Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH SANTUN BERBAHASA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah & Buku Ajar

Dosen Pengampu :

Nugrhaheti Sismulyasih SB, S. Pd., M. Pd.

Disusun Oleh :

Isma Salsabila P (1401419396)

Rahmat Dwi K (1401419401)

ROMBEL I

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan kesempatan
untuk menyelesaikan makalah Santun Berbahasa. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah & Bahan Ajar. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.

Dengan tugas yang telah diberikan ini, semoga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan. Penulis menyadari isi Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai
dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan
lainnya. Menurut Kridalaksana(1993: 21), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer,
yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti menggunakan bahasa
untuk berinteraksi satu sama lain. Chaer dan Agustina (2004: 14) menyatakan bahwa secara
tradisional dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau sebagai alat
komunikasi, dalam arti bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, perasaan, gagasan,
ataupun konsep.
Dalam berinteraksi, diperlukan aturan-aturan yang mengatur penutur dan
lawan tutur agar nantinya dapat terjalin komunikasi yang baik diantara keduanya. Aturan-aturan
tersebut terlihat pada prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech (1993: 206).
Dalam berbahasa, manusia perlu memperhatikan adanya kesantunan berbahasa ketika
berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal itu bertujuan agar manusia bisa menggunakan
bahasa yang santun dan tidak melakukan kesalahan dalam berbahasa.
Sebuah tuturan dikatakan santun atau tidak, sangat tergantung pada ukuran kesantunan
masyarakat penutur bahasa yang dipakai. Tuturan dalam bahasa Indonesia secara umum sudah
dianggap santun jika penutur menggunakan kata-kata yang santun, tuturannya tidak mengandung
ejekan secara langsung, tidak memerintah secara langsung, serta menghormati orang lain. Oleh
karena itu, kesantunan berbahasa ini perlu dikaji guna mengetahui seberapa banyak kesalahan
atau penyimpangan kesantunan berbahasa pada manusia ketika berkomunikasi satu sama lain.
Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kesantunan berbahasa merupakan
aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan sikap seseorang. Dari penggunaan
bahasa seseorang dalam bertutur kepada orang lain, dapat diketahui karakter dan kepribadian
yang dimiliki seseorang tersebut.

A. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan santun berbahasa?
2.      Mengapa berbahasa santun?
3.      Bagaimana cara berbahasa santun?
4.      Apa saja maksim-maksim kesantunan itu?
5.      Apakah prinsip kesantunan? 
6.      Apa saja kesantunan linguistik tuturan imperatif?
7.      Hal-hal apa yang menjadi kesantunan kalimat?
8.      Apa faktor penentu kesantunan?
9.      Apa saja indikator kesantunan berbahasa Indonesia?
10.  Apa nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa?

A. Tujuan
1.      Mengetahui pengertian santun berbahasa.
2.      Mengetahui alasan berbahasa santun.
3.      Mengetahui cara berbahasa santun.
4.      Mengidentifikasi maksim-maksim kesantunan.
5.      Mengetahui prinsip kesantunan.
6.      Mengetahui kesantunan linguistik tuturan imperatif.
7.      Mengetahui kesantunan kalimat.
8.      Mengetahui penentu kesantunan.
9.      Mengetahui indikator kesantunan berbahasa.
10.  Mengetahui nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Santun Berbahasa 
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau
penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Bahasa yang benar adalah
bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Seseorang sedang berkomunikasi dalam
situasi tidak resmi, mereka menggunakan kaidah bahasa tidak resmi. Ketika seseorang sedang
menulis karya ilmiah untuk makalah, skripsi, tesis, atau disertasi mereka menggunakan kaidah
bahasa baku. Jika penulis sedang memerankan tokoh pejabat, maka bahasa yang digunakan
adalah kaidah bahasa resmi. Masih ada satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu
kesantunan. Ketika seseorang sedang berkomunikasi, hendaknya disampaikan baik dan benar
juga santun. Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak bahasa. Agar pemakaian bahasa
terasa semakin santu, penutur dapat berbahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu yang dapat
dirasa sebagai bahasa santun, seperti:
1.    Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan
tuturan yang diungkapkan secara langsung.
2.    Pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan dengan pemakaian
bahasa dengan kata-kata lugas.
3.    Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan
biasa.
4.    Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud biasanya tuturan lebih santun
5.    Tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang
dikatakan secara eksplisit.
B.       Alasan Berbahasa secara Santun 
Bahasa merupakan alat komunikasi, berkomunikasi merupakan interaksi antara penutur
dengan mitra tutur. Ada tiga hal penting ketika penutur berinteraksi dengan mitra tutur. Pertama,
mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. Kedua, setelah
mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain. Ketiga,
tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang ketiga) yang sebenarnya
tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antar penutur dengan mitra tutur.
Berbahasa dan berprilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan sekedar
kewajiban. Seseorang berbahasa dan berprilaku santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai
wujud aktualisasi diri. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Hal ini
dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya. Inilah hakikat berbahasa secara santun.

C.      Cara Berbahasa Santun


Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan
kata (diksi) dan gaya bahasa. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk
mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu
pada pada mitra tutur. Setiap kata, di samping memiliki makna tertentu juga memiliki daya
(kekuatan) tertentu.
Kesanggupan menggunakan gaya bahasa seorang penutur dapat terlihat tingkat
kesantunannya dalam berkomunikasi. Ada beberapa gaya bahasa yang dapat digunakan untuk
melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur yaitu:
1.    Majas Hiperbola yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang memperbandingkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain secara berlebihan.
2.    Majas Perumpamaan yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua
hal yang berlainan, tetapi dianggap sama. 
3.    Majas Metafora yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan maupun menambah daya
bahasa tuturan.
4.    Majas Eufemisme yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua
hal dengan menggunakan pembanding yang lebih halus.

D.      Maksim-Maksim Kesantunan
Tarigan (1990) dan Rahardi (2003) telah menerjemahkan maksim-maksim di dalam prinsip
kesantunan berbahasa yang disampaikan oleh Leech (1983) di atas secara berturut-turut sebagai
berikut:
1.    Maksim Kebijaksanaan, kurangi kerugian orang lain dan tambahi keuntungan orang lain
2.    Maksim Kedermawanan, kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri
3.    Maksim Penghargaan, kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri
4.    Maksim Kesederhanaan, kurangi pujian pada diri sendiri dan tambahi cacian pada diri sendiri
5.    Maksim Permufakatan, kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan
tingkatkan kesesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
6.    Maksim Simpati, kurangi antipati antara dri sendiri dengan orang lain
Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain 
(Tarigan, 1990: 82-83)

E.       Prinsip Kesantunan 
Menurut Rahardi (2006: 66) sedikitnya ada tiga macam skala pengukuran peringkat
kesantunan yang sampai dengan saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian
kesantunan. Dalam prinsip kesantunan tiga skala pengukuran tersebut adalah
1.    Skala kesantunan menurut Leech
2.    Skala kesantunan menurut Brown and Levinson
3.    Skala kesantunan menurut Robin Lakoff

F.       Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif


Menurut Rahardi (2006: 118) kesantunan linguistik tuturan Imperatif dalam bahasa
Indonesia mencakup empat hal yaitu:
1.    Panjang-pendek tuturan
2.    Urutan tuturan
3.    Intonasi tuturan dan isyarat-isyarat kinesik
4.    Pemakaian ungkapan penanda kesantunan

G.      Kesantunan Kalimat
Ninik dalam bukunya yang berjudul Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir
(2007:142) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang membuat sebuah kalimat menjadi santun.
Diantaranya adalah:
1.    Kehematan
Gagasan yang tercantum dalam kalimat sering kali tidak tersampaikan karena penggunaan kata
yang boros. Sehingga semakin hemat kita memakai kata akan semakin santun.
2.    Kecermatan
Prinsip berarti cermat dan tepat menggunakan diksi. Agar tercapai kecermatan dan ketepatan
diksi. Yang perlu dihindari adalah penanggalan awalan, peluluhan bunyi /c/, bunyi /s/, /p/, /t/,
dan /k/ yang idak luluh, dan hindari pemakaian kata ambiggu.
3.    Kesejajaran
Agar kalimat terlihat rapi dan bermakna sama, kesejajaran dalam kalimat diperlukan.
Kesejajaran adalah penggunaan bentuk-bentuk yang sama pada kata-kata yang berpararael.
4.    Keharmonisan
Keharmonisan adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
menggungkapkan pikiran secara utuh, memiliki unsur gramatikal terdapat subjek dan predikat,
serta memiliki kesenyapan. Keharmonisan kalimat artinya setiap kalimat yang kita buat harus
harmonis antara pola berfikir dan struktur bahasa. 
5.    Kelogisan
Kelogisan berhubungan dengan bernalar atau tidaknya sebuah kalimat. Kelogisan bisa terjadi
karena isi kalimat atau struktur kalimat yang dibangun.

H.      Penentu Kesantunan
1.    Faktor Penentu Kesantunan
Faktor kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun
atau tidak santun. Faktor kesantunan dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai berikut.
Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi, aspek nada
bicara, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat.
Dalam bahasa lisan, kesantunan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak
gerik anggota tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tanggan, kepalan tangan, tangan
kerkacak pinggang, dan sebagainya. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari
bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya
struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Faktor penentu kesantunan dari aspek nonkebahasaab berupa pranata sosial budaya masyarakat,
pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dan mitra tutur dan sebagainya. 

2.    Faktor yang dapat Menggagalkan Komunikasi


Banyak faktor yang menyebabkan komunikasi dapat gagal, antara lain: (a) mitra tutur tidak
memiliki informasi lama sebagai dasar memahami informasi baru yang disampaikan penutur, (b)
mitra tutur tidak tertarik dengan isi informasi yang disampaikan penutur, (c) mitra tutur tidak
berkenan dengan cara menyampaikan informasi si penututur, (d) apa yang diinginkan memang
tidak ada atau tidak dimiliki oleh mitra tutur, (e) mitra tutur tidak memahami yang dimaksud
oleh penutur, dan (f) jika menjawab pertanyaan, mitra tutur justru melanggar kode etik.
3.    Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantunan
Faktor yang menentukan santun tidaknya pemakaian bahasa ditentukan oleh dua hal, yaitu faktor
kebahasaan, dan faktor non-kebahasaa. Faktor kebahasaan yang dimaksud adalah segala unsur
yang berkaitan dengan masalah bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa nonverbal. Faktor
kebahasaan verbal yang dapat menentukan kesantunan dapat dideskripsikan sebagai berikut. (1)
pemakaian diksi, (2) Pemakaian gaya bahasa (majas metafora, majas personifikasi, majas
peribahasa, majas perumpamaan).
4.    Faktor Nonkebahasaab sebagai Penentu Kesantunan
Ketikka orang berkomunikasi, penutur tidak hanya melibatkan faktor bahasa. Faktor-faktor
nonkebahasaan juga ikut menentukan kesantunan. (1) topik pembicaraan, (2) konteks situasi
komunikasi.

I.         Indikator Kesantunan Berbahasa Indonesia


Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa Indonesia si
penutur itu santun ataukah tidak. Penanda-penanda tersebut dapat berupa unsur kebahasaan
maupun unsur nonkebahasaan. 
1.    Indikator Kesantunan Menurut Dell Hymes (1978), (1) mengacu pada tempat dan waktu
terjadinya komunikasi, (2) mengacu pada orang yang terlibat komunikasi, (3) mengacu pada
tujuan yang ingin dicapai pada komunikasi, (4) mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin
disampaikan, (5) mengacu pada pelaksanaan percakapan, (6) mengacu pada norma prilaku
partisipan dalam berkomunikasi, dan (7) mengacu pada ragam santai dan sebagainya.
2.    IndikatorKesantunan Menurut Grace (2000), menyatakan bahwa santun tidaknya pemakaian
bahasa dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut. (1) ketika berbicara harus mampu
menjaga martabat mitra tutur agar tidak merasa dipermalukan, (2) ketika berkomunikasi tidak
boleh mengaakan hal-hal yang kurang baik mengenai mitra tutur atau orang atau barang yang
ada kaitannya dengan mitra tutur, (3) tidak boleh mengungkapkan rasa senang atas kemalangan
mitra tutur, (4) tidak boleh menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur
merasa jatuh harga dirinya, dan (5) tidak boleh memuji diri sendiri atau membanggakan nasib
baik atau kelebihan diri sendiri.
3.    Indikator Kesantunan Menurut Leech (1983), memandang prinsip kesantunan sebagai ”piranti”
untuk menjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung dalam
mengungkapkan maksudnya (implikatur). Meski tidak mengunakna implikatur, tuturan dapat
dikatakan santun, jika ditandai dengan hal-hal sebagai berikut. (1) tuturan dapat memberikan
keuntungan kepada mitra tutur (maksim kebijaksanaan), (2) tuturan lebih baik menimbulkan
kerugian pada penutur (maksim kedermawanan), (3) tuturan dapat memberikan pujian kepada
mitra tutur (maksim pujian), (4) tturan tidak memuji diri sendiri (maksim kerendah hatian), (5)
tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur (maksim kesetujuan), (6) tuturan dapat
mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami oleh mitra tutur (maksim simpati), dan (7)
tuturan dapat mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang pada mitra tutur (maksim
pertimbangan)
4.    Indikator Kesantunan Menurut Pranowo (2005), bahwa agar komunikasi dapat terasa santun,
tuturan ditandai dengan hal-hal berikut. (1) perhatikan suasana perasaan mitra tutur (angon rasa),
(2) pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur (angon rasa), (3) jagalah agar tuturan
dapat diterima oleh mitra tutur (empan papan), (4) jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa
ketidakmampuan penutur dihadapan mitra tutur (sifat rendah hati), (5) jagalah agar tuturan
memperlihatkan mitra tutur diposisii lebih tinggi 9sikap hormat), dan (6) jagalah agar tuturan
selalu memperhatikan apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur (sikap
tepa selira)
5.    Implementasi Indikator Kesantunan dalam Pemakaian Bahasa secara teoritis, semua orang harus
berbahasa secara santun. Setiap orang wajib menjaga etika dalam berkomunikasi agar tujuan
komunikasi dapat tercapai. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan saat menggunakan
bahasa juga harus memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa baik kaidah linguistik maupun kaidah
kesantunan agar tujuan berkomunikasi dapat tercapai.
6.    Cara Menyampaikan Maksud, bebrapa cara menyampaikan maksud agar tuturan dapat dikatakan
santun dapat dijelaskan sebagai berikut. (1) rasa nrima (menerima keadaan seperti adanya), (2)
sikap ngalah demi rasa solidaritas, (3) sikap ngalah demi rasa hormat, (4) sikap tenggang rasa,
(5) sikap empan papan (menyesuaikan diri dengan waktu dan tempat).
J.        Nilai-nilai Pendukung Kesantunan Berbahasa
Dalam berkomunikasi dengan santun, ada beberapa nilai-nilai etnis yang dapat diterima
oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat etnis lain dan dapat diserap untuk menumbuh
kembangkan kesantunan berbahasa. Yaitu, (a) sikap rendah hati, (b) sikap empan papan, (c)
sikap menjaga perasaan, (d) sikap mau berkorban, (e) sikap mawas diri. Dengan nilai-nilai ini
diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau
penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Bahasa yang benar adalah
bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan
kata (diksi) dan gaya bahasa. Jenis-jenis majas: Majas Hiperbola, Majas Perumpamaan, Majas
Metafora, dan Majas Eufemisme.
Maksim-maksim kesantunan menurut Tarigan, antara lain: maksim kebijaksanaan,
maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan,
dan maksim simpati.
Tiga skala pengukuran adalah:
1.      Skala kesantunan menurut Leech
2.      Skala kesantunan menurut Brown and Levinson
3.      Skala kesantunan menurut Robin Lakoff
Beberapa hal yang membuat sebuah kalimat menjadi santun. Diantaranya adalah:
kehematan, kecermatan, kesejajaran, keharmonisan, dan kelogisan.
Penentu Kesantunan:
1.      Faktor Penentu Kesantunan
2.      Faktor yang dapat Menggagalkan Komunikasi
3.      Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantuna
4.      Faktor Nonkebahasaab sebagai Penentu Kesantunan
Nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa antara lain: (a) sikap rendah hati, (b) sikap
empan papan, (c) sikap menjaga perasaan, (d) sikap mau berkorban, (e) sikap mawas diri.
Dengan nilai-nilai ini diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.
Pengertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari pada apa yang dipantulkan oleh jalinan
kata-kata itu.

B.     Saran
Kesantunan dalam berbahasa itu penting bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain.
Hal tersebut dilakukan untuk saling menghormati. Selain itu, bahasa yang baik dari seseorang
menggambarkan karakter orang tersebut. Melalui bahasa yang santun orang akan lebih dihormati
oleh lawan bicara. Tutur kata dan penggunaan bahasa yang santun sangat diperlukan bagi siapa
saja, khususnya bagi siswa SD yang merupakan pembentukan karakter serta bahasa awal bagi
anak. Selanjutnya, calon guru dan guru harus memahami dan mengerti betul tentang santun
berbahasa sebagai bekal untuk mengajarkannya pada siswa SD.

DAFTAR PUSTAKA

I.G.A.K. Wardani, dkk. 2009. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Universitas Terbuka. 
Selly. 2011. Berbahasa Santun. http://shellyicecreamvanilla.blogspot.com/2011/10/berbahasa-
santun.html Diakses pada tanggal 07 Maret 2014 pukul 20.47

Anda mungkin juga menyukai