Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL ILMIAH

Akibat terkisis zaman, kesantunan berbahasa di kalangan remaja berkurang


Di tujukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Karya Tulis Ilmiah
Dosan Pengampu : H.S. munir, Drs., MM.

Oleh :
Nama : Dicky Ramadhan
Kelas : 2A
NIM : 2108180046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH
2020
Abstrak
Sebagai mahluk sosial manusia tidak bisa terlepas dari bahasa karena memiliki fungsi yang sangat
penting sebagai alat komunikasi. Pada dasarnya fungsi bahasa indonesia adalah sebagai alat untuk
berkomunikasi. Gagasan, ide, pikiran, harapan dan keinginan disampaikan malaui bahasa. Bahasa
merupakan tanda yang jelas dari kepribadian manusia. Melalui bahasa yang digunakan manusia, maka
dapat memahami karakter, keinginan, motif, latar belakang pendidikan, kehidupan sosial, pergaulan
dan adat istiadat manusia itu sediri. Meskipun ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia tidak serta merta jadi bahasa ibu bagi masyarakatnya. Tidak sedikit orang yang dibesarkan
dari keluarga yang dominan menggunakan bahasa daerah. Namun demikian, mereka paham bahasa
Indonesia meskipun tidak mesti belajar secara formal terlebih dahulu. Fenomena yang terjadi
dikalangan remaja saat ini mengenai kesantunan berbahasa yaitu masih banyak remaja yang kurang
memperhatikan penggunaan bahasa yang baik, hanya terfokus saja pada penggunaan bahasa yang
benar sesuai dengan kaidah yang berlaku. Padahal penggunaan bahasa yang baik itu berkaitan
langsung dengan moral atau kebiasaan yang sudah dari dulu melekat pada bangsa indonesia mengenai
kesantunan, negara kita terkenal dengan orangnya yang ramah dan santun. Tapi perlahan kebiasaan itu
mulai terkikis akibat kurangnya perhatian dari lingkungan sekitar. Apalagi dikalangan remaja yang
masih labil, kebiasaan berbahasa yang baik sedikit di tinggalkan. Ini menjadi perhatian bagi kita
semua supaya mengembalikan kebiasaan yang baik dalam bertutur kata.
Kata kunci : bahasa, berbahasa, kesantunan, remaja, lingkungan
Pendahuluan
Bahasa merupakan ujaran yang lengkap dan memiliki makna, bahasa juga memiliki fungsi sebagai
alat komunikasi, berinteraksi, dan bertukar ilmu.
Tanpa bahasa memungkinkan tidak akan terjadi aktifitas sosial yang biasa kita lakukan
sebagai aktifitas yang sangat penting,  Menurut Felicia (2001:1) ‘’Bahasa ialah alat yang digunakan
untuk dapat berkomunikasi sehari-hari, baik bahasa lisan atupun bahasa tulis’’. Selain sebagai alat
komunikasi bahasa juga sangat memiliki banyak fungsi, yaitu:
1. Sebagai alat komunikasi
Ini merupakan fungsi esensial dari bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan bahasa
sebagai alat untuk berkomunikasi. Dengan menggunakan bahasa alat komunikasi, orang dapat saling
tukar ide atau informasi.
2. Sebagai alat untuk mengekpresikan diri
fungsi ini merupakan fungsi paling dasar dari bahasa. Hal ini disebabkan manusia sewaktu kecil
mempergunakan bahasa untuk mengekspresikan diri. Sebagai contoh, bayi akan mengekspresikan
kehendaknya dengan menangis, demikian pula jika lapar atau haus. Pada saat menggunakan bahasa
sebagai alat ekspresi diri, manusia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya sendiri.
3. Sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial
Suku-suku yang berbeda dapat menjalin persatuan melalui bahasa dan inilah yang merupakan
integrasi dari bahasa. Selain itu, bahasa sekaligus berfungsi sebagai alat adaptasi diri. Misalnya, pada
saat seseorang beradaptasi dengan lingkungan sosial tertentu, dia akan memilih bahasa yang akan
digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
4. Sebagai alat kontrol sosial
Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Bahasa
yang dipergunakan dengan sepatutnya dan wibawa dapat mempengaruhi bahkan mengendalikan
kelompok sosial tertentu.
5. Sebagai alat untuk berpikir
Dalam proses berpikir, bahasa selalu hadir bersama logika untuk merumuskan konsep. Semua
kegiatan yang berlangsung melalui proses berpikir pasti disertai alatnya yang tidak lain adalah bahasa.
Bahkan kemampuan berfikir manusia bisa dilihat dari cara berbahasa (Lamuddin, 2003: 2).
Kesantunan merupakan kehalusan dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya). Kesantunan juga
dapat diartikan sebagai cara berbahasa dengan tujuan mendekatkan jarak sosial antara para penutur
dengan tujuan mendekatkan jarak sosial antara para penuturnya. Konsep kesantunan berkaitan dengan
dua hal yaitu pada bahasa dan perilaku seseorang.
             Kesantunan didalam aspek bahasa dapat dilihat pada pilihan kata, nada, intonasi , dan struktur
kalimatnya. Pada tingkah laku, kesantunan dapat dilihat pada ekspresi, sikap , dan gerak-gerik tubuh
lainnya. Egoisme, dan keinginan untuk menonjolkan diri sendiri harus dihindari dalam kesantunan.
Sesungguhnya, menghormati oranglain merupakan suatu bentuk penghormatan diri sendiri.
menurut Chaer (2010: 11) dengan singkat bisa dikatakan bahwa sebuah tuturan disebut santun kalau
ia tidak terdengar memaksa atau angkuh, tuturan itu memberi pilihan tindakan kepada lawan tutur,
dan lawan tutur itu menjadi senang. Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi
lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada normanorma
budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai
dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dan dipergunakannya suatu
bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma
budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong,
angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya.

Pembahasan
Menurut Rahardi (2005: 35) penelitian kesantunan mengkaji penggunaan bahasa (language use)
dalam suatu masyarakat bahasa tertentu. Masyarakat tutur yang dimaksud adalah masyarakat dengan
aneka latar belakang situasi sosial dan budaya yang mewadahinya. Adapun yang dikaji di dalam
penelitian kesantunan adalah segi maksud dan fungsi tuturan.
Fraser (melalui Rahardi, 2005: 38-40) menyebutkan bahwa sedikitnya terdapat empat pandangan
yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah kesantunan dalam bertutur.
1. Pandangan kesantunan yang berkaitan dengan norma-norma sosial (the social-norm view).
Dalam pandangan ini, kesantunan dalam bertutur ditentukan berdasarkan norma-norma sosial
dan kultural yang ada dan berlaku di dalam masyarakat bahasa itu. Santun dalam bertutur ini
disejajarkan dengan etiket berbahasa (language etiquette).
2. Pandangan yang melihat kesantunan sebagai sebuah maksim percakapan (conversational
maxim) dan sebagai sebuah upaya penyelamatan muka (facesaving). Pandangan kesantunan
sebagai maksim percakapan menganggap prinsip kesantunan (politeness principle) hanyalah
sebagai pelengkap prinsip kerja sama(cooperative principle).
3. Pandangan ini melihat kesantunan sebagai tindakan untuk memenuhi persyaratan
terpenuhinya sebuah kontrak percakapan (conversational contract). Jadi, bertindak santun itu
sejajar dengan bertutur yang penuh pertimbangan etiket berbahasa.
4. Pandangan kesantunan yang keempat berkaitan dengan penelitian sosiolinguistik. Dalam
pandangan ini, kesantunan dipandang sebagai sebuah indeks sosial (social indexing). Indeks
sosial yang demikian terdapat dalam bentuk-bentuk referensi sosial (social reference),
honorific (honorific), dan gaya bicara (style of speaking) (Rahardi, 2005: 40).
Kesantunan berbahasa seseorang, dapat diukur dengan beberapa jenis skala kesantunan. Chaer (2010:
63) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan skala kesantunan adalah peringkat kesantunan, mulai
dari yang tidak santun sampai dengan yang paling santun.

Zamzani, dkk. (2010: 20) merumuskan beberapa ciri tuturan yang baik berdasarkan prinsip
kesantunan Leech, yakni sebagai berikut.
1. Tuturan yang menguntungkan orang lain
2. Tuturan yang meminimalkan keuntungan bagi diri sendiri.
3. Tuturan yang menghormati orang lain
4. Tuturan yang merendahkan hati sendiri
5. Tuturan yang memaksimalkan kecocokan tuturan dengan orang lain
6. Tuturan yang memaksimalkan rasa simpati pada orang lain

Dalam sebuah tuturan juga diperlukan indikator-indikator untuk mengukur kesantunan sebuah
tuturan, khususnya diksi. Pranowo (2009: 104) memberikan saran agar tuturan dapat mencerminkan
rasa santun, yakni sebagai berikut.
1. Gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan pada orang lain.
2. Gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan akan menyinggung perasaan lain.
3. Gunakan kata “terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan orang lain.
4. Gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain melakukan sesuatu.
5. Gunakan kata “beliau” untuk menyebut orang ketiga yang dihormati.
6. Gunakan kata “bapak/ibu” untuk menyapa orang ketiga.
Implementasi indikator kesantunan dalam berkomunikasi digunakan agar kegiatan berbahasa dapat
mencapai tujuan.
Fenomena yang terjadi di zaman sekarang kurang memperhatikan penggunaan bahasa yang baik,
masih banyak anak remaja yang tidak bisa mengesuaikan dengan siapa mereka berbicara, tidak bisa
mebedakan seperti apa bicara yang baik dan santun kepada orang yang lebih dewasa darinya.
Di zaman modern seperti ini banyak masih banyak remaja belum atau tidak mementingkan
kesantunan dalam berbahasa. Padahal itu sangatlah penting bagi mereka, jika menggunakan kata-kata
baik, maka itu akan mencerminkan dirinya sendiri. Tetapi jika tidak, maka itu juga akan
mencerminkan dirinya.
Kesantunan dalam berbahasa itu sangatlah penting dan dibutukan oleh semua orang,karena pokok
utuma dari sebuah pertengakaran yaitu berasal dari sebuah ujuran atau tuturan bahasa yang diucapkan.
Di kalangan pemuda-pemudi milenial saat ini kesantunan berbahasa masih sangat rendah,mereka
cenderung menggunakan bahasa yang kurang baik dan tidak baku.Saat mereka merasa
kesal,marah,kaget ataupun hal yang lainnya muncullah kata-kata kotor yang mereka tuturkan atau
utarakan untuk mengungkapkan isi hatinya, tapi anehnya lagi, kata-kata kotor itu pun sering
diucapkan pada saat mereka sedang senang, atau mengobrol santai dengan temannya. Penggunaan
kata kotor terkadang sering muncul sebagai nama pangiglan teman yang diajak bicara. Padahal itu
adalah suatu etika berbahasa yang kurang baik. Seseorang dapat dinilai dari cara ia berbahasa. Saat
seseorang berkata kotor, orang lain dapat langsung memberi penilaian bahwa orang tersebut
mempunyai sifat yang kasar atau memiliki etika berbahasa yang tidak baik. Namun sebaliknya, ketika
seseorang berbahasa dengan etika yang baik, maka orang lain menilai bahwa seseorang tersebut
adalah orang yang penuh sopan-santun dan beretika baik. Semua orang tentunya tidak ingin dinilai
jelek oleh orang lain. Maka, kesantunan berbahasa adalah penting untuk menghindari kekeliruan
seseorang dalam menilai pribadi kita. Bukan untuk kepentingan pencitraan.
Faktor penyebab kesantunan berbahasa di kalangan remaja mulai luntur yang paling besar ialah
terbiasanya para remaja menggunakan bahasa kotor untuk digunakan saat sedang berbicara dengan
temannya ataupun dengan orang lain. Penggunaan bahasa kotor dalam percakapan sehari-hari seperti
sudah menjadi budaya atau mendarah daging di kalangan remaja. Mereka mungkin memiliki
hubungan yang cukup erat sehingga bukan sebuah masalah bagi mereka  ketika menggunakan bahasa
tersebut. Namun, apabila sedang berada di sekitar masyarakat, terutama orang tua, ini menjadi sebuah
hal yang sangat mengganggu. Hal kedua yang menjadi faktor dari masalah ini adalah lingkungan
pergaulan mereka,dengan siapa remaja tersebut bergaul dalam kesehariannya. Walaupun seorang
remaja berasal dari daerah pedesaan, namun ketika bergaul dengan remaja yang berasal dari kota
besar yang kesantunan berbahasanya mulai memudar, remaja desa tersebut akan terpengaruh dan
otomatis ikut-ikutan berbahasa kotor saat berkomunikasi dengan teman-temannya.
Pranowo (melalui Chaer, 2010: 69) menyatakan bahwa ada beberapa faktor atau hal yang
menyebabkan sebuah pertuturan itu menjadi tidak santun. Penyebab ketidaksantunan itu antara lain.
Kritik secara langsung dengan kata-kata kasar
Menurut Chaer (2010: 70) kritik kepada lawan tutur secara langsung dan dengan menggunakan
kata-kata kasar akan menyebabkan sebuah pertuturan menjadi tidak santun atau jauh dari peringkat
kesantunan. Dengan memberikan kritik secara langsung dan menggunakan kata-kata yang kasar
tersebut dapat menyinggung perasaan lawan tutur, sehingga dinilai tidak santun.
1. Dorongan rasa emosi penutur
Chaer (2010: 70) mengungkapkan, kadang kala ketika bertutur dorongan rasa emosi penutur
begitu berlebihan sehingga ada kesan bahwa penutur marah kepada lawan tuturnya. Tuturan yang
diungkapkan dengan rasa emosi oleh penuturnya akan dianggap menjadi tuturan yang tidak santun.
2. Protektif terhadap pendapat
Menurut Chaer (2010: 71), seringkali ketika bertutur seorang penutur bersifat protektif terhadap
pendapatnya. Hal ini dilakukan agar tuturan lawan tutur tidak dipercaya oleh pihak lain. Penutur ingin
memperlihatkan pada orang lain bahwa pendapatnya benar, sedangkan pendapat mitra tutur salah.
Dengan tuturan seperti itu akan dianggap tidak santun.
3. Sengaja menuduh lawan tutur
Chaer (2010: 71) menyatakan bahwa acapkali penutur menyampaikan tuduhan pada mitra tutur
dalam tuturannya. Tuturannya menjadi tidak santun jika penutur terkesan menyampaikan
kecurigaannya terhadap mitra tutur.
4. Sengaja memojokkan mitra tutur
Chaer (2010: 72) mengungkapkan bahwa adakalanya pertuturan menjadi tidak santun karena penutur
dengan sengaja ingin memojokkan lawan tutur dan membuat lawan tutur tidak berdaya. Dengan ini,
tuturan yang disampaikan penutur menjadikan lawan tutur tidak dapat melakukan pembelaan.
Dalam berkomunikasi, ada dua pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pihak yang menyampaikan
informasi serta pihak yang menerima informasi. Maka, komunikasi menyangkut nilai-nilai sosial yang
berlaku di lingkungan sekitar. Jelas, bahasa yang digunakan dalam komunikasi merupakan hal yang
harus diperhatikan agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Dengan
menggunakan etika berbahasa yang baik, maka informan serta informasi yang disampaikan dapat
diterima dengan baik oleh lawan bicara. Nyatanya, kesantunan berbahasa di kalangan remaja saat ini
semakin memudar. Hampir setiap kalimat yang dilontarkan kebanyakan remaja ketika berbicara
mengandung bahasa kotor yang tidak sesuai dengan etika berbahasa. Hal ini membuat suasana
berinteraksi menjadi tidak menyenangkan, terutama bagi orang sekitar yang mendengar percakapan
mereka dan tidak terbiasa dengan bahasa-bahasa kotor tersebut.
Cara menetralisir berkurangnya kesantunan berbahasa pada remaja yaitu peran dari orang tua yang
harus senantiasa meperhatikan dan memberikan arahan supaya anak remaja selalu berbahasa dengan
baik, kemudian peran dari lingkungan sekitar sebagai pelaku sosial harus membiasakan diri berbahasa
yang baik supaya tidak berdampak terhadap anak remaja yang masih labil dan berpotensi meniru
kebiasaan buruk yang terjadi di lingkungan sekitar.
Penutup
Faktor penyebab kesantunan berbahasa di kalangan remaja mulai luntur yang paling besar ialah
terbiasanya para remaja menggunakan bahasa kotor untuk digunakan saat sedang berbicara dengan
temannya ataupun dengan orang lain. Penggunaan bahasa kotor dalam percakapan sehari-hari seperti
sudah menjadi budaya atau mendarah daging di kalangan remaja. Mereka mungkin memiliki
hubungan yang cukup erat sehingga bukan sebuah masalah bagi mereka  ketika menggunakan bahasa
tersebut. Namun, apabila sedang berada di sekitar masyarakat, terutama orang tua, ini menjadi sebuah
hal yang sangat mengganggu. Hal kedua yang menjadi faktor dari masalah ini adalah lingkungan
pergaulan mereka,dengan siapa remaja tersebut bergaul dalam kesehariannya. Maka kita peran orang
tua sangat penting untuk membimbing dan memberi arahan kepada anak remaja supaya terbiasa
berbahasa yang baik, kemudian peran lingkungan harus dibiasakan setiap anggota masyarakat
melestarikan berbahasa yang baik.

Daftar pustaka
https://www.gurupendidikan.co.id/15-definisi-bahasa-menurut-para-ahli/
https://zuwaily.blogspot.com/2012/11/fungsi-bahasa-menurut-para-ahli.html
Chaer, Abdul.2010.Kesantunan Berbahasa.Jakarta:Rineka Cipta.
https://eprints.uny.ac.id/9437/3/bab%202-08201241013.pdf

Anda mungkin juga menyukai