berbahasa seringkali tidak berakibat sopan, terlebih lagi jika penutur dan mitra tutur
tidak memiliki jarak sosial yang jauh ( teman sekerja, konco, pacar, dan sebagainya).
Untuk lebih memahami konsep wajah ini, berikut diberikan contoh-contoh, baik
wajah positif maupun negatif, dalam konsep kesantunan berbahasa.
percakapan antara dua penumpang angkoty yang tidak saling kenal antara satu sama
lain dibawah ini:
Penumpang A: Maaf mas, numpang tanya, apakahcirebon masih jauh dari sini?
Penumpang B: Wah, mas, ini sekarang sudah sampai brebes. Mas mau turun dimana?
Penumpang A: Tadi saya sudah bilang ke sopir saya mau turun di cirebon.jadi, maf
apakah cirebon masih jauh?
Penumpang B: Bukanya masih jauh mas, tapi sudah kelewat jauh. Mungkin lebih baik
mas turun disini, terus nanti naik bus yang dari arah timur, nanti bilang
turun dicirebon.
Penumpang A: Wah, terima kasih ya, Mas.
Penumpang B: sama-sama ,Mas.
Sangat terlihat jelas bahwa kedua partisipan (penutur dan mitra tutur) dalam
percakapan itu menunjukan ketidakakraban atau ketakformalan. Ini bisa diliht dari
penggunaan kata maaf oleh penumpang . penggunaan dan pengulangan penggunaan
kata maaf oleh penumpang A ini untuk menjaga wajah negatif penumpang B.
Artinya, penumpang A tidakingin terkesan akrab san sesuka hati dan tidak ingin
menggangu wilayah individu penumpang B.
Penggunaan kata Mas oleh penumpang A dan B, merupakan sapaan sopan
untuk penumpang yang belum saling mengenal. Dengan menggunakan dan
mengulang kata Mas, penumpang A dan B berusaha untuk menunjukan bahwa
menghargai jatidiri lawan bicaranya sebagai individu yang dihargai atribut
individualnya.
Melalui dua contoh yang menjelaskan dua konsep wilayah di atasa, jelaslah
bahwa dalam berbahasa, kita harus senantiasa mempertimbangkan jarak sosial antara
kita dan mitra tutur. Kesantunan berbahasa bukan terletak pada diksi, melainkan
terletak pada tingkat keakraban atau jarak sosial, termasuk usia, gender, strata sosial,
dan strata akademik.
C. Pengancaman Wajah ( face threatening)
Sebagaimana telah dijelaskan dengan berbagai contoh, kesantunan( dan
kesopanan) berbahasa dapat diartikan sebagai wujud mengenai kesadaran terhadap
wajah orang lain ( Yule, 2006:1060. Wajah seseorang akan mengalami ancaman ketika
seorang penutur menyatakan sesuatu yang mengandung ancaman terhadap harapanharapan individu yang berkenaan dengan harga dirinya. Namun, pada kenyataannya,
secara bahasa, kita dapat saja menunjukan rasa hormat, tetapi tidak santun. Perhatikan
dialog singkat berikut.
A: Selamat pagi, B.
keinginan untuk bebas dari interfensi, tekanan, atau gangguan dari pihak lain,
termasuk mitra tutur. Konsekuensi logis dari ancaman wajah ini adalah kehilangan
wajah atau dengan istilah sederhana adalah malu atau hilang harga diri.
Simpulan
Melalui pembahasan di atas, dapat kita menyimpulkan bahwa berbahasa santun itu
sendiri merupakan kesadaran timbal-balik, bahwa kita senantiasa ingin mitra tutur kita
berekspresi sebagaimana cara kita sebagai penutur berekspresi. Di lain sisi, teori kesantunan
berbahasa juga menekankan agar kita seantiasa berekspresi sebagaimana kita ingin mitra
tutur kita berekspresi terhadap kita.
Kesantunan bersentral pada jarak sosial, yang sekaligus mengatur tata krama
berbahasa kita. Santun berarti tidak mengancam wajah, tidak meyatakan hal-hal yang
bermuatan ancaman terhadap harga diri seseorang, atau tidak mencoreng wajah seseorang
atau wajah sendiri.