Anda di halaman 1dari 9

DIMENSI PENGETAHUAN DAN ILMU

Filsafat ilmu menjadi suatu topik bagi analisis dan diskusi eksplisit yang setara dengan
cabang-cabang filsafat lainnya yaitu: etika, logika, dan epistemologi (teori pengetahuan).
Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses
penelitian ilmiah yaitu prosedur- prosedur pengamaatan, pola argument, metode penyajian
dan penghitungan, praandaian-praandaian metafisik dan seterusnya. Kemudian mengevaluasi
dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang logika formal, metodologi praktis dan
metafisika. Jangkauan filsafat ilmu apabila ditinjau dari paradigma keluasannya ada beberapa
dimensi yang bisa menjadi cakupan kajiannya.
Pertama, dimensi ilmu yang bersifat reflektif abstrak dan formal terdiri dari dua:
dimensi filsafat dan dimensi logis. Dari sudut tinjauan filsafat maka ilmu dapat dipandang
sebagai suatu pandangan dunia (world view) atau nilai manusiawi (human value). Dimensi
ilmu lainnya yang berpangkal pada aspek realitas di dunia adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

culturaldimens (dimensi kebudayaan)


historical dimension (dimensi sejarah)
humanistic dimension (dimensi kemanusiaan)
recreationaldimension(dimensi rekreasi)
system dimension (dimensi sistem).
Sedangkan dimensi filsafat ilmu yang sering menjadi kajian secara umum yaitu meliputi

tiga hal: dimensi ontologi, dimensi epistemologi, dan dimensi aksiologi. Ketiganya
merupakan cakupan yang meliputi dari keseluruhankeseluruhan pemikiran kefilsafatan.
Dimensi

yang

pertama,

membahas

dan

mengetahui

tentang

asas-asas

rasional

dari yang ada, mengetahui esensi dari yang ada. Dimensi epistemologi menyelidiki asal
mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologi
berusaha mengetahui hubungan antara ilmu dan etika yang mempertanyakan mengenai nilainilai yang dijadikan sebagai kunci keputusan dan tindakan manusia. Pemahaman terhadap
ketiga dimensi di atas sangat penting, karena merupakan pokok pemahaman dari kerangka
pemikiran filsafati. Dari makalah ini akan sedikit menguraikan ketiga dimensi tersebut.
DIMENSI ONTOLOGI.

Ontologi adalah studi yang membahas sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Objek
material ontologi meliputi yang ada sebagai wujud konkret dan abstrak, indrawi dan tidak
indrawi. Objek formal ontologi adalah memberikan dasar yang paling umum tiap masalah
yang menyangkut manusia, dunia, dan Tuhan. Titik tolak dan dasar ontologi adalah refleksi
terhadap kenyataan yang paling dekat, yaitu manusia dan dunianya. Menurut Mudhofir,
ontologi adalah sebagai suatu usaha intelektual untuk mendeskripsikan sifat-sifat umum dari
kenyataan; suatu usaha untuk memperoleh penjelasan yang benar tentang kenyataan; studi
tentang sifat pokok kenyataan dalam aspeknya yang paling umum. Fungsi mempelajari
ontologi adalah,
a. Sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep, asumsi dan postulatpostulat ilmu.
b. Membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komprehensif,
dan koheren.
c. Membantu memberikan permasalahan yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu
khusus.
Pada intinya, problematika ontologi adalah problematika tentang keberadaan. Masalah
keberadaan tersebut, antara lain masalah kuantitas (jumlah) dan susunan dari keberadaan atau
eksistensi kualitas (sifat) keberadaan; proses dari keberadaan. Berbagai problematika ontologi
diatas akhirnya melahirkan berbagai aliran ontologi, yaitu:
a. Monisme adalah aliran ontologi yang beranggapan hakikat yang ada itu tunggal.
b. Dualisme adalah aliran ontologi yang berpandangan bahwa hakikat yang ada tersusun
atas dua unsur utama.
c. Pluralisme adalah aliran ontologi yang berpandangan bahwa hakikat yang ada itu jamak.
Secara umum relevansi ontologi bagi ilmu adalah bahwa ontologi dapat dijadikan dasar
merumuskan hipotesis-hipotesis baru untuk memperbaharui asumsi-asumsi dasar yang pernah
digunakan. Ontologi juga merupakan sarana ilmiah untuk menemukan jalan dalam
menangani suatu masalah secara ilmiah. Landasan ontologi relevan bagi dunia keilmuan,
antara lain : memberikan landasan bagi asumsi keilmuan dan membantu terciptanya
komunikasi interdisipliner atau multi disipliner. Ontologi juga relevan dalam merefleksikan
problem pembangunan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dimensi ontologis
merupakan bagian dari kajian ilmu pengetahuan tentang eksistensi ilmu pengetahuan.
EPISTEMOLOGI

Epistemologi adalah dimensi filsafat yang mempelajari asal mula, sumber, manfaat,
dan sahihnya pengetahuan. Epistemologi menjadi dasar pijakan dalam memberikan legitimasi
bagi suatu ilmu pengetahuan untuk diakui sebagai disiplin ilmu, dan menentukan keabsahan
disiplin ilmu tertentu. Dengan demikian epistemologi juga memberi kerangka acuan terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan. Aspek epistemologi yang penting di dalam pengembangan
pengetahuan adalah metodologi keilmuan.
Pengetahuan yang berdasarkan ide mengandung implikasi pendekatan yang
rasionalistis. Rasionalisme menganut pendekatan resional. Sifat idealisme lebih menekankan
proses berfikir deduktif yang terimplikasi dalam premis-premis, yaitu premis mayor, premis
minor, dan simpulan. Pengetahuan yang berdasarkan empiris memandang pengetahuan itu
adalah kenyataan dan mneganut pendekatan induktiif, sehingga untuk mencapai kebenaran,
pengetahuan didasarkan realitas konkret yang parsial. Kedua pendekatan yang antagonistik
itu berlanjut dalam sejarah filsafat walaupun aliran kritisme. Kritisme memandang bahwa
baik pengetahuan rasional maupun pengetahuan empirik adalah benar dalam batas-batas
tertentu.
Fenomena epistemologi realisme tampak pada adanya ilmu pengetahuan yang lebih
menekankan aspaek empirik. Landasan epistemologi ilmu menyangkut cara berfikir keilmuan
berkenaan dengan kriteria tertentu agar sampai pada kebenaran ilmiah, yang dibicarakan
dalam epistemologi ilmu adalah suatu proses berfikir ilmiah. Ilmu berkembang melalui taraf
berfikir, yaitu : ilmu rasional, ilmu rasional empirik, ilmu rasional empirik eksperimental.
Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala ilmu
pengetahuan bisa dibedakan menjadi beberapa macam epistemologi.
Pertama, epistemologi metafisis, yaitu epistemologi yang mendekati gejala
pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi ini
berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana
manusia mengetahui kenyataan tersebut. Plato misalnya meyakini bahwa kenyataan yang
sejati adalah kenyataan dalam dunis ide-ide, plato dalam epistemologinya memehami
kegiatan mengetahui sebagai kekuatan jiwa mengingat (anamnesis) kenyataan saja yang
pernah dilihatnya dalam dunia ide-ide. Ia juga secara tegas membedakan antara pengetahuan
(episteme), sebagai sesuatu yang bersifat objektif, universal dan tetap tak berubah, serata
pendapat (doxa), sebagai suatu yang bersifat subjektif, partikular dan berubah-ubah.
Kedua, epistemologi skeptis sebagaimana pandangan Rene Descartes yang bermaksud
membuktikan dahulu apa yang dapat diketahui sebagai sungguh nyata atau benar benar tak

dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala sesuatu yang
kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pandekatan ini adalah
apabila orang sedah masuk skeptisisme dan onsistendengan sikapnya, maka tak mudah
menemukan jalan keluar. skeptisime Des Cartes adalah sketisisme metodis yaitu: suatu
strategi awal untuk meregukan segala sesuatu degnan maksud agar dapat sampai ke
kebanaran yang tidak dapat diragukan lagi. Ia menolak argumen untuk membuktikan
kebenaran pengetahuan berdasarkan otoritas (keagamaam) sebagaimana dilakukan pada abad
Pertengahan.
Ketiga, epistemologi kritis yang berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan
pemikiran akal sehat atau pun asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah
sebagaimana ditemukan dalam kehidupan kemudian ditanggapi secara kritis asumsi, prosedur
dan kesimpulan tersbut. Sikap kritis diperlukan untuk lebih memahami sesuatu secara radikal
lewat alasan-alasan yang jelas dan kuat.
Berdasarkan titik tolak pendekatannya dan berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi
juga dapat dibagi menjadi dua yaitu epistemologi individual dan epistemologi sosial.
Epistemologi individual berangkat dan didasarkan atas kegiatan manusia individual sebagai
subjek penahu terlepas dari konteks sosialnya, baik tentang pengetahuan status kognitifnya
maupun proses pemerolehannya. Epistemologi evolusioner (evolutionary epistemology) atau
kadang juga disebut epistemologi alami (natural epistemologi) termasuk jenis epistemologi
individual. Sedangkan epistemologi sosial adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan
sbagai batas sosiolagis. Bagi epistetmologi sosial, hubungan sosial, kepantingan sosial dan
lembaga sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat menentukan dalam proses, cara,
maupun pemerolehan pengetahuan.
AKSIOLOGI
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki ilmu pengetahuan, pada
umunya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Sedangkan etika merupakan cabang
aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah perdikat- predikat nilai betul (right),
salah(wrong) dalam arti susila(moral) dan tidak susila (immoral). Di dunia ini terdapat
banyak cabang pengetahuanyang bersangkutan dengan masalah masalah nilai yangkhusus
seperti, ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan spistemologi. Epistemologi berkaitan

dengan masalah kebenaran etika bersangkutan dengan masalah kabaikan (kesusilaan), dan
estetika berkaitan dengan masalah keindahan.
Aksiologi juga menyelidiki berbagai pernyataan-pernyataan tentang etika dan
estetika. Ilmu yang bersangkutan dengan hal terebut adalah fisafat nilai. Aksiologi sebagai
teori tentang nilai membahas tentang hakikat nilai, sehingga disebut sebagai filsafat nilai.
Aksiologi ilmu pengetahuan membahas nilai-nilai yang memberi batas-batas bagi
pengembangan ilmu. Suatu tanggapan disebut pertimbangan nilai jika di dalamnya orang
mengatakan apakah sesuatu hal layak untuk diutamakan dibandingkan dengan hal yang lain.
Fungsi dari aksiologi adalah,
1.

Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran yang
hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak

2.

berorientasi pada kepentingan langsung


Dalam pemilihan objek penelaah dapat dilakukan secara etis yang tidak mengubah
kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri permasalahan
kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan, dan

3.

kepentingan politik
Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian, alam
lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.

Nilai Merupakan Kualitas Empiris yang Tidak dapat Didefinisikan


Kualitas empiris ialah kualitas yang diketahui atau dapat diketahui melalui pengalaman.
Contoh dar hal itu adalah pengertian baik dan kuning, kedua-duanya merupakan
pengertian-pengetian yang bersahaja, dengan cara apa pun tidak akan dapat menerangkan
warna kuning dan baik kepada seserang yang belum mengelnal warna tersebut. Nilai dapat
dijelaskan dari sisi kualitas objek atau perbuatan tertentu. Artinya pemahaman terhadap nilai
bisa dipahami lewat verifikasi melalui pengalaman.

Nilai Sebagai Objek Suatu Kepentingan


Hal tersebut dapat dipahami karena setiap nilai merupakan suat sikap tertentu dari
manusia. Menurut perry setiap objek yang ada dalam kenyataan maupun dalam pikiran, setiap

perbuatn ynag dilakukan maupun yang dipikirkan, dapat memperoleh nilai jika pada sustu
ketika berhubungan dengan subjek-subjek yang mempunyai kepentingan. Jika seseorang
mempunyai kepentingan pada suatu apa pun, maka hal tersebut mempunyai nilai. Berkaitan
dengan nilai sebagai objek sebagai kepentingan, tersdia tiga macam kemungkinan: pertama,
sikap setuju atau menentang tersebut samasekali tidak bersangkut paut dengan masalah
nilai. Keua, sikap tersebut bersangkutan dengan sesuatu yang tidak hakiki. Ketiga, sikap
tersebut merupakan sumber pertama serta ciri yang tetap dari segenap nilai.
Nilai Sebagai Esensi
Sesungguhnya nilai-nilai ada dalam kenytaan namun tidaklah ber eksistensi. Nilai-nilai
tersebut merupakan esensi-esensi yang terkandung dalam barang sesuatu serta perbuatanperbuatan. Sebagai esensi, nilai tidak bereksistensi, namun ada salam kenyataan. Nilai-nilai
dapat dikatakan mendasari barang sesuatu dan bersifat tetap. Contoh, nilai perdamaian,
didalamnya itu sendiri terdapat nilai yang mendasarinya. Nilia-nilai dipahami secara
langsung melalui indera nilai. Pengetahuan mengenai nilai bersifat apriori dalam arti tidak
tergantung pada pengalaman dalam arti kata yang biasa, nilai diketahui secara langsung baik
orang dapat atau tidak menangkapnya.
Teori Pragmatis Mengenai Nilai
Selain teori nilai diatas ada teori lain mengenai nilai yaitu, teori pragmatis. Pragmatisme
mendasarkan diri atas akibat-akibat, dan juga hasil-hasil.menurut Jhon Dewey, nilai bukanlah
sesuatu yang dicari untuk ditemukan, nilai bukanlah suatu kata benda atau bahkan juga bukan
kata sifat. Masalah nilai sesungguhnya berpusat disekitar memberi nilai. Bagi Dewey antara
sarana dan tujuan tak terpisahkan karena keduanya merupakan perangkat nilai yang evektif.
Pemberian nilai, seperti halnya semua proses akali bermula hanya apabila orang menghadapi
sesuatu masalah, artinya bermula pada sesuatu keadaan yang didalamnya terdapat ketegangan
dan tiadanya ketertiban.maka penilaian yang dilakukannya bersifat dinamisserta relaitf
terhadap situasi yang kongkret, penilaian tersebut dapat berubah sejalan dengan perubahan
kondisi. Menurut Dewey, setiap situasi menciptakan nilai-nilai, nilai setiap menciptakan
nilai-nilai setip nilai tidak ada yang abadi yang ada hanyalah nilai-nilai yang berubah-ubah.
Pengetahuan Etika

Etika sebagai ilmu pengetahuan dapat berarti penyelidikan mengenai tanggapantanggapan kesusilaan, sedangkan etika sebagai ajaran bersangkutan dengan membuat
tanggapan-tanggapan kesusilaan. Paling tidak ada empat bentuk etika yaitu etika deskriptif,
etika normatif, etika pragtis dan etika kefilsafatan. Etika deskriptif sekedar melukiskan
predikat-predikat seta tangapan-tanggapan kesusilaan yang telah diterima dan digunakan.
Etika normatif bersangkutan dengan penyaringan ukuran-ukuran kesusilaan yang khas. Etika
kefilsafatan mempertanyakan makna yang dikandung oleh intilah-istilah kesusilaan, yang
dipakai untuk membuat tanggapan-tanggapan kesusialaan. Sedangakan etika pragtis
merupakan jawaban-jawaban pragtis, dinamis, dari perbuatan.
Contoh dari tanggapan etika adalah etika teleologis, hedonis, etika kelas sosial, etika
teologis dan etika relativistis. Suatu ajaran yang mendasarkan diri pada suatu tujuan terakhir
dinamakan ajaran teleologis. Suatu teori yang memberi titik berat pada kenikmatan atau
kebahagiaan dikatakan hedonistik. Hedonisme merupakan suatu teori yang mengatakan
bahwa kenikmatan atau akibat akibat yang nikmat dalam dirinya sudah mengandung
kebaikan. Etika kelas sosial sebagaimana menurut Karl Marx adalah etika yang didasarkan
atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat, ukuran-ukuran kesusilaan timbul dari kebutuhan
sosial. Etika teologis mendasarkan prinsip-prinsip kesusilaan pada ajaran ketuhanan, ukuranukuran kebaikan tertinggi adalah wahyu atau petunjuk dari tuhan lewat ajaran-ajaran agama.
Etika relativistis memberi kesangsian kepada nilai-nilai etika yang terkandung dalam ajaran
etika terdahulu karena menurut etika ini terdapat kenisbian kesusilaan dan terdapat perbedaan
perbedaan yang sangat besar antara perangakat kesusilaan yang berlaku pada kelompok
manusia yang satu dengan yang berlaku pada kelompok manusia lainnya.
Etika Menurut Islam
Kebenaran suatu ilmu pengetahuan menurut islam adalah sebanding dengan
kemanfaatan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang bermanfaat adalah apabila:
1.) mendekatkan pada kebenarn Allah dan bukan menjauhkan.
2.) Dapat membantu umat merealisakan tujuan-tujuannya.
3.) dapat memberikan pedoman bagi sesama manusia.
4.) dapat menyalesaikan persoalan umat.
Dalam islam suatu hal mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam
arti luas, juga sejauh mana sesuai dengan tuntutan kearifan dan keadilan, bukan hanya

korespondensi antara kenyataan dengan fakta sebagaimana konsepsi dari rasionalispositivistik. Realitas dan kebenaran manusia harus mencakup wilayah rohani dan jasmani
sekaligus. Tentang baik, buruk, indah dan jelek (termasuk ilmu), semua berpaling pada
sumber-sumber moral dan pengkajian estetik.

DIMENSI PENGETAHUAN DAN ILMU

TUGAS ILMU FILSAFAT


Disusun oleh:
KELOMPOK 2
AHMAD HIJRI ALFIAN

NIM. 12030114410051

ALIFAH KARAMINA

NIM. 12030114410024

PRATOMO CAHYO K

NIM.12030114410076

MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

Anda mungkin juga menyukai