
hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat
diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma.
6. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut ( 65 thn) pria dan wanita adalah
61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000
orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per
tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar
setengah dari kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat
(451 per 100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per
100.000). Sekitar 48% kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah
kanker payudara (248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118
per 100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000).
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal
pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan
usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker
kolorektal muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen
kanker terdapat pada usia 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi yang berumur
kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.13
Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker kolorektal sebesar
5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan risiko kanker kolorektal adalah
pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan usia dibawah empat puluh tahun hanya
memiliki kemungkinan menderita kanker kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 20002003, rata-rata usia saat terdiagnosa menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun.
Insidensi berdasarkan usia dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 3544 tahun sebesar 3,5%, 45-54 tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74
tahun sebesar 25,9%, 75-84 tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.17
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Histologi
Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi, penanganan dan
prognosis dari kanker. Secara mikroskopis kanker kolorektal mempunyai derajat
differensiasi yang berbeda-beda, tidak hanya dari tumor yang satu dengan tumor yang lain
tetapi juga dari area ke area pada tumor yang sama, mereka cenderung mempunyai
morfologi yang heterogen. Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah
tipe adenocarcinoma (90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell
carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%).
Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun 19982001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal. Didapatkan
gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2%
karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08%
berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid
tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, didapatkan suatu pola
hubungan antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan stadium dari kanker
kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat differensiasi sedang dan
belum bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell carcinoma banyak ditemukan
dengan derajat differensiasi buruk dan telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain
pula pada carcinoid tumor dan sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk dan
belum bermetastase pada saat terdiagnosa, sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki
derajat differensiasi dan sering sudah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.
Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar
maupun yang berwarna hitam.
Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat BAB
Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut
atau nyeri
Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada daerah
gluteus.
3. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat
direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase
sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan
tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum
menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama
10
kali di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena
porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar.11
V. DIAGNOSIS DAN STAGING
1. Diagnosis
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal,
diantaranya ialah : 1,2,5,7,8,9,12
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen) dan
Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan skrining
awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektal,
pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak sekitar 10 cm dari rektum,
tumor akan teraba keras dan menggaung.
1.
Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu
penonjolan tepi, dapat berupa :
a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi
c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna
11
a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian terendah
terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung
os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga dilakukan palpasi
melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa vagina di atas tumor tersebut
licin dan dapat digerakkan atau apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk
menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan
dengan pemeriksaan colok dubur.
b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada
lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi lebih
dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau perlekatan
ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior
vagina atau dinding anterior uterus.
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.
3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus
gastrointestinal bawah.
4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat
diambil untuk biopsi.
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope dimasukkan
melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil
untuk biopsi.
6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors.1,2
12
2. Staging
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging
system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV). 1,2,5
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar kebagian terluar dinding
rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar
kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru, atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer
13
Deskripsi
T1
T2
T3a
berdekatan.
T3b
T4
Modified Dukes
Stadium
Stadium
Deskripsi
T1 N0 M0
T2 N0 M0
B1
T3 N0 M0
B2
Penyebaran transmural
T2 N1 M0
C1
T3 N1 M0
C2
T4
C2
Any T, M1
Metastasis jauh
VI. PENTATALAKSANAAN
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah terapi
standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi standar untuk
kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
14
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat dihilangkan
tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk
polip, operasinya dinamakan polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan anastomosis.
antara pinggir bawah tumor dan garis dentate merupakan faktor yang sangat penting untuk
menentukan jenis operasi.
Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa kegagalan operasi
Low anterior resection akan terjadi pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum
normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3
cm dari garis dentate aman untuk dilakukan operasi Restorative resection. Colonal
anastomosis diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus
kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah, dimana
teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk mengobati
kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar
getah bening. Operasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal,
transpinchteric atau transsacral. Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan
untuk dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi
metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk mengamati
keterlibatan kelenjar pararektal.
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan
sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui
reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.
Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid
dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal
sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan
dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen.
Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan
menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.
Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi
penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi
ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum clan
adanya kelenjar ganas pararektal.
Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum
1.
Indikasi
Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate
T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
16
2.
2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III lanjut,
radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain
radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus tumor
lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis
jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi
yang digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan
lokal di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis
jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada
otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang memiliki
tumor lokal yang unresectable. 1,2,9
3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit
residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien
dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II
lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU)
dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin.
Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira kira 15% dan menurunkan angka
kematian kira kira sebesar 10%. 1,2,9
VII. PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
17
18
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.S
Umur
: 24 tahun
Alamat
: Kuripan Lobar
Nomor RM : 088336
MRS
: 25/5/09
Pemeriksaan : 15 Juni 2009
II.
KELUHAN UTAMA
Benjolan pada anus dan nyeri pada anus
III.
ANAMNESA
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh terdapat benjolan pada anus, nyeri dan setiap BAB selalu
bercampur darah. Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan yll. Pada awalnya tidak
terdapat benjolan pada anus pasien. Sejak 3 bulan yang lalu, pasien merasakan
adanya benjolan di anus yang mirip dengan daging tumbuh. Awalnya benjolan
sebesar biji kacang tanah, dan terus membesar hingga sekarang yang kira-kira
sebesar telur ayam. Benjolan ini tidak bisa dimasukkan walau pasien sudah
berusaha untuk memasukkan ke anus menggunakan jari. Benjolan ini tetap keluar
saat BAB atau tidak, benjolan ini juga sering berdarah terutama ketika BAB. Setiap
kali ke toilet untuk BAB, pasien mengaku harus mengedan dan membutuhkan
waktu yang lama untuk mengeluarkan feses. Feses yang keluar sedikit-sedikit dan
bentuknya lebih kecil, feses keluar selalu bercampur darah dan lendir. Darah yang
keluar berwarna merah segar dan terkadang merah kehitaman, darah tetap menetes
setelah feses keluar dan beberapa saat setelah selesai BAB, darah berhenti keluar.
Pasien merasa selalu tidak tuntas saat BAB. Nyeri dirasakan hilang timbul pada
daerah anus yang menjalar ke atas, nyeri terutama dirasakan ketika BAB dan flatus.
Selain itu juga, pasien mengeluh terdapat feses yang keluar dari lubang
penis. Keluhan ini dirasakan sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Feses yang keluar
bentuknya encer dan berwarna kuning tidak bercampur darah. Feses keluar
bersama-sama dengan keluarnya urin. Pasien juga mengaku terkadang keluar udara
dari lubang penis yang mirip dengan flatus. Keluhan ini dirasakan hingga sekarang.
Awalnya sekitar satu tahun yang lalu, pasien mengaku sering merasa ingin
BAB namun susah dikeluarkan. Pasien merasa selalu tidak tuntas saat BAB. Pasien
selalu mengedan dan membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkan feses,
kadang-kadang disertai dengan sedikit darah
19
pasien jarang memakan makanan berserat. Selain itu, pasien juga mengaku berat
badannya berkurang hingga sekarang (badannya lebih kurus).
Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat Alergi: IV.
Suhu : 36,7C
Resp : 22x/mnt
20
d. Uro-genital
Dalam batas normal
e. Anal-perianal
Inspeksi
perdarahan ()
Palpasi
(), perdarahan ()
Rectal touch
f. Extremitas atas-axilla
Dalam batas normal
g. Extremitas bawah
Dalam batas normal
h. Pemeriksaan fisik lokal (status lokalis)
Inspeksi
perdarahan ()
Palpasi
(), perdarahan ()
Rectal touch
V.
RESUME
1. Anamnesis
Pasien berusia 24 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan pada anus
dan nyeri pada anus. Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pada awalnya,
benjolan sebesar kacang tanah, terus membesar hingga sebesar telur ayam. Setiap
kali ke toilet untuk BAB, pasien mengaku harus mengedan dan membutuhkan
waktu yang lama untuk mengeluarkan feses. Feses yang keluar sedikit-sedikit dan
bentuknya lebih kecil, feses keluar selalu bercampur darah dan lendir. Darah yang
keluar berwarna merah segar dan terkadang merah kehitaman, darah tetap menetes
setelah feses keluar dan beberapa saat setelah selesai BAB, darah berhenti keluar.
Pasien merasa selalu tidak tuntas saat BAB. Nyeri dirasakan hilang timbul pada
daerah anus yang menjalar ke atas, nyeri terutama dirasakan ketika BAB dan flatus.
Selain itu juga, pasien mengeluh terdapat feses yang keluar dari lubang
penis. Keluhan ini dirasakan sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Feses yang keluar
bentuknya encer dan berwarna kuning tidak bercampur darah. Feses keluar
21
bersama-sama dengan keluarnya urin. Pasien juga mengaku terkadang keluar udara
dari lubang penis yang mirip dengan flatus. Keluhan ini dirasakan hingga sekarang.
2. Pemeriksaan fisik (status lokalis)
Anal-perianal
Inspeksi
perdarahan ()
Palpasi
(), perdarahan ()
Rectal touch
VI.
DIAGNOSIS
Tumor rektum ec. susp. karsinoma rektum + Fistula rektovesika
VII.
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Hemorrhoid.
Prolaps recti.
VIII.
USULAN PEMERIKSAAN
Diagnosis
: Barium Enema, Sigmoidoscopy, Colonoscopy, Biopsi
Terapi
: DL, BT, CT, BUN, SC, LFT
IX.
RENCANA TERAPI
1. Operasi : Teknik Operasi Miles
2. Radioterapi dan Kemoterapi
X.
PROGNOSIS
Dubius ad malam
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien 24 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan di anus dan
nyeri pada anus. Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosa menderita
tumor rectum yang diduga merupakan karsinoma rectum. Selain itu, pada pasien ini
terdapat fistula rektovesika
Pada anamnesis, pasien mengeluh terdapat benjolan pada anus dan nyeri pada anus.
Keluhan ini dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pada awalnya, benjolan sebesar kacang
tanah, terus membesar hingga sebesar telur ayam. Setiap kali ke toilet untuk BAB, pasien
22
mengaku harus mengedan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeluarkan feses.
Feses yang keluar sedikit-sedikit dan bentuknya lebih kecil, feses keluar selalu bercampur
darah dan lendir. Darah yang keluar berwarna
kehitaman, darah tetap menetes setelah feses keluar dan beberapa saat setelah selesai BAB,
darah berhenti keluar. Pasien merasa selalu tidak tuntas saat BAB. Nyeri dirasakan hilang
timbul pada daerah anus yang menjalar ke atas, nyeri terutama dirasakan ketika BAB dan
flatus.
Selain itu juga, pasien mengeluh terdapat feses yang keluar dari lubang penis. Keluhan
ini dirasakan sejak sekitar 2 bulan yang lalu. Feses yang keluar bentuknya encer dan
berwarna kuning tidak bercampur darah. Feses keluar bersama-sama dengan keluarnya
urin. Pasien juga mengaku terkadang keluar udara dari lubang penis yang mirip dengan
flatus. Keluhan ini dirasakan hingga sekarang.
Pada pemeriksaan fisik di daerah anal-perianal, pada inspeksi didapatkan Benjolan (+)
3x2x2 cm, permukaan tidak rata (berbenjol-benjol), perdarahan (). Dari pemeriksaan
palpasi didapatlkan benjolan dengan permukaan tidak rata (berbenjol-benjol), immobile,
rapuh, nyeri tekan ().
Pemeriksaan colok dubur pada pasien ini tidak dilakukan oleh karena pasien menolak.
Pemeriksaan colok dubur sangat penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan ini,
dapat diketahui beberapa hal penting yaitu keadaan tumor, mobilitas tumor dan ekstensi
penjalaran. Pada pasien dengan karsinoma rektum, ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan
colok dubur, yaitu indurasi dan adanya suatu penonjolan tepi.
Selain itu, pada pasien ini terdapat fistula rektovesika. Fistula ini dapat terbentuk yang
dapat disebabkan oleh BAB yang terhambat sehingga dapat terjadi mikroperforasi,
kemudian muncul fistula yang berawal dari rektum menuju kandung kemih.
Usulan pemeriksaan pada pasien ini yaitu pemeriksaan barium enema, sigmoidoscopy,
colonoskopy dan biopsi untuk memastikan letak tumor dan tipe tumor. Sedangkan
penatalaksanaan pada pasien ini adalah operative, radioterapi dan kemoterapi.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan, Isaac., 2006. Rectal carcinoma. Available from
www.emedicine.com.
Padang,
Cermin
dunia
Kedokteran
No.120.
Available
from
2005.
Rectal
Cancer
Treatment.
Available
from
24
Prevention,
(Online),
2003;
Vol.
4,
No.
4,
Available
from
25