Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

MELANOMA

A. Melanoma Maligna

Melanoma maligna (MM) merupakan keganasan kulit yang berasal dari


sel-sel melanosit normal. Sel melanosit adalah sel yang berfungsi untuk
membentuk pigmen melanin yang berfungsi sebagai proteksi terhadap sinar
ultraviolet (UV). Melanosit dapat ditemukan pada bagian dasar dari epidermis
(dermal-epidermal junction). Keganasan pada sel melanosit sering juga disebut
melanoma maligna atau cutaneous melanoma. Sel-sel tersebut masih mampu
membentuk melanin sehingga pada umumnya melanoma berwarna coklat atau
kehitaman. Beberapa melanoma yang sel-selnya tidak dapat membentuk melanin
lagi tampak berwarna merah muda, tan¸atau bahkan berwarna putih.10

Melanoma maligna bisa ditemukan di bagian mana saja di tubuh, paling


sering di dada dan punggung pada pria, di tungkai bawah pada wanita. Lokasi lain
yang sering adalah di wajah dan leher. Melanoma maligna juga dapat ditemukan
di mata, mulut, daerah genital, dan daerah anus, walaupun jarang. Presentase
melanoma pada kulit 91.2%, di mata 5.3%, mukosa 1.3% dan sebesar 2.2% pada
daerah lainnya.9 Kulit lebih gelap menurunkan risiko terkena melanoma.
Melanoma maligna 20 kali lebih sering ditemukan pada kulit putih dibandingkan
kulit gelap. Melanoma lebih jarang jika dibandingkan dengan karsinoma sel basal
ataupun karsinoma sel skuamosa, tetapi lebih berbahaya karena lebih sering
menyebabkan kematian. Seperti halnya karsinoma sel basal dan karsinoma sel
skuamosa, hasil terapi melanoma paling baik bila masih di stadium awal. Risiko
metastasis melanoma lebih besar dibandingkan karsinoma sel basal dan karsinoma
sel skuamosa. Risiko terkena melanoma meningkat sesuai dengan pertambahan
usia, pada pria biasanya ditemukan di atas 40 tahun, sedangkan pada wanita di
bawah 40 tahun.

B. Epidemiologi

4
Kejadian kanker pada kulit merupakan yang paling sering dari keseluruhan
kanker dan MM mendapatkan presentase sebesar 1% dari keseluruhan kanker
kulit namun memiliki tingkat mortalitas yang sangat tinggi. 10 Melanoma maligna
menempati urutan ke 19 kasus kanker tersering di dunia dan termasuk dalam 6
keganasan yang sering ditemui di Amerika.7,9 Kejadian MM 20 kali lebih sering
pada ras berkulit putih dibandingkan dengan ras Afrika di Amerika dan hal ini
juga dipengaruhi oleh tingginya paparan sinar matahari, oleh karena itu
epidemiologi MM sangat bergantung dengan letak geografi suatu daerah/negara.

Menurut International Agency fo Research on Cancer (IARC) pada tahun


2002, insidens MM pada Australia sebesar 39: 100 000/tahun, Selandia Baru
34:100 000/tahun, Amerika Serikat 17:100 000/tahun, bagian Eropa (Britania
Raya, German, Belanda, Austria, Paris) berkisar 4-10: 100 000/tahun. Pada negara
yang dominan ras non-kaukasia seperti pada Afrika, Asia kejadian MM kurang
dari 3:100 000/tahun.20 Risiko MM berkisar 2.4% (1 dalam 40) pada ras berkulit
putih, 0.1% (1 dalam 1 000) pada ras kulit hitam, dan 0.5% (1 dalam 200) pada
ras Hispanics.10 Pada tahun 2010, kasus MM merupakan kasus kanker tersering
ke 5 pada Britania Raya, terdapat 12 818 kasus dengan perbandingan 6 201 (48%)
pada pria dan 6 617 (52%) pada wanita.7

5
Gambar 2.1 Grafik insidens melanoma maligna pada 2008.

Risiko MM meningkat sejalan dengan usia. Kejadian MM sangat jarang


ditemui pada usia dibawah 40 tahun, namun insidensnya meningkat sejalan
dengan usia pada dekade ke 7 dan 8. 20 Di Britania Raya pada 2008 dan 2010, 27%
dari kasus MM terjadi pada usia dibawah 50 tahun dan 45% pada usia 65 keatas.
Insidens MM meningkat sejak usia 20-24 tahun keatas dengan puncaknya pada 85
tahun baik pada pria maupun wanita (insidensi MM meningkat tajam pada usia
55-59 tahun keatas).7 Pada usia yang lebih muda, kejadian MM lebih sering pada
wanita dibandingkan pria dengan ratio 10:4 pada usia 20-24 tahun namun pada
usia 55-59 tahun keatas, kasus MM didonimasi oleh pria dengan ratio 11:10 pada
usia 60-64 tahun, dan 16:10 pada usia diatas 85 tahun.7 Letak anatomi dari MM
juga berhubungan dengan usia penderita, insidens tertinggi pada daerah batang

6
tubuh lebih sering terjadi pada usia dekade ke 5-6 dan MM yang muncul pada
bagian kepala leher pada usia dekade 8.

Daerah predileksi dari MM adalah punggung dan bahu pada pria dan
anggota gerak bawah pada wanita. Insidens lainnya menyatakan bahwa MM
ditemukan paling sering pada bagian wajah baik pada pria maupun wanita, bagian
bahu dan punggung pada pria dan bahu, lengan atas serta punggung pada wanita.
Melanoma maligna juga dapat terjadi pada bokong dan kelit kepala wanita, namun
sangat jarang.20 Menurut Skin Cancer Research pada tahun 2010, predileksi
tersering pada pria adalah pada batang tubuh (41%), kepala dan leher (22%)
anggota gerak atas (19%) dan anggota gerak bawah (13%) sementara pada wanita
didapatkan predileksi tertinggi pada daerah anggota gerak bawah (39%), anggota
gerak atas (24%), batang tubuh (20%) dan bagian kepala leher (14%).7

Gambar 2.2 Daerah predileksi pada melanoma maligna

C. Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor risiko utama dari melanoma adalah paparan terhadap sinar UV,
namun faktor tersebut dapat dihindari, sedangkan genetik, usia, atau jenis kelamin
merupakan faktor risiko yang tidak dapat dihindari. Beberapa faktor risiko yang
memudahkan seseorang terkena melanoma, di antaranya8,21:

7
1. Pajanan sinar ultraviolet (UV), merupakan faktor risiko utama pada banyak
kasus melanoma. Sinar UV bisa berasal dari matahari atau tanning beds. Sinar
matahari merupakan sumber utama penghasil sinar UV, sehingga orang yang
mendapatkan banyak paparan sinar matahari mempunyai risiko lebih besar
menderita kanker kulit. Ada 3 jenis utama sinar UV, yaitu:
a. Sinar UVA: Sinar UVA(320-400 nm). Sinar ini dapat merusak DNA
(DeoxyriboNucleic Acid) sel kulit bila terpapar terus-menerus dalam
jangka lama dan berperan menimbulkan beberapa jenis kanker kulit;
b. UVB: Sinar UVB (290-320 nm) dapat secara langsung merusak DNA sel
kulit dan memicu produksi pigmen melanin pada kulit; sumber utama sinar
UVB adalah matahari yang menjadi penyebab terbanyak kanker kulit;
c. Sinar UVC: Sinar ini tidak dapat melewati atmosfer bumi dan diserap pada
lapisan ozone, oleh karena itu tidak terkandung dalam pancaran sinar
matahari. Sinar ini normalnya tidak menyebabkan kanker kulit.
2. Melacynotic nevi atau biasa disebut tahi lalat adalah salah satu tumor
berpigmen yang sifatnya jinak. Biasanya baru mulai terlihat saat anak-anak
dan remaja. Pada orang dewasa dengan nevi lebih dari 100, anak-anak dengan
nevi lebih dari 50 lebih atau adanya congenital nevi> 5% dari luas permukaan
tubuh berisiko mengalami melanoma.8,21
3. Kulit putih yang mudah terbakar sinar matahari, memiliki freckles/bitnik-
bintik pada kulit, rambut berwarna kuning atau merah alami, memiliki bola
mata berwarna biru atau hijau.
4. Riwayat keluarga menderita melanoma (berisiko sebesar 10%-15%). Memiliki
satu orang keluarga dengan riwayat melanoma pada tingkat pertama
meningkatkan 2 kali risiko menderita melanoma, sedangkan jika terdapat lebih
dari tiga maka risiko melanoma dapat menjadi 35-70 kali lipat.21
5. Pernah menderita melanoma atau kanker kulit sebelumnya (5-15%).
6. Imunosupresi: Sistem imun dalam keadaan lemah atau sedang mendapat terapi
obat yang menekan sistem imun misalnya pada pasien HIV dan non-
Hodgkin’s lymphoma (NHL).
7. Xeroderma pigmentosum (XP). Merupakan suatu keadaan kemampuan sel
kulit tidak dapat memperbaiki sel DNA yang rusak. Penderita XP memiliki
risiko yang besar terhadap MM.

8
8. Genetik (pada 5% sampai 10%). Mutasi gen berhubungan dengan kejadian
melanoma melalui inaktivasi 2 jalur supresi tumor- p16/CDK4 dan
CDK6/retinoblastoma gene yang kemudian di mediasi melalui p14 dan p53.
Mutasi dari gen CDKN2a juga ditemui pada 25%-50% dari kasus melanoma.
9. Usia tua. Melanoma lebih sering menyerang pada orang dengan usia lanjut
namun tidak menutup kemungkinan menyerang pada usia muda.
10. Jenis kelamin. Jenis kelamin laki-laki lebih sering terserang MM meskipun hal
ini berkaitan dengan usia. Pada usia dibawah 45 tahun, lebih banyak wanita
yang terserang MM sedangkan pada usia diatas 45 tahun laki-laki lebih
berisiko mengalami MM.

D. Klasifikasi
Pada umumnya melanoma memiliki 4 pola utama pertumbuhan histologi.
Melanoma memiliki pola radial growth phase (RGP) dan vertical growth phase
(VGP), kecuali pada nodular melanoma yang hanya memiliki pola pertumbuhan
VGP. Melanoma dapat diklasifikasikan menjadi 4 subtipe utama yaitu9,21:
1. Superficial spreading melanoma (SSM)
Superficial spreading melanoma merupakan subtipe MM yang paling
sering (70% kasus cutaneous melanoma maligna), terutama pada orang kulit
putih. Sering ditemukan pada usia di atas 40 tahun, lebih sering pada wanita
dengan predileksi di tungkai bawah. Pada pria biasanya SSM ditemukan di daerah
punggung atas. Superficial spreading melanoma awalnya ditandai dengan
perkembangan lambat radial growth phase (RGP) sebelum menginvasi dermis
(vertical growth phase (VGP)). Lesi SSM biasanya dimulai dari bentuk papul dan
selanjutnya bentuk nodus dan ulkus. Warna lesi SSM bervariasi tidak hanya coklat
dan hitam, tetapi juga merah muda, biru, dan abu-abu. Lesi SSM bersifat asimetris
dan batas tidak tegas. Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo)
dan asimptomatik.
2. Lentigo melanoma maligna (LMM)
Lentigo melanoma maligna merupakan subtipe melanoma yang jarang,
hanya sekitar 10-15% dari semua kasus MM. Ciri khas muncul pada daerah

9
pajanan kronis terhadap matahari terutama wajah, biasanya pada usia 70-80 tahun.
Lentigo melanoma maligna selalu dimulai dari bentuk lentigo maligna in situ.
Lentigo maligna in situ adalah tumor jinak intra-epidermal yang pertumbuhannya
lambat dalam 5-15 tahun, sebelum berubah menjadi bentuk invasif, yaitu LMM.
Lentigo maligna in situ diawali dengan makula pigmentasi yang meluas bertahap
hingga diameternya mencapai beberapa sentimeter, tepi tidak teratur, dan tidak
mengalami indurasi. Hanya 3-5% lentigo maligna in situ yang akan menjadi
LMM. Makin besar ukuran lesi lentigo maligna in situ, risiko menjadi LMM juga
semakin besar.

3. Nodular Melanoma (NM)

Nodular melanoma merupakan jenis MM kedua terbanyak (15-30%) pada


orang kulit putih. Lesi ini lebih agresif dibanding SSM. Predileksi di punggung
atas untuk laki-laki, dan di tungkai bawah untuk wanita. Biasanya NM ditemukan
pada usia pertengahan. Lesi NM dapat berupa nodul, polipoid, atau pedunculated.
Lesi berwarna biru atau hitam, dapat merah muda atau kemerahan. Pertumbuhan
NM agresif mulai dalam beberapa minggu hingga bulan, dapat mengalami
ulserasi dan mudah berdarah hanya karena trauma ringan. Lesi awal biasanya
asimetris, batas tidak tegas dengan ukuran >6 mm. 3

4. Acral Lentigenous Melanoma (ALM)

Acral lemtigenous melanoma merupakan subtipe MM yang jarang


ditemukan pada orang kulit putih (sekitar 2-8%), sering ditemukan pada orang
kulit hitam (60-72%) dan orang Asia (29-46%). Predileksi usia >65 tahun, di
mana lebih sering pada laki-laki. Acral lentiginous melanoma biasanya timbul di
daerah tidak berambut, yaitu telapak kaki, telapak tangan, dan daerah subungual.
Karena perkembangan ALM lambat, biasanya ditemukan jika sudah invasif.
Awalnya ALM berupa lesi pigmentasi dengan tepi tidak beraturan dan tidak tegas,
kemudian akan mengalami vertical growth phase yang ditandai dengan nodus
yang berkembang menjadi ulkus. Apabila ALM terletak di matriks kuku, akan

10
tampak garis pigmentasi memanjang pada kuku dan pigmen dapat meluas di atas
nail fold.

Melanoma yang tidak terklasifikasi yaitu:

a. Lentiginous Melanoma

Lentiginous melanoma merupakan fase awal dari melanoma dengan RGP


yang belum dapat diklasifikasikan kedalam LMM,SSM atau ALM. Kritetia pada
lentiginous melanoma adalah lesi dengan diameter 1 cm atau lebih, tumbuh
memanjang dengan tepi yang tidak teratur, terdapat melanositik yang
berkonfluens dan sel tunggal pada dermal-epidermal junction, penyebaran focal
pagetoid, cytologic atypia,dan fibrosis dermal fokal.
b. Desmoplastic Melanoma
Desmoplastic melanoma merupakan bentuk jarang dari melanoma, dengan
manifestasi secara histologi adalah ditemukannya melanosit dermal. Lesi pada
desmoplastic melanoma biasanya tidak berpigmen.

E. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan histopatologi (biopsi) kulit, dan radiologi. Dari anamnesis diperoleh
informasi kapan lesi kulit tersebut pertama kali muncul, perubahan ukuran atau
bentuknya, gejala gatal, perih, berdarah dan lainnya, paparan terhadap faktor
risiko kanker kulit termasuk pajanan sinar matahari, riwayat keluarga yang pernah
menderita penyakit sama. Pada kasus MM tanda yang peling penting adalah
ditemukannya lesi baru atau lesi yang berubah dalah hal ukuran, bentuk ataupun
warna. Pada kasus MM dapat ditemukan tumor di kulit berwarna coklat muda
sampai hitam, bentuk nodul, plaque, disertai luka, kadang-kadang tidak berwarna
(amelanotik melanoma).
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan bantuan alat dermoskopi. Dengan
dermoskopi dapat dinilai ukuran, warna, dan tekstur lesi. Tujuh acuan diagnostik
MM dibagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor.

11
Kriteria mayor antara lain:
1) Perubahan ukuran lesi
2) Bentuk lesi tidak beraturan
3) Perubahan warna lesi.

Kriteria minor antara lain:


1) Lesi berdiameter >7 mm
2) Terdapat proses infl amasi
3) Berkrusta atau berdarah
4) Ada perubahan sensasi seperti gatal.

Jika salah satu kriteria mayor atau tiga kriteria minor terpenuhi, lesi
tersebut mengarah ke MM dan perlu segera ditindaklanjuti atau dapat diingat
dengan ABCDE yaitu; A untuk Asymmetry yaitu lesi berbentuk tidak sesuai/ tidak
simetris; B untuk Border yaitu memiliki tepi yang irregular ; C untuk Colour yaitu
lesi memiliki warna yang bervariasi dan dapat memiliki gradasi warna coklat atau
hitam dan terkadang merah jambu, merah, putih atau biru ; D untuk Diameter
yaitu lesi berdiameter lebih dari 6 mm dan E untuk Evolving yaitu lesi berubah
dalam hal ukuran, bentuk dan warna.
Setelah pemeriksaan fisik lesi, dilanjutkan dengan pemeriksaan
pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher, ketiak, atau di sekitar lesi.
Melanoma maligna biasanya akan bermetastasis ke kelenjar getah bening terdekat.
Langkah selanjutnya adalah biopsi kulit. Biopsi eksisi penting untuk diagnosis
yang akurat dan untuk menentukan microstaging. Micro-staging didasarkan pada
dua kriteria histologik, yaitu berdasarkan kedalaman infi ltrasi tumor di lapisan
kulit (Clark) dan berdasarkan ketebalan tumor (Breslow). Selain biopsi eksisi, ada
biopsi insisi dan punch biopsy, biasanya untuk lesi besar, lokasi lesi yang sulit
atau inoperable. Pemeriksaan radiologi seperti foto toraks, CTscan, MRI, dan
sebagainya perlu dilakukan bila MM dicurigai sudah bermetastasis ke organ tubuh
lain.

F. Staging

12
Kegunaan staging adalah untuk menentukan jenis pengobatan dan
prognosis. The American Joint Committee on Cancer (AJCC) menerapkan
klasifikasi standar sistem TNM. Sistem ini menggunakan micro-staging dengan
melihat kedalaman dan infiltrasi tumor di lapisan kulit (Clark) dan juga mengukur
ketebalan tumor (Breslow). T menyatakan besarnya tumor primer, N menyatakan
keadaan kelenjar getah bening regional, dan M menyatakan apakah ditemukan
metastasis atau tidak.
Terdapat 2 tipe staging pada MM yaitu:
 Clinical staging, berdasarkan temuan pada pemeriksaan fisik,
biopsy/pengangkatan melanoma dan pemeriksaan imaging yang telah
dilakukan.
 Pathologic staging, berdasarkan temuan pada clinical staging dan ditambah
dengan hasil biopsy dari KGB dan organ lainnya yang telah dilakukan.

Tumor Primer (T)

Ketebalan tumor: ahli patologi akan mengukur ketebalan dari tumor dari hasil
biopsi dan diukur dibawah mikroskop. Hal ini disebut dengan pengukuran
Breslow. Tumor dengan ketebalan dibawah 1mm sangat jarang menyebar.

Laju mitotik: untuk mengukur laju mitotik, ahli patologi menghitung jumlah sel
pada saat proses mitosis berlangsung pada sejumlah jaringan melanoma. Laju
mitotik yang tinggi menginterpretasikan bahwa sel kanker lebih mudah menyebar.

Ulkus : ulkus adalah diskontinuitas pada kulit yang disebabkan oleh melanoma.
Terdapatnya ulkus pada melanoma menandakan prognosis yang buruk.

Tx Tumor primer tidak dapat diperiksa (karena shave biopsi atau melanoma
yang mengalami regresi)

T0 Tidak ditemukan tumor primer

Tis Melanoma in situ

T1 Melanoma tebalnya <1,0mm dengan atau tanpa ulserasi

13
o T1a Melanoma tebalnya <1,0mm dan level II atau III tanpa
ulserasi dengan laju mitotik < 1/mm 2
o T1b Melanoma tebalnya <1,0mm dan level IV atau V atau ada
ulserasi dengan laju mitotik > 1/mm 2

T2 Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan atau tanpa ulserasi

o T2a Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm tanpa ulserasi


o T2b Melanoma tebalnya 1,01-2,0mm dengan ulserasi

T3 Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan atau tanpa ulserasi

o T3a Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm tanpa ulserasi


o T3b Melanoma tebalnya 2,01-4,0mm dengan ulserasi

T4 Melanoma tebalnya >4,0mm dengan atau tanpa ulserasi

o T4a Melanoma tebalnya >4,0mm tanpa ulserasi


o T4b Melanoma tebalnya >4,0mm dengan ulserasi

Kelenjar Getah Bening Regional (N)

Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa

N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional

N1 Metastasis ke 1 kelenjar getah bening

o N1a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis


o N1b Metastasis makroskopik, tampak secara klinis

N2 Metastasis ke dua atau tiga kelenjar getah bening regional atau metastasis

intra limfatik regional tanpa metastasis kelenjar getah bening. ( terdapat


tumor satelit dan tumor in-transit)

o N2a Metastasis mikroskopik, occult secara klinis


o N2b Metastasis makroskopik, tampak secara klinis
o N2c Lesi satelit atau metastasis in-transit tanpa metastasis
kelenjar getah bening

14
N3 Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional, atau metastasis kgb

yang bersatu, atau metastasis in-transit atau lesi satelit dengan

metastasis kelenjar getah bening regional

Metastasis Jauh (M)

Mx Metastasis jauh tidak dapat diperiksa

M0 Tidak ditemukan metastasis jauh

M1 Metastasis jauh

o M1a Metastasis ke kulit, jaringan subkutan atau kelenjar getah


bening yang Jauh dengan nilai normal LDH (lactic dehydrogenase).
o M1b Metastasis ke paru, dengan nilai normal LDH
o M1c Metastasis ke tempat visceral lainnya atau metastasis jauh ke
tempat manapun yang disertai peningkatan kadar LDH serum

Klasifikasi Clark
Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis (insitu)

Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai lapisan papilaris dermis

Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan

papilaris dan retikularis dermis.

Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai lapisan retikularis dermis

Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai jaringan subkutan.

Klasifikasi Breslow8
Golongan I : kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm

Golongan II : kedalaman (ketebalan) tumor 0,76 mm – 1,5 mm

Golongan III : kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5 mm

15
Gambar Klasifikasi Clark dan Breslow

G. Penatalaksana
Terapi MM bergantung stadium saat diagnosis dan bervariasi mulai dari
eksisi simple, eksisi luas sampai lyphadenectomy atau immunotherapy. 1,8 Kadang-
kadang sulit menentukan penyebaran ke KGB dan organ dalam (viseral) saat
tahap awal (mikrometastasis). Pemeriksaan KGB sentinel menjadi pemeriksaan
tambahan (Lymph Node Dissection). Pilihan utama terapi adalah tindakan bedah.
Terapi lain yang dapat dipertimbangkan adalah terapi sistemik dan radioterapi.
Penatalaksanaan bedah pada MM adalah bedah eksisi luas (WLE = Wide
Local Excision). Setelah diagnosis MM ditegakkan dari biopsi, bedah eksisi
dilakukan untuk memastikan seluruh jaringan MM telah dibuang. Tindakan bedah
ini tidak hanya mengambil MM yang tersisa, tetapi juga mengambil kulit sehat di
sekitar MM. Jaringan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk memastikan
tidak ada lagi sel-sel ganas tertinggal. Luas kulit eksisi tergantung kedalaman
MM, makin dalam MM makin lebar batas pengambilan kulit sehatnya. Wide local

16
excision biasanya baru dilakukan menyusul hasil biopsi dengan batasan sayatan
awal sempit, yang memuat konfi rmasi histologi dan ukuran ketebalan.

Gambar Algoritma pada lesi ber-pigmen

17
Gambar Algoritma tatalaksana pasien dengan hasil biopsi MM.

Pengobatan sistemik terdiri dari kemoterapi dan bioterapi/imunoterapi.


Kombinasi keduanya disebut biokemoterapi/ imunokemoterapi. Terapi sistemik
dapat dibagi menjadi pengobatan terapi sistemik adjuvan pada stadium IIa-IIIa-
IIIb, kemoterapi stadium lanjut, dan kemoterapi pada melanoma rekuren.

Terapi sistemik adjuvan dengan interferon alfa-2b mengurangi


kekambuhan dan memperpanjang masa lama hidup pasien secara bermakna.
Kemoterapi stadium lanjut menggunakan obat tunggal kemoterapi, seperti
dacarbazine (paling populer karena responsif pada metastasis viseral), carmustine,
cisplatinum, vinblastine, paclitaxel, tamoxifen, dan carboplatin. Kemoterapi
kombinasi diterap kan bila respons terhadap obat tunggal rendah. Kemoterapi
kombinasi standar adalah CVD regimen dan Dartmouth regimen. CVD regimen

18
adalah kombinasi cisplatin, vinblastine, dan dacarbazine. Dartmouth regimen
adalah kombinasi cisplatin, dacarbazine, carmustine, dan tamoxifen. Terapi radiasi
jarang sebagai pilihan utama, hanya digunakan sebagai terapi simptomatis pada
MM dengan metastasis ke tulang dan susunan saraf pusat (SSP). Meskipun
demikian, hasilnya tidak terlalu bermakna. Penatalaksanaan terapi MM menurut
stadium, sebagai berikut:

1) Melanoma stadium 0: Dieksisi dengan tepi bebas minimal 5 mm

2) Melanoma stadium I: Lesi primer dibiopsi eksisi terlebih dahulu untuk


mengetahui kedalaman melanoma menurut Breslow. Biopsi diikuti dengan
tindakan bedah eksisi luas. Eksisi lesi primer dengan margin bebas tumor 2 cm.
Untuk MM stadium Ib yang dicurigai ada penyebaran ke kelenjar limfe dilakukan
biopsi kelenjar limfe. Bila hasilnya positif maka dilakukan lymph node dissection.
Dapat dipertimbangkan pemberian terapi adjuvan interferon alfa-2b setelah lymph
node dissection.

3) Melanoma stadium II: Bedah eksisi luas masih merupakan pilihan standar.
Eksisi tepi bebas cukup 2 cm dan minimal 1 cm. Untuk stadium ini juga
disarankan biopsi kelenjar limfe di sekitar melanoma.

4) Melanoma stadium III: Pada stadium ini, melanoma sudah bermetastasis ke


kelenjar limfe di sekitarnya. Dilakukan eksisi luas tumor primer sampai 3 cm tepi
bebas dan minimal 2 cm diikuti lymph node dissection kelenjar limfe yang
terlibat. Setelah itu diberi terapi adjuvan interferon alfa-2b untuk menghambat
rekurensi melanoma atau terapi radiasi di lokasi kelenjar limfe yang didiseksi.

5) Melanoma stadium IV: Sangat sulit disembuhkan, karena sudah bermetastasis


ke kelenjar limfe yang jauh dari lesi primer atau sudah menyebar ke organ visera
seperti paru, traktus gastrointestinal, dan terkadang sampai ke tulang dan otak.
Tindakan bedah pada stadium ini hanya paliatif. Terapi radiasi hanya untuk
mengurangi keluhan pada metastasis otak, tulang, dan organ visera. Melanoma

19
stadium ini biasanya tidak mempan dengan pengobatan sistemik, sehingga diobati
dengan macam-macam percobaan klinis.

No Keterangan ”Safety Margin”


1. Melanoma maligna in situ 0,5 cm
2. < 0,76 mm 1 cm
3. 0,76 – 1,5 mm 1,5 cm
4. > 1,5 mm 2 cm
5. Subungual Amputasi proksimal dari interphalangeal
joint
No Lokasi lesi primer Tindakan
1. Ekstremitas bawah Diseksi inguinal superfisial
2. Ekstremitas atas Diseksi aksila sampai level II
3. Leher Diseksi leher radikal

20
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola menejement kesehatan dan persepsi kesehatan
 Arti sehat dan sakit bagi pasien
 Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini
 Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke pusat
pelayanan ksehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, faktor ekonomi
 Pemeriksaan diri sendiri : payudara, riwayat medis keluarga, pengobatan yang
sudah dilakukan.
 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
b. Pola metabolic - nutrsi
 Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan
 Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
 Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan
 Kepuasan akan berat badan
 Persepsi akan kebutuhan metabolik
 Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi, mukosa
mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi makanan
 Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS)
c. Pola eliminasi
 Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain
 Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri,
mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain
 Keyakinan budaya dan kesehatan
 Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
 Penggunaan bantuan untuk ekskresi
 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum, prostat)
d. Pola aktivitas - latihan
 Aktivitas kehidupan sehari-hari
 Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas
 Aktivitas menyenangkan
21
 Keyakinan tenatng latihan dan olahraga
 Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar mandi)
 Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan
 Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
 Data pemeriksaan fisik (pernapasa, kardiovaskular, muskuloskeletal, neurologi)
e. Pola istrahat – tidur
 Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual
menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur)
 Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik)
 Jadwal istirahat dan relaksasi
 Gejala gangguan pola tidur
 Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
 Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantuk)
f. Pola persepsi - kognitf
 Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar, perasa,
peraba)
 Penggunaan alat bantu indra
 Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara komprehensif)
 Keyaknan budaya terhadap nyeri
 Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol dan
mengatasi nyeri
 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)
g. Pola konsep diri – persepsi diri
 Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok sosial
 Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki
 Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak)
 Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
 Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
 Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak mau
berinteraksi)
h. Pola hubungan - peran

22
 Gambaran tentang peran berkaitam dengan keluarga, teman, kerja
 Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran
 Efek terhadap status kesehatan
 Pentingnya keluarga
 Struktur dan dkungan keluarga
 Proses pengambilan keputusan keluarga
 Pola membersarkan anak
 Hubungan dengan orang lain
 Orang terdekat dengan klien
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
i. Pola reproduksi - seksualitas
 Masalah atau perhatian seksual
 Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri
 Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan, sentuhan dll)
 Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
 Efek terhadap kesehatan
 Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rektum)
j. Pola tolerans terhadap strees - koping
 Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
 Tingkat stress yang dirasakan
 Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
 Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya
 Strategi koping yang biasa digunakan
 Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
 Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga
k. Pola keyakinan - nilai
 Latar belakang budaya/etnik
 Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok budaya/etnik
 Tujuan kehidupan bagi pasien
 Pentingnya agama/spiritualitas
 Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas

23
 Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang dapat
mempengaruhi kesehatan

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi debridement
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post debridement
4. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut
5. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan penurunan berat badan

24
3. Intervensi
Diagnoas Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Nyeri (akut) berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Mempertahankan tirah baring 1. Meminimalkan
peningkatan tekanan vaskuler keperawatan selama … x … selama fase akut stimulasi/meningkatkan relaksasi
serebral diharapkan nyeri dapat terkontrol 2. Hilangkan aktivitas 2. Aktfitas yang meningkatkan
dengan kriteria hasil: vasokontriksi yang dapat vasokontriksi menyebabkan sakit
 Melaporkan meningkatkan sakit kepala, mis: kepala pada peningkatan tekanan
nyeri/ketidaknyamanan mengejan saat BAB, batuk vaskuler serebral
hilang/terkontrol panjang, membungkuk 3. Suhu berubah dan gerakan udara
 Menggunakan metode yang 3. Tutup luka sesegera mungkin dapat menyebabkan nyeri hebat
memberikan pengurangan kecuali perawatan luka metode pada pemajaan uung saraf
 Mengikuti regimen farmakologi pemajaan pada udara terbuka
yang diresepkan 4. Ubah posisi sering dengan gerak 4. Gerakan dan latihan menurunkan
pasif dan aktif sesuai indikasi kekakuan sendi dan kelelahan
5. Lakukan penggantian balutan otot
dan debridemen setelah pasien 5. Menurunkan terjadinya distress
diberi obat fisik dan emosi sehubungan
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dengan penggantian balutan dan
lainnya dalam emberian dehibremen
analgesic sesuai indikasi yang 6. Menurunkan/mengontrol nyeri
tepat dan menurunkan rangsangan
system saraf simpatis
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang Setelah dilakukan asuhan 1. Auskultasi bunyi usus, perhatiak 1. Ileus sering berhubungan
dari kebutuhan tubuh berhubungan keperawatan selama … x … hipoaktif (tidak ada bunyi) dengan periode pasca-luka tetapi
dengan status hipermetabolik diharapkan kebutuhan nutrisi biasanya dalam 36-48 jam
terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan jumlah kalori ketat, 2. Pedoman tepat untuk pemasukan
 Menunjukan pemasukan nutrisi timbang berat badan tiap hari kalori tepat
adekuat untuk kebutuhan 3. Awasi masa otot/ lemak 3. Mungkin berguna dalam
metabolic subkutan sesuai indikasi memeperkirakan perbaikan
 Berat badan dalam rentang 4. Berikan makanan dan makanan tubuh
normal kecil sedikit dan sering 4. Membantu mencegah distensi
 Regrenasi jaringan 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan gaster
lainnya dalam pemberian asupan 5. Berguna dalam membantu
tinggi kalori dan tinggi protein kebutuhan nutrisi
25
Kerusakan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan 1. Pertahankan posisi tubh dengan 1. Meningkatkan posisi fungsional
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama … x … dukungan atau latihan, pada ekstrimitas dan mencegah
neuromuskuler diharapkan tidak terjadinya khususnya untuk luka bakar kontraktur
kerusakan mobilitas fisik dengan pada daerah sendi
krieria hasil: 2. Lakukan rehabilitas pada 2. Akan lebih mudah untuk
 Menyatakan dan menunjukan penerimaan membuat partisipasi bila pasien
keinginan beradaptasi dalam menyadari kemungkinan adanya
aktivitas penyembuhan
 Mempertahankan dan 3. Mencegah secara progresif
meningkatkan kekuatan dan 3. Lakukan latihan rentang gerak mengencangkan jaringan parut
fungsi yang sakit atau secara konsisten, diawali dengan dan kontraktur
kompensasi bagian tubuh pasif kemudian aktif 4. Menurunkan kekakuan otot/
 Menunjukan teknik prilaku yang 4. Berikan terapi sesuai dengan jaringan dan tegangan
memampukan melakukan indikasi sebelum aktivitas/ memampukan pasien untuk
aktifitas latihan lebih aktif dan membantu
partisipasi
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji ukuran, warna, kedalaman, 1. Memberikan informasi dasar
berhubungan dengan kerusakan kulit keperawatan selama … x … perhatikan jaringan nekrotik dan tentang kebutuhan penanaman
akibat destruksi diharapkan kerusakan integritas kulit kodisi sekitar luka kulit dan kemungkinan
dapat teratasi dengan kriteria hasil: penunjuk rentang sirkulasi pada
 Menunjukan regenerasi 2. Berikan perawatan luka bakar area graf
jarinagan yang tepat dan tindakan control 2. Menyiapkan jaringan untuk
 Mencapai penyembuhan tepat infeksi penanaman dan menurunkan
waktu pada area luka bakar risiko infeksi/ kegagalan graft
3. Pertahankan balutan diatas graf 3. Area mungkin ditutupi oleh
baru dan sisi donor sesuai bahan dengan permukaan
indikasi tembus pandang untuk
menghilangkan robekan
4. Mengevaluasi keefektifan
4. Evaluasi warna graf dan donor sirkulasi dan mengidentifikasi
perhatikan adanya terjadinya komplikasi
penyembuhan
Risiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Ganti balutan dan bersihkan area 1. Melembutkan dan membantu
pertahanan primer tidak adekuat keperawatan selama … x … terbakar dalam bk hidroterapi membuang balutan dan jaringan
diharapkan infeksi tidak terjadi atau pancuran dengan kepala parut
26
dengan kriteria hasil: pancuran dapat dipegang 2. Meningkatkan penyembuhan
 Mencapai penyembuhan luka 2. Bersihkan jaringan nekrtik/ yang dan mencegah autokontaminasi
tepat pada waktunya lepas dengan pinsetdan gunting
 Bebas eksudart prulent 3. Periksa luka tiap hari, perhatikan 3. Mengidentifikasi adanya
 Tidak terjadi demam catatan perubahan penampilan, penyembuhan dan memberikan
 Tidak terlihat tanda” infeksi bau atau kualitas drainase deteksi dini luka bakar
4. Awasi tanda vital klien. 4. Indicator sepsis dan memerlukan
evaluasi cepat

27
DAFTAR PUSTAKA

Bunner and suddart. (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (2010). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany.
Philadelpia. Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (2009). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Djohansjah, M. (2011). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (2009). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2nd ed). F.A.
Davis Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (2011). Medical Surgical Nursing. A Nursing
Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (2005). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih
bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (2007). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Jakarta

28
29

Anda mungkin juga menyukai