Infeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial
Bagian I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan diberikan di berbagai fasilitas kesehatan, mulai dari
fasilitas yang mempunyai peralatan yang sangat sederhana, sampai yang
memiliki teknologi modern. Meskipun telah ada perkembangan dalam pelayanan
di rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lainya, infeksi terus pula berkembang
terutama pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut juga Infeksi Nosokomial, yaitu
infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit, tanpa adanya
tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3 x 24 jam sesudah masuk
kuman.
Survey prevalensi yang dilakukan oleh WHO terhadap 55 rumah sakit di 14
negara mewakili 14 daerah WHO (Eropa, Mediterania timur, Asia Selatan
Timur, dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien di rumah sakit
menderita infeksi nosokomial.
Tingkat infeksi nosokomial di Asia dilaporkan lebih dari 40% (Alvarado
2000).
Sebagian besar infeksi nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi
yang sudah ada:
Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan,
khususnya cuci tangan dan pemakaian sarung tangan.
Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor yang
diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi.
Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi infeksi
nosokomial.
B. Terminologi
Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi mikro
organisme pathogen, berkembang biak dan menyebabkan sakit.
Mikro organisme, adalah agen penyebab infeksi berupa bakteri, virus, jamur,
ricketsia, dan parasit.
Infeksi Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di
rumah sakit, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi
3x24 jam sesudah masuk kuman.
Bagian II
PATOGENESIS
A. Patogenesis
Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, dll), agen (mikroorganisme
pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll)
menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.
Pejamu
Lingkungan
Agen
Untuk bakteri, virus, dan agen infeksi lainya agar bertahan hidup dan
menyebabkan penyakit tergantung dari factor-faktor kondisi tertentu harus ada:
AGEN
PEJAMU YANG
RENTAN
WADUK
Tempat hidup agen
TEMPAT
MASUK
TEMPAT
KELUAR
CARA
PENGELUARAN
Bagaimana agen berpindah dari tempat lain
Bagian III
UPAYA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Pengendalian infeksi nosokomial merupakana kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan denga tujuan untuk menurunkan kejadian
infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi sudah dilakukan sejak lama di AS sedangkan di Indonesia
baru mulai dilakukan pada tahun 1980an dan dianggap sebagai salah satu
managemen resiko dan kendali mutu pelayanan rumah sakit.
Upaya pengendalian / pemberantasan infeksi nosokomial terutama ditujukan pada
penurunan laju infeksi (VAP, ISK, decubitus, MRSA, dll). Untuk itu perlu disusun
pedoman standar / kebijakan pengendalian infeksi nosokomial, meliputi:
1. Penerapan standar precaution (cuci tangan dan penggunaan alat pelindung)
2. Isolasi precaution
3. Antiseptik dan aseptic
4. Desinfeksi dan sterilisasi
5. Edukasi
6. Antibiotik
7. Survelians
Tujuan pengendalian infeksi nosokomial ini terutama :
1. Melindungi pasien
2. Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung
3. Mencapai cost effective
Dampak yang dapat dirasakan apabila terjadi infeksi nosokomial adalah sebagai
berikut:
1. Bagi pasien
LOS lebih panjang
Cost / pembiayaan meningkat
Penyakit lain yang mungkin lebih berbahaya daripada penyakit dasarnya
GDR meningkat
2. Bagi staff: medis dan non medis
Beban kerja bertambah
Terancam rasa aman dalam menjalankan tugas / pekerjaan
Memungkinkan terjadi tuntutan malpraktek
A. Penerapan Standar Precaution
Standar precaution pertama kali disusun pada tahun 1985 oleh CDC dengan
tujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari terinfeksi HIV dan infeksi
melalui darah, seperti hepatitis virus.
Standar precaution adalah petunjuk untuk mencegah penularan infeksi
melalui darah dan cairan tubuh tanpa memandang diagnosa medisnya atau
dengan kata lain diterapkan pada semua pasien yang berobat / dirawat di rumah
sakit.
Prinsip Dasar Standar Precaution:
Bahwa darah dan semua jenis cairan tubuh, secret, eksreta, kulit yang tidak
utuh dan selaput lendir penderita dianggap sebagai sumber potensial untuk
penularan infeksi termasuk HIV.
67
64
57
100
3)
4)
5)
6)
Gosok kedua tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun
ikuti 7 langkah cuci tangan selama 1 menit (60 detik)
Bilas dengan air bersih
Tutup kran dengan siku / tissue
(hindarkan menyentuh benda di sekitar / kran setelah cuci tangan )
Keringkan dengan handuk kering / tissue.
Cuci tangan procedural / antiseptic dilakukan pada waktu :
Memeriksa / merawat pasien yang rentan (mis. Bayi premature,
pasien manula, penderita AIDS stadium lanjut)
Melakukan prosedur inversive. Seperti pemasangan IV line, kateter,
dll)
Meninggalkan ruang isolasi (mis. Hepatitis atau penderita yang kebal
terhadap obat seperti MRSA).
Cuci tangan bedah yaitu menghilangkan kotoran, debu, organisme
sementara secara mekanikal dan mengurangi flora tetap selama pembedahan.
Tujuanya adalah mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme dari kedua
belah tangan dan lengan dokter bedah dan asistenya.
Selama bertahun-tahun tangan pra bedah menghendaki sekurangkurangnya 6-10 menit penggosokan dengan sikat / spon antiseptic namun
sejumlah penelitian melaporkan bahwa iritasi kulit akibat penggosokan dapat
mengakibatkan meningkatnya pergantian bacteri dari kedua telapak tangan
(Dineen, 1966; Kakuchi-Numagami dkk, 1999)
Sikat dan spon tidak dapat mengurangi jumlah bakteri pada kedua
telapak tangan petugas hingga tingkat yang dapat diterima. Misalnya cuci
tangan selama 2 menit dengan sabun dan air bersih diikuti dengan
penggunaan khlorheksidin 2 4% atau povidon iodine 7,5 10% sama
efektifnya dengan cuci tangan selama 5 menit dengan sabun antiseptic
(Deshmukh, Kramer, dan Kjellberg 1996; Pereira, Lee dan Weda 1997)
Prosedur cuci tangan pembedahan:
Pakailah tutup kepala dan masker
Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan
Basahi tangan seluruhnya di bawah air mengalir sampai siku
Gunakan sabun anti microbial 2 5 cc di telapak tangan yang sudah
dibasahi
Buat busa secukupnya
Gosok tangan termasuk kuku dan sela jari dengan sabun ikuti 7
langkah cuci tangan selama 5 menit pertama kemudian di ulang
selama 3 menit
Usahakan posisi tangan lebih tinggi dari pada siku
Bilas dengan air bersih dengan tetap posisi tangan lebih tinggi dari
siku
Tutup kran dengan siku
Hindarkan menyentuh benda di sekitar setelah mencuci tangan
Keringkan dengan handuk / tissue steril
Penggosok Antiseptik Tangan
Bukan pengganti cuci tangan, akan tetapi antiseptis tangan dilakukan
hanya dengan tujuan mengurangi baik flora sementara atau tetap. Teknik
antiseptic tangan sama dengan teknik mencuci tangan biasa.
a. Sarung Tangan
Cuci tangan dan penggunaan sarung tangan merupakan komponen kunci
(penerapan standar precaution standar kewaspadaan) dalam menimialkan
penularan penyakit serta mempertahankan lingkungan bebas infeksi
(Garner dan Favero 1986).
Ada tiga alasan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan, yaitu :
Mengurangi resiko petugas terkena infeksi bacterial dari pasien
Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien
Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu pasien ke lainya
(kontaminasi langsung)
Sarung tangan dipakai pada waktu melakukan kontak langsung
dengan benda / alat yang diduga / terbukti secara nyata terkontaminasi
oleh cairan tubuh penderita (darah, pus, urine, faeces dan muntahan),
melakukan tidakan-tindakan invasive.
Penggunaan sarung tangan bukan pengganti cuci tangan.
Sarung tangan terdiri dari 2 macam :
1) Steril
2) Non steril / re-use
Sarung tangan steril dipakai pada waktu melakukan tindakan invasive.
Sedang sarung tangan non steril digunakan pada waktu melakukan
tindakan non invasive yang diduga atau secara nyata terdapat cairan
tubuh, sebelum kontak dengan alat / benda yang terkontaminasi cairan
tubuh . lihat table penerapan standar precaution
b. Masker, pelindung mata dan wajah
1) Memakai masker selama melakukan tindakan atau perawatan pasien
yang memungkinkan terkena percikan darah / cairan tubuh pasien
2) Melepaskan masker setelah dipakai dan segera mencuci tangan.
c. Gaun / apron
Memakai gaun selama melakukan tindakan atau perawatan pasien
yang memungkinkan terkena percikan darah atau cairan tubuh pasien.
Segera melepas gaun dan cuci tangan untuk mencegah berpindahnya
mikroorganisme ke pasien dan lingkunganya.
d. Kegiatan lainya tentang kapan cuci tangan dan penggunaan alat pelindung
dilakukan ?
No.
Kegiatan
Cuci
tangan
Sarung tangan
Steril biasa
Jubah/
Celemek
Masker/
Google
Perawatan umum
1.
2.
3.
4.
5.
Tanpa luka
Memandikan
bedding
Reposisi
Luka terbuka
Memandikan
bedding
Reposisi
Perawatan perianal
Perawatan mulut
Pemeriksaan fisik
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
10
6.
Penggantian balutan
Luka operasi
Luka decubitus
Central line
Arteri line
Cateter intravena
Tindakan Khusus.
7.
Pasang cateter urine
8.
Ganti bag urine / ostomil
9.
Pembilasan lambung
10. Pasang NGT
11. Mengukur suhu axilia
12. Mengukur suhu rectal
13. Kismia
14. Memandikan jenazah
Perawatan saluran nafas
22.
Pemasangan infuse
23.
24.
Punksi arteri
25.
26.
27.
Penyuntikan IM / IV / SC
Penggantian botol infuse
Pelesapan dan penggantian selang
infuse
Percikan darah / cairan tubuh
Membuang sampah medis
Penanganan alat tenun.
28.
29.
30.
K/P
Lebih
baik
Lebih
baik
Lebih
baik
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
K/P
11
12
13
14
15
BAGIAN IV
PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Hemodialisis merupakan pilihan pengobatan bagi pasien yang mengalami
gagal ginjal tahap akhir, selain itu juga merupakan metode awal pengobatan sampai
menjalani transplantasi atau peritoneal dialysis (PD).
Untuk fasilitas HD, vascular akses melalui autologus arteriovenous (AV)
Fistula, CVC External Cuff merupakan jalan masuknya infeksi aliran darah (BSIs :
Blood Stream Infections). 11 rumah sakit dari 9 propinsi di AS dilakukan
surveillance dari Desember 1998 Mei 1999, dari 233.158 prosedur dialysis selama
6 bulan ditemukan 184 BSIs (0,14%). 57 menunjukkan BSIs dan 127 menunjukkan
masalah HD melalui AV Fistula seperti demam (45,9% dari prosedur dialisisi).
Melalui kultur darah ditemukan 4 mikroorganisme dari 184 BSIs yakni :
S.Aureus (36,8%), Coaulosis Negative Staphylococus (35,1%), Enterococus species
(98%), 10 % dari S.Aureus menunjukkan MRSA, tidak ditemukan VRE.
Dalam diskusi, infeksi yang didapat merupakan masalah kesehatan yang
penting di berbagai Negara.
Infeksi nosokomial merupakan kontributror penting pada morbiditas dan
mortalitas. Infeksi akan lebih penting sebagai masalah kesehatan masyarakat dengan
dampat ekonomis dan manusiawi karena:
Peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk
Semakin seringnya masalah dengan gangguan imunitas
Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika (Ducci 1995).
Infeksi nosokomial merupakan focus penting pencegahan infeksi di negara
berkembang. Infeksi ini adalah penyebab utama penyakit dan kematian yang dapat
dicegah, yang paling penting adalah:
Infeksi aliran darah
Peritonitis (CAPD)
Hepatitis (HD)
Pengelolaan benda-benda tajam
Benda-benda tajam yang sering dijumpai adalah :
1. Jarum suntik / jarum hipodermik
2. Jarum jahitan
3. Silet
4. Pisau scapel
Memerlukan penanganan khusus karena benda-benda tajam ini dapat
menyebabkan luka bagi petugas kesehatan, dan juga masyarakat sekitar jika sampah
dibuang di tempat sampah umum.
Enkapsulasi
Enkapsulasi dianjurkan sebagai cara termudah membuang benda-benda
tajam, benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan antibocor. Sesudah
penuh, bahan seperti semen, pasien, atau bubuk plastic dimasukkan dalam wadah
sampai penuh. Sesudah bahan menjadi padat dan kering, wadah ditutup, disebarkan
pada tanah rendah, ditimbun dan dapat dikuburkan. Bahan sisa kimia dapat
dimasukkan bersama dengan benda-benda tajam. (WHO 1999).
16
17
BAGIAN V
PENUTUP
Infeksi nosokomial merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan di
rumah sakit, yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pelayanan rumah sakit
secara keseluruhan
Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial yang penting adalah
penerapan standar precaution baik bagi pasien, petugas, lingkungan dan alat
kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan rantai penularanya.
Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya
pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus
menerus.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peserta maupun pembaca.
Referensi:
1. Tietjen, L.,dkk (terj. Saifuddin, AB,dkk): Panduan Pencegahan Infeksi : Untuk
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas
2. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi di ICU, Dep.Kes.RI,
Jakarta 2004
3. Kumpulan Makalah Kursus Dasar : Pengendalian Infeksi Nosokomial,
PERDALIN JAYA, Jakarta, Februari 2005
4. Panduan Bagi Pengendalian Infeksi, www.ansellhealthcare.com, Ansell, 2002
5. Australian Dendal Association, Systemic Operating Procedures, ADA,2003
6. Larson, Elaine L,. RN, Phd, FAAN, CIC,. APIC Guidline for Handwashing and
Hend Antiseptic in Healt Care Setting, Washington, 1995.
18