Anda di halaman 1dari 34

"TUMOR MALIGNA Melanoma Maligna

Adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran berupa lesi kehitam-
hitaman pada kulit. Penyebabnya belum diketahui, sering terjadi pada usia 30 sampai 60 tahun.
Frekwensi sama pada pria maupun wanita.4 Berbagai faktor yang diperkirakan sebagai faktor
penting dalam mekanisme karsinogenesis keganasan adalah sebagai berikut 3,4,5,6,9-17 l. Faktor
genetik.
Adalah keluarga yang menderita keganasan ini meningkatkan risiko 200 kali terjangkitnya
Melanoma Maligna. Ditemukan Melanoma Maligna familial pada 8% kasus baru. Terjadinya
Melanoma Maligna jugu dihubungkan dengan terjadinya keganasan lainnya misalnya
retinoblastoma dan beberapa sindroma keganasan dalam keluarga. 2. Melanocytic nevi
Keadaan ini dapat timbul berhubungan dengan kelainan genetik atau dengan lingkungan tertentu.
Jumlah nevi yang ditemukan berkaitan dengan jumlah paparan sinar matahari pada masa kanak-
kanak dan adanya defek genetik tertentu. Sejumlah 30 - 90% Melanoma Maligna terjadi dari
nevi yang sudah ada sebelumnya.
"3. Faktor biologik
Trauma yang berkepanjangan merupakan risiko terjadinya kegansan ini, misalnya pada iritasi
akibat ikat pinggang. Keadaan biologik lainnya yang mempengaruhi adalah berkurangnya
ketahanan imunologik, misalnya pada penderita pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan
meningkatkan kejadian Melanoma Maligna. Perubahan keadaan hormonal juga meningkatkan
kejadian Melanoma Maligna dan juga meningkatkan kekambuhan setelah pengobatan pada
penderita Melanoma Maligna.
4. Faktor lingkungan
Paparan sinar UV dari matahari merupakan faktor penting yang dikaitkan dengan peningkatan
terjadinya Melanoma Maligna, terutama bila terjadi sun burn yang berulang pada orang yang
berpigmen rendah. Gejala dan tanda-tanda spesifik ditemukan pada Melanoma Maligna yang
telah dikenal secara luas, adalah sebagai berikut (ABCDEF dari Melanoma
Maligna)9,10,14,17,19
- A-Symetry, yaitu bentuk tumor yang tidak simetris.
- Border irregularity, yaitu garis batas yang tidak teratur.
- Colour variation, dari yang tidak berwarna sampai hitam pekat dalam satu lesi.
- Diameter tumor lebih besar dari 6mm.
- Evolution/change dari lesi dapat diperhatikan sendiri oleh penderita atau keluarga. - Funny
looking lesions.
Gambaran Klinik
Terdapat 3 jenis Melanoma Maligna (Clark, 1967;1969 dan Mc Govern, 1970) dengan l jenis
tambahan baru (Reed, 1976 dan Seiji, M. dkk., 1977). Keempat jenis Melanoma Maligna
tersebut terdiri atas: 3,4,5,6,9-17
1. Superficial spreading melanoma (SSM) merupakan jenis yang terbanyak dari melanoma
(70%) di Indonesia merupakan jenis kedua terbanyak.
Pada umumnya timbul dari nervus atau pada kulit normal (de novo). Berupa plak archiformis
berukuran 0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan ireguler. Pada permukaannya terdapat campuran
dari bermacam-macam warna, seperti coklat,"
"abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan. Meluas secara radial. Pada umumnya lesi
mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh
secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru kehitaman. Dapat mengalami regresi
spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi.
Predileksinya pada wanita dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada pria di
badan dan leher.
Epidermis : - Melanosit berbentuk epiteloid, dapat tersusun sendiri-sendiri atau
berkelompok
- Pada umumnya sel-sel tersebut tidak menunjukkan bentuk yang
pleomorfik.
Dermis : - Sarang-sarang tumor yang padat dengan melanosit berbentuk
epiteloid yang besar serta berkromatin atipik.
- Di dalam sel-selt ersebut erdapatb utir-butir melanin.
- Kadang-kadang dapat ditemukan melanosit berbentuk kumparan
(spindle) dan sel-sel radang.
2. Nodular Melanoma (NM) merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%)
sifatnya lebih agresif. Di Indonesia ini merupakan jenis yang tersering. Timbul
pada kulit normal (de novo) dan jarang dari suatu nevus. Berupa nodul berbentuk
setengah bola (dome shaped), atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat
kemerahana tau biru sampai kehitaman. Pertumbuhannya secara vertikal (invasif).
Dapat mengalami ulserasi, perdarahan, dan timbul lesi satelit. Metastasis
limfogen dan hematogen, dapat timbul sejak awal terutama dijumpai pada pria
dengan predileksi dipunggung. Perbandingan antara pria dan wanita 2 : 1.
Epidermis : - Melanosit berbentuk epiteloid dan kumparan atau campuran kedua
bentuk tersebut, dapat ditemukan pada daerah dermo-epidermal.
Dermis : - Sejak semula sel-sel tersebut mempunyai kemampuan untuk meluas
secara vertikal. Menginvasi lapisan retikularis dermis, pembuluh
darah dan subkutis.
3. Lentigo Maligna Melanoma (LML) merupakan kelainan yang jarang ditemukan
(4-10%)."
"Pertumbuhan vertikal, sangat lambat dengan lokasi terbanyak di daerah muka yang terpapar
sinar matahari.
Timbul dari Hutchinson's freckle yang terdapat pada muka (pipi, pelipis) atau
pada bagian lain tubuh terutama daerah yang terkena sinar matahari. Berupa
makula coklat sampai kehitaman, berukuran beberapa sentimeter dengan tepi tidak teratur.
Meluas secara lambat pada bagian tepi lesi (radial). Pada permukaan
dapat dijumpai adanya bercak-bercak yang berwarna lebih gelap (hitam) atau
biru, tersebar secara tidak teratur. Dapat berkembang menjadi nodul biru kehitaman yang invasif
dan agak hiperkeratotik. Terutama terdapat pada wanita
usia lanjut. Perbandingan antara pria dan wanita l : 2-3.
Epidermis : - Melanosit atifik sepanjang membrana basalis, berbentuk pleomorfik
dengan inti yang atipik.
- Sel-sel yang sering dijumpai berbentuk kumparan (spindleshaped
melanocyt).
Dermis : - Infiltrasi limfosit dan makrofage yang mengandung melanin.
- Kadang-kadang pada tempat tertentu ditemukan sarang-sarang
tumor.
4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM) I Palmar-Plantar-Subungual Melanoma (PPSM)
Pada umumnya timbul pada kulit normal (de novo).
Berupa nodul dengan warna yang bervariasi dan pada permukaannya dapat timbul papula, nodul
serta ulserasi. Kadang-kadang lesinya tidak mengandung pigmen
(amelanoticm elanoma).
Predileksinya : pada telapak kaki, tumit, telapak tangan, dasar kuku, terutama ibu
jari kaki dan tangan. Merupakan tipe yang banyak dijumpai pada orang negro dan
bangsa lain yang tinggal pada daerah tropik. Di Afrika, plantar melanoma dijumpai pada 70%
kasus.
Acral Lentinginous Melanoma (ALM) merupakan jenis yang lebih banyak
ditemukan pada penderita kulit berwarna (35-60%).
Menyerupai gambaran Melanoma Maligna, SSM, atau campuran keduanya.

"Sistem Klasifikasi
Pada Melanoma Maligna digunakan sistem klasifikasi klinik (stadium klinik) dan klasifikasi
histologik (tingkat invasi Clark & kedalaman Breslow).3,4,5,6,9,14,16
Kegunaan atau kepentingan sistem klasifikasi tersebut, yaitu :
- Untuk menentukan tindakan pengobatan.
- Untuk menentukan prognosis.
- Untuk membandingkan hasil pengobatan antara berbagai klinik.
Klasifikasi Klinik
Sampai saat ini digunakan Stadium Klinik (dengan beberapa modifikasi) sebagai klasifikasi
standar Melanoma Maligna, terdiri atas 3 stadium 3,4,5,6,9,14,16
Stadium I : MelanomaM aligna lokal tanpam etastasijsa uh atauk e kelenjarl imfe regional.
Termasuk stadium I :
Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi
eksisi.
Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 sentimeter dari lesi primer.
Melanoma primer multipel.
Stadium II : Sudah terjadi metastasis yang terbatas pada kelenjar limfe regional. Termasuk
Stadium II :
Melanomap rimer yang mengadakan metastasis secara simultan.
Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastasis. Melanoma rekuren lokal
dengan metastasis.
Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 sentimeter dari lesi primer.
Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastasis.
Stadium III : Melanomad iseminata, dimana sudah terjadi metastasis jauh.
Termasuk Stadium III :
Bila sudah terjadi metastasis ke alat- alat dalam dan atau subkutan."

Pada kira-kira 25-30% penderita Melanoma Maligna sudah menunjukkan adanya metastasis ke
kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum teraba pembesaran kelenjar limfe. Hal ini
menerangkan bahwa untuk menentukan prognosis dan tindakan pengobatannya tidak cukup
hanya didasarkan pada klasifikasi Stadium Klinik saja, tetapi perlu disertai dan ditentukan
berdasarkan histologik.
Klasifikasi Histologik
Klasifikasi histologik didasarkan pada perangai biologik Melanoma Maligna.
Dikenal dua klasifikai histologik standar yang digunakan, yaitu .3,4,5,6,9,14,16
- Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark.
- Klasifikasi kedalaman menurut Breslow
Klasifikasi Tingkat Invasi Menurut Clark
Clark (1969) membagi Melanoma Maligna menurut invasinya didalam lapisan kulit atas lima
tingkat 3,4,5,6,9,14,16
Tingkat I : Sel melanoma terletak di atas membrana basalis epidermis
(melanoma in situ : intraepidermal). Sangat jarang dan tidak
membahayakan.
Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis
(dermis bagian superfisial).
Tingkat III : Invasi sel melanoma sampai dengan perbatasan antara lapisan
papilaris dan lapisan retikularis dermis. Sel melanoma mengisi
papila dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis.
Tingkat V : Invasi sel melanoma sampai dengan jaringan subkutan.
Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow
Breslow (1970) membagi Melanoma Maligna dalam tiga golongan 3,4,5,6,9,14,16
Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76 mm
Golongan II : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,76mm - 1,5mm
Golongan III : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari 1,5 mm."

"Beberapa penulis mengemukakan variasi sebagai berikut :


- Kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,85 mm.4,9
- Kedalaman (ketebalan) tumor antara 0,85 mm - 1,69 mm.
- Kedalaman (ketebalan) tumor antara 1,70 mm- 3,64 mm.
- Kedalaman (ketebalan) tumor lebih dari 3,65 mm.
Kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow, diukur secara langsung menggunakan
mikrometer okuler (dinyatakan dalam NM) dan merupakan metode yang objektif untuk
menentukan prognosis. Sedangkan Tingkat Invasi menurut Clark merupakan aara pengukuran
ketebalan tumor secara tidak langsung.
Hubungan antara tingkat menurut Clark dan kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow :
Melanoma Maligna dengan kedalaman sampai 0,65 mm menurut klasifikasi Breslow, sesuai
dengan Tingkat II menurut klasifikai Clark. Lesi Melanoma Maligna dengan kedalaman 1,5 mm
atau lebih menurut klasifikai Breslow, sesuai dengan tingkat IV dan V menurut klasifikasi Clark.
Sedangkan kedalaman antara 0,65 mm dan 1,5 mm menurutk lasifikasi Clark.
Diagnosis Banding
Nevus pigmentosus
Blue nevus
Keratosis seboroika
Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen
Penyakit Bowen
Dermatofibroma
Granuloma piogenikum
Subungual hematoma9
Diagnosa ditegakkan dengan Biopsi dengan mengangkat semua pertumbuhan yang
mencurigakan. Apabila jaringan terlalu besar untuk diangkat, maka cukup diangkat contoh
jaringannya saja.3,4,5,6,9,10,11,14,15,16
Penatalaksanaan pada Melanoma Maligna meliputi 3,4,5,6,9,10,11,14,15,1"

"A. Eksisi bedah.


Dilakukan pada melanoma stadium I dan IL Zitelli dkk. Menyarankan untuk mengambil sampai
1,5 cm diluar tepi lesinya, kecuali bila dilakukan Moh's microsurgery. Pada melanoma yang
terdapat pada kuku dianjurkan untuk dilakukan amputasi pada seluruh jari yang terkena.
B. Elective Lymph Node Dessection( ELND)
Dilakukan pada melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar lymph. Hal
ini dibuktikan dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph.
ELND masih merupakan terapi yang kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah dengan
intraoperative lymphatic mapping.
C. Interferon a 2b
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih dari 4 mm
(stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang masih tinggi. Tujuan terapi
ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang lebih jauh lagi.
D. Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang paling efektif
adalah dacarbazine (DTIC = Dimethyl Triazone Imidazole Carboxamide Decarb zine).
E. Kemoterapi Perfusi
Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertermis dan oksigenasi pada pembuluh-
pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi distribusi kemoterapi dengan menggunakan
torniquet.
Cara ini diharapkan dapat menggantikan amputasi sebagai suatu terapi.
F. Terapi Radiasr
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastasis ke tulang dan
susunan syaraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya tidak begitu memuaskan.
Tanpa pengobatan, kebanyakan melanoma akan bermetastase dan mengakibatkan kematian
pasien. Saat ini, karena diagnosis klinik yang dini, lebih dari "

80% melanoma diterapi dengan bedah eksisi sederhana dan dengan edukasi yang lebih baik
mengenai tanda-tanda kinik melanoma, angka kesembuhannya menjadi
95%.3,4,5,6,9,10,11,14,15,16
Daftar Pustaka
1. Thody. A.J, Skin Pigmentation and Its Regulation, dalam ; Molecular Aspects Dermatology,
Priestley G.C. editor, Jhon Wiley & Sons Ltd, Baffins Lane, ChichesterW, est SussexP O19 lUD,
England, 1993, p : 55 - 73.
2. Tranggono. R.I.S, Patofisologi Melanogenesis, dalam Simposium Kelainan
Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Sugito T.et all, Jakarta, p : 14 - 24.
3. Hurwitz S. Cutaneus Tumors in Childhood. Dalam : Clinical Pediatric Dermatology, 2nd
Edition, Philadelphia, WB Saunders Company, 1993, p : 199-
203.
4. Habif TP. Nevi and Malignant Melanoma. Dalam : Clinical Dermatology, A Color Guide to
Diagnosis and Therapy, 3rd Mosby Year Book, 1996, h : 688 - 720.
5. Odom RB, James WD, Berger TG. Melanocytic Nevi and Neoplasma. Dalam : Diseases of the
Skin, 9th Edition, Philadelphia, 2000, p : 869 - 89.
6. Mackie R.M. Melanocytic Naevi and Malignant Melanoma. Dalam : Rook / Wilkinson /
Ebling Textbook of Dermatology, Champion R.H et all editor, Yol.2, Sixth Edition, Blackwell
Science Ltd, 1998, United Kingdom, p : 1717- 52.
7. Soepardiman L, Kelainan Hiperpigmentasi dan Melasma, dalam : Simposium Kelainan
Pigmentasi Kulit dan Penanggulangannya, Sugito T. et all, Jakarta, p : 25 - 39.
8. Lui H, Nevi of Ota and Ito, dalam : eMedicine Journal, Vol. 2 Number 11, November 15
2001.
9. Budidahjono S. Prekanker dan Kanker Kulit dalam Penyakit Kulit, Harahap M. Editor, PT.
Gramedia Jakarta, 1990, p : 262 - 72.
10. Mukhtar A. Kanker Kulit, dalam : Deteksi Dini Kanker, Ramli HM et all editor, Balai
PenerbitF K - UI Jakarta, 2002, p : 76 - 85."
"11. Hamzah M, Deteksi Dini Kanker Kulit, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala : Deteksi dan
Penatalaksanaan Kanker Kulit Dini, Cipto H et all editor, Balai PenerbitF K - UI, Jakarta , 2001,
p : 19 - 2l .
12. SuriadiredjaA .S.D, Kresno S.B, CornainS . Biologi Molekuler Melanoma, dalam
: Melanoma Dari Biologi Molekuler Sampai D engan P enatalaksanaan, Cipto H
et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2002, p : 1 11
13. Darwis E.R. Faktor Risiko dan Lesi Prekursor Melanoma, dalam : Melanoma Dari Biologi
Molekuler Sampai Dengan PenatalaksanaanC, ipto H et all editor, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta,
2002, p : 27 - 30.
14. Toruan T.L, Melanoma Gambaran Klinik dan Diagnostik, dalam : Melanoma Dari Biologi
Molekuler Sampai Dengan Penatalaksanaan, Cipto H et all editor, Balai PenerbitF K-UI,
Jakarta,2002, p : 31 - 40.
15. McCalmont T. Melanoma, avaiable http://www.cancwr.gov/publication
16. Brick W. What Do You Need To Know About Melanoma. avaiable at
http://www.cancer.gov/moles
17. Hazen B.P et all, The Clinical Diagnosis of Early Malignant Melanoma :m Expansion of the
ABCD Criteria to Improve Diagnostic Sensitivity, dalam : Dermatology Online Journal, 1999. "

"BAB I
PENDAHULUAN
Melanoma maligna adalah tumor ganas kulit yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran
berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit atau mukosa. Melanoma sebagian besar ditemukan di
kulit, namun kemungkinan juga dapat terjadi pada tempat Melanoma pada rongga mulut
ditemukan pada pasien dengan umur rata-rata 56 tahun, dan lebih sering didapatkan pada laki-
laki. Kelainan ini sering dijumpai pada palatum durum, gingival rahang atas, lidah, mukosa
bukal, dan pada bibir1 Melanoma merupakan cutaneous pigmented cancer yang sangat agresif
dan merupakan lesi primer intra oral dan dapat terjadi disebabkan metastase dari bagian tubuh
lain yang letaknya berjauhan. Melanoma pada rongga mulut lebih sering muncul pada pria
dibandingkan wanita. Lesi biasanya nampak sebagai suatu daerah pigmentasi yang dalam dan
seringkali disertai ulser dan perdarahan yang cenderung untuk Menurut WHO, jumlah kasus
melanoma yang terjadi di dunia meningkat dengan cepat dibanding dengan kasus keganasan
lainnya Metastase melanoma maligna dapat terjadi secara limfogen dan hematogen.
Pemeriksaan klinis saja tidak dapat menunjang diagnosa yang tepat pada melanoma maligna
tanpa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan
apabila telah dicurigai adanya melanoma. "
"BAB II
MELANOMA MALIGNA RONGGA MULUT
2.1. Epidemiologi
Insidensi melanoma telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 1999, di
Amerika Serikat 44.200 orang didapati mengalami melanoma invasif, dan
7.300 diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Melanoma menempati urutan
keenam dalam kejadian kanker pada pria dan ketujuh pada wanita.
Melanoma dianggap sebagai kanker epidemik karena insidensinya meningkat sampai 697 %
antara tahun 1950-2000, lebih cepat dari proses keganasan lain. Sekitar 10-20 % kelainan ini
terjadi pada daerah kepala dan leher. Melanoma pada rongga
mulut lebih sering terjadi pada orang dewasa dan jarang dijumpai pada anak-anak
dibawah 20 tahun.3,4,5
2.2. Etiologi
Berikut adalah faktor-faktor resiko yang membuat seseorang lebih rentan terhadap
melanoma, yaitu:6
a) Sinar Matahari
Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV) merupakan faktor resiko
utama terjadinya melanoma. Resiko terjadinya melanoma akan meningkat seiring dengan
terjadinya sunburn. Diduga insidensi melanoma lebih sering dijumpai pada penduduk atau
populasi di daerah sekitar ekuator.
Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko lingkungan yang paling relevan untuk
melanoma. Ambang paparan sinar UVA dan UVB yang diperlukan untuk meningkatkan resiko
melanoma masih belum diketahui. Kerentanan genetik untuk radiasi UV sangat bervariasi antar
individu dan ini tidak sepenuhnya "
berkorelasi dengan jenis kulit, karena itu, faktor genetik lain yang berperan perlu diperhatikan.
6
b) Jenis dan Tipe Kulit
Jenis kulit dan respon terhadap paparan sinar matahari mempunyai peran penting dalam
terjadinya melanoma.
Tabel 1.Tipe jenis kulit menurut Fitzpatrick
Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu pada jenis kulit putih,
edangkan, pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan 6 jarang ditemui melanoma maligna.
6
c) Nevi
Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa kecil, terus berkembang
di masa dewasa awal, dan menurun secara bertahap pada usia 40-50 tahun dan
seterusnya. Nevi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada anak perempuan, nevi lebih
banyak ditemukan di anggota badan sedangkan pada anak laki-laki sering ditemukan
pada batang badan. Alasan mengapa gender mempengaruhi distribusi pada melanoma
belum diketahui. Nevi merupakan faktor risiko terkuat untuk melanoma, jauh lebih
besar daripada resiko relatif yang berhubungan dengan paparan sinar matahari."
d) Anak-anak, Keluarga, dan Kehamilan
Melanoma jarang terjadi pada anak yang belum pubertas. Riwayat keluarga terhadap melanoma
akan meningkatkan resiko terjadinya melanoma terhadap seseorang. Melanoma yang terjadi pada
wanita hamil mempunyai ukuran ketebalan yang lebih besar daripada melanoma yang terjadi
pada wanita yang tidak hamil.4,6
e) Faktor Biologis
Trauma mekanis yang berkepanjangan merupakan resiko terjadinya keganasan ini, misalnya
iritasi akibat pemakaian gigi tiruan yang tidak pas. Selain itu juga dilaporkan adanya hubungan
antara oral melanoma maligna dengan merokok konsumsi alkohol dan iritasi karena oral
appliances lain. Keadaan lainnya yang mempengaruhi adalah berkurangnya ketahanan
imunologik, misalnya pada penderita pengangkatan ginjal dan juga M. Hodgkin akan
meningkatkan kejadian melanoma maligna. Perubahan keadaan hormonal juga meningkatkan
kejadian dan tingkat kekambuhan melanoma maligna.4,6 Tidak ada faktor etiologi khusus untuk
melanoma rongga mulut, beberapa faktor resiko pun sulit untuk dipahami. Sama seperti
melanoma yang terjadi di kulit, melanoma rongga mulut primer juga dipercaya berasal dari
nevus, pre-existing pigmented areas atau de novo (pada 30% kasus). Beberapa melanoma rongga
mulut berasal dari junctional nevi, namun jarang berkembang dari pre-existing Hutchinson`s
malignan lentigo yang dipercaya sering hadir pada mukosa oral. 1, 3, 4,6
Trauma mekanis dari protesa dan infeksi rongga mulut merupakan faktor kausatif yang mungkin
menyebabkan melanoma rongga mulut. Faktor kebiasaan oral dan riwayat pengobatan diri dapat
merupakan etiologi yang signifikan pada ras Indian dan Afrika."
f) Faktor Genotip
Faktor resiko melanoma oleh karena genetik memberikan kontribusi 10% dari semua kasus
melanoma. Mutasi gen yang ditemukan di keluarga dengan kecenderungan terjadi
melanoma memiliki kontribusi tinggi tetapi prevalensinya rendah di populasi umum dan pada
kelompok risiko tinggi ditemukan mutasi cyclin-dependent kinase inhibitor 2A
(CDNK2A).
Tes mutasi pada gen CDKN2A mengungkapkan alasan mengapa melanoma dapat menurun pada
keluarga, lebih banyak gen yang dikaitkan dengan melanoma mempunyai
kontribusi yang rendah dan biasa di populasi umum, dimana sebagian besar tidak akan
menyebabkan melanoma. Mutasi pada beberapa lokus genetik, CDNK2A (p16INK dan p14ARF)
dan Cyclin-dependent kinase 4 CDK4, telah diidentifikasi dalam keluarga dengan riwayat
melanoma.
Keragaman faktor molekuler penyebab melanoma dan penelitian yang ada menemukan bahwa
pigmentasi, jenis kulit, dan kebiasan (paparan sinar matahari) memegang peranan penting
sebagai penyebab terjadinya melanoma pada populasi keluarga tertentu.
1, 3, 4,6,7
2.3 Patofisiologi
Informasi untuk memahami patofisiologi melanoma adalah konsep pertumbuhan radial dan
vertikal. Secara sederhana, pertumbuhan radial menunjukkan kecenderungan awal dari suatu
melanoma untuk tumbuh horizontal di dalam epidermis (in situ) dan
lapisan dermal yang dangkal, seringkali ini terjadi untuk waktu yang lama. Selama tahap
pertumbuhan ini, sel-sel melanoma tidak memiliki kemampuan untuk bermetastasis, dan tidak
ada bukti angiogenesis. Dengan berjalannya waktu, pola "

pertumbuhan menjadi vertikal, tumbuh ke bawah ke lapisan dermal yang lebih dalam sebagai
massa yang meluas dan kurang pematangan selular.2,7,8
Peristiwa ini kerap dijelaskan secara klinis oleh perkembangan nodul yang
relatif datar dalam fase pertumbuhan radial dan dikaitkan dengan munculnya clone dari
sel-sel dengan potensi metastasis. Kemungkinan perkiraan metastasis dengan mengukur
kedalaman invasi pertumbuhan secara vertikal dari fase nodul di bagian bawah dari
lapisan atas sel granular epidermis di atasnya (ketebalan Breslow). Indikator lainnya
adalah potensi metastasis limfatik, tingkat mitosis, dan ulserasi. Tidak hanya
melibatkan metastasis kelenjar getah bening regional, tetapi juga hati, paru-paru, otak,
dan hampir semua bagian lain yang dapat dijangkau oleh peredaran darah. Biopsi
kelenjar getah bening sentinel pada saat operasi memberikan informasi tambahan tentang
agresifitas biologis. Dalam beberapa kasus, metastasis mungkin muncul untuk
pertama kalinya bertahun-tahun kemudian setelah dilakukan bedah eksisi tumor primer,
hal ini menunjukkan fase dormansi yang panjang.2,3,8
B

ABC
Gambar 1. Pertumbuhan Melanoma secara histologis
A. Pertumbuhan radial, menunjukkan pola irreegular dan penyebaran tunggal sel-sel
melanoma di epidermis.
B. Pertumbuhan vertikal nodular agregat menunjukkan perluasan sel-sel ganas dalam
dermis (epidermis adalah di sebelah kanan).
C. Sel-sel melanoma inti hyperchromatic dengan ukuran dan bentuk tidak beraturan dengan
inti yang menonjol. "
Hello there,

"Analisis genetika molekuler keluarga memberikan wawasan penting dalam


patogenesis melanoma. Mutasi pada gen CDKN2A (terletak di 9p21) ditemukan sebanyak 40%
dari individu langka familial melanoma. Gen ini mengkodekan p16INK4A, di siklus bergantung
inhibitor kinase yang mengatur transisi G1-S.2,3,8
Gambar 2. Tahap perkembangan melanoma.
A. kulit normal dan sebaran melanosit.
b. Junctional nevus.
c. Compound nevus.
d. Intradermal nevus.
e. Intradermal nevus dengan neurotisasi (pematangan).
B. hyperplasia lentiginous melanocytic.
C. Lentiginous compound nevus dengan arsitektur dan sitologi abnormal (dysplastic nevus).
D. Tahap awal atau fase pertumbuhan radial melanoma (sel gelap besar di epidermis) yang
timbul pada nevus.
E. Melanoma dalam fase pertumbuhan vertikal dengan potensi metastasis
Morfologi sel melanoma biasanya jauh lebih besar dari sel-sel nevus. Mereka berisi banyak inti
dengan kontur tak beraturan, memiliki kromatin yang berkelompok. Di pinggiran membran
nukleus dan nukleolus eosinofilik sering digambarkan sebagai "
"cherry red". Sel-sel ganas tumbuh dengan bentuk seperti sarang yang buruk atau sel- sel
individual di semua tingkat epidermis dan dermal expansile, nodul seperti balon, ini merupakan
fase pertumbuhan radial dan vertikal 2,4,8
Melanoma maligna dapat berkembang dari lesi yang jinak dan juga bisa dari pigmentasi nevus.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa sel-sel melanoma dibentuk dari sel-sel epidernal. Sel
melanosit yang normal berada di lapisan basal kulit dan mukosa,
proses keganasan mengubahnya sehingga dapat muncul pada pre-existing nevus, lesi- lesi
melanosit.
2
Lesi-lesi primer mulanya hadir dengan variasi-variasi dari segi warna, bentuk dan ketinggian
derajat pigmentasi dari lesi tersebut. Tipe lesi seperti ini akan mengarah kepada maligna,
biasanya terjadi indurasi dan dari lesi tersebut sering bermetastase. Melanoma dapat tersebar
baik melalui aliran darah dan melewati aliran limfa, melibatkan paru-paru dan juga hepar.
Melanoma dapat muncul dibawah mukosa, sebagai suatu massa polipoid yang melibatkan regio-
regio yang jauh. 2,5
Adanya rasa sakit biasanya merupakan perwujudan dari peningkatan stadium melanoma. Pada
stadium awal jarang disertai rasa sakit, sehingga biasanya pasien baru datang ke dokter disaat
stadium lanjut, dimana sudah terdapat metastase pada nodus limfa regional, terjadi perdarahan
dan peningkatan derajat mobiliti gigi.
2.4 Gambaran Klinis
Terdapat 4 jenis melanoma maligna, yaitu:2,6
1. Superficial spreading melanoma (SSM)
Merupakan jenis melanoma terbanyak yang ditemukan di Indonesia (70%). Subtipe ini paling
sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun. Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de
novo), berupa plak archiformis berukuran "
"0,5 - 3 cm dengan tepi meninggi dan irreguler. Pada permukaannya terdapat
campuran dari bermacam-macam warna, seperti coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering
kemerahan Lesi ini meluas secara radial. Pada umumnya mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu
1 tahun, untuk melanjutkan tumbuh secara vertikal dan berkembang menjadi nodula biru
kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak hipopigmentasi.
Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada pria di badan dan
leher. Secara histologis, ditandai buckshot (pagetoid) melanosit pada epidermis.
AB
Gambar 3. A. Superficial spreading melanoma psda kulit.
B. Superficial spreading melanoma di palatum, lesi coklat kehitaman dengan
batas tak beraturan, tampak lesi satelit.
2. Nodular melanoma (NM)
Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih agresif. Terjadi paling
sering di kaki dan badan. Nodular melanoma adalah lesi berupa nodul berbentuk setengah bola
(dome shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan atau biru sampai
kehitaman.
Pertumbuhannya secara vertikal, pertumbuhan pesat terjadi beberapa minggu sampai bulan,
subtipe ini bertanggung jawab untuk kebanyakan melanoma yang "

"dalam. Dapat mengalami ulserasi dan mudah terjadi perdarahan hanya dengan trauma ringan.
Metastase dapat secara limfogen dan hematogen. Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase
pertumbuhan radial.
2,6
Gambar 4. Nodular melanoma.
A. Nodular melanoma pada kulit.
B. Nodular melanoma pada gingiva disertai ulserasi.
3. Lentigo Maligna Melanoma (LML)
Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan lesi ini
secara vertikal, terjadi sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun. Biasanya sering ditemukan di
kepala, leher, dan lengan pada individu yang lebih tua dengan rata-
rata umur 65 tahun.
Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm dengan tepi
tidak teratur, telah terjadi minimal 10-15 tahun, dan menunjukkan pigmentasi makula dari coklat
tua sampai kehitaman, namun pada beberapa area dapat
tampak hipopigmentasi. Invasi pada dermal berkembang menjadi lentigo maligna melanoma
yang ditandai nodul biru-kehitaman dalam lesi in situ.2,6
"
Secara histologis ditandai dengan proliferasi melanosit yang predominan dan meluas sepanjang
struktur adneksa kulit. Lesi ini terjadi terutama pada wanita usia lanjut. Perbandingan antara pria
dan wanita 1: 2-3.
4. Acral Lentiginous Melanoma (ALM)
Sering dijumpai di telapak tangan, ibu jari kaki, daerah subungul, dan membran mukosa.
Biasanya berawal dari pigmentasi hitam, makula batas tidak teratur, yang kemudian berkembang
menjadi papula yang invasif. Sering terjadi didekade ke-5 sampai ke-7 dari hidup seseorang.
Pertumbuhan lesi makula meluas kearah lateral dan ke arah vertikal berupa penebalan lesi.
2,6
Gambar 5. Lentigo melanoma maligna. Gambar 6. Acral lentiginous melanoma.
Gambaran Klinis Melanoma Malignan Rongga Mulut
Melanoma pada rongga mulut secara klinis biasanya sering didiagnosa dalam kondisi nodul, dan
biasanya datar pada awal lesi. Terjadi pada dekade ke-6 atau ke-7 dari usia seseorang. Dua dari
tiga pasien terjadi pada laki-laki. Empat dari lima melanoma pada rongga mulut ditemukan pada
palatum durum atau alveolus pada maksila."
"Lesi awal biasanya berupa makula berwarna kecoklatan hingga kehitaman dengan tepi tidak
teratur. Dapat terjadi ulserasi pada lesi, tetapi pada banyak lesi ditemukan warna hitam, berlobul,
masa yang eksofitik dan tanpa ulserasi pada saat didiagnosa. Pasien dapat mengeluhkan rasa
gatal, dan rasa sakit jika terjadi ulser. Sebagian besar lesi terasa lunak waktu dipalpasi. Pada
pemeriksaan radiografis terdapat gambaran kerusakan yang irregular atau moth-eaten.
1,2,5
2.5 Diagnosa
Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan klinis terlihat pigmen berwarna kehitam-hitaman pada mukosa pasien. Daerah
mukosa yang terlibat biasanya linggir alveolar, lidah, dasar mulut dan dapat terjadi pada rahang
bawah maupun rahang atas. Lesi biasanya nampak sebagai suatu daerah pigmentasi yang dalam,
sering disertai ulser dan perdarahan dan cenderung untuk meningkat secara progresif dalam hal
ukurannya.
1,5
Gejala yang patut dicurigai sebagai tanda dari keganasan lesi berpigmen adalah perubahan warna
apakah lebih terang atau lebih gelap, gatal, perubahan bentuk menjadi tidak teratur atau nevus
bertambah luas dan tebal, pertumbuhan horizontal dan vertikal, permukaan tidak rata, dan
pembentukan ulser serta adanya peradahan.1,2,5
Perkembangan pigmentasi suatu melanoma muncul dalam beberapa bulan sampai beberapa
tahun sebelum penampakan gejala klinisnya. Maka dalam hal ini jika dijumpai penampakan
pigmentasi melanin dalam rongga mulut dan terjadi perubahan ukuran, kedalaman dan warna
harus segera dilakukan pemeriksaan klinis yang serius."
"A B
Gambar 6. (A).Pasien pria Jepang dengan makula yang luas, hitam-berpigmen dan tidak teratur
berbatasan di mukosa labial gingiva rahang atas dan garis tengah wajah.(B) Lesi besar warna
biru-hitam,dengan batas tidak teratur.
5
Alat bantu diagnostik yang digunakan dalam pemeriksaan klinis kelainan ini meliputi: 1.
MacKie's revised seven-point checklist/ Glasgow seven point checklist. Lebih dari 95% dari
semua melanoma akan menunjukkan setidaknya satu tanda utama. Tanda minor yang hadir
sekitar 30-40% (Tabel 1 dan 2). 1 "

Hello there,

"2. The ABCDE checklist from the American Cancer Society's


Sistem ABCDE (A untuk asimetri, B ketidakteraturan tepi lesi, C untuk variasi warna, D untuk
diameter yang lebih besar dari 6 mm, dan E untuk elevasi, pembesaran) mudah diingat dan
digunakan untuk mendiagnosa melanoma, meskipun tidak mencerminkan perubahan yang terjadi
pada lesi berpigmen.
2,4,6
- A: Asimetry
Gambar 7. Bentuk tumor yang tidak simetris - B: Border irregularity
Gambar 8. Garis batas yang tidak teratur"

"- C: Colour variation


Gambar 9. Dalam satu lesi warnanya dapat bervariasi
- D: Diameter
Gambar 10. Diameter tumor lebih besar dari 6 mm
- E: Evolution, terdapat perubahan lesi yang dapat diperhatikan sendiri oleh penderita dan
keluarganya
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis digunakan untuk mengetahui apakah pada lesi terdapat kecurigaan terhadap
suatu keganasan atau tidak, namun pemeriksaan secara klinis tidak
dapat memastikan tingkat keganasannya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan pemeriksaan laboratorium , pemeriksaan tersebut meliputi:
a) Biopsi
Pemeriksaan laboratorium dimulai dengan dilakukannya biopsi pada lesi. Biopsi eksisi dilakukan
jika tidak memacu perkembangan terhadap metastase lesi. Tindakan biopsi eksisi dilakukan
dengan mengambil marginal jaringan normal secukupnya yang "

"dapat dilakukan jika lesi berukuran kecil, namun pada lesi yang cukup besar dengan
keterbatasan anatomi, maka biopsi insisi sangat memadai.
b) Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah biopsi dengan preparat didapat.
Pada pemeriksaan mikroskopis didapat gambaran histopatologis berupa sel-sel yang ganas, dan
tersusun rapat yang mempunyai variasi dalam bentuk dan ukuran.
Sebagian besar melanoma oral memiliki karakteristik dari jenis acral lentiginous
dan kadang superficial spreading. Sel-sel ganas sering tampak bersarang atau
berkluster dalam mode organoid, namun sel tunggal mendominasi di persimpangan di
bagian epitelium. Ada sedikit bukti pematangan atau dispersi di dasar tumor. Sel-sel melanoma
memiliki nuklei yang besar, seringkali dengan nukleolus eosinofilik
menonjol, dan menunjukkan pseudoinklusion karena ketidakteraturan membran
nukleusnya. Sitoplasma tampak seragam eosinofilik. Kadang beberapa sel menjadi
spindled (sarcomatoid) atau tampak nekrotik.
Dalam mukosa mulut, prognosisnya buruk jka terdapat semua jenis arsitektur
(spindled, pleomorfik,dan plasmacytoid. Sering juga ditemukan metastasis ke kelenjar
getah bening leher dan supraklavikula.
Gambar 11.
Sel tumor menunjukkan afinitas permukaan epitelium (penggabungan tumor dan epitel).
Diagnosis "
"Gambar 12. Sarang melanosit yang bundar dalam berbagai variasi ukuran dengan
pseudoinclusion nuklir (hematoxylin dan eosin, X40 perbesaran asli). Diagnosis melanoma oral.
Melanoma memiliki sejumlah gambaran histopatologi, termasuk difrensiasi yang buruk dan
anaplastik sel-sel limfoma besar. Sel balon sel, sel kecil, dan varian desmoplastik melanoma bisa
primer atau merupakan metastasis di mukosa rongga mulut.
Diperlukan penggunaan teknik imunohistokimia untuk melihat filamen intermediate atau antigen
spesifik di jalur sel tertentu. Amelanotik melanoma dapat menyerupai banyak neoplasma
mesenkimal, dan sangat diperlukan pemeriksaan dengan imunohistokimia (IHC) untuk
diagnosis. Ahli patologi akan mencari bukti reaksi limfositik dalam jaringan ikat dan
peningkatan jumlah melanosit di lapisan sel basal sebagai indikasi untuk meminta pewarnaan
IHC."
"A B
Gambar 13.
(A) Massa polypoid. Kumpulan sarang melanosit bulat mengisi jaringan ikat dan memiliki
tropisme untuk epitel permukaan Massa ini dipotong dari permukaan lingual rahang bawah
posterior dari seorang pria tua. (B) Massa polypoid dengan sel tumor menunjukkan peawarnaan
yang kuat dan positif dengan protein S-100 imunohistokimia Diagnosis melanoma oral5
Pilihan utama dilakukan biopsi eksisi total dengan mengikutsertakan sedikit
jaringan sehat dan lemak subkutan. Hal ini perlu dilakukan untuk penilaian seluruh lesi
dan akurasi microstaging. Setelah dilakukan biopsi, dikuti dengan penutupan luka
dengan flap lokal ataupun skin graft. Biopsi insisi atau punch biopsy dilakukan bila lesi
besar, atau lokasi pada daerah estetik dan fungsional (Montgomery PQ et al, 2009). Pemeriksaan
imunohistokimia pada melanoma dapat dilakukan dengan menggunakan
S-100 protein imunofenotip, HMB-45, Mel5, Mart-1/Melan-A, tyrosinase, melanoma cell
adhesion molecule (Mel-CAM), and microphthalmia transcription factor (Mitf)
(Carlson JA et al, 2003).
Penilaian klinis kelenjar limfe regional sangat penting untuk manajemen
penatalaksanaan terapi. Kelenjar limfe regio parotis harus diperhatikan secara seksama,
karena merupakan tempat berkumpulnya/ drainage kelenjar limfe dari wajah, scalp
anterior, dan telinga. Kelenjar limfe oksipital dan postaricular juga harus diperiksa
dengan seksama, begitu juga dengan kelenjar limfe daerah leher. Ketika kelenjar limfe
level IV dan level V terlibat, maka kelenjar limfe daerah aksila juga harus diperiksa.
Semua pasien harus memiliki tes fungsi hati, termasuk serum LDH, dan foto
thorax, tetapi CT scan juga dianjurkan pada pasien dengan risiko tinggi. Penelitian
terbaru telah berfokus pada tomografi emisi positron (PET) untuk evaluasi pasien yang "
"berisiko tinggi. PET memiliki sensitivitas lebih baik daripada CT dalam mendeteksi metastasis
penyakit, tapi pencitraan positif palsu sering terjadi dengan PET yang
berkaitan dengan proses inflamasi akut, termasuk yang berhubungan dengan proses
penyembuhan luka bedah (Montgomery PQ et al, 2009).
2.6 Diagnosa banding 2,4
1. Nevus pigmentosus
2. Blue nevus
3. Keratosis seboroik
4. Karsinoma sel basal jenis nodula dan berpigmen
5. Penyakit bowen
6. Dermafibroma
7. Granuloma piogenikum
8. Sublingual hematoma
2.7 Sistem Klasifikasi
Pada melanoma maligna digunakan sistem klasifikasi klinik dan klasifikasi histologik ( tingkat
invasi Clark & kedalaman Breslow). Kegunaan atau kepentingan sistem klasifikasi tersebut,
yaitu:2,4,5
1. Untuk menentukan tindakan pengobatan
2. Untuk menentukan prognosis
3. Untuk membandingkan hasil pengobatan
Klasifikasi Klinik
Klasifikasi standar Melanoma maligna, terdiri atas 3 stadium:
Stadium I:
- Melanoma maligna lokal tanpa metastase jauh atau kelenjar limfe regional
- Melanoma primer yang belum diobati atau telah dilakukan biopsi eksisi"

"- Melanoma rekuren lokal yang berada dalam jarak 4 cm dari lesi primer - Melanoma primer
multipel
Stadium II:
- Sudah terjadi metastase yang terbatas pada kelenjar limfe regional
- Melanoma primer yang mengadakan metastase secara simultan
- Melanoma primer yang terkontrol dan kemudian terjadi metastase
- Melanoma rekuren lokal dengan metastasis
- Metastasis in-transit yang berada di luar jarak 4 cm dari lesi primer
- Melanoma primer yang tidak diketahui dengan metastase
Stadium III:
- Melanoma iseminata,dimana sudah terjadi metastase jauh
- Bila sudah terjadi metastase ke organ dalam atau subkutan
Pada kira-kira 25-30% penderita melanoma Maligna sudah menunjukkan adanya metastase ke
kelenjar limfe regional, walaupun secara klinik belum teraba pembesaran kelenjar limfe. Hal ini
menerangkan bahwa untuk menentukan prognosis dan tindakan pengobatannya tidak cukup
hanya didasarkan pada klasifikasi stadium klinik saja, tetapi perlu disertai dan ditentukan
berdasarkan histologik.
Klasifikasi Histologik
Klasifikasi ini didasarkan pada sifat biologis Melanoma Maligna. Dikenal dua klasifikasi
histologik standar yang digunakan, yaitu:
1. Klasifikasi tingkat invasi menurut Clark
2. Klasifikasi kedalaman menurut Breslow"
"Klasifikasi Tingkat Invasi menurut Clark
Clark (1969) membagi Melanoma maligna menurut invasinya didalam lapisan kulit atas lima
tingkatan, yaitu:
Tingkat I : Sel melanoma terletak diatas membran basalis epidermis (melanoma in situ:
intraepidermal). Sangat jarang dan tidak membahayakan.
Tingkat II : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan papilaris dermis (dermis bagian
superfisial)
Tingkat III : Invasi sel melanoma smpai dengan perbatasan antara lapisan papilaris dan lapisan
retikularis dermis. Sel melanoma mengisi papila dermis.
Tingkat IV : Invasi sel melanoma sampai dengan lapisan retikularis dermis Tingkat V : Invasi sel
melanoma sampai dengan jaringan subkutan
Klasifikasi kedalaman (ketebalan) tumor menurut Breslow
Breslow (1970) membagi melanoma maligna dalam tiga golongan
Golongan I : Dengan kedalaman (ketebalan) tumor kurang dari 0,76 mm Golongan II : Dengan
kedalaman (ketebalan ) tumor antara 0,76 1,5 mm Golongan III : Dengan kedalaman
(ketebalan)tumor lebih dari 1,5 mm"
"BAB III
PERAWATAN DAN PROGNOSA
Berbagai kasus menunjukkan bahwa kebanyakan pasien tidak mengetahui akan bahaya metastase
yang disebabkan oleh melanoma maligna. Pasien sering datang dalam keadaan yang sudah parah,
sehingga prognosa dari melanoma maligna umumnya buruk. 3.1 Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada pasien melanoma adalah tindakan bedah segera setelah
dilalakukan pemeriksaan klinik dan juga pemeriksaan laboratorium berupa biopsi.1,2,5,9
Setelahnya berdasarkan pemeriksaan histopatologis, pada melanoma maligna tersebut dilakukan
terapi berupa:
1. Eksisi Bedah
Tindakan eksisi bedah diindikasikan pada melanoma stadium I dan II.
2. Elective Lymph Node Dessectio (ELND)
Melanoma pada membran mukosa termasuk pada rongga mulut hampir seluruhnya fatal, karena
keterlambatan dalam mendeteksi dan menegakkan diagnosa. Biasanya ELND dilakukan pada
melanoma stadium III, dimana telah terdapat metastase ke kelenjar lymph. Hal ini dibuktikan
dengan terabanya pembesaran kelenjar lymph. ELND masih merupakan terapi yang
kontroversial. Cara yang lebih dianjurkan adalah dengan intraoperatif lymphatic mapping.
Dari penelitian yang didapat maka diseksi dianjurkan dilakukan berdasarkan kedalaman dari
melanoma maligna tersebut. Berdasarkan penelitian diseksi dilakukan 5 cm dari jaringan normal
disekitar melanoma maligna, hal ini disesuaikan juga dengan letak melanoma, ukuran lesi dan
perluasan metastase."
"melanoma maligna yang sudah lebar kemudian kenyataan dengan keterbatasan letak anatomi
dari rongga mulut sehingga pengambilan melanoma maligna susah untuk dilakukan.
Prognosa tidak menguntungkan juga disebabkan karena keterlambatan perawatan yang dilakukan
sehingga diagnosa tidak cepat ditegakkan. Apabila diagnosa
cepat dilakukan saat lesi masih kurang 0,76 mm (level I dan II) dan perawatan agresif segera
dilakukan maka prognosanya adalah baik.
Prognosa juga tergantung pada tingkat penyebaran tumor. Jika tidak ada
penyebaran, ketahanan hidup rata-rata selama 10 tahun berkisar 40-90%. Prognosa buruk apabila
metastase telah jauh ke organ lain seperti di hati, paru, otak dan usus. Prognosa baik apabila lesi
masih kecil dan belum terjadi metastase. Perhatikan tanda-
tanda peringatan dari melanoma dengan mengikuti aturan ABCD.1,2,6"
"3. Interferon a 2b
Dapat digunakan sebagai terapi adjuvan pada melanoma yang berukuran lebih dari 4 mm
(stadium V), tetapi harus dipertimbangkan tingkat toksisitasnya yang
masih tinggi. Tujuan terapi ini diharapkan dapat menghambat metastasis yang lebih jauh lagi.
4. Kemoterapi
Dikatakan tidak terlalu bermanfaat pada terapi melanoma. Jenis kemoterapi yang paling efektif
dacarbazine (DTIC= Dimethyl Triazone Imidazole Carboxamide
Decarbazine).
5. Kemoterapi perfusi
Cara ini bertujuan untuk menciptakan suasana hipertemis dan oksigenasi pada
pembuluh-pembuluh darah pada sel tumor dan membatasi distribusi kemoterapi dengan
menggunakan torniquet.
6. Terapi Radiasi
Digunakan hanya sebagai terapi simptomatis pada melanoma dengan metastase
ke tulang dan susunan saraf pusat (SSP). Meskipun demikian hasilnya tidak
begitu memuaskan.
Perawatan radioterapi dan kemoterapi hanya bisa menghambat perkembangan sel-sel tumor
tanpa perawatan tuntas pada melanoma maligna. Dengan melihat
kenyataan tersebut, tindakan yang lebih efektif adalah dengan bedah reseksi
radikal.
3.2 Prognosa
Melanoma maligna mengalami penyebaran yang cepat pada tubuh pasien. Metastase ini
berkembang mengikuti peredaran darah dan limfa didalam tubuh pasien.
Dengan melihat kenyataan yang didapat maka prognosa dari melanoma maligna ini kebanyakan
kurang menguntungkan. Melanoma maligna pada rongga mulut umumnya lebih buruk dari
melanoma maligna pada kulit. Hal ini disebabkan karena kedalaman "

"BAB IV
KESIMPULAN
Melanoma maligna adalah merupakan neoplasma yang berasal dari pigmentasi melanosit, yaitu
sel pigmen yang mengandung pigmen melanin. Melanoma maligna dapat muncul pada kulit,
mata, sistem saraf pusat dan pada rongga mulut. Penyebaran melanoma maligna sangat agresif
sehingga dapat bermetastase ke organ lain melalui aliran darah dan limfa.
Etiologi terjadinya melanoma maligna adalah karena tubuh terkena sinar matahari secara terus
menerus. Faktor genetik juga berperan pada munculnya melanoma maligna dimana pada pasien
yang terkena melanoma maligna diperoleh adanya insiden pada anggota keluarganya. Selain
faktor genetik, trauma dan faktor hormonal juga berperan terhadap terjadinya melanoma maligna
tersebut.
Pada pemeriksaan klinis biasanya terlihat lesi yang berwarna kehitaman pada mukosa di rongga
mulut baik pada rahang atas maupun pada rahang bawah. Lesi tidak hanya berpigmen tetapi juga
disertai dengan ulser, mengalami perdarahan dan terkadang gigi juga bisa mengalami mobiliti.
Pemeriksaan histopatologis yang didapat di laboratorium setelah dilakukan biopsi adalah sel-sel
tumor yang ganas dan tersusun rapat. Sel-sel pleomorfik dengan hiperkromatik dan nukleus yang
menonjol. Terdapat adanya infiltrasi limfosit yang terlihat di sekeliling massa seperti tumor.
Perawatan melanoma maligna adalah bedah reseksi radikal, yang dilakukan setelah diagnosa
ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Prognosa dari melanoma maligna tidak
menguntungkan karena melanoma biasanya sudah mengalami metastase ke organ tubuh yang
lebih jauh. Prognosa dari melanoma maligna di rongga mulut biasanya lebih jelek dibanding
dengan di kulit."

Hello there,

"DAFTAR PUSTAKA
1. Pour MSH, Malignant melanoma of the oral cavity: A review of literature. Indian J Dent, 19
(1), 2008.
2. Buchan J, Roberts D. Pocket Guide to Malignant Melanoma. Blackwell Science, 2000.
3. Carlson JA, Slominski A, Linette GP, Mysliborski J, Hill J, Mihm MC, Ross JS. Malignant
Melanoma 2003. Am J Clin Pathol 2003;120.
4. Cavalli F, Kaye SB, Hansen HH, Armitage JO, Piccart-Gebhart MJ. Textbook of Medical
Oncology 4th Edition. Informa Healthcare, United Kingdom, 2009. 5. Collins II, Barnes. Oral
Malignant Melanoma. http://emedicine.medscape.com.2010
6. Veronique Bataille, Risk Factors for Melanoma Development. Expert Review of
Dermatology.Expert Reviews Ltd..2009
7. Erkut MA, Aydogdu I, Kuku I, Kaya E, Basaran Y. Nodular melanoma presenting with rapid
progression and widespread metastases: a case report. Journal of Medical Case Reports 2009,
3:50
8. Kummar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology 8th Edition. Saunders, Elsevier,
2007.
9. Montgomery PQ, Rhys Evans PH, Gullane PJ. Principles and Practice of Head and Neck
Surgery and Oncology 2nd Edition. Informa Healthcare, United Kingdom, 2009.
10. Mukhopadhyay S, Ghosh S, Siddartha D, Mitra PK. A clinicopathology study of malignant
melanoma with special reference to atypical presentation. Indian Jornal of Pathology ang
Microbiology-51(4), Oktober-Desember 2008."
BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI
1. Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai darah putih, adalah
penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik (Price,
1994)
2. Leukemia adalah proliferase leukosit yang tidak terkontrol di dalam darah, sumsum tulang,
dan jaringan retikuloendotelial (Tuker, 1998)
3. Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan
(sel muda) dari sel darah putih (SDP) (Engram, 1998) 4. Leukemia merupakan proliferatif
neoplastik dari perkusor sel darah putih, yang menyebabkan penggantian difus sumsum tulang
normal oleh sel leukemia dengan akumulasi sel abnormal pada darah tepi dan infiltrasi organ
misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, dan gonad oleh sel leukemi (Underwood, 1999)
5. Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang, mengganti elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus
limfatikus dan invasi organ nonhematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan
kulit (Smeltzer, 2001)
6. Leukemia adalah penyakit mengenai sel darah putih yang mengalami pembelahan yang
berulang-ulang.penyakit ini semacam kanker yang menyerang sel-sel darah putih. Akibatnya
fungsi sel darah putih terganggu, bahkan sel-sel darah merah dapat terdesak karena pertumbuhan
yang berlebihan ini jumlah sel darah merah menurun (Irianto,2004) 7. Leukemia (kanker darah)
merupakan suatu penyakit yang ditandai pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit).
Pertambahan ini sangat cepat dan tak terkendali serta bentuk sel- sel darah putihnya tidak normal
(Yatim, 2003)"
"8. Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan
dari sel darah putih (Handayani, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Leukemia adalah suatu penyakit
sistem hematologi yang ditandai dengan proliferasi yang berlebihan dan tidak normal pada sel
darah putih yang mengakibatkan fungsi sel darah putih terganggu.
B. ETIOLOGI
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi penyebab,
antara lain :
1. Genetik
a. Keturunan
Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma
Down, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van
Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan
erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy,
atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy."
"Kelainan herediter : kembar monozigot Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi
pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran.
Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal :
radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada
leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985; Wilson, 1991). 2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada
hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel
leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu
virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia
. Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh
Takatsuki dkk (Kumala, 1999).
Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi
leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson,
1991)
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain :
produk produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
(Fauci, et. al, 1998).
b. Obat-obatan"
"Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan
penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi
AML (Fauci, et. al, 1998).
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien
anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan
insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan
resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran
thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,
limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang
digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA.
C. KLASIFIKASI
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
1. Maturitas sel :"
Akut (sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk) - Kronis (lebih banyak sel dewasa)
2. Tipe-tipe sel asal
- Mielositik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang) - Limfositik (limfoblast yang
dihasilkan sistem limfatik) - Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah
perifer. Maturitas sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama leukemia :
1. LEUKEMIA MIELOGENUS AKUT (LMA)
Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat juga disebut
leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit.
Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena;
insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi.
2. LEUKEMIA MIELOGENUS KRONIS (LMK) Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau
leukemia mielositik kronis atau leukemia granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam
keganasan sel stem mieloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk
akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetika yang dinamakan kromosom
Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK jarang menyerang individu
di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia.
Gambaran menonjol adalah :
- adanya kromosom Philadelphia pada sel sel darah. Ini adalah kromosom abnormal yang
ditemukan pada sel sel sumsum tulang"
"Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah besar mieloblast.
Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA. Kematian sering terjadi dalam
beberapa bulan saat sel sel leukemia menjadi resisten terhadap kemoterapi selama krisis 3.
LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas. Paling
sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan,dengan
puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun , LLA jarang terjadi.
4. LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama
mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat melaporkan penyakit ini
sebagai leukemia yang umum terjadi. LLK dikarakteristikan oleh proliferasi dari diferensiasi
limfosit yang baik (mudah dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut French-American-British (FAB)
Leukemia Limfositik Akut
L-1 Pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2 Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel heterogen L-3 Limfoma
Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel homogen.
Leukemia Mieloblastik Akut
- M-1 Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
- M-2 Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium
promielositik
- M-3 Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang
dikaitkan dengan pembekuan intra vaskular tersebar (Disseminated intravascular coagulation)."
- M-4 Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit dan monosit. - M-5a Leukemia
monositik akut : kurang berdiferesiasi
- M-5b Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
- M-6 Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
- M-7 Leukemia megakariositik.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang khas leukemia secara umum :
a. Pucat
b. Panas
c. Splenomegali
d. Hepatomegali
e. Limfadenopati
f. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
g. Gejala yang tidak khas
h. Sakit/ nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
i. Lesi purpura pada kulit
j. Efusi pleura
k. Kejang
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)"
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah normal. a. Peka
terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
b. Kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia
c. Kecendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah trombosit. d.
Proliferase sel leukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala tambahan : nyeri
akibat pembesaran limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemi meningeal (sering terjadi pada
leukemia limfositik); dan nyeri tulang akibat penyebaran sumsum tulang belakang.
2. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan gejalanya lebih ringan.
a. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
b. Terdapat peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
c. Limpa sering membesar.
3. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan menggangu
perkembangan sel normal. Akibatnya:
a. Hematopoesis normal terhambat
b. Mengakibatkan penurunan jumah leukosit, sel darah merah, dan trombosit. Eritrosit dan
trombosit jumlahnya rendah dan leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi
c. Selalu terdapat sel imatur.
Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada LLA daripada jenis
leukemia lain dan mengakibatkan :
a. Nyeri karena pembesaran hati dan limpa"
"b. Sakit kepala
c. Muntah karena keterlibatan meninges, dan d. Nyeri tulang.
4. Leukemia Limfositik Kronis Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru
terdiagnosa pada saat penanganan fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang
mungkin terjadi adanya : a. Anemia
b. Infeksi
c. Pembesaran nodus limfe dan organ abdominal d. Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin
normal atau menurun. e. Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia) E. KOMPLIKASI
Penyulit yang paling sering didapatkan adalah : - Perdarahan.
- Sepsis.
F. PROGNOSIS
Prognosis tidak baik. Angka kematian tinggi. H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.
Pemeriksaan laboratorium"
"Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa
pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi menoton dan
terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gajala patognomik untuk
leukemia.kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat , hipogamaglobinea. Dari
pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang menoton, yaitu hanya terdiri dari
sel limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder). Pada LMA selain
gambaran yang menoton, terlihat pula adanya hiatus leukemia ialah keadaan yang
memperlihatkan banyak sel blas (mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang
bentuk pematangan sel yang berada di antaranya (promielosit, mielosit, metamielosit dan sel
batang.
2. Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferase sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal, RES, granulosit, dan pulp cell.
3. Fungsi Sumsum Tulang
Fungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan sumsum tulang, yang
bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat besi, mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan
bakteriovirologis (biakan mikrobiologi), untuk diagnosa sitomorfologi/ evaluasi produk
pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya digunakan aspirasi untuk pungsi sumsum
tulang adalah spina iliaka posterior superior (SIPS), krista iliaka, spina iliaka anterior superior
(SIAS), sternum di antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau sedikit di kanannya (jangan lebih
dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.
4. Cairan Serebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein,berarti suatu leukemia
meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan
remisi maupun keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara
intratekal secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang menunjukkan gejala tekanan
intrakranial meninggi."
"5. Sitogenik
Pada kasus LMK 70-90% menunjukkan kelainan kromosom, yaitu kromosom 21
(kromosom Philadelpia atau Ph 1). 50-70% dari pasien LLA dan LMA mempunyai kelainan
berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b. Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid.
c. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
d. Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan
kromosom normal; dari bentuk yang sengat besar sampai yang sangat kecil.
Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan. Pada
leukemia biasanya didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau
terdapat sel blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan
mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Penetalaksanaan Medis
a. Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-
tanda DIC dapat diberikan heparin
b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX)
pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin
(daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering "
terdapat efek samping berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm3
pemberiannya harus hati-hati.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama/ steril). e.
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105
-106
), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru masih dalam
pengembangan.
Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prnsipnya
sama, yaitu dengan pola dasar :
1. Induksi.
Dimaksud untuk mencapai remisi dengan bebagai obat tersebut sampai sel blas dalam sumsum
tulang kurang dari 5%.
2. Konsolidasi.
Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
3. Rumat.
Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan sitostatika
setengah dosis biasa.
4. Reinduksi.
Dimaksukan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian
obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5. Mencegah terjadinya leukemia pada susunan syaraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal
dan radiasi kranial.
6. Pengobatan imunologik."
"BAB III PENUTUP Kanker darah (Leukemia) merupakan neoplasma ganas sel darah putih
(Leukosit) yang ditandai dengan bertambah banyaknya sel darah putih abnormal dalam aliran
darah. Sel-sel tersebut tersebut berinfiltrasi secara progresif ke dalam jaringan tubuh, terutama
pada sumsum tulang. Akibatnya, sumsum tulang rusak dan kehilangan fungsinya untuk membuat
sel darah merah dan sel darah putih normal serta platelets (trombosit). Sebagai akibat kekurangan
sel darah merah, maka akan terjadi anemia. Jika kekurangan sel darah putih ini dapat
mengakibatkan penurunan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, kurangnya produksi platelets dapat
"

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi lab/UPF Ilmu Penyakit
Dalam 1994. Surabaya : Tim Dokter RSUD dr.Sutomo
Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Unair & RSUD dr Soetomo, Surabaya
Leather, Helen L. and Betsy Bickert Poon, in Acute Leukimias, Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee,
G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York
Pick, Amy M., Marcel Devetten, and Timothy R. McGuire, in Chronic Leukimias, Dipiro, J.T.,
Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds), 2008, Pharmacotherapy
A Pathophysiologic Approach, seventh Edition, McGraw Hill, Medical Publishing Division,
New York
Robbins dan Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Simon, Sumanto, dr. Sp.PK, 2003, Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia, Fakultas
Kedokteran Unika Atma Jaya, Jakarta
Underwood, J. C. E.,1999, Patologi Umum dan Sistemik.VOL.1. Ed. 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Widmann.F.K, 1992, Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta"

Granuloma Piogenik Pediatrik author heading Author: Brett Steinberg, DO; Chief Editor: Dirk
M Elston, MD
Latar belakang
Granuloma piogenik (PG) adalah lesi vaskular jinak yang terjadi paling sering pada kulit akral
anak. [1, 2] Istilah granuloma piogenik adalah sebuah masalah. Awalnya, lesi tersebut diduga
disebabkan oleh infeksi bakteri; Namun, etiologi belum bisa dipastikan. Gambaran histopatologis
cukup khas; lesi ini, pada kenyataannya, merupakan hemangioma kapiler lobular.
[3]
Pengakuan granuloma piogenik sebagai lesi dibatasi klinis polypoid atau exophytic yang sangat
penting untuk dokter dan ahli patologi karena fitur ini membedakan granuloma piogenik dari
kebanyakan tumor ganas pembuluh darah. Meskipun granuloma piogenik mungkin jarang
(terutama pada kulit) dan umumnya terdapat nekrosis,adanya invasi struktur yang berdekatan
tidak teramati. Lesi tumbuh dengan cepat dan sangat pada jaringan bervaskular, sering terjadi
perdarahan baik secara spontan atau setelah trauma kecil. biasanya mudah diobati dengan operasi
pengangkatan tapi juga bisa terjadi kekambuhan.
Klasifikasi: granuloma piogenik dengan satellitosis, [5, 6, 7] granuloma piogenik intravena, [8]
granuloma piogenik subkutan, [9, 10] dan granuloma piogenik erupsi. [11, 12, 13] lesi satelit
granuloma piogenik yang lebih kecil mungkin berkembang pada saat yang sama dengan lesi
primer atau dapat terjadi setelah mencoba pengobatan lesi primer. Lihat gambar di bawah."

Gambar 1
Granuloma piogenik biasanya lesinya soliter. Jari-jari dan tangan adalah lokasi umum untuk
berkembangnya lesi ini. Perkembangan lesi ini tersering dilokasi lama setelah riwayat trauma
kecil. Gambar 2
Granuloma piogenik biasanya mengalami perdarahan setelah riwayat trauma atau tanpa trauma.
Pasien ini menunjukkan tanda perban positif. Karena lesi begitu mudah mengalami perdarahan,
pasien sering datang dengan perban menutupi situs (lokasi lesi)."
"Gambar 3
Granuloma piogenik biasanya memiliki tepi yang berbeda yang terdiri dari tepi keratin (kulit
kering). Perhatikan area lembab kulit yang dihasilkan oleh perban yang telah dibersihkan tak
lama sebelum foto diambil.
Gambar 4
Granuloma piogenik dapat bertangkai dan ukurannya dapat cukup besar. Suatu daerah nekrosis
juga umum ditemukan."

"Gambar 5
Granuloma piogenik dapat terjadi di berbagai tempat. Lebih dari 60%
dari semua lesi berkembang pada kepala dan leher
Gambar 6
Gambar: Small pyogenic granuloma.
Patofisiologi
Meskipun sebagian besar pasien (74,2%) tidak memiliki riwayat
trauma atau predisposisi kondisi dermatologi, kasus terbaru yang
terbanyak, dikarenakan riwayat trauma di lokasi lesi. Sejumlah besar lesi
dapat terjadi kerusakan didaerah kulit dengan luka bakar atau trauma
lainnya. [14, 15] Sebuah reaksi oksida mekanisme sintesis nitrat diduga
berkontribusi terhadap angiogenesis dan percepatan pertumbuhan dari "
"granuloma piogenik. Mereka adalah proliferasi vaskular jinak, namun patofisiologi spesifik dari
lesi ini belum diketahui.
Epidemiologi
Frekuensi
di Amerika Serikat lesi kulit Granuloma Piogenik mencapai 0,5% pada bayi dan anak-anak dan
juga ditemukan pada mukosa mulut 2%
pada wanita hamil.
Mortalitas / Morbiditas
Kebanyakan granuloma piogenik asimtomatik kecuali untuk kulit sensitif dan kecenderungan
untuk terjadinya perdarahan dengan sedikit atau tanpa trauma. Lesi ini jinak dan mudah diobati.
Jarang, granuloma
piogenik di temukan dilokasi yang tidak biasa, seperti usus yang dapat menyebabkan perdarahan
yang signifikan [16, 17, 18] atau terjadi komplikasi lainnya. [19]
Ras
Tidak ada perbedaan substansial yang ditemukan dalam insiden
terjadinya lesi ini.
Seks
Satu studi dari 178 pasien yang ditemukan pada usia lebih muda
yaitu kurang dari 17 tahun melaporkan rasio laki:perempuan adalah
3:2.[20] Pada orang dewasa, granuloma piogenik lebih sering terjadi pada wanita karena lesi ini
berhubungan dengan kehamilan.
Usia
Granuloma piogenik yang paling umum sering ditemukan pada
usia 5 tahun pertama kehidupan. [21]"
Sejarah
Pasien dengan granuloma piogenik (PG) biasanya datang dan mencari perawatan karena lesi
yang telah berkembang dengan pesat dan mudah berdarah. Pasien atau orang tua mungkin
khawatir karena lesi berdarah dengan sedikit atau tanpa trauma; mereka sering khawatir bahwa
pertumbuhan yang cepat dan perdarahan mungkin menunjukkan keganasan.
Beberapa pertanyaan penting sebagai berikut:
Apakah riwayat trauma di lokasi lesi sebelum perkembangan lesi
merupakan penyebab?
Granuloma piogenik dapat terjadi setelah trauma fisik ringan atau luka bakar.
Berapa lama lesi muncul?
Kebanyakan granuloma piogenik berkembang dengan cepat. Durasi rata- rata pada saat diagnosis
adalah sekitar 3 bulan. Jika lesi telah muncul lebih dari 6 bulan, kemungkinan keganasan pada
kulit.
Apakah lesi mudah berdarah?
Hampir semua granuloma piogenik mudah berdarah. Jika lesi tidak berdarah dengan menggosok
ringan, diagnosis granuloma piogenik diragukan.
Terapi terbaru apa yang telah digunakan?
Nevi, kutil, atau lesi lain mungkin telah diperlakukan dengan agen kaustik atau cryotherapy
sebelum rujukan. Terapi tersebut dapat secara nyata mengubah tampilan lesi awal, terapi ini
dapat ditiru untuk menangani granuloma piogenik.
Bagaimana jika terjadi pada pasien hamil?
Granuloma piogenik oral dapat berkembang selama atau setelah trimester pertama kehamilan.
Memeriksa dan mengidentifikasi lesi ini pada"

"kehamilan untuk menghindari misdiagnosis dan overtreatment. Lesi ini umumnya tidak
berbahaya pada kehamilan; Namun, induksi persalinan
telah dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dari lesi pada
gingiva.
[22, 23, 24, 25, 26, 27]
Apakah lesi dapat kambuh setelah pengobatan bedah?
Jika demikian, apakah itu dipotong dan kulit ditutup atau lesi itu diobati
dengan penghapusan bercukur dan electrodesiccation dari dasar?
Granuloma piogenik bisa kambuh. Hal ini lebih mungkin ketika lesi tidak lengkap diangkat,
tetapi kekambuhan juga mungkin terjadi setelah
penghapusan atau pengangkatan yang tampaknya sudah lengkap.
Granuloma piogenik lebih mungkin untuk kambuh setelah penghapusan
bercukur dan electrodesiccation dari dasar daripada setelah eksisi bedah.
Apakah pasien menggunakan terapi retinoid oral (isotretinoin
[Accutane]) baru-baru ini?
Facial piogenik lesi granuloma selama terapi isotretinoin telah
dilaporkan.
Fisik
Granuloma piogenik muncul nodul halus, warna merah atau
kehitaman. Soliter, mempunyai tepi, berbentuk kubah, ukuran 1-10 mm
dan bertangkai. Pada anak-anak lokasi paling sering kepala leher
(62,4 %), Badan (19,7 %), ekstermitas atas (12,9%), tungkai bawah
(5%). Pada kulit (88,2%) dan sisanya selaput lendir rongga mulut
dan konjungtiva.
Pada wanita hamil, granuloma piogenik yang paling sering
ditemukan pada mukosa gingiva [24, 28] tetapi mereka telah dikenal untuk
muncul di daerah nonoral seperti jari dan lipatan inguinal."

"Granuloma piogenik dapat terjadi dalam port-wine stain; kehadiran tanda lahir vaskuler di
wilayah granuloma piogenik mungkin signifikan.
Melanoma amelanotic mungkin sangat menyerupai granuloma piogenik
dalam penampilannya. Meneliti kulit yang berbatasan langsung dengan
lesi untuk setiap penyimpangan pigmentasi.
Etiologi
Awalnya, granuloma piogenik diduga disebabkan oleh infeksi bakteri; etiologi belum dapat
dipastikan. Etiologi termasuk virus, hormonal, dan yang terbaru adalah faktor angiogenik.
Granuloma piogenik telah dievaluasi untuk kehadiran human
papillomavirus (HPV) karena kutil terjadi pada kelompok usia dan situs yang sama. Lesi diuji
untuk HPV 6,11,16,31,33,35,42 dan 58.Tidak ada virus yang muncul.
Granuloma piogenik berulang dengan satellitosis merupakan varian
biasa. Pada satu pasien dengan granuloma piogenik berulang dengan
satellitosis, pewarnaan Warthin-Starry dari lesi mengungkapkan
gumpalan basil gelap seperti yang ditemukan pada pasien dengan
angiomatosis basiler.[5] Sebuah uji imunofluoresensi tidak langsung
menunjukkan peningkatan imunoglobulin G antibodi terhadap Bartonella
(Rochalimaea) henselae. Pasien tidak mempunyai risiko untuk human immunodeficiency virus
(HIV) atau imunosupresi; tidak ada antibodi
terhadap HIV-1 dan HIV-2 yang dapat ditemukan. Granuloma piogenik berulang dengan
satellitosis mungkin varian lokal dari angiomatosis
basiler."

"Prosedur
Mendapatkan biopsi dari setiap lesi yang dicurigai sebagai granuloma piogenik (PG) untuk
membantu mengkonfirmasikan diagnosis.
Histologis
Muncul proliferasi dari kapiler, dengan sel-sel endotel superficial tertanam dalam edematous
stroma agar-agar dalam konfigurasi karakteristik lobular (lihat gambar di bawah).
Gambar histologis menunjukkan erosi epidermis dan pengerasan kulit, epidermis menipis,
proliferasi pembuluh darah, dan peradangan bercampur dengan limfosit, histiosit, dan neutrofil.
Courtesy of Medscape Dermatology.
Epidermis umumnya terkikis.
Sebuah infiltrasi padat dan jaringan granulasi dengan leukosit polimorfonuklear kemungkin ada.
Hiperproliferasi epidermis biasanya muncul pertumbuhan di tepi pembuluh darah, yang
menghasilkan collarette dari epidermis. [29, 20, 30]"

"Surgery
Pengobatan granuloma piogenik (PG) paling sering terdiri dari penghapusan bercukur dan
elektrokauter atau eksisi bedah dengan penutupan primer.[31] Penghapusan lesi diindikasikan
untuk perdarahan akibat trauma, rasa tidak nyaman, kosmetik, dan untuk biopsi diagnostik. Lesi
dapat benar-benar diangkat selama biopsi.
Untuk lesi soliter, eksisi bercukur dan elektrokauter dengan anestesi lokal adalah pengobatan
pilihan. Untuk memberikan angka kesembuhan yang memadai, semua pembuluh darah jaringan
granulasi harus dihilangkan atau dibakar.
Untuk lesi besar atau berulang, eksisi bedah dengan penutupan primer mungkin lebih efektif.
Satu studi melaporkan tingkat kekambuhan 43,5% di 23 lesi diobati dengan mencukur
(intradermal) eksisi dan kauter atau kauter saja. Lesi diobati dengan eksisi kulit full-thickness
dan penutupan linear supaya tidak terulang kembali.
Terapi dengan laser vaskular berdenyut-dye khusus pada 585 kasus sangat selektif, biasanya
tidak memerlukan anestesi, dan menghasilkan hasil kosmetik yang sangat baik. [32, 33] Laser
berdenyut-dye bekerja cukup baik untuk granuloma piogenik intraoral, seperti yang diamati
dalam perempuan hamil.Walaupun pengobatan tersebut layak, pengobatan selama kehamilan
tidak diperlukan karena lesi bisa kambuh selama kehamilan dan umumnya sembuh sendiri.
Berbagai laser lainnya juga telah terbukti efektif dalam mengobati granuloma piogenik. [34, 35,
36, 37] Cryotherapy atau terapi perak nitrat mungkin efektif untuk lesi yang sangat kecil dan
ditunjukkan tingkat kekambuhan yang rendah (1,62%). Namun, jika manajemen nonsurgical
dilakukan. Kauterisasi dengan perak nitrat harus menjadi pengobatan lini pertama. [38, 39 40]"

"Dalam kasus pediatrik, campuran eutektik dari anestesi lokal (EMLA) diterapkan pada lesi dan
kulit di sekitarnya untuk 1-2 jam sebelum anestesi intralesi yang mungkin merupakan tambahan
nilai yang signifikan.
Pilihan pengobatan baru dapat mencakup pengobatan topikal dengan imiquimod 5% krim. Ini
adalah imidazoquinoline sintetis heterosiklik amina yang meningkatkan induksi sitokin, baik
bawaan dan diperoleh jalur kekebalan tubuh, sehingga didapat imunomodulasi, antivirus, dan
efek antitumor. [40, 41, 42] Data Definitive kemanjurannya dan keselamatan di kelompok usia
pediatrik tidak ditetapkan, tetapi ada
laporan kasus yang berbeda tentang penggunaannya dalam pengobatan
moluskum kontagiosum, kutil anogenital, hemangioma dan baru-baru ini pada granuloma
piogenik [43] hasil pengobatan. yang memuaskan dengan jaringan parut minimal, dan efek
samping yang serupa dengan yang diamati pada pasien dewasa. [44]
Konsultasi
Pertimbangkan rujukan ke dokter spesialis kulit jika diagnosis diragukan atau jika ketersediaan
terapi yang memadai dipertanyakan.
Obat Ringkasan
Meskipun terkadang ditemukan nekrosis, bau busuk, dan drainase purulen pada granuloma
piogenik (PG), terapi antibiotik jarang diperlukan."

"awat Jalan
Setelah penghapusan atau pengangkatan granuloma piogenik (PG), perawatan luka rutin adalah
satu-satunya pengobatan yang diperlukan. Kunjungan Tindak lanjut diperlukan jika terjadi lesi
berulang. Jika terjadi lesi berulang dan histopatologi yang didapat menegaskan diagnosis, lesi
dapat diobati dengan salah satu modalitas yang dibahas sebelumnya, termasuk juga dalam
mengulangi terapi awal. Komplikasi
a) Infeksi sekunder b) Perulangan lesi di lokasi yang sama c) Kekambuhan beberapa lesi satelit
disekitar daerah lesi awal. d) Pembentukan bekas luka yang dangkal. e) Granuloma piogenik
oral: Muncul setelah atau selama trisemester kehamilan Biasanya, granuloma piogenik oral
massanya tumbuh lambat dan tidak minimbulkan cacat besar setelah eksisi yang membutuhkan
perbaikan bedah. Jarang, tumor besar yang tumbuh dengan pesat terjadi perdarahan yang
signifikan. Prognosa
Prognosis sangat baik setelah penghapusan sederhana dan perawatan luka."

"References
Requena L, Sangueza OP. Cutaneous vascular proliferation. Part II. Hyperplasias and benign
neoplasms. J Am AcadDermatol. Dec 1997;37(6):887-919; quiz 920-2. [Medline].
Weibel L. Vascular anomalies in children. Vasa. Nov 2011;40(6):439-47. [Medline].
Rachappa MM, Triveni MN. Capillary hemangioma or pyogenic granuloma:
A diagnostic dilemma. ContempClin Dent. Apr 2010;1(2):119-22. [Medline].
Singh RK, Kaushal A, Kumar R, Pandey RK. Profusely bleeding oral
pyogenic granuloma in a teenage girl. BMJ Case Rep. Mar 12 2013;2013:[Medline].
Itin PH, Fluckiger R, Zbinden R, Frei R. Recurrent pyogenic granuloma with
satellitosis--a localized variant of bacillary angiomatosis?.Dermatology. 1994;189(4):409-12.
[Medline].
Le Meur Y, Bedane C, Clavere P, et al. A proliferative vascular tumour of
the skin in a kidney-transplant recipient (recurrent pyogenic granuloma with satellitosis).
Nephrol Dial Transplant. Jun 1997;12(6):1271-3. [Medline].
Taira JW, Hill TL, Everett MA. Lobular capillary hemangioma (pyogenic
granuloma) with satellitosis. J Am AcadDermatol. Aug 1992;27(2 Pt 2):297-300. [Medline].
Saad RW, Sau P, Mulvaney MP, James WD. Intravenous pyogenic
granuloma. Int J Dermatol. Feb 1993;32(2):130-2. [Medline].
Fortna RR, Junkins-Hopkins JM. A case of lobular capillary hemangioma (pyogenic
granuloma), localized to the subcutaneous tissue, and a
review of the literature. Am J Dermatopathol. Aug 2007;29(4):408-11. [Medline].
Park YH, Houh D, Houh W. Subcutaneous and superficial granuloma
pyogenicum. Int J Dermatol. Mar 1996;35(3):205-6. [Medline].
Shah M, Kingston TP, Cotterill JA. Eruptive pyogenic granulomas: a "

" Wang PH, Chao HT, Lee WL, et al. Severe bleeding from a pregnancy tumor. A case report. J
Reprod Med. Jun 1997;42(6):359-62. [Medline].
Jafarzadeh H, Sanatkhani M, Mohtasham N. Oral pyogenic granuloma: a
review. J Oral Sci. Dec 2006;48(4):167-75. [Medline].
Epivatianos A, Antoniades D, Zaraboukas T, et al. Pyogenic granuloma of
the oral cavity: comparative study of its clinicopathological and immunohistochemical features.
Pathol Int. Jul 2005;55(7):391-7. [Medline].
Sills ES, Zegarelli DJ, Hoschander MM, Strider WE. Clinical diagnosis and management of
hormonally responsive oral pregnancy tumor (pyogenic
granuloma). J Reprod Med. Jul 1996;41(7):467-70. [Medline].
Silverstein LH, Burton CH Jr, Garnick JJ, Singh BB. The late development of oral pyogenic
granuloma as a complication of pregnancy: a case
report. CompendContinEduc Dent. Feb 1996;17(2):192-8; quiz 200. [Medline].
Smulian JC, Rodis JF, Campbell WA, et al. Non-oral pyogenic granuloma in pregnancy: a
report of two cases. Obstet Gynecol. Oct 1994;84(4 Pt 2):672-4. [Medline].
Saravana GH. Oral pyogenic granuloma: a review of 137 cases. Br J Oral Maxillofac Surg. Jun
2009;47(4):318-9. [Medline].
Kapadia SB, Heffner DK. Pitfalls in the histopathologic diagnosis of pyogenic granuloma. Eur
Arch Otorhinolaryngol. 1992;249(4):195-200. [Medline].
Dictor M, Bendsoe N, Runke S, Witte M. Major basement membrane components in Kaposi's
sarcoma, angiosarcoma and benign vascular neogenesis. J CutanPathol. Oct 1995;22(5):435-41.
[Medline].
Giblin AV, Clover AJ, Athanassopoulos A, Budny PG. Pyogenic granuloma - the quest for
optimum treatment: Audit of treatment of 408 cases. J PlastReconstrAesthet Surg.
2007;60(9):1030-5. [Medline].
Tay YK, Weston WL, Morelli JG. Treatment of pyogenic granuloma in
children with the flashlamp-pumped pulsed dye laser. Pediatrics. Ma"
"successfully treated patient and review of the literature. Br J Dermatol.
Nov 1995;133(5):795-6. [Medline].
Strohal R, Gillitzer R, Zonzits E, Stingl G. Localized vs generalized
pyogenic granuloma. A clinicopathologic study. Arch Dermatol. Jun
1991;127(6):856-61. [Medline].
Ximenes M, Triches TC, Cardoso M, Bolan M. Pyogenic granuloma on the
tongue: a pediatric case report. Gen Dent. Aug 2013;61(5):27-9. [Medline].
Momeni AZ, Enshaieh S, Sodifi M, Aminjawaheri M. Multiple giant
disseminated pyogenic granuloma in three patients burned by boiling
milk. Int J Dermatol. Oct 1995;34(10):707-10. [Medline].
Palmero ML, Pope E. Eruptive pyogenic granulomas developing after drug
hypersensitivity reaction. J Am AcadDermatol. May 2009;60(5):855-7. [Medline].
Moffatt DC, Warwryko P, Singh H. Pyogenic granuloma: an unusual cause
of massive gastrointestinal bleeding from the small bowel. Can J
Gastroenterol. Apr 2009;23(4):261-4. [Medline].
Kuga R, Furuya CK Jr, Fylyk SN, Sakai P. Solitary pyogenic granuloma of the small bowel as
the cause of obscure gastrointestinal bleeding.
Endoscopy. 2009;41Suppl 2:E76-7. [Medline].
Malhotra A, Jaganmohan S, Scott LD. Clinical challenges and images in GI.
Diagnosis: Gastric pyogenic granuloma. Gastroenterology. Apr
2009;136(4):1168, 1463. [Medline].
Stojsic Z, Brasanac D, Kokai G, Vujovic D, Zivanovic D, Boricic I, et al.
Intestinal intussusception due to a pyogenic granuloma. Turk J Pediatr.
Nov-Dec 2008;50(6):600-3. [Medline].
Patrice SJ, Wiss K, Mulliken JB. Pyogenic granuloma (lobular capillary
hemangioma): a clinicopathologic study of 178 cases. PediatrDermatol.
Dec 1991;8(4):267-76. [Medline].
Pagliai KA, Cohen BA. Pyogenic granuloma in children. PediatrDermatol. Jan-Feb
2004;21(1):10-3. [Medline]. "

Anda mungkin juga menyukai