Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit
dengan gambaran berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit atau mukosa. Melanoma
sebagian besar ditemukan di kulit, namun kemungkinan juga dapat terjadi pada
tempat lain, dimana melanosit ditemukan.

Melanoma pada rongga mulut ditemukan pada pasien dengan umur rata-rata
56 tahun, dan lebih sering didapatkan pada laki-laki. Kelainan ini sering dijumpai
pada palatum durum, gingival rahang atas, lidah, mukosa bukal, dan pada bibir 1

Melanoma merupakan cutaneous pigmented cancer  yang sangat agresif dan


merupakan lesi primer intra oral dan dapat terjadi disebabkan metastase dari bagian
tubuh lain yang letaknya berjauhan. Melanoma pada rongga mulut lebih sering
muncul pada pria dibandingkan wanita. Lesi biasanya nampak sebagai suatu daerah
pigmentasi yang dalam dan seringkali disertai ulser dan perdarahan yang cenderung
untuk meningkat secara progresif.2

Menurut WHO, jumlah kasus melanoma yang terjadi di dunia meningkat


dengan cepat dibanding dengan kasus keganasan lainnya Metastase melanoma
maligna dapat terjadi secara limfogen dan hematogen.

Pemeriksaan klinis saja tidak dapat menunjang diagnosa yang tepat pada
melanoma maligna tanpa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
penunjang harus segera dilakukan apabila telah dicurigai adanya melanoma.3,4

1
BAB II
MELANOMA MALIGNA RONGGA MULUT

2.1. Epidemiologi

Insidensi melanoma telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada


tahun 1999, di Amerika Serikat 44.200 orang didapati mengalami melanoma invasif,
dan 7.300 diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Melanoma menempati
urutan keenam dalam kejadian kanker pada pria dan ketujuh pada wanita.
Melanoma dianggap sebagai kanker epidemik karena insidensinya meningkat
sampai 697 % antara tahun 1950-2000, lebih cepat dari proses keganasan lain. Sekitar
10-20 % kelainan ini terjadi pada daerah kepala dan leher. Melanoma pada rongga
mulut lebih sering terjadi pada orang dewasa dan jarang dijumpai pada anak-anak dibawah
20 tahun.3,4,5

2.2. Etiologi

Berikut adalah faktor-faktor resiko yang membuat seseorang lebih rentan


terhadap melanoma, yaitu:6

a) Sinar Matahari

Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV) merupakan faktor resiko
utama terjadinya melanoma. Resiko terjadinya melanoma akan meningkat seiring
dengan terjadinya sunburn. Diduga insidensi melanoma lebih sering dijumpai pada
penduduk atau populasi di daerah sekitar ekuator.
Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko lingkungan yang
paling relevan untuk melanoma. Ambang paparan sinar UVA dan UVB yang
diperlukan untuk meningkatkan resiko melanoma masih belum diketahui. Kerentanan
genetik untuk radiasi UV sangat bervariasi antar individu dan ini tidak sepenuhnya
berkorelasi dengan jenis kulit, karena itu, faktor genetik lain yang berperan perlu
diperhatikan.6

b) Jenis dan Tipe Kulit

Jenis kulit dan respon terhadap paparan sinar matahari mempunyai peran penting dalam
terjadinya melanoma.

Tabel 1.Tipe jenis kulit menurut Fitzpatrick 

Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu pada jenis kulit putih,
edangkan, pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan 6 jarang ditemui melanoma maligna.6

c) Nevi

Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa kecil, terus
berkembang di masa dewasa awal, dan menurun secara bertahap pada usia 40-50
tahun dan seterusnya. Nevi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada anak perempuan,
nevi lebih banyak ditemukan di anggota badan sedangkan pada anak laki-laki sering
ditemukan pada batang badan. Alasan mengapa gender mempengaruhi distribusi pada
melanoma belum diketahui. Nevi merupakan faktor risiko terkuat untuk melanoma,
jauh lebih besar daripada resiko relatif yang berhubungan dengan paparan sinar
4,6
matahari.
d) Anak-anak, Keluarga, dan Kehamilan

Melanoma jarang terjadi pada anak yang belum pubertas. Riwayat keluarga terhadap
melanoma akan meningkatkan resiko terjadinya melanoma terhadap seseorang.
Melanoma yang terjadi pada wanita hamil mempunyai ukuran ketebalan yang lebih
4,6
besar daripada melanoma yang terjadi pada wanita yang tidak hamil.

e) Faktor Biologis

Trauma mekanis yang berkepanjangan merupakan resiko terjadinya keganasan ini,


misalnya iritasi akibat pemakaian gigi tiruan yang tidak pas. Selain itu juga
dilaporkan adanya hubungan antara oral melanoma maligna dengan merokok
konsumsi alkohol dan iritasi karena oral appliances lain. Keadaan lainnya yang
mempengaruhi adalah berkurangnya ketahanan imunologik, misalnya pada penderita
pengangkatan ginjal dan
 juga M. Hodgkin akan meningkatkan kejadian melanoma maligna. Perubahan
keadaan hormonal juga meningkatkan kejadian dan tingkat kekambuhan melanoma
maligna.4,6

Tidak ada faktor etiologi khusus untuk melanoma rongga mulut, beberapa faktor
resiko pun sulit untuk dipahami. Sama seperti melanoma yang terjadi di kulit,
melanoma rongga mulut primer juga dipercaya berasal dari nevus,  pre-existing
pigmented areas atau de novo (pada 30% kasus). Beberapa melanoma rongga mulut
berasal dari
 junctional nevi, namun jarang berkembang dari  pre-existing Hutchinson`s malignan
1, 3, 4,6
lentigo yang dipercaya sering hadir pada mukosa oral.

Trauma mekanis dari protesa dan infeksi rongga mulut merupakan faktor kausatif
yang mungkin menyebabkan melanoma rongga mulut. Faktor kebiasaan oral dan
riwayat pengobatan diri dapat merupakan etiologi yang signifikan pada ras Indian
dan Afrika.1
f)Faktor Genotip

Faktor resiko melanoma oleh karena genetik memberikan kontribusi 10% dari semua
kasus melanoma. Mutasi gen yang ditemukan di keluarga dengan kecenderungan terjadi melanoma memiliki
(CDNK2A).

Tes mutasi pada gen CDKN2A mengungkapkan alasan mengapa melanoma dapat
menurun pada keluarga, lebih banyak gen yang dikaitkan dengan melanoma
mempunyai kontribusi yang rendah dan biasa di populasi umum, dimana sebagian
besar tidak akan menyebabkan melanoma. Mutasi pada beberapa lokus genetik,
CDNK2A (p16INK dan p14ARF) dan Cyclin-dependent kinase 4 CDK4, telah
diidentifikasi dalam keluarga dengan riwayat melanoma.

Keragaman faktor molekuler penyebab melanoma dan penelitian yang ada


menemukan bahwa pigmentasi, jenis kulit, dan kebiasan (paparan sinar matahari)
memegang peranan penting sebagai penyebab terjadinya melanoma pada populasi
keluarga tertentu.
1, 3, 4,6,7

2.3 Patofisiologi

Informasi untuk memahami patofisiologi melanoma adalah konsep


pertumbuhan radial dan vertikal. Secara sederhana, pertumbuhan radial
menunjukkan kecenderungan awal dari suatu melanoma untuk tumbuh horizontal
di dalam epidermis (in situ) dan lapisan dermal yang dangkal, seringkali ini terjadi
untuk waktu yang lama. Selama tahap pertumbuhan ini, sel-sel melanoma tidak
memiliki kemampuan untuk bermetastasis, dan tidak ada bukti angiogenesis.
Dengan berjalannya waktu, pola
pertumbuhan menjadi vertikal, tumbuh ke bawah ke lapisan dermal yang lebih dalam sebagai massa yang meluas dan k

ketebalan Breslow). Indikator lainnya adalah potensi metastasis limfatik, tingkat mitosis, dan ulserasi. Tidak hanya melibatkan metastasis kelen

A B C

Gambar 1. Pertumbuhan Melanoma secara histologis


Pertumbuhan radial, menunjukkan pola irreegular  dan penyebaran tunggal sel-sel melanoma di epidermis.
Pertumbuhan vertikal nodular agregat menunjukkan perluasan sel-sel ganasdalam dermis (epidermis adalah di sebelah kanan).
Sel-sel melanoma inti hyperchromatic dengan ukuran dan bentuk tidak beraturan dengan
inti yang menonjol.
Analisis genetika molekuler keluarga memberikan wawasan penting dalam
patogenesis melanoma. Mutasi pada gen CDKN2A (terletak di 9p21) ditemukan
sebanyak 40% dari individu langka familial melanoma. Gen ini mengkodekan
2,3,8
p16INK4A, di siklus bergantung inhibitor kinase yang mengatur transisi G1-S.

Gambar 2. Tahap perkembangan melanoma.


A. kulit normal dan sebaran melanosit.

b. Junctional nevus.
c. Compound nevus.
d. Intradermal nevus.
e. Intradermal nevus dengan neurotisasi (pematangan).
B. hyperplasia lentiginous melanocytic.

C. Lentiginous compound nevus dengan arsitektur dan sitologi abnormal (dysplastic nevus).

D. Tahap awal atau fase pertumbuhan radial melanoma (sel gelap besar di epidermis) yang

timbul pada nevus.


E. Melanoma dalam fase pertumbuhan vertikal dengan potensi metastasis

Morfologi sel melanoma biasanya jauh lebih besar dari sel-sel nevus. Mereka
berisi banyak inti dengan kontur tak beraturan, memiliki kromatin yang berkelompok.
Di pinggiran membran nukleus dan nukleolus eosinofilik sering digambarkan
sebagai
"cherry red". Sel-sel ganas tumbuh dengan bentuk seperti sarang yang buruk atau sel- sel individual di semua tingkat ep
merupakan fase pertumbuhan radial dan vertikal 2,4,8

Melanoma maligna dapat berkembang dari lesi yang jinak dan juga bisa dari
pigmentasi nevus. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sel-sel melanoma dibentuk
dari sel-sel epidernal. Sel melanosit yang normal berada di lapisan basal kulit dan
mukosa, proses keganasan mengubahnya sehingga dapat muncul pada  pre-existing
2
nevus, lesi- lesi melanosit.

Lesi-lesi primer mulanya hadir dengan variasi-variasi dari segi warna, bentuk dan
ketinggian derajat pigmentasi dari lesi tersebut. Tipe lesi seperti ini akan mengarah
kepada maligna, biasanya terjadi indurasi dan dari lesi tersebut sering bermetastase.
Melanoma dapat tersebar baik melalui aliran darah dan melewati aliran limfa,
melibatkan paru-paru dan juga hepar. Melanoma dapat muncul dibawah mukosa,
sebagai suatu massa polipoid yang melibatkan regio-regio yang jauh. 2,5

Adanya rasa sakit biasanya merupakan perwujudan dari peningkatan stadium


melanoma. Pada stadium awal jarang disertai rasa sakit, sehingga biasanya pasien
baru datang ke dokter disaat stadium lanjut, dimana sudah terdapat metastase pada
nodus limfa regional, terjadi perdarahan dan peningkatan derajat mobiliti gigi.

2.4 Gambaran Klinis

Terdapat 4 jenis melanoma maligna, yaitu:2,6

ng ditemukan di Indonesia (70%). Subtipe ini paling sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun. Pada umumnya SSM timbul pada kulit norma
0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan irreguler. Pada permukaannya terdapat
campuran dari bermacam-macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam
dan sering kemerahan Lesi ini meluas secara radial. Pada umumnya
mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh
secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Dapat
mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi.
Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada
pria di badan dan leher. Secara histologis, ditandai buckshot (pagetoid)
melanosit pada epidermis.

A B

Gambar 3. A. Superficial spreading melanoma psda kulit.


B. Superficial spreading melanoma di palatum, lesi coklat kehitaman dengan
batas tak beraturan, tampak lesi satelit.

2.Nodular melanoma (NM)

a terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih


ki dan badan. Nodular melanoma adalah lesi berupa nodul berbentuk setengah bola (dome shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna cokla

Pertumbuhannya secara vertikal, pertumbuhan pesat terjadi beberapa minggu


sampai bulan, subtipe ini bertanggung jawab untuk kebanyakan melanoma yang
dalam. Dapat mengalami ulserasi dan mudah terjadi perdarahan hanya dengan
trauma ringan. Metastase dapat secara limfogen dan hematogen. Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase

A B

Gambar 4. Nodular melanoma.


Nodular melanoma pada kulit.
Nodular melanoma pada gingiva disertai ulserasi.

3.Lentigo Maligna Melanoma (LML)

yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan lesi ini


di sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun. Biasanya sering ditemukan di kepala, leher, dan lengan pada individu yang lebih tua deng

meter lebih dari 1-3 cm dengan tepi


un, dan menunjukkan pigmentasi makula dari coklat tua sampai kehitaman, namun pada beberapa area dapat tampak hipopigmenta
-kehitaman dalam lesi in situ.2,6
Secara histologis ditandai dengan proliferasi melanosit yang predominan dan
meluas sepanjang struktur adneksa kulit. Lesi ini terjadi terutama pada wanita
usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita 1: 2-3.

4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)

Sering dijumpai di telapak tangan, ibu jari kaki, daerah subungul, dan
membran mukosa. Biasanya berawal dari pigmentasi hitam, makula batas
tidak teratur, yang kemudian berkembang menjadi papula yang invasif.
Sering terjadi didekade ke-5 sampai ke-7 dari hidup seseorang. Pertumbuhan
lesi makula meluas kearah lateral dan ke arah vertikal berupa penebalan
lesi.2,6

Gambar 5. Lentigo melanoma maligna. Gambar 6. Acral lentiginous melanoma .

Gambaran Klinis Melanoma Malignan Rongga Mulut

ering didiagnosa dalam


adi pada dekade ke-6 atau ke-7 dari usia seseorang. Dua dari tiga pasien terjadi pada laki-laki. Empat dari lima melanoma pada rongga mulut
Lesi awal biasanya berupa makula berwarna kecoklatan hingga kehitaman
dengan tepi tidak teratur. Dapat terjadi ulserasi pada lesi, tetapi pada banyak lesi ditemukan warna hitam, berlobul, ma
gambaran kerusakan yang irregular atau “moth-eaten”.1,2,5

Pada pemeriksaan klinis terlihat pigmen berwarna kehitam-hitaman pada


mukosa pasien. Daerah mukosa yang terlibat biasanya linggir alveolar, lidah, dasar
mulut dan dapat terjadi pada rahang bawah maupun rahang atas. Lesi biasanya
nampak sebagai suatu daerah pigmentasi yang dalam, sering disertai ulser dan perdarahan
dan cenderung untuk meningkat secara progresif dalam hal ukurannya.1,5

Gejala yang patut dicurigai sebagai tanda dari keganasan lesi berpigmen
adalah perubahan warna apakah lebih terang atau lebih gelap, gatal, perubahan bentuk
menjadi tidak teratur atau nevus bertambah luas dan tebal, pertumbuhan horizontal
dan vertikal, permukaan tidak rata, dan pembentukan ulser serta adanya peradahan.
1,2,5

Perkembangan pigmentasi suatu melanoma muncul dalam beberapa bulan


sampai beberapa tahun sebelum penampakan gejala klinisnya. Maka dalam hal ini
jika dijumpai penampakan pigmentasi melanin dalam rongga mulut dan terjadi
perubahan ukuran, kedalaman dan warna harus segera dilakukan pemeriksaan klinis
yang serius.
A B

Gambar 6. (A).Pasien pria Jepang dengan makula yang luas, hitam-berpigmen dan tidak teratur
berbatasan di mukosa labial gingiva rahang atas dan garis tengah wajah.(B) Lesi besar warna
biru-hitam,dengan batas tidak teratur.5

Alat bantu diagnostik yang digunakan dalam pemeriksaan klinis kelainan ini meliputi:

1.  MacKie's revised seven-point checklist/ Glasgow seven point checklist.


Lebih dari 95% dari semua melanoma akan menunjukkan setidaknya satu tanda
utama. Tanda minor yang hadir sekitar 30-40% (Tabel 1 dan 2). 1

Tabel 3. MacKies revised seven point checklist.Tabel 4. Glasgow seven point checklist
2. The ABCDE checklist from the American C

Sistem ABCDE (A untuk asimetri, B ketidakteraturan tepi lesi, C untuk 


variasi warna, D untuk diameter yang lebih besar dari 6 mm, dan E untuke elvas,ipembesaran) mudah diingat dan digunakan

-A: Asimetry

Gambar 7. Bentuk tum

-B: Border irregularity

Gambar 8. Garis bat


-C: Colour variation

Gambar 9. Dalam satu lesi warnanya dapat bervariasi

-D: Diameter

Gambar 10. Diameter tumor lebih besar dari 6 mm

-E: Evolution, terdapat perubahan lesi yang dapat diperhatikan sendiri oleh
penderita dan keluarganya

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui apakah pada lesi terdapat


kecurigaan terhadap suatu keganasan atau tidak, namun pemeriksaan secara klinis
tidak dapat memastikan tingkat keganasannya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan pemeriksaan laboratorium , pemeriksaan tersebut meliputi:

a) Biopsi

Pemeriksaan laboratorium dimulai dengan dilakukannya biopsi pada lesi.


Biopsi eksisi dilakukan jika tidak memacu perkembangan terhadap metastase lesi.
Tindakan biopsi eksisi dilakukan dengan mengambil marginal jaringan normal
secukupnya yang
dapat dilakukan jika lesi berukuran kecil, namun pada lesi yang cukup besar dengan
keterbatasan anatomi, maka biopsi insisi sangat memadai.

b) Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah biopsi dengan preparat didapat.


Pada pemeriksaan mikroskopis didapat gambaran histopatologis berupa sel-sel yang
ganas, dan tersusun rapat yang mempunyai variasi dalam bentuk dan ukuran.

Sebagian besar melanoma oral memiliki karakteristik dari jenis acral


lentiginous dan kadang superficial spreading.
Sel-sel ganas sering tampak bersarang atau
berkluster dalam mode organoid, namun sel tunggal mendominasi di persimpangan di
bagian epitelium. Ada sedikit bukti pematangan atau dispersi di dasar tumor. Sel-sel
melanoma memiliki nuklei yang besar, seringkali dengan nukleolus eosinofilik menonjol,
dan menunjukkan pseudoinklusion karena ketidakteraturan membran
nukleusnya. Sitoplasma tampak seragam eosinofilik. Kadang beberapa sel menjadi
spindled  (sarcomatoid) atau tampak nekrotik.

Dalam mukosa mulut, prognosisnya buruk jka terdapat semua jenis arsitektur
(spindled, pleomorfik,dan plasmacytoid. Sering juga ditemukan metastasis ke kelenjar
getah bening leher dan supraklavikula.

Gambar 11.

Sel tumor menunjukkan afinitas permukaan epitelium (penggabungan tumor dan epitel).
Diagnosis melanoma oral5
Gambar 12.
Sarang melanosit yang bundar dalam berbagai variasi ukuran dengan pseudoinclusion nuklir
(hematoxylin dan eosin, X40 perbesaran asli). Diagnosis melanoma oral.5

Melanoma memiliki sejumlah gambaran histopatologi, termasuk difrensiasi


yang buruk dan anaplastik sel-sel limfoma besar. Sel balon sel, sel kecil, dan varian
desmoplastik melanoma bisa primer atau merupakan metastasis di mukosa rongga
mulut.

Diperlukan penggunaan teknik imunohistokimia untuk melihat filamen


intermediate atau antigen spesifik di jalur sel tertentu. Amelanotik melanoma dapat
menyerupai banyak neoplasma mesenkimal, dan sangat diperlukan pemeriksaan
dengan imunohistokimia (IHC) untuk diagnosis. Ahli patologi akan mencari bukti
reaksi limfositik dalam jaringan ikat dan peningkatan jumlah melanosit di lapisan sel
basal sebagai indikasi untuk meminta pewarnaan IHC.
A B

Gambar 13.
(A) Massa polypoid. Kumpulan sarang melanosit bulat mengisi jaringan ikat dan memiliki
tropisme untuk epitel permukaan Massa ini dipotong dari permukaan lingual rahang bawah
posterior dari seorang pria tua. (B) Massa polypoid dengan sel tumor menunjukkan peawarnaan
yang kuat dan positif dengan protein S-100 imunohistokimia Diagnosis melanoma oral5

Pilihan utama dilakukan biopsi eksisi total dengan mengikutsertakan sedikit


 jaringan sehat dan lemak subkutan. Hal ini perlu dilakukan untuk penilaian seluruh
lesi dan akurasi microstaging. Setelah dilakukan biopsi, dikuti dengan penutupan luka
dengan flap lokal ataupun skin graft. Biopsi insisi atau  punch biopsy dilakukan bila
lesi besar, atau lokasi pada daerah estetik dan fungsional (Montgomery PQ et al,
2009). Pemeriksaan imunohistokimia pada melanoma dapat dilakukan dengan
menggunakan S-100 protein imunofenotip, HMB-45, Mel5, Mart-1/Melan-A,
tyrosinase, melanoma cell adhesion molecule (Mel-CAM), and microphthalmia
transcription factor  (Mitf) (Carlson JA et al, 2003).
Penilaian klinis kelenjar limfe regional sangat penting untuk manajemen
penatalaksanaan terapi. Kelenjar limfe regio parotis harus diperhatikan secara
seksama, karena merupakan tempat berkumpulnya/  drainage kelenjar limfe dari
wajah, scalp anterior, dan telinga. Kelenjar limfe oksipital dan postaricular juga
harus diperiksa dengan seksama, begitu juga dengan kelenjar limfe daerah leher.
Ketika kelenjar limfe level IV dan level V terlibat, maka kelenjar limfe daerah aksila
juga harus diperiksa.
Semua pasien harus memiliki tes fungsi hati, termasuk serum LDH, dan foto
thorax, tetapi CT scan juga dianjurkan pada pasien dengan risiko tinggi. Penelitian
terbaru telah berfokus pada tomografi emisi positron (PET) untuk evaluasi pasien
yang
berisiko tinggi. PET memiliki sensitivitas lebih baik daripada CT dalam mendeteksi
metastasis penyakit, tapi pencitraan positif palsusering terjadi dengan PET yang
berkaitan dengan proses inflamasi akut, termasuk yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka bedah (Montgo

2.6 Diagnosa banding 2,4

Nevus pigmentosus
Blue nevus
Keratosis seboroik 
Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen
Penyakit bowen
Dermafibroma
Granuloma piogenikum
Sublingual hematoma

2.7 Sistem Klasifikasi

Pada melanoma maligna digunakan sistem klasifikasi klinik dan klasifikasi


histologik ( tingkat invasi Clark & kedalaman Breslow). Kegunaan atau kepentingan sistem klasifikasi tersebut, yaitu:2,4,5

Untuk menentukan tindakan pengobatan


Untuk menentukan prognosis
Untuk membandingkan hasil pengobatan

Klasifikasi Klinik

Klasifikasi standar Melanoma maligna, terdiri atas 3 stadium:

Stadium I:

Melanoma maligna lokal tanpa metastase jauh atau kelenjar limfe regional
Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi eksisi
Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 cm dari lesi primer
Melanoma primer multipel

Stadium II:

Sudah terjadi metastase yang terbatas pada kelenjar limfe regional


Melanoma primer yang mengadakan metastase secara simultan
Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastase
Melanoma rekuren lokal dengan metastasis
Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 cm dari lesi primer
Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastase

Stadium III:

Melanoma iseminata,dimana sudah terjadi metastase jauh


Bila sudah terjadi metastase ke organ dalam atau subkutan

n kelenjar limfe. Hal ini menerangkan bahwa untuk menentukan prognosis dan tindakan pengobatannya tidak cukup hanya didasarkan pada kla

Klasifikasi Histologik

Klasifikasi ini didasarkan pada sifat biologis Melanoma Maligna. Dikenal dua
klasifikasi histologik standar yang digunakan, yaitu:

Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark 


Klasifikasi kedalaman menurut Breslow
Klasifikasi Tingkat Invasi menurut Clark

Clark (1969) membagi Melanoma maligna menurut invasinya didalam lapisan


kulit atas lima tingkatan, yaitu:
Tingkat I : Sel melanoma terletak diatas membran basalis epidermis
(melanoma in situ: intraepidermal). Sangat jarang dan
tidak membahayakan.
Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis
(dermis bagian superfisial)
Tingkat III : Invasi sel melanoma smpai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma
mengisi papila dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan

Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow


Breslow (1970) membagi melanoma maligna dalam tiga golongan
Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76
mm Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan ) tumor antara
0,76 – 1,5 mm Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan)tumor lebih
dari 1,5 mm
BAB III

PERAWATAN DAN PROGNOSA

Berbagai kasus menunjukkan bahwa kebanyakan pasien tidak mengetahui akan


bahaya metastase yang disebabkan oleh melanoma maligna. Pasien sering datang
dalam keadaan yang sudah parah, sehingga prognosa dari melanoma maligna
umumnya buruk.

3.1 Perawatan

Perawatan yang dilakukan pada pasien melanoma adalah tindakan bedah segera
setelah dilalakukan pemeriksaan klinik dan juga pemeriksaan laboratorium berupa

1,2,5,9
biopsi.

Setelahnya berdasarkan pemeriksaan histopatologis, pada melanoma maligna


tersebut dilakukan terapi berupa:

1.Eksisi Bedah
Tindakan eksisi bedah diindikasikan pada melanoma stadium I dan II.

m mendeteksi dan menegakkan diagnosa. Biasanya ELND dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar ly

Dari penelitian yang didapat maka diseksi dianjurkan dilakukan


berdasarkan kedalaman dari melanoma maligna tersebut. Berdasarkan
penelitian diseksi dilakukan 5 cm dari jaringan normal disekitar melanoma
maligna, hal ini disesuaikan juga dengan letak melanoma, ukuran lesi dan
perluasan metastase.
Interferon a 2b
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih dari 4 mm (stadium V), tetapi harus
Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang paling efektif dacarbazine (DTIC=
Kemoterapi perfusi
Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertemis dan oksigenasi pada pembuluh-pembuluh darah pada se
Terapi Radiasi
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastase ke tulang dan susunan saraf pusa
begitu memuaskan.

Perawatan radioterapi dan kemoterapi hanya bisa menghambat perkembangan


sel-sel tumor tanpa perawatan tuntas pada melanoma maligna. Dengan
melihat kenyataan tersebut, tindakan yang lebih efektif adalah dengan bedah
reseksi radikal.

3.2 Prognosa

Melanoma maligna mengalami penyebaran yang cepat pada tubuh pasien.


Metastase ini berkembang mengikuti peredaran darah dan limfa didalam tubuh pasien.
Dengan melihat kenyataan yang didapat maka prognosa dari melanoma maligna ini
kebanyakan kurang menguntungkan. Melanoma maligna pada rongga mulut umumnya
lebih buruk dari melanoma maligna pada kulit. Hal ini disebabkan karena kedalaman
melanoma maligna yang sudah lebar kemudian kenyataan dengan keterbatasan
letak anatomi dari rongga mulut sehingga pengambilan melanoma maligna susah
untuk dilakukan.
Prognosa tidak menguntungkan juga disebabkan karena keterlambatan
perawatan yang dilakukan sehingga diagnosa tidak cepat ditegakkan. Apabila diagnosa
cepat dilakukan saat lesi masih kurang 0,76 mm (level I dan II) dan perawatan
agresif segera dilakukan maka prognosanya adalah baik.
Prognosa juga tergantung pada tingkat penyebaran tumor. Jika tidak ada
penyebaran, ketahanan hidup rata-rata selama 10 tahun berkisar 40-90%. Prognosa
buruk apabila metastase telah jauh ke organ lain seperti di hati, paru, otak dan usus.
Prognosa baik apabila lesi masih kecil dan belum terjadi metastase. Perhatikan tanda-
tanda peringatan dari melanoma dengan mengikuti aturan ABCD. 1,2,6
BAB IV
KESIMPULAN

Melanoma maligna adalah merupakan neoplasma yang berasal dari


pigmentasi melanosit, yaitu sel pigmen yang mengandung pigmen melanin.
Melanoma maligna dapat muncul pada kulit, mata, sistem saraf pusat dan pada
rongga mulut. Penyebaran melanoma maligna sangat agresif sehingga dapat
bermetastase ke organ lain melalui aliran darah dan limfa.
Etiologi terjadinya melanoma maligna adalah karena tubuh terkena sinar
matahari secara terus menerus. Faktor genetik juga berperan pada munculnya
melanoma maligna dimana pada pasien yang terkena melanoma maligna diperoleh
adanya insiden pada anggota keluarganya. Selain faktor genetik, trauma dan faktor
hormonal juga berperan terhadap terjadinya melanoma maligna tersebut.
Pada pemeriksaan klinis biasanya terlihat lesi yang berwarna kehitaman pada
mukosa di rongga mulut baik pada rahang atas maupun pada rahang bawah. Lesi
tidak hanya berpigmen tetapi juga disertai dengan ulser, mengalami perdarahan dan
terkadang gigi juga bisa mengalami mobiliti.
Pemeriksaan histopatologis yang didapat di laboratorium setelah dilakukan
biopsi adalah sel-sel tumor yang ganas dan tersusun rapat. Sel-sel pleomorfik dengan
hiperkromatik dan nukleus yang menonjol. Terdapat adanya infiltrasi limfosit yang
terlihat di sekeliling massa seperti tumor.
Perawatan melanoma maligna adalah bedah reseksi radikal, yang dilakukan
setelah diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Prognosa
dari melanoma maligna tidak menguntungkan karena melanoma biasanya sudah
mengalami metastase ke organ tubuh yang lebih jauh. Prognosa dari melanoma
maligna di rongga mulut biasanya lebih jelek dibanding dengan di kulit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pour MSH, Malignant melanoma of the oral cavity: A review of literature.


Indian J Dent, 19 (1), 2008.
2. Buchan J, Roberts D. Pocket Guide to Malignant Melanoma. Blackwell
Science, 2000.
3. Carlson JA, Slominski A, Linette GP, Mysliborski J, Hill J, Mihm MC, Ross
JS. Malignant Melanoma 2003. Am J Clin Pathol 2003;120.
4. Cavalli F, Kaye SB, Hansen HH, Armitage JO, Piccart-Gebhart MJ. Textbook
of Medical Oncology 4th Edition. Informa Healthcare, United Kingdom, 2009.
5. Collins II, Barnes. Oral Malignant Melanoma.
http://emedicine.medscape.com.2010
6. Veronique Bataille, Risk Factors for Melanoma Development. Expert Review
of Dermatology.Expert Reviews Ltd..2009
7. Erkut MA, Aydogdu I, Kuku I, Kaya E, Basaran Y. Nodular melanoma
presenting with rapid progression and widespread metastases: a case report.
 Journal of Medical Case Reports 2009, 3:50
th
8. Kummar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology 8 Edition.
Saunders, Elsevier, 2007.
9. Montgomery PQ, Rhys Evans PH, Gullane PJ. Principles and Practice of Head
and Neck Surgery and Oncology 2 nd Edition. Informa Healthcare, United
Kingdom, 2009.
10. Mukhopadhyay S, Ghosh S, Siddartha D, Mitra PK. A clinicopathology study
of malignant melanoma with special reference to atypical presentation. Indian
Jornal of Pathology ang Microbiology-51(4), Oktober-Desember 2008.

Anda mungkin juga menyukai