Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit

dengan gambaran berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit atau mukosa. Melanoma

sebagian besar ditemukan di kulit, namun kemungkinan juga dapat terjadi pada

tempat lain, dimana melanosit ditemukan. (Siregar, 2015)

Menurut WHO, jumlah kasus melanoma yang terjadi di dunia meningkat

dengan cepat dibanding dengan kasus keganasan lainnya. Metastase melanoma

maligna dapat terjadi secara limfogen dan hematogen. Meskipun melanoma

maligna terhitung hanya 4% dari semua kanker kulit, melanoma maligna

menyebabkan 80% kematian dari kanker kulit. Melanoma maligna terhitung 3%

dari semua keganasan di seluruh dunia. Melanoma maligna kanker yang paling

banyak pada dewasa muda (20-39 tahun) dan paling banyak menyebabkan

kematian karena kanker (Chan, 2013).

Pemeriksaan klinis saja tidak dapat menunjang diagnosa yang tepat pada

melanoma maligna tanpa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan

penunjang harus segera dilakukan apabila telah dicurigai adanya melanoma.

(Cavalli, 2009)

1
BAB II

MELANOMA MALIGNA

2.1. Definisi

Melanoma maligna merupakan sebuah keganasan dari sel yang

menghasilkan pigmen (melanosit), sehingga pada umumnya MM berwarna

coklat atau kehitaman. Beberapa melanoma yang sel-selnya tidak dapat

membentuk melanin lagi tampak berwarna merah muda, tan, atau bahkan

putih. Melanoma maligna biasanya berada di kulit tapi juga ditemukan di

telinga, saluran pencernaan, mata, mulut, mukosa genital, dan leptomeninges

(Tan, 2015).

2.1. Epidemiologi

Insidensi melanoma telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 1999, di Amerika Serikat 44.200 orang didapati mengalami

melanoma invasif, dan 7.300 diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut.

Melanoma menempati urutan keenam dalam kejadian kanker pada pria dan

ketujuh pada wanita.

Melanoma dianggap sebagai kanker epidemik karena insidensinya

meningkat sampai 697 % antara tahun 1950-2000, lebih cepat dari proses

keganasan lain. Sekitar 10-20 % kelainan ini terjadi pada daerah kepala dan

leher. (Cavalli. 2009)

2
2.3. Etiologi

Berikut adalah faktor-faktor resiko yang membuat seseorang lebih

rentan terhadap melanoma, yaitu:

a) Sinar Matahari

Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV)

merupakan faktor resiko utama terjadinya melanoma. Resiko

terjadinya melanoma akan meningkat seiring dengan terjadinya

sunburn. Diduga insidensi melanoma lebih sering dijumpai pada

penduduk atau populasi di daerah sekitar ekuator.

Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko

lingkungan yang paling relevan untuk melanoma. Ambang paparan

sinar UVA dan UVB yang diperlukan untuk meningkatkan resiko

melanoma masih belum diketahui. Kerentanan genetik untuk radiasi

UV sangat bervariasi antar individu dan ini tidak sepenuhnya

berkorelasi dengan jenis kulit, karena itu, faktor genetik lain yang

berperan perlu diperhatikan.

b) Jenis dan Tipe Kulit

Jenis kulit dan respon terhadap paparan sinar matahari

mempunyai peran penting dalam terjadinya melanoma.

3
Tabel 1.Tipe jenis kulit menurut Fitzpatrick

Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu

pada jenis kulit putih, sedangkan, pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan

6 jarang ditemui melanoma maligna.

c) Nevi

Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa

kecil, terus berkembang di masa dewasa awal, dan menurun secara

bertahap pada usia 40-50 tahun dan seterusnya. Nevi dipengaruhi oleh

jenis kelamin. Pada anak perempuan, nevi lebih banyak ditemukan di

anggota badan sedangkan pada anak laki-laki sering ditemukan pada

batang badan. Alasan mengapa gender mempengaruhi distribusi pada

melanoma belum diketahui. Nevi merupakan faktor risiko terkuat

untuk melanoma, jauh lebih besar daripada resiko relatif yang

berhubungan dengan paparan sinar matahari.

4
d) Anak-anak, Keluarga, dan Kehamilan

Melanoma jarang terjadi pada anak yang belum pubertas.

Riwayat keluarga terhadap melanoma akan meningkatkan resiko

terjadinya melanoma terhadap seseorang. Melanoma yang terjadi pada

wanita hamil mempunyai ukuran ketebalan yang lebih besar daripada

melanoma yang terjadi pada wanita yang tidak hamil.

e) Faktor Biologis

Keadaan yang mempengaruhi adalah berkurangnya ketahanan

imunologik, misalnya pada penderita pengangkatan ginjal dan juga M.

Hodgkin akan meningkatkan kejadian melanoma maligna. Perubahan

keadaan hormonal juga meningkatkan kejadian dan tingkat

kekambuhan melanoma maligna.

f) Faktor Genotip

Faktor resiko melanoma oleh karena genetik memberikan

kontribusi 10% dari semua kasus melanoma. Mutasi gen yang

ditemukan di keluarga dengan kecenderungan terjadi melanoma

memiliki kontribusi tinggi tetapi prevalensinya rendah di populasi

umum dan pada kelompok risiko tinggi ditemukan mutasi cyclin-

dependent kinase inhibitor 2A (CDNK2A).

Tes mutasi pada gen CDKN2A mengungkapkan alasan mengapa

melanoma dapat menurun pada keluarga, lebih banyak gen yang

dikaitkan dengan melanoma mempunyai kontribusi yang rendah dan

biasa di populasi umum, dimana sebagian besar tidak akan

5
menyebabkan melanoma. Mutasi pada beberapa lokus genetik,

CDNK2A (p16INK dan p14ARF) dan Cyclin-dependent kinase 4

CDK4, telah diidentifikasi dalam keluarga dengan riwayat melanoma.

Keragaman faktor molekuler penyebab melanoma dan penelitian

yang ada menemukan bahwa pigmentasi, jenis kulit, dan kebiasan

(paparan sinar matahari) memegang peranan penting sebagai penyebab

terjadinya melanoma pada populasi keluarga tertentu. (Kumar, 2007)

2.3 Patofisiologi

Informasi untuk memahami patofisiologi melanoma adalah konsep

pertumbuhan radial dan vertikal. Secara sederhana, pertumbuhan radial

menunjukkan kecenderungan awal dari suatu melanoma untuk tumbuh

horizontal di dalam epidermis (in situ) dan lapisan dermal yang dangkal,

seringkali ini terjadi untuk waktu yang lama. Selama tahap pertumbuhan ini,

sel-sel melanoma tidak memiliki kemampuan untuk bermetastasis, dan tidak

ada bukti angiogenesis. Dengan berjalannya waktu, pola pertumbuhan menjadi

vertikal, tumbuh ke bawah ke lapisan dermal yang lebih dalam sebagai massa

yang meluas dan kurang pematangan selular.

Peristiwa ini kerap dijelaskan secara klinis oleh perkembangan nodul

yang relatif datar dalam fase pertumbuhan radial dan dikaitkan dengan

munculnya clone dari sel-sel dengan potensi metastasis. Kemungkinan

perkiraan metastasis dengan mengukur kedalaman invasi pertumbuhan secara

vertikal dari fase nodul di bagian bawah dari lapisan atas sel granular epidermis

6
di atasnya (ketebalan Breslow). Indikator lainnya adalah potensi metastasis

limfatik, tingkat mitosis, dan ulserasi. Tidak hanya melibatkan metastasis

kelenjar getah bening regional, tetapi juga hati, paru-paru, otak, dan hampir

semua bagian lain yang dapat dijangkau oleh peredaran darah. Biopsi kelenjar

getah bening sentinel pada saat operasi memberikan informasi tambahan

tentang agresifitas biologis. Dalam beberapa kasus, metastasis mungkin

muncul untuk pertama kalinya bertahun-tahun kemudian setelah dilakukan

bedah eksisi tumor primer, hal ini menunjukkan fase dormansi yang panjang.

(Carlson, 2003)

A B C

Gambar 1. Pertumbuhan Melanoma secara histologis

A. Pertumbuhan radial, menunjukkan pola irregular dan penyebaran tunggal sel-sel

melanoma di epidermis.

B. Pertumbuhan vertikal nodular agregat menunjukkan perluasan sel-sel ganas dalam

dermis (epidermis adalah di sebelah kanan).

C. Sel-sel melanoma inti hyperchromatic dengan ukuran dan bentuk tidak beraturan

dengan inti yang menonjol.

7
Gambar 2. Tahap perkembangan melanoma.

A. kulit normal dan sebaran melanosit.

b. Junctional nevus.

c. Compound nevus.

d. Intradermal nevus.

e. Intradermal nevus dengan neurotisasi (pematangan).

B. hyperplasia lentiginous melanocytic.

C. Lentiginous compound nevus dengan arsitektur dan sitologi abnormal (dysplastic

nevus).

D. Tahap awal atau fase pertumbuhan radial melanoma (sel gelap besar di epidermis)

yang timbul pada nevus.

E. Melanoma dalam fase pertumbuhan vertikal dengan potensi metastasis

Morfologi sel melanoma biasanya jauh lebih besar dari sel-sel

nevus. Mereka berisi banyak inti dengan kontur tak beraturan, memiliki

kromatin yang berkelompok. Di pinggiran membran nukleus dan nukleolus

eosinofilik sering digambarkan sebagai "cherry red". Sel-sel ganas tumbuh

dengan bentuk seperti sarang yang buruk atau sel-sel individual di semua

8
tingkat epidermis dan dermal expansile, nodul seperti balon, ini merupakan

fase pertumbuhan radial dan vertikal.

Melanoma maligna dapat berkembang dari lesi yang jinak dan juga bisa

dari pigmentasi nevus. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sel-sel melanoma

dibentuk dari sel-sel epidernal. Sel melanosit yang normal berada di lapisan

basal kulit dan mukosa, proses keganasan mengubahnya sehingga dapat

muncul pada pre-existing nevus, lesi-lesi melanosit.

Lesi-lesi primer mulanya hadir dengan variasi-variasi dari segi warna,

bentuk dan ketinggian derajat pigmentasi dari lesi tersebut. Tipe lesi seperti

ini akan mengarah kepada maligna, biasanya terjadi indurasi dan dari lesi

tersebut sering bermetastase. Melanoma dapat tersebar baik melalui aliran

darah dan melewati aliran limfa, melibatkan paru-paru dan juga hepar.

Melanoma dapat muncul dibawah mukosa, sebagai suatu massa polipoid yang

melibatkan regio-regio yang jauh. (Carlson, 2003)

2.4 Gambaran Klinis

Terdapat 4 jenis melanoma maligna, yaitu:

1. Superficial spreading melanoma (SSM)

Merupakan jenis melanoma terbanyak yang ditemukan di Indonesia

(70%). Subtipe ini paling sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun.

Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo), berupa plak

archiformis berukuran 0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan irreguler. Pada

permukaannya terdapat campuran dari bermacam-macam warna, seperti

9
coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan Lesi ini meluas secara

radial. Pada umumnya mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk

melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru

kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak

hipopigmentasi. Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai

bawah, sedangkan pada pria di badan dan leher. Secara histologis, ditandai

buckshot (pagetoid) melanosit pada epidermis.

Gambar 3. Superficial spreading melanoma pada kulit.

2. Nodular melanoma (NM)

Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini

lebih agresif. Terjadi paling sering di kaki dan badan. Nodular melanoma

adalah lesi berupa nodul berbentuk setengah bola (dome shaped) atau

polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan atau biru sampai

kehitaman.

Pertumbuhannya secara vertikal, pertumbuhan pesat terjadi

beberapa minggu sampai bulan, subtipe ini bertanggung jawab untuk

kebanyakan melanoma yang dalam. Dapat mengalami ulserasi dan mudah

terjadi perdarahan hanya dengan trauma ringan. Metastase dapat secara

10
limfogen dan hematogen. Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase

pertumbuhan radial.

Gambar 4. Nodular melanoma.

3. Lentigo Maligna Melanoma (LML)

Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan

lesi ini secara vertikal, terjadi sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun.

Biasanya sering ditemukan di kepala, leher, dan lengan pada individu yang

lebih tua dengan rata-rata umur 65 tahun.

Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm

dengan tepi tidak teratur, telah terjadi minimal 10-15 tahun, dan

menunjukkan pigmentasi makula dari coklat tua sampai kehitaman, namun

pada beberapa area dapat tampak hipopigmentasi. Invasi pada dermal

berkembang menjadi lentigo maligna melanoma yang ditandai nodul biru-

kehitaman dalam lesi in situ.

Secara histologis ditandai dengan proliferasi melanosit yang

predominan dan meluas sepanjang struktur adneksa kulit. Lesi ini terjadi

terutama pada wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita 1: 2-

3.

11
Gambar 5. Lentigo melanoma maligna.

4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)

Sering dijumpai di telapak tangan, ibu jari kaki, daerah subungul,

dan membran mukosa. Biasanya berawal dari pigmentasi hitam, makula

batas tidak teratur, yang kemudian berkembang menjadi papula yang

invasif. Sering terjadi didekade ke-5 sampai ke-7 dari hidup seseorang.

Pertumbuhan lesi makula meluas kearah lateral dan ke arah vertikal berupa

penebalan lesi. (Kummar, 2007)

Gambar 6. Acral lentiginous melanoma

12
2.5 Diagnosa

2.5.1 Pemeriksaan Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan histopatologi (biopsi) kulit, dan radiologi. Dari anamnesis

diperoleh informasi kapan lesi kulit tersebut pertama kali muncul,

perubahan ukuran atau bentuknya, gejala gatal, perih, berdarah dan lainnya,

paparan terhadap faktor risiko kanker kulit termasuk pajanan sinar matahari,

riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit sama.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan bantuan alat dermoskopi.

Dengan dermoskopi dapat dinilai ukuran, warna, dan tekstur lesi. Tujuh

acuan diagnostik MM dibagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor.

Kriteria mayor antara lain:

1) Perubahan ukuran lesi

2) Bentuk lesi tidak beraturan

3) Perubahan warna lesi.

Kriteria minor antara lain:

1) Lesi berdiameter >7 mm

2) Terdapat proses infl amasi

3) Berkrusta atau berdarah

4) Ada perubahan sensasi seperti gatal.

Jika salah satu kriteria mayor atau tiga kriteria minor terpenuhi, lesi

tersebut mengarah ke MM dan perlu segera ditindaklanjuti.

13
Setelah pemeriksaan fisik lesi, dilanjutkan dengan pemeriksaan

pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher, ketiak, atau di sekitar

lesi. MM biasanya akan bermetastasis ke kelenjar getah bening

terdekat.Langkah selanjutnya adalah biopsi kulit. Biopsi eksisi penting

untuk diagnosis yang akurat dan untuk menentuka microstaging. Micro-

staging didasarkan pada dua kriteria histologik, yaitu berdasarkan

kedalaman infi ltrasi tumor di lapisan kulit (Clark) dan berdasarkan

ketebalan tumor (Breslow).Selain biopsi eksisi, ada biopsi insisi dan punch

biopsy, biasanya untuk lesi besar, lokasi lesi yang sulit atau inoperable.

Pemeriksaan radiologi seperti foto toraks, CT scan, MRI, dan sebagainya

perlu dilakukan bila MM dicurigai sudah bermetastasis ke organ tubuh lain.

(Tan, 2015)

Gejala yang patut dicurigai sebagai tanda dari keganasan lesi

berpigmen adalah perubahan warna apakah lebih terang atau lebih gelap,

gatal, perubahan bentuk menjadi tidak teratur atau nevus bertambah luas

dan tebal, pertumbuhan horizontal dan vertikal, permukaan tidak rata, dan

pembentukan ulser serta adanya peradahan

Perkembangan pigmentasi suatu melanoma muncul dalam beberapa

bulan sampai beberapa tahun sebelum penampakan gejala klinisnya.

Alat bantu diagnostik yang digunakan dalam pemeriksaan klinis

kelainan ini meliputi:

14
1. MacKie's revised seven-point checklist/ Glasgow seven point checklist.

Lebih dari 95% dari semua melanoma akan menunjukkan

setidaknya satu tanda utama. Tanda minor yang hadir sekitar 30-40%

Tabel 3. MacKies revised seven point checklist. Tabel 4. Glasgow seven point checklist

2. The ABCDE checklist from the American Cancer Society's

Sistem ABCDE (A untuk asimetri, B ketidakteraturan tepi lesi,

C untuk variasi warna, D untuk diameter yang lebih besar dari 6 mm,

dan E untuk elevasi, pembesaran) mudah diingat dan digunakan untuk

mendiagnosa melanoma, meskipun tidak mencerminkan perubahan

yang terjadi pada lesi berpigmen.

- A: Asimetry

Gambar 7. Bentuk tumor yang tidak simetris

15
- B: Border irregularity

Gambar 8. Garis batas yang tidak teratur

- C: Colour variation

Gambar 9. Dalam satu lesi warnanya dapat bervariasi

- D: Diameter

Gambar 10. Diameter tumor lebih besar dari 6 mm

16
- E: Evolution

Terdapat perubahan lesi yang dapat diperhatikan sendiri oleh

penderita dan keluarganya (Veronique, 2009)

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui apakah pada lesi

terdapat kecurigaan terhadap suatu keganasan atau tidak, namun

pemeriksaan secara klinis tidak dapat memastikan tingkat keganasannya.

Untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan pemeriksaan

laboratorium , pemeriksaan tersebut meliputi:

a) Biopsi

Pemeriksaan laboratorium dimulai dengan dilakukannya biopsi

pada lesi. Biopsi eksisi dilakukan jika tidak memacu perkembangan

terhadap metastase lesi. Tindakan biopsi eksisi dilakukan dengan

mengambil marginal jaringan normal secukupnya yang dapat dilakukan

jika lesi berukuran kecil, namun pada lesi yang cukup besar dengan

keterbatasan anatomi, maka biopsi insisi sangat memadai.

b) Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah biopsi dengan

preparat didapat. Pada pemeriksaan mikroskopis didapat gambaran

histopatologis berupa sel-sel yang ganas, dan tersusun rapat yang

mempunyai variasi dalam bentuk dan ukuran.

17
Melanoma memiliki sejumlah gambaran histopatologi, termasuk

difrensiasi yang buruk dan anaplastik sel-sel limfoma besar. Diperlukan

penggunaan teknik imunohistokimia untuk melihat filamen intermediate

atau antigen spesifik di jalur sel tertentu. Amelanotik melanoma dapat

menyerupai banyak neoplasma mesenkimal, dan sangat diperlukan

pemeriksaan dengan imunohistokimia (IHC) untuk diagnosis.

Pilihan utama dilakukan biopsi eksisi total dengan

mengikutsertakan sedikit jaringan sehat dan lemak subkutan. Hal ini

perlu dilakukan untuk penilaian seluruh lesi dan akurasi microstaging.

Setelah dilakukan biopsi, dikuti dengan penutupan luka dengan flap

lokal ataupun skin graft. Biopsi insisi atau punch biopsy dilakukan bila

lesi besar, atau lokasi pada daerah estetik dan fungsional. Pemeriksaan

imunohistokimia pada melanoma dapat dilakukan dengan menggunakan

S-100 protein imunofenotip, HMB-45, Mel5, Mart-1/Melan-A,

tyrosinase, melanoma cell adhesion molecule (Mel-CAM), and

microphthalmia transcription factor (Mitf) (Carlson, 2003).

Semua pasien harus memiliki tes fungsi hati, termasuk serum

LDH, dan foto thorax, tetapi CT scan juga dianjurkan pada pasien

dengan risiko tinggi. Penelitian terbaru telah berfokus pada tomografi

emisi positron (PET) untuk evaluasi pasien yang berisiko tinggi. PET

memiliki sensitivitas lebih baik daripada CT dalam mendeteksi

metastasis penyakit, tapi pencitraan positif palsu sering terjadi dengan

PET yang berkaitan dengan proses inflamasi akut, termasuk yang

18
berhubungan dengan proses penyembuhan luka bedah (Montgomery PQ

et al, 2009).

2.7 Sistem Klasifikasi

Pada melanoma maligna digunakan sistem klasifikasi klinik dan

klasifikasi histologik (tingkat invasi Clark & kedalaman Breslow).

Kegunaan atau kepentingan sistem klasifikasi tersebut, yaitu:

1. Untuk menentukan tindakan pengobatan

2. Untuk menentukan prognosis

3. Untuk membandingkan hasil pengobatan

2.7.1 Klasifikasi Klinik

Klasifikasi standar Melanoma maligna, terdiri atas 3 stadium:

a) Stadium I:

- Melanoma maligna lokal tanpa metastase jauh atau kelenjar limfe

regional

- Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi

eksisi

- Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 cm dari lesi

primer

- Melanoma primer multipel

b) Stadium II:

- Sudah terjadi metastase yang terbatas pada kelenjar limfe regional

19
- Melanoma primer yang mengadakan metastase secara simultan

- Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastase

- Melanoma rekuren lokal dengan metastasis

- Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 cm dari lesi primer

- Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastase

c) Stadium III:

- Melanoma iseminata,dimana sudah terjadi metastase jauh

- Bila sudah terjadi metastase ke organ dalam atau subkutan

Pada kira-kira 25-30% penderita melanoma Maligna sudah

menunjukkan adanya metastase ke kelenjar limfe regional, walaupun

secara klinik belum teraba pembesaran kelenjar limfe. Hal ini

menerangkan bahwa untuk menentukan prognosis dan tindakan

pengobatannya tidak cukup hanya didasarkan pada klasifikasi stadium

klinik saja, tetapi perlu disertai dan ditentukan berdasarkan histologik.

2.7.2 Klasifikasi Histologik

Klasifikasi ini didasarkan pada sifat biologis Melanoma Maligna.

Dikenal dua klasifikasi histologik standar yang digunakan, yaitu:

a) Klasifikasi Tingkat Invasi menurut Clark

Clark (1969) membagi Melanoma maligna menurut

invasinya didalam lapisan kulit atas lima tingkatan, yaitu:

20
Tingkat I : Sel melanoma terletak diatas membran basalis

epidermis (melanoma in situ: intraepidermal). Sangat

jarang dan tidak membahayakan.

Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan

papilaris dermis (dermis bagian superfisial)

Tingkat III : Invasi sel melanoma smpai dengan perbatasan

antara lapisan papilaris dan lapisan retikularis

dermis. Sel melanoma mengisi papila dermis.

Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan

retikularis dermis

Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan

subkutan

b) Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow

Breslow (1970) membagi melanoma maligna dalam

tiga golongan, yaitu :

Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor

kurang dari 0,76 mm

Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan ) tumor

antara 0,76 – 1,5 mm

Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan)tumor lebih

dari 1,5 mm

21
BAB III

DIAGNOSA DAN TATALAKSANA MELANOMA MALIGNA

3.1 Diagnosa

a. Anamnesis

Memberikan pertanyaan riwayat terpapar sinar matahari yang lama,

riwayat kulit terbakar yang berulang akibat paparan sinar matahari, riwayat

menderita melanoma maligna sebelumnya ataupun keluarga yang pernah

menderita melanoma maligna, riwayat immunosuppressant diseases, dan jika

memang ada lesi ditanyakan sesuai Glasgow 7-point checklist dimana jika ada

2 poin dari kriteria mayor seperti perubahan ukuran, perubahan warna, dan

perubahan bentuk dengan 1 poin dari kriteria minor seperti mengeluarkan

darah, perubahan sensasi, inflamasi atau diameter lebih dari 7 mm. jika

didapatkan 3 poin maka dicurigai terdapat keganasan kulit

b. Pemeriksaan Fisik

Ada 4 jenis melanoma maligna yang berbeda terlihat dari gambaran

klinis:

1) Superficial Spreading Melanoma (SSM) merupakan 70% jenis

melanoma maligna, biasanya berkembang pada tempat yang

sebelumnya ada naevus, mengalami perubahan yang lambat hingga

membutuhkan beberapa tahun, kemudian tumbuh secara vertikal dan

22
berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Berupa plak berukuran

0,5 – 3 cm dengan tepi meninggi dan ireguler. Terdapat bermacam-

macam warna, seperti abu-abu, biru, hitam, dan kemerahan.

2) Nodular melanoma (NM), terhitung 15% dari semua melanoma

maligna dan bisa menjadi lebih agresif daripada SSM dengan

permulaan klinis yang pendek. Lesi ini berasal dari de novo di kulit dan

lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, biasanya di badan,

kepala, atau leher. Biasanya berupa papula berwarna biru atau hitam,

diameternya 1-2 cm, dan berbatas tegas (Chan dan Greenbaum, 2013).

3) Lentigo Maligna Melanoma (LMM), jenis ini jarang ditemukan di

Indonesia, di Negara barat lokasi yang tersering pada wajah sekitar 4-

10% dan umumnya pada usia tua, pertumbuhannya vertikal dan sangat

lambat, berupa makula kecokelatan. LMM berhubungan dengan

paparan sinar matahari yang panjang dan intens, lebih sering terkena

perempuan daripada laki-laki (Goldstein dan Goldstein, 2001).

4) Acral Lentigo Melanoma (ALM), ini biasanya banyak ditemukan pada

orang kulit berwarna. Biasa pada orang Asia terutama Jepang, terhitung

insiden 70% di Jepang. Lesi ini berwarna dan sering ditemukan pada

telapak tangan, telapak kaki, atau di bawah nail bed. Jenis ini

dinyatakan paling agresif dibanding jenis yang lain.

c. Pemeriksaan dermoskopi

Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan manifestasi klinis “Melanoma

Maligna ADCDEF”.

23
d. Pemeriksaan Histopatologi dengan Biopsi

Pemeriksaan histopatologi dengan biopsi ini merupakan standar

diagnosis melanoma maligna. Apabila ditemukan lesi pigmentasi yang

diduga melanoma maligna setelah lesi pigmentasi memenuhi 2 kriteria

mayor dan 1 kriteria minor maka selanjutnya dilakukan biopsi eksisi luas.

Semua lesi yang diduga melanoma maligna seharusnya dihilangkan

sempurna vertikal dan horizontal. Prinsip biopsi harus sempurna, jenis

biopsi tergantung pada ukuran dan lokasi anatomi lesi. Bila kurang dari 2

cm dilakukan eksisi tumor dengan batas tumor 2-5 mm sedangkan insisi

tumor dilakukan ketika diameter lesi lebih dari 2 cm dan secara anatomi

letak lesi sulit seperti di daerah wajah.

Tindakan lymph node dissection dan terapi adjuvan dipengaruhi oleh

kedalaman lesi. Untuk 5-6 mm punch biopsy dilakukan untuk mengambil

lesi yang mencapai subcutaneous fat. Laporan histopatologi setidaknya

memuat sesuai NIH Consensus Conference of 1992 dan the French

Consensus Conference of 1995, sebagai berikut:

a. Diagnosis lesi memang berasal dari sel melanosit dan konfirmasi

keganasan

b. Ketebalan tumor dalam milimeter (berdasarkan metode Breslow)

c. Penilaian kesempurnaan eksisi

d. Tingkat invasi (Clark)

e. Ada dan luas regresi

f. Ada dan luas ulkus

24
3.2 Tatalaksana

Perawatan yang dilakukan pada pasien melanoma adalah tindakan

bedah segera setelah dilalakukan pemeriksaan klinik dan juga pemeriksaan

laboratorium berupa biopsi.

Setelahnya berdasarkan pemeriksaan histopatologis, pada melanoma

maligna tersebut dilakukan terapi berupa:

1. Eksisi Bedah

Tindakan eksisi bedah diindikasikan pada melanoma stadium I dan II.

2. Elective Lymph Node Dessectio (ELND)

Melanoma pada membran mukosa termasuk pada rongga mulut

hampir seluruhnya fatal, karena keterlambatan dalam mendeteksi dan

menegakkan diagnosa. Biasanya ELND dilakukan pada melanoma stadium

III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan

dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph. ELND masih merupakan

terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah dengan

intraoperatif lymphatic mapping.

Dari penelitian yang didapat maka diseksi dianjurkan dilakukan

berdasarkan kedalaman dari melanoma maligna tersebut. Berdasarkan

penelitian diseksi dilakukan 5 cm dari jaringan normal disekitar melanoma

maligna, hal ini disesuaikan juga dengan letak melanoma, ukuran lesi dan

perluasan metastase.

25
3. Interferon a 2b

Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang

berukuran lebih dari 4 mm (stadium V), tetapi harus dipertimbangkan

tingkat toksisitasnya yang masih tinggi. Tujuan terapi ini diharapkan dapat

menghambat metastasis yang lebih jauh lagi.

4. Kemoterapi

Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis

kemoterapi yang paling efektif dacarbazine (DTIC= Dimethyl Triazone

Imidazole Carboxamide Decarbazine).

5. Kemoterapi perfusi

Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertemis dan

oksigenasi pada pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi

distribusi kemoterapi dengan menggunakan torniquet.

6. Terapi Radiasi

Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma

dengan metastase ke tulang dan susunan saraf pusat (SSP). Meskipun

demikian hasilnya tidak begitu memuaskan.

Penatalaksanaan radioterapi dan kemoterapi hanya bisa

menghambat perkembangan sel-sel tumor tanpa perawatan tuntas pada

melanoma maligna. Dengan melihat kenyataan tersebut, tindakan yang

lebih efektif adalah dengan bedah reseksi radikal.

26
BAB IV

KESIMPULAN

Melanoma maligna adalah merupakan neoplasma yang berasal dari

pigmentasi melanosit, yaitu sel pigmen yang mengandung pigmen melanin.

Melanoma maligna dapat muncul pada kulit, mata, sistem saraf pusat dan pada

rongga mulut. Penyebaran melanoma maligna sangat agresif sehingga dapat

bermetastase ke organ lain melalui aliran darah dan limfa.

Etiologi terjadinya melanoma maligna adalah karena tubuh terkena sinar

matahari secara terus menerus. Faktor genetik juga berperan pada munculnya

melanoma maligna dimana pada pasien yang terkena melanoma maligna diperoleh

adanya insiden pada anggota keluarganya. Selain faktor genetik, trauma dan faktor

hormonal juga berperan terhadap terjadinya melanoma maligna tersebut.

Pemeriksaan histopatologis yang didapat di laboratorium setelah dilakukan

biopsi adalah sel-sel tumor yang ganas dan tersusun rapat. Sel-sel pleomorfik

dengan hiperkromatik dan nukleus yang menonjol. Terdapat adanya infiltrasi

limfosit yang terlihat di sekeliling massa seperti tumor.

Penatalaksanaan melanoma maligna adalah bedah reseksi radikal, yang

dilakukan setelah diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan

laboratorium. Prognosa dari melanoma maligna tidak menguntungkan karena

melanoma biasanya sudah mengalami metastase ke organ tubuh yang lebih jauh.

27
DAFTAR PUSTAKA

Carlson JA, Slominski A, Linette GP, Mysliborski J, Hill J, Mihm MC, Ross

JS. 2003. Malignant Melanom. Am J Clin Pathol 2003;120.

Cavalli F, Kaye SB, Hansen HH, Armitage JO, Piccart-Gebhart MJ. 2009.

Textbook of Medical Oncology 4th Edition. Informa Healthcare,

United Kingdom.

Chan SP. 2009. Cutaneous melanoma. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis

of clinical dermatology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill.

Kummar, Abbas, Fausto, Mitchell. 2007. Robbins Basic Pathology 8th

Edition. Saunders, Elsevier.

Montgomery PQ, Rhys Evans PH, Gullane PJ. 2009. Principles and

Practice of Head and Neck Surgery and Oncology 2nd Edition.

Informa Healthcare, United Kingdom.

Siregar RS, 2015. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 3. Jakarta:

EGC

Tan Sukmawati, 2015. Melanoma Maligna. Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin, Universitas Tarumanegara. Jakarta.

Veronique Bataille. 2009. Risk Factors for Melanoma Development. Expert

Review of Dermatology.Expert Reviews Ltd.

28

Anda mungkin juga menyukai