Anda di halaman 1dari 31

bangunan pemecah ombak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan ` memiliki 13.000 pulau besar
maupun kecil yang sementara masih dalam proses pembangunan,dalam masalah ini transportasi
adalah masalah besar yang dapat menghambat pembangunan tersebut. Untuk mengatasi masalah
ini maka yang berperan penting adalah pelayaran,terutama

dalam mendistribusikan

pembangunan dan hasil-hasilnya. Untuk membantu mendistribusikan pembangunan dan hasil


hasilnya diperlukan suatu sarana, dalam hal ini Kapal merupakan sarana pelayaran yang
mempunyai peranan penting dalam sistem angkutan laut.Untuk mendukung sarana angkutan laut
tersebut diperlukan prasarana yang berupa pelabuhan. Pelabuhan merupakan tempat
pemberhentian (terminal) kapal setelah melakukan pelayaran. Tentunya disamping itu pelabuhan
memiliki fungsi dan peran lain serta fasilitas tertentu yang dapat menunjang tujuan utama diatas.
Di daerah pelabuhan tersebut khususnya di daerah luar pantai terjadi gelombang, angin,
arus dan transportasi sedimen yang dapat menimbulkan pendangkalan pada daerah pelabuhan,
sehingga dapat menghambat proses kegiatan bongkar muat dan pelayaran di dalam pelabuhan.
Agar kegiatan pelayaran dan bongkar muat barang dapat berjalan dengan lancar perlu dibangun
suatu bangunan pelindung pelabuhan yang disebut pemecah gelombang.
1.2. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Maksud pembangunan pemecah gelombang adalah :
a. Mengidentifikasi masalah yang ada pada lokasi pelabuhan yang terdiri dari aspek tekhnis,
sosial ekonomi, dan lingkungan hidup di sekitarnya.

b. Menganalisa permasalahan di atas guna mendapatkan di mensi pemecah gelombang yang


sesuai dengan kondisi wilayah yang bersangkutan.
c. Merencanakan pemecah gelombang sebagai pelindung pelabuhan sesuai dengan kondisi
wilayah daerah tersebut.
2. Tujuan
Tujuan pembanguan pemecah gelombang adalah :
a.

Melindungi daerah pelabuhan terhadap gelombang, arus, dan angin.

b. Mencegah terjadinya transportasi sedimen yang dapat menyebabkan pendangkalan pada daerah
kolam pelabuhan.
1.3. Gambaran Umum Lokasi
Lokasi berada di kabupaten Merauke Propinsi Papua.
1.4. Lokasi
Lokasinya yaitu di Kabupaten Merauke di Propinsi Papua, seperti pada gambar berikut
ini:

Gambar 1.1 Lokasi pembangunan di kepulauan Merauke


1.5. Keadaan Geografi
a. Letak Geografis
Lokasinya berada di kabupaten Merauke propinsi Papua. Daerah ini terletak di bagian
paling timur Indonesia.
b. Batas wilayah
Batas daerah Merauke adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Papua

Sebelah Timur berbatasan dengan Papua New Guinea

Sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan Samudera Fasifik


c. Luas Wilayah
Luas wilayah kabupaten Merauke adalah 6.472 km2.
d. Oseanografi
Lokasi studi berhadapan langsung dengan Samudera Fasifik. Dengan demikian
karakteristik oseanografi pada lokasi studi akan sangat dipengaruhi oleh kondisi angin dan
gelombang di Samudera Pasifik. Dimana dalam hal ini, data angin akan diperoleh dari Badan
Metereologi dan Geofisika terdekat dari lokasi studi. Data angin tersebut akan digunakan untuk
memprediksi atau meramalkan gelombang dilaut dalam, selanjutnya dilakukan analisis
selanjutnya guna penentuan gelombang di lokasi.
e. Kondisi Iklim Daerah Merauke
1. Musim
Keadaan musim di daerah studi secara umum sama dengan daerah-daerah lain di
Indonesia, yaitu mempunyai musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan
November sampai dengan Maret, dimana pada bulan tersebut angin bertiup dari Asia dan
Samudera Fasifik dan mengandung banyak air.
Musim kemarau terjadi antara bulan Mei sampai dengan Oktober, dimana antara bulan
tersebut angin timur bertiup dari Australia yang sifatnya kering dan kurang mengandung air.
Khususnya pada bulan April arah angin baisanya tidak menentu, demikian juga curah hujan
sehingga pada bulan ini dikenal dengan musim pancaroba.

2. Suhu udara
Tinggi rendahnya suhu di suatu tempat dipengaruhi oleh posisi suatu tempat dari
permukaan laut. Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka akan semakin rendah
suhunya dan sebaliknya. Oleh sebab itu daerah Merauke suhunya tidak merata pada suatu tempat
dengan tempat yang lain.

BAB II
KONDISI HIDRO OSEANOGRAFI

2.1. Angin
Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut angin, dimana
gerakan udara ini dipengaruhi oleh perubahan temperatur atmosfer. Kecepatan angin dihitung
dengan anemometer dan apabila tidak tersedia anemometer, maka kecepatan angin dapat
diperkirakan berdasarkan lingkungan dengan menggunakan skala Beaufort. Dalam hal ini angin
dianggap sebagai pembangkit gelombang, dimana angin yang berhembus di atas permukaan air
akan memindahkan energinya ke air, kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada
permukaan laut sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil. Apabila kecepatan angin bertambah besar, maka riak gelombang pun akan
semakin membesar, dan seterusnya sehingga terbentuk gelombang.
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan, dipengaruhi oleh angin dengan variabel
kecepatan angin U, lama hembus angin D, arah angin dan fetch F (daerah dimana kecepatan dan
arah angin konstan). Distribusi kecepatan angin diatas permukaan laut terbagi dalam tiga daerah
sesuai dengan elevasi di atas permukaannya, yaitu :
a)

Geostropik Region, berada pada lebih dari 1000 meter di atas permukaan air dengan kecepatan
angin konstan.

b)

Ekman Region, berada antara elevasi 100 1000 meter

c)

Relative Isobaric Region, berada antara elevasi 10 100 meter, dengan tekanan relatif konstan.

Pada dua daerah terakhir, kecepatan dan arah angin berubah seiring dengan berubahnya
elevasi. Hal ini disebabkan oleh adanya gesekan dengan permukaan laut dan perbedaan
temperatur antara air dan udara.
Data angin diperoleh dari data tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah bangunan
pelindung pantai.. Data angin tersebut merupakan angin permukaan. Tipe data adalah data harian
selama 1 tahun. Data terdiri dari data kecepatan angin maksimum dan rata-rata dari berbagai arah
datang angin (lihat lampiran).
2.2. Pasang surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi dari waktu, karena adanya gaya
tarik antara benda-benda di langit, utamanya matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Kondisi pasang surut yang perlu diketahui dalam perencanaan pemecah gelombang adalah :
o Kedudukan permukaan air tertinggi (pasang).
o Kedudukan permukaan air terendah (surut).
o Waktu pasang dan waktu surut.
Dalam perencanaan perencanaan pemecah gelombang, pengetahuan tentang pasang surut
sangat penting, untuk memprediksi elevasi di puncak pemecah gelombang, alur pelabuhan dan
mengetahui waktu pengecoran di pelabuhan dapat dilaksanakan.
Beberapa jenis elevasi permukaan air yang ditetapkan berdasarkan data pasut dan dipakai
dalam perencanaan pemecah gelombang adalah :
o Muka Air Laut Tertinggi (High Water Level, HWL), yaitu muka air tertinggi yang dicapai pada
saat pasang dalam satu siklus pasang surut.
o Muka Air Laut Terendah (Low Water Level, LWL), adalah kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat surut dalam satu siklus pasut.
o Muka Air Tinggi Rerata (Mean High Water Level, MHWL), yakni rerata muka air tinggi selama
periode tertentu, kurang lebih 19 tahun.
o Muka Air Rendah Rerata (Mean Low Water Level), adalah rerata muka air rendah selama periode
tertentu, kurang lebih 19 tahun.
o Muka Air Laut Rerata (Mean Sea Level, MSL), yaitu muka air rerata antara MHWL dan MLWL.

o Higher High Water Level (HHWL), adalah muka air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti pada pasut campuran.
o Lower Low Water Level (LLWL), adalah muka air terendah dari dua air rendah dalam satu hari,
seperti pada pasut campuran.
Dalam merencanakan bangunan pantai, tinggi pasang surut mutlak diketahui, untuk
mengetahui elevasi bangunan dari permukaan laut pada saat air pasang dan surut. Guna
keamanan, dalam menentukan besar pasang surut pada suatu daerah yang belum diketahu pasang
surutnya, biasanya dilakukan pengukuran pasang surut minimal 15 hari kemudian dianalisis dan
diprediksi sejauh 50 tahun kedepan. Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk
meramalkan pasang surut diantaranya metode Least Square, Admiralty dan lain-lain. Hasil yang
diperoleh adalah konstanta pasang surut. Dari konstanta pasang surut ini dapat diketahu besarnya
pasang surut dan juga tipe pasang surutnya. Berikut diberikan formula untuk menghitung elevasi
muka air tertinggi Z, muka surutan (chart datum), dan tipe pasang surut (direpresentasikan oleh
nilai formzahl F) berdasarkan konstanta pasang surut (Yuwono, 1992 dan Ongkosongo, 1989).
Z

...........................................(2.1)

Zo

.....................................................(2.2)

...................................................................(2.3)

HWS

= 2 ( M2 + S2 + K1 + O1 ).................................................(2.4)

Berdasarkan nilai F, pasang surut di suatu wilayah diklasifiaksikan seperti berikut :


F

3/2
F>3

: Pasang surut harian ganda


3/2

: Pasang surut campuran condong ke harian ganda

: Pasang surut campuran condong keharian tunggal

: Pasang surut harian tunggal

Dengan menggunakan metode Admiralty pasang surut dipisahkan dari komponen-komponen


penyusunya dan diperoleh konstanta pasang surut seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Konstanta pasang surut

Konstanta
Amplitudo (cm)
Phase (360 - g)

M2
113
340

S2
46
237

N2
22
20

K2
6
263

K1
80
215

O1
50
283

P1
21
210

M4
-

MS4
-

Z0
330
-

Dengan menggunakan Persamaan 2.4 dan 2.2 diperoleh elevasi muka air tertinggi HWS = 5.4 m.
( Lihat lampiran ) .
2.3 Gelombang
2.3.1 Karakteristik dan Parameter Gelombang
Pada perairan terbuka, bentuk gelombang mendekati bentuk lengkung sinus (sinusoidal),
dimana arah perambatannya dinyatakan dengan sudut kemiringan terhadap arah angin. Gambar
berikut menggambarkan suatu gelombang yang berada pada sistem koordinat x-y, dengan
penjalaran gelombang arah x.

Gambar 2.2. Ilustrasi Gelombang Sinusoidal


Beberapa notasi yang digunakan dalam perhitungan gelombang adalah sebagai berikut :
d

: jarak antara muka air rerata dengan dasar laut.

(x,t) : fluktuasi muka air terhadap muka air rerata.

: amplitudo gelombang

: tinggi gelombang (2a)

: panjang gelombang

: periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk kembali pada
kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.

2.3.2

: cepat rambat gelombang (/T)

: bilangan gelombang (2/)

: frekuensi gelombang (2/T)

Refraksi Gelombang
Kecepatan gelombang tergantung pada kedalaman air dimana gelombang tersebut
merambat. Hal ini dapat dilihat pada persamaan cepat rambat gelombang. Gelombang di tempat
yang dalam bergerak lebih cepat dari pada di tempat yang dangkal karena panjang gelombang
akan berkurang sebanding dengan berkurangnya kecepatan gelombang akibat pengaruh
kedalaman. Puncak gelombang bergerak menuju daerah yang dangkal dimana akan terjadi
penikungan arah terjang gelombang Proses perubahan arah terjang gelombang inilah yang
disebut dengan refraksi.
Karena kecepatan gelombang tregantung pada periode gelombang, maka dengan periode
yang berbeda akan diperoleh pola refraksi yang berbeda pula. Gelombang dengan periode yang
penjang akan lebih dulu terrefraksi pada air dalam, sehingga terbentuk gelombang yang lebih
tinggi pada saat gelombang mencapai tepian pantai. Untuk keperluan perencanaan, maka
diagram refraksi harus dibuat dalam beberapa periode yang paling berpengaruh pada suatu
lokasi.
Beberapa cara untuk membuat diagram refraksi diantaranya :
a. Wave Crest Method
Cara ini dikemukakan oleh Johnson dkk. pada tahun 1948. dasar dari metode ini adalah
menentukan panjang gelombang pada setiap lokasi. Mula-mula perlu diketahui posisi puncak
gelombang di dalam air, kemudian dibuat puncak gelombangpuncak gelombang yang lain
berdasarkan panjang gelombang setempat.
b. Orthogonal Method

Cara ini berdasarkan pada hukum Snellius, dan diperkenalkan oleh Arthur dkk. pada tahun 1952.
=

(2.5)

dimana :
aa dan a2 : sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang.
C1 dan C2 : kecepatan rambat gelombang di tempat yang ditinjau.
1 dan 2 : panjang gelombang.
Gelombang yang memasuki perairan yang lebih dangkal ( dari d 1 menjadi d2) akan
berkurang kecepatan dan panjang gelombangnya dari C1dan 1 menjadi C2 dan 2. pada jarak
orthogonal sejauh x dan selang waktu T diperoeh sin a1 = C1T/x dan sin a2 = C2T/x. Dengan
pembagian diperoleh persamaan 2.6, yaitu hukum Snellius. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
gambar berikut ini :

Gambar 2.3. Sketsa Hukum Snellius Pada Gelombang


Dengan mengaplikasikan persamaan 2.6 di atas pada daerah pantai dengan kemiringan
yang landai, dimana a1 dan a2 menjadi sudut antara puncak gelombang dengan kontur kedalaman
pada titik yang berturutan, dan C1 dan C2 adalah kecepatan gelombang dimana a1 dan a2 diukur.
Jika gelombang mendekati pantai dengan kontur sejajar seperti terlihat pada gambar di atas,
maka :
(2.6)

dan jika kita pilih harga B0 dan B1 sedemikian sehingga panjang orthogonalnya l0 dan l1, maka
dapat diperoleh koefisien refraksi (KR)
(2.7)

(2.8)

(2.9)

Gambar 2.4. Refraksi gelombang pada kontur dasar laut lurus dan sejajar.
2.3.3

Difraksi Gelombang
Ketika dalam perjalanan serangkaian gelombang dijumpai penghalang impermeable seperti
breakwaters, pulau atau tanjung, maka puncak gelombang akan berputar terhadap ujung
penghalang dan bergerak ke daerah yang terlindungi oleh penghalang tersebut. Fenomena
gelombang seperti ini disebut Difraksi Gelombang. Difraksi terjadi ketika terjadi perbedaan
energi gelombang yang tajam sepanjang puncak gelombang. Pada awalnya kondisi daerah yang
terlindung penghalang cukup tenang (tidak ada gelombang) saat gelombang melintasi
penghalang. Perairan yang jauh dari penghalang akan memiliki energi yang lebih banyak (energi
gelombang awal) dibandingkan dengan perairan di belakang penghalang yang semula tenang
(tidak adanya energi karena tidak ada gelombang), sehingga terjadilah proses pemindahan energi
di sepanjang puncak gelombang tersebut ke arah daerah yang terlindung penghalang. Hal ini
dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar2.5. Difraksi Gelombang

Pada proses difraksi ini kedalaman air dianggap sama. Namun pada umumnya di daerah
yang terlindung oleh penghalang, tinggi gelombang semakin berkurang.
Jika penghalang tersebut memantulkan energi gelombang, maka puncak gelombang
pantulan juga akan terdifraksi dan membentuk pola puncak gelombang yang melingkari ujung
penghalang. Daerah yang telindungi oleh penghalang ketika terjadi difraksi disebut dengan
daerah difraksi Sedangkan perbandingan antara tinggi gelombang di daerah difraksi (H A) dengan
tinggi gelombang yang datang (Hi) disebut Koefisien Difraksi (K).
HA = K x Hi

(2.10)

Koefisien difraksi ini dipengaruhi oleh harga-harga parameter , dan r/ seperti pada
gambar 4. Wiegel (1964) menggunakan penyelesaian eksak dari Penny dan Price (1952) untuk
menghitung harga koefisien difraksi sebagai fungsi dari parameter-parameter diatas. Nilai K
dapat dilihat pada lampiran.
Apabila gelombang bergerak melalui celah penghalang (barrier gap), maka proses difraksi
juga akan terjadi. Johnson (1952) menunjukkan suatu diagram yang dapat digunakan untuk
memperkirakan nilai K pada gelombang yang melalui celah. Jika lebar celah lebih dari lima kali
panjang gelombang yang datang, maka perhitungan koefisien difraksi dapat dilakukan secara
terpisah seperti cara terdahulu, yaitu dengan menganggap kedua penghalang sebagai penghalang
individual. Jika gelombang yang datang mendekati celah ini membentuk sudut terhadap
penghalang, maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan lebar celah maya (imaginary gap
width) seperti pada gambar 2.6.

ambar 2.6. Gelombang Datang Dengan Sudut Tertentu terhadap celah penghalan

BAB III
ANALISIS DATA

3.1. Kondisi Topografi dan Bathymetri


Agar dapat melakukan perencanaan bagunan yaitu dalam penentuan letak gelombang
pecah dan perhitungan volume pekerjaan serta penentuan tinggi bagunan, maka kontur
bathymetri dan topografi harus diketahui. Guna mendapatkan data topografi dan bathymetri,
maka pada lokasi studi dilakukan pengukuran bathymetri dan topografi.
Dapat dikatakan bahwa garis-garis kontur kedalaman pada lokasi adalah sejajar. Dengan
demikian dalam analisis refraksi gelombang didekati dengan teori refraksi dengan garis kontur
kedalaman yang sejajar. Kedalaman perairan pada ujung pemecah gelombang sekitar 16 m pada
saat air surut. Kedalaman lengan Pemecah gelombang pada saat pasang 11 m
3.2. Analisis Data Angin
Data angin tersebut merupakan angin permukaan. Tipe data adalah data harian selama 1
tahun. Data terdiri dari data kecepatan angin maksimum dan rata-rata dari berbagai arah datang
angin (lihat lampiran).
Data angin dalam satuan knot di konversi ke satuan m/s (1 knot = 0,5144m/s),
selanjutnya dilakukan perhitungan tegangan gesek angin UA. Adapun langkah-langkah
menghitung tegangan gesek angin UA adalah sebagai berikut :
1. Apabilah data angin dalam satuan knot, maka dikonversi terlebih dahulu ke m/s (1 knot =
1,852 Km/jam = 0,5144 m/s).
2. Konversi data kecepatan angin menjadi data angin pada ketinggian 10 m dengan
menggunakan persamaan berikut :
.......................................................(3.1)

Dimana :
U(10)L

= kecepatan angin pada ketinggian 10 meter di atas

tanah (land)
U(y)

= keceptan angin pada ketinggian y meter

= ketinggian pengukuran

3. Koreksi perbedaan temperatur antara laut dan darat, dengan menggunakan grafik pada
Gambar 3.1. Apabila tidak ada data temperatur, maka faktor koreksi RT dapat ambil 1,1.
Dengan demikan, kecepatan angin terkoreksi UL menjadi :
.....................................................................(3.2)

4. Transformasi kecepatan angin di darat UL menjadi data pengukuran angin di laut Uw,
dengan menggunakan grafik pada Gambar 3.1. dengan Demikian kecepatan angin untuk
peramalan gelombang adalah :
................................................................. (3.3)
Dengan RL adalah koreksi pencatatan angin yang dilakukan di darat. Apabila anemometer
diletakkan di pantai, maka data angin tidak perlu dikoreksi lagi sehingga RT = 1, namun koreksi
akibat adanya perbedaan tempertur tetap digunakan. Untuk lebih mempermudah analisis, maka
grafik pada gambar 3.1. diukur absis dan ordinatnya kemudian dibuatkan persamaan garis regresi
untuk memperoleh RL dan diperoleh :
.............................................(3.4)
R2 = 0,9986
Dengan demikian
.................................................(3.5)

5. Konversi kecepatan angin pada point 4 menjadi tegangan angin UA seperti berikut :

......................................................................(3.6)

Gambar 3.1. Faktor koreksi angin terhadap stabilitas suhu

Gambar 3.2. Faktor koreksi angin terhadap efek lokasi

3.2.1. Angin maksimum


Guna memprediksi gelombang untuk perencanaan bangunan, pada lokasi, maka
digunakan data angin maksimum yang terjadi selama 1 tahun. Berdasarkan data angin
maksimum yang diperoleh, dapat dilihat pada lampiran 1.
Dari kedelapan arah datang angin, yang paling potensial menimbulkan gelombang di
lokasi studi adalah dari arah Utara, Timur Laut dan Barat Laut. Hal ini diakibatkan oleh karena
pada arah selain diatas berbatasan dengan daratan.
Dari data angin maksimum pada lampiran 2 dan dengan menggunakan Persamaan 3.1 sampai 3.6
diperoleh tegangan gesek angin UA selama 1 tahun sebagai fungsi dari arah datang angin untuk
memprediksi gelombang laut dalam. Hitungan tegangan gesek angin UA, dapat dilihat Pada
lampiran 1 . Selanjutnya dari data kecepatan angin maksimum dan arahnya dibuatkan mawar
angin seperti Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Mawar angin maksimum

3.3. Perhitungan Fetch Effective


Untuk dapat meramalkan gelombang terlebih dahulu harus diketahui fetch efektif lokosi.
Fetch adalah jarak seret gelombang dari daerah pembangkitan sampai ke pantai yang ditinjau,
namun dalam aplikasi secara umum diambil fetch sama dengan jarak antara suatu daratan ke
daratan yang disebelahnya yang terpisahkan oleh perairan. Di daerah pembentukan, gelombang
tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin. Oleh sebab itu digunakan
istilah fetch efektif. Dalam memprediksi gelombang, penentuan fetch efektif dilakukan dengan
cara menghitung fetch efektif dari 3 arah angin yaitu Barat, Barat Daya dan Selatan, Hal ini
disebab oleh karena hanya pada arah ini tegangan gesek angin akan potensial membangkitkan
gelombang yang sampai ke lokasi studi. Hasil pengukuran dan perhitungan fetch dapat dilihat
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Fetch efektif dari berbagai arah datang angin
PANJANG FETCH EFEKTIF
ARAH
Barat
Barat Daya
Selatan

(Km)
626,66645
937,85789
633,17678

Dengan diketahuinya tegangan gesek angin (UA) dan fetch efektif (F), maka peramalan
gelombang laut dalam dapat dilakukan.
3.4. Peramalan Tinggi dan Periode Gelombang Laut Dalam
Gelombang di laut dalam, diramalkan berdasarkan tegangan angin dan panjang fetch
efektif yang telah diperoleh. Dalam meramalkan gelombang (tinggi dan periode) diasumsikan
bahwa pembentukan gelombang dibatasi oleh fetch dan tegangan gesek angin serta durasi.
Berdasarkan Automated Coastal Engineering Sytem di peroleh formula untuk meramalkan
tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan dibatasi oleh fetch dan
kecepatan angin.
.................................................(3.7)

...............................................(3.8)

Dari suber yang sama, untuk pembangkitan gelombang yang dibatasi oleh durasi dan kecepatan
angin diberikan seperti berikut :
.....................................(3.9)

...................................................(3.10)

Dimana t adalah durasi dan dapat diambil 16 jam. Berdasarkan Persamaan 3.4 sampai 3.7
diperoleh :
H

= min(H,Ht) ..............................................................(3.11)

= min(T,Tt) ...............................................................(3.12)

Dimana :
H

= tinggi gelombang signifikan ramalan

= periode gelombang signifikan ramalan

= percepatan grafitasi bumi

UA

= tegangan gesek angin

= panjang fetch efektif

3.5. Gelombang Laut Dalam Representatif Dengan Kala Ulang Tertentu


Untuk keperluan perencanaan bangunan pantai, maka data gelombang yang diperoleh
dari peramalan melalui data angin harus dipilih suatu tinggi yang dapat mewakili dan disebut
tinggi gelombang representatif. Oleh karena itu data gelombang yang ada dipilih salah satu tinggi
gelombang yang paling besar nilai setiap tahunya, kemudian dihitung tinggi gelombang yang
dapat. Ada dua metode yang biasa digunakan untuk menentukan suatu tinggi gelombang yang
representatif dengan kala ulang tertentu. Metode yang dimaksud adalah distribusi Fisher-Tippet
tipe I dan distribusi Weibull. Dalam studi ini digunakan distribusi Fisher-Tippet tipe I dan secara
matematis ditulis :
1. distribusi Fisher-Tippet tipe I :
.........................(3.13)

Dengan :
= probabiolitas bahwa Hs* tidak terlampaui
H

= tinggi gelombang representsi

H*

= tinggi gelombang dengan kriteria tertentu

= parameter skulli

= parameter lokasi

Langkah-langkah perhitungan tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu adalah sebagai
berikut :
1.

Data dibuat dalam data tahunan dengan cara mengambil satu data maksimum setiap tahunnya
(untuk studi ini terdapat 10 tahun data),

2. Data tahunan diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil, selanjutnya probabilitas ditetapkan
untuk setiap tinggi gelombang sebagai berkut :

....(3.14)

Dimana :
= probabiolitas dari tinggi gelombang ke m yang
m
NT

tidak

terlampaui

= nomor urut tinggi gelombang signifikan = 1,2...,N

= jumlah kejadian gelombang selama pencatatan (bisa

lebih besar dari gelombang

representatif)
3.

Menghitung nilai A dan B pada Persamaan (3.13) dan (3.14), dengan metode kuadrat terkecil
untuk setiap tipe distribusi yang digunakan. Hitungan didasarkan pada analisis regresi linier dari
hubungan berikut :
..........................................................(3. 15)
Dimana nilai ym diberikan untuk :
...............................................(3.16)
Dengan A* dan B* adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang diperoleh dari analisis
regresi linier.

4.

tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari fungsi distribusi
probabilitas dengan rumus berikut ini :
......................................................(3.17)
Dimana yr diberikan oleh rumus berikut :
................................................(3.18)

Hsr

= tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang

Tr

= periode ulang (tahun)

= panjang data (tahun)

= rerata jumlah kejadian per tahun (K = NT/K)

Dengan :

Penentuan kala ulang gelombang rencana biasanya didasarkan pada jenis konstruksi yang
akan dibangun dan nilai daerah yang akan dilindungi. Makin tinggi nilai daerah yang akan
diamankan, makin besar pula nilai kala ulang gelombang rencana yang dipergunakan. Sebagai
pedoman penentuan nilai kala ulang gelombang rencana dapat menggunakan Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Pedoman pemilihan jenis dan kala ulang gelombang


No
1

Jenis Struktur Bangunan

Kala Ulang (tahun)

Struktur Fleksibel
5 10
a. Resiko rendah
b. Resiko sedang

10 100
100 1000

c. Resiko tinggi

Struktur Semi Kaku

b. Resiko sedang

dijelaskan

telah
sebelumnya

bahwa untuk perancangan


bangunan

digunakan

parameter gelombang yang


dibangkitkan

oleh

angin

maksimum.

Parameter

gelombang

representatif

yang dibangkitkan oleh angin


5 10

a. Resiko rendah

Seperti

10 100
100 1000

maksimum
tinggi

dapat
dan

berupa
periode

gelombang maksimum (Hmax


dan Tmax), tinggi dan periode

c. Resiko tinggi

gelombang 10% (H0,1 dan


T0,1),

Struktur Kaku
5 10
a. Resiko rendah
b. Resiko sedang
c. Resiko tinggi

10 100
100 1000

tinggi

dan

periode

gelombang rata-rata (H0,5 dan


T0,5),

tinggi

dan

periode

gelombang signifikan atau


33% (Hs dan Ts) dan lainlain, tergantung keperluan.
Dengan

mengelompokkan

hasil ramalan gelombang (tinggi dan periode signifikan) berdasarkan arahnya, maka diperoleh
hasilnya seperti pada Tabel 3.7.

Tabel 3.3. Tinggi dan periode gelombang signifikan maksimumTahunan untuk berbagai arah
datangnya
H

Tahun
Ke

BD
1.558
2.541
0.875
0.875
1.294
2.774
1.294
2.774
1.019
1.019
1.558
2.184

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

B
0.875
1.294
1.814
2.184
1.814
2.062
2.423
1.158
1.558
3.003
1.294
1.558

T
S
0.875
0.875
1.158
1.019
1.558
1.158
1.019
1.294
1.019
0.727
1.019
0.875

BD
5.314
6.673
4.063
4.063
5.314
6.951
4.874
6.951
4.360
4.063
5.314
6.218

B
4.063
4.874
5.703
6.218
5.703
6.054
6.527
4.628
5.314
7.213
4.874
5.314

S
3.726
4.063
4.628
4.360
5.314
4.628
4.360
4.874
4.360
3.726
4.360
4.063

Selanjutnya tinggi dan periode gelombang signifikan pada Tabel 3.7 diurutkan dari yang
terbesar ke yang terkecil dan dengan menggunakan Persamaan 3.13 sampai 3.18, maka diperoleh
tinggi dan periode gelombang di laut dalam dengan kala ulang 50 tahun serta merupakan tinggi
dan periode gelombang representastif dan selanjutnya digunakan untuk analisis selanjutnya.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut ini. Perhitungan yang lengkap tentang
tinggi dan periode gelombang laut dalam dengan kala ulang 50 tahun dari setiap arah dapat
dilihat pada lampiran .
Tabel 3.4. Tinggi dan periode gelombang laut dalam dengan kala ulang 50 tahunan
No
1
2
3

Arah
Barat Daya
( SW )
Barat ( W )
Selatan ( S )

Ho (m)

To ( dtk)

3.9010244
3.6723402
1.7062582

8.731290169
8.303423735
5.237446105

Dari Tabel 3.4 diperoleh bahwa tinggi dan periode gelombang yang paling besar adalah
dari arah Barat daya (3,901 m dan 8,731 detik) disusul arah Barat (3,672 m dan 8,303 detik), dan
Selatan (1,706 m dan 5,237 detik ).
3.6. Gelombang Pada Lokasi Bangunan

Berdasarkan gelombang di laut dalam, selanjutnya dilakukan perhitungan tinggi


gelombang di lokasi studi atau biasa disebut gelombang rencana. Dalam perhitungan tinggi
gelombang rencana diperhitungkan adanya proses refraksi dan shoaling, dalam perambatan
gelombang dari laut dalam ke pantai. Gelombang rencana pada masing-masing lokasi berbedabeda sebab sangat dipengaruhi oleh letak bangunan dari garis pantai atau kedalaman air di depan
kaki bangunan. Dalam penentuan gelombang rencana dilakukan perhitungan gelombang pecah
berdasarkan kedalaman air d dan tinggi gelombang datang. Tinggi gelombang pecah didekati
dengan Hb = 0,78 d. Dari hasil perhitungan tinggi gelombang pecah selanjutnya dibuatkan grafik
Hb dengan d. Disamping itu juga tinggi gelombang yang dipengaruhi dengan refraksi dan
shoaling H(Kr,Ks) dihitung dengan H(ks,Kr) = Ks.Kr Ho dan dibuatkan grafik hubungan antara
tinggi gelombang tersebut dengan kedalaman pada grafik yang sama dengan grafik hubungan
antara kedalaman dengan tinggi gelombang pecah. Untuk menghitung koefisien shoaling
digunakan formula berikut (SPM, 1984) :
...........................................(3.19)

Dalam perhitungan koefisien refraksi kontur pantai dianggap sejajar, sehingga berlaku
persamaan berikut ini :
...................................................................................(3.20)

Dimana :
Sin1

= (C1/Co)Sin 0

C1

= (gd)2

Co

= 1,56To2

C1

= Kecepatan gelombang pada kedalaman titik 1 (dipantai)

Co

= kecepatan gelombang pada laut dalam

= sudut antara puncak gelombang datang dengan garis pantai

= sudut antara puncak gelombang yang meninggalkan titik 1


T

= Periode gelombang

terhadap garis pantai

Dalam perhitungan koefisien shoaling dilakukan pada beberapa perubahan kedalaman laut.
Sedangkan untuk perhitungan koefisien refraksi disamping dilakukan pada beberapa kedalaman
juga dilakukan pada beberapa arah gelombang datang (Barat, Barat Daya dan Selatan). Panjang
gelombang dihitung dengan rumus berikut.
.....................................................................(3.21)

Persamaan 3.21 di atas pada ruas sebelah kanan dan kiri ada variabel L, maka untuk
mendapatkan nilai L dilakukan cara iterasi (lihat lampiran) . Sedangkan perhitungan koefisien
shoaling Ks dan koefisien refraksi Kr untuk gelombang yang dibangkitkan oleh angin maksium
dapat dilihat pada ( Lihat lampiran).
Dengan menggunakan nilai koefisien shoaling dan koefisien refraksi, serta tinggi dan periode
gelombang laut dalam seperti pada Tabel 3.8, dapat diperoleh grafik hubungan antara tinggi
gelombang H =0,78.d dengan kedalaman d serta hubungan antara tinggi gelombang datang
H(Ks, Kr) dengan kedalaman untuk berbagai arah gelombang datang (Gambar 3.4 a sampai c).

Gambar 3.4 .a. Grafik hubungan antara kedalaman dengan Hb serta H(Ks,Kr) untuk gelombang
datang dari arah Barat

Gambar 3.4.b. Grafik hubungan antara kedalaman dengan H serta H(Ks,Kr) dan Hb untuk
gelombang datang dari arah Barat daya

Gambar 3.4.c. Grafik hubungan antara kedalaman dengan H serta H(Ks,Kr) dan Hb untuk
gelombang datang dari Arah Selatan.
Adapun grafik hubungan antara elevasi kontur dengan tinggi gelombang datang H(Ks,
(Gambar 3.5 a sampai c).
Arah Barat

Arah Barat daya

Anda mungkin juga menyukai