BAB I
PENDAHULUAN
dalam mendistribusikan
b. Mencegah terjadinya transportasi sedimen yang dapat menyebabkan pendangkalan pada daerah
kolam pelabuhan.
1.3. Gambaran Umum Lokasi
Lokasi berada di kabupaten Merauke Propinsi Papua.
1.4. Lokasi
Lokasinya yaitu di Kabupaten Merauke di Propinsi Papua, seperti pada gambar berikut
ini:
2. Suhu udara
Tinggi rendahnya suhu di suatu tempat dipengaruhi oleh posisi suatu tempat dari
permukaan laut. Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, maka akan semakin rendah
suhunya dan sebaliknya. Oleh sebab itu daerah Merauke suhunya tidak merata pada suatu tempat
dengan tempat yang lain.
BAB II
KONDISI HIDRO OSEANOGRAFI
2.1. Angin
Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut angin, dimana
gerakan udara ini dipengaruhi oleh perubahan temperatur atmosfer. Kecepatan angin dihitung
dengan anemometer dan apabila tidak tersedia anemometer, maka kecepatan angin dapat
diperkirakan berdasarkan lingkungan dengan menggunakan skala Beaufort. Dalam hal ini angin
dianggap sebagai pembangkit gelombang, dimana angin yang berhembus di atas permukaan air
akan memindahkan energinya ke air, kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada
permukaan laut sehingga permukaan air yang semula tenang akan terganggu dan timbul riak
gelombang kecil. Apabila kecepatan angin bertambah besar, maka riak gelombang pun akan
semakin membesar, dan seterusnya sehingga terbentuk gelombang.
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan, dipengaruhi oleh angin dengan variabel
kecepatan angin U, lama hembus angin D, arah angin dan fetch F (daerah dimana kecepatan dan
arah angin konstan). Distribusi kecepatan angin diatas permukaan laut terbagi dalam tiga daerah
sesuai dengan elevasi di atas permukaannya, yaitu :
a)
Geostropik Region, berada pada lebih dari 1000 meter di atas permukaan air dengan kecepatan
angin konstan.
b)
c)
Relative Isobaric Region, berada antara elevasi 10 100 meter, dengan tekanan relatif konstan.
Pada dua daerah terakhir, kecepatan dan arah angin berubah seiring dengan berubahnya
elevasi. Hal ini disebabkan oleh adanya gesekan dengan permukaan laut dan perbedaan
temperatur antara air dan udara.
Data angin diperoleh dari data tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah bangunan
pelindung pantai.. Data angin tersebut merupakan angin permukaan. Tipe data adalah data harian
selama 1 tahun. Data terdiri dari data kecepatan angin maksimum dan rata-rata dari berbagai arah
datang angin (lihat lampiran).
2.2. Pasang surut
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi dari waktu, karena adanya gaya
tarik antara benda-benda di langit, utamanya matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi.
Kondisi pasang surut yang perlu diketahui dalam perencanaan pemecah gelombang adalah :
o Kedudukan permukaan air tertinggi (pasang).
o Kedudukan permukaan air terendah (surut).
o Waktu pasang dan waktu surut.
Dalam perencanaan perencanaan pemecah gelombang, pengetahuan tentang pasang surut
sangat penting, untuk memprediksi elevasi di puncak pemecah gelombang, alur pelabuhan dan
mengetahui waktu pengecoran di pelabuhan dapat dilaksanakan.
Beberapa jenis elevasi permukaan air yang ditetapkan berdasarkan data pasut dan dipakai
dalam perencanaan pemecah gelombang adalah :
o Muka Air Laut Tertinggi (High Water Level, HWL), yaitu muka air tertinggi yang dicapai pada
saat pasang dalam satu siklus pasang surut.
o Muka Air Laut Terendah (Low Water Level, LWL), adalah kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat surut dalam satu siklus pasut.
o Muka Air Tinggi Rerata (Mean High Water Level, MHWL), yakni rerata muka air tinggi selama
periode tertentu, kurang lebih 19 tahun.
o Muka Air Rendah Rerata (Mean Low Water Level), adalah rerata muka air rendah selama periode
tertentu, kurang lebih 19 tahun.
o Muka Air Laut Rerata (Mean Sea Level, MSL), yaitu muka air rerata antara MHWL dan MLWL.
o Higher High Water Level (HHWL), adalah muka air tertinggi dari dua air tinggi dalam satu hari,
seperti pada pasut campuran.
o Lower Low Water Level (LLWL), adalah muka air terendah dari dua air rendah dalam satu hari,
seperti pada pasut campuran.
Dalam merencanakan bangunan pantai, tinggi pasang surut mutlak diketahui, untuk
mengetahui elevasi bangunan dari permukaan laut pada saat air pasang dan surut. Guna
keamanan, dalam menentukan besar pasang surut pada suatu daerah yang belum diketahu pasang
surutnya, biasanya dilakukan pengukuran pasang surut minimal 15 hari kemudian dianalisis dan
diprediksi sejauh 50 tahun kedepan. Ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk
meramalkan pasang surut diantaranya metode Least Square, Admiralty dan lain-lain. Hasil yang
diperoleh adalah konstanta pasang surut. Dari konstanta pasang surut ini dapat diketahu besarnya
pasang surut dan juga tipe pasang surutnya. Berikut diberikan formula untuk menghitung elevasi
muka air tertinggi Z, muka surutan (chart datum), dan tipe pasang surut (direpresentasikan oleh
nilai formzahl F) berdasarkan konstanta pasang surut (Yuwono, 1992 dan Ongkosongo, 1989).
Z
...........................................(2.1)
Zo
.....................................................(2.2)
...................................................................(2.3)
HWS
= 2 ( M2 + S2 + K1 + O1 ).................................................(2.4)
3/2
F>3
Konstanta
Amplitudo (cm)
Phase (360 - g)
M2
113
340
S2
46
237
N2
22
20
K2
6
263
K1
80
215
O1
50
283
P1
21
210
M4
-
MS4
-
Z0
330
-
Dengan menggunakan Persamaan 2.4 dan 2.2 diperoleh elevasi muka air tertinggi HWS = 5.4 m.
( Lihat lampiran ) .
2.3 Gelombang
2.3.1 Karakteristik dan Parameter Gelombang
Pada perairan terbuka, bentuk gelombang mendekati bentuk lengkung sinus (sinusoidal),
dimana arah perambatannya dinyatakan dengan sudut kemiringan terhadap arah angin. Gambar
berikut menggambarkan suatu gelombang yang berada pada sistem koordinat x-y, dengan
penjalaran gelombang arah x.
: amplitudo gelombang
: panjang gelombang
: periode gelombang, interval waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk kembali pada
kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.
2.3.2
Refraksi Gelombang
Kecepatan gelombang tergantung pada kedalaman air dimana gelombang tersebut
merambat. Hal ini dapat dilihat pada persamaan cepat rambat gelombang. Gelombang di tempat
yang dalam bergerak lebih cepat dari pada di tempat yang dangkal karena panjang gelombang
akan berkurang sebanding dengan berkurangnya kecepatan gelombang akibat pengaruh
kedalaman. Puncak gelombang bergerak menuju daerah yang dangkal dimana akan terjadi
penikungan arah terjang gelombang Proses perubahan arah terjang gelombang inilah yang
disebut dengan refraksi.
Karena kecepatan gelombang tregantung pada periode gelombang, maka dengan periode
yang berbeda akan diperoleh pola refraksi yang berbeda pula. Gelombang dengan periode yang
penjang akan lebih dulu terrefraksi pada air dalam, sehingga terbentuk gelombang yang lebih
tinggi pada saat gelombang mencapai tepian pantai. Untuk keperluan perencanaan, maka
diagram refraksi harus dibuat dalam beberapa periode yang paling berpengaruh pada suatu
lokasi.
Beberapa cara untuk membuat diagram refraksi diantaranya :
a. Wave Crest Method
Cara ini dikemukakan oleh Johnson dkk. pada tahun 1948. dasar dari metode ini adalah
menentukan panjang gelombang pada setiap lokasi. Mula-mula perlu diketahui posisi puncak
gelombang di dalam air, kemudian dibuat puncak gelombangpuncak gelombang yang lain
berdasarkan panjang gelombang setempat.
b. Orthogonal Method
Cara ini berdasarkan pada hukum Snellius, dan diperkenalkan oleh Arthur dkk. pada tahun 1952.
=
(2.5)
dimana :
aa dan a2 : sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang.
C1 dan C2 : kecepatan rambat gelombang di tempat yang ditinjau.
1 dan 2 : panjang gelombang.
Gelombang yang memasuki perairan yang lebih dangkal ( dari d 1 menjadi d2) akan
berkurang kecepatan dan panjang gelombangnya dari C1dan 1 menjadi C2 dan 2. pada jarak
orthogonal sejauh x dan selang waktu T diperoeh sin a1 = C1T/x dan sin a2 = C2T/x. Dengan
pembagian diperoleh persamaan 2.6, yaitu hukum Snellius. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
gambar berikut ini :
dan jika kita pilih harga B0 dan B1 sedemikian sehingga panjang orthogonalnya l0 dan l1, maka
dapat diperoleh koefisien refraksi (KR)
(2.7)
(2.8)
(2.9)
Gambar 2.4. Refraksi gelombang pada kontur dasar laut lurus dan sejajar.
2.3.3
Difraksi Gelombang
Ketika dalam perjalanan serangkaian gelombang dijumpai penghalang impermeable seperti
breakwaters, pulau atau tanjung, maka puncak gelombang akan berputar terhadap ujung
penghalang dan bergerak ke daerah yang terlindungi oleh penghalang tersebut. Fenomena
gelombang seperti ini disebut Difraksi Gelombang. Difraksi terjadi ketika terjadi perbedaan
energi gelombang yang tajam sepanjang puncak gelombang. Pada awalnya kondisi daerah yang
terlindung penghalang cukup tenang (tidak ada gelombang) saat gelombang melintasi
penghalang. Perairan yang jauh dari penghalang akan memiliki energi yang lebih banyak (energi
gelombang awal) dibandingkan dengan perairan di belakang penghalang yang semula tenang
(tidak adanya energi karena tidak ada gelombang), sehingga terjadilah proses pemindahan energi
di sepanjang puncak gelombang tersebut ke arah daerah yang terlindung penghalang. Hal ini
dapat dilihat pada gambar 2.5.
Pada proses difraksi ini kedalaman air dianggap sama. Namun pada umumnya di daerah
yang terlindung oleh penghalang, tinggi gelombang semakin berkurang.
Jika penghalang tersebut memantulkan energi gelombang, maka puncak gelombang
pantulan juga akan terdifraksi dan membentuk pola puncak gelombang yang melingkari ujung
penghalang. Daerah yang telindungi oleh penghalang ketika terjadi difraksi disebut dengan
daerah difraksi Sedangkan perbandingan antara tinggi gelombang di daerah difraksi (H A) dengan
tinggi gelombang yang datang (Hi) disebut Koefisien Difraksi (K).
HA = K x Hi
(2.10)
Koefisien difraksi ini dipengaruhi oleh harga-harga parameter , dan r/ seperti pada
gambar 4. Wiegel (1964) menggunakan penyelesaian eksak dari Penny dan Price (1952) untuk
menghitung harga koefisien difraksi sebagai fungsi dari parameter-parameter diatas. Nilai K
dapat dilihat pada lampiran.
Apabila gelombang bergerak melalui celah penghalang (barrier gap), maka proses difraksi
juga akan terjadi. Johnson (1952) menunjukkan suatu diagram yang dapat digunakan untuk
memperkirakan nilai K pada gelombang yang melalui celah. Jika lebar celah lebih dari lima kali
panjang gelombang yang datang, maka perhitungan koefisien difraksi dapat dilakukan secara
terpisah seperti cara terdahulu, yaitu dengan menganggap kedua penghalang sebagai penghalang
individual. Jika gelombang yang datang mendekati celah ini membentuk sudut terhadap
penghalang, maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan lebar celah maya (imaginary gap
width) seperti pada gambar 2.6.
ambar 2.6. Gelombang Datang Dengan Sudut Tertentu terhadap celah penghalan
BAB III
ANALISIS DATA
Dimana :
U(10)L
tanah (land)
U(y)
= ketinggian pengukuran
3. Koreksi perbedaan temperatur antara laut dan darat, dengan menggunakan grafik pada
Gambar 3.1. Apabila tidak ada data temperatur, maka faktor koreksi RT dapat ambil 1,1.
Dengan demikan, kecepatan angin terkoreksi UL menjadi :
.....................................................................(3.2)
4. Transformasi kecepatan angin di darat UL menjadi data pengukuran angin di laut Uw,
dengan menggunakan grafik pada Gambar 3.1. dengan Demikian kecepatan angin untuk
peramalan gelombang adalah :
................................................................. (3.3)
Dengan RL adalah koreksi pencatatan angin yang dilakukan di darat. Apabila anemometer
diletakkan di pantai, maka data angin tidak perlu dikoreksi lagi sehingga RT = 1, namun koreksi
akibat adanya perbedaan tempertur tetap digunakan. Untuk lebih mempermudah analisis, maka
grafik pada gambar 3.1. diukur absis dan ordinatnya kemudian dibuatkan persamaan garis regresi
untuk memperoleh RL dan diperoleh :
.............................................(3.4)
R2 = 0,9986
Dengan demikian
.................................................(3.5)
5. Konversi kecepatan angin pada point 4 menjadi tegangan angin UA seperti berikut :
......................................................................(3.6)
(Km)
626,66645
937,85789
633,17678
Dengan diketahuinya tegangan gesek angin (UA) dan fetch efektif (F), maka peramalan
gelombang laut dalam dapat dilakukan.
3.4. Peramalan Tinggi dan Periode Gelombang Laut Dalam
Gelombang di laut dalam, diramalkan berdasarkan tegangan angin dan panjang fetch
efektif yang telah diperoleh. Dalam meramalkan gelombang (tinggi dan periode) diasumsikan
bahwa pembentukan gelombang dibatasi oleh fetch dan tegangan gesek angin serta durasi.
Berdasarkan Automated Coastal Engineering Sytem di peroleh formula untuk meramalkan
tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan dibatasi oleh fetch dan
kecepatan angin.
.................................................(3.7)
...............................................(3.8)
Dari suber yang sama, untuk pembangkitan gelombang yang dibatasi oleh durasi dan kecepatan
angin diberikan seperti berikut :
.....................................(3.9)
...................................................(3.10)
Dimana t adalah durasi dan dapat diambil 16 jam. Berdasarkan Persamaan 3.4 sampai 3.7
diperoleh :
H
= min(H,Ht) ..............................................................(3.11)
= min(T,Tt) ...............................................................(3.12)
Dimana :
H
UA
Dengan :
= probabiolitas bahwa Hs* tidak terlampaui
H
H*
= parameter skulli
= parameter lokasi
Langkah-langkah perhitungan tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu adalah sebagai
berikut :
1.
Data dibuat dalam data tahunan dengan cara mengambil satu data maksimum setiap tahunnya
(untuk studi ini terdapat 10 tahun data),
2. Data tahunan diurutkan dari yang terbesar ke yang terkecil, selanjutnya probabilitas ditetapkan
untuk setiap tinggi gelombang sebagai berkut :
....(3.14)
Dimana :
= probabiolitas dari tinggi gelombang ke m yang
m
NT
tidak
terlampaui
representatif)
3.
Menghitung nilai A dan B pada Persamaan (3.13) dan (3.14), dengan metode kuadrat terkecil
untuk setiap tipe distribusi yang digunakan. Hitungan didasarkan pada analisis regresi linier dari
hubungan berikut :
..........................................................(3. 15)
Dimana nilai ym diberikan untuk :
...............................................(3.16)
Dengan A* dan B* adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang diperoleh dari analisis
regresi linier.
4.
tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari fungsi distribusi
probabilitas dengan rumus berikut ini :
......................................................(3.17)
Dimana yr diberikan oleh rumus berikut :
................................................(3.18)
Hsr
Tr
Dengan :
Penentuan kala ulang gelombang rencana biasanya didasarkan pada jenis konstruksi yang
akan dibangun dan nilai daerah yang akan dilindungi. Makin tinggi nilai daerah yang akan
diamankan, makin besar pula nilai kala ulang gelombang rencana yang dipergunakan. Sebagai
pedoman penentuan nilai kala ulang gelombang rencana dapat menggunakan Tabel 3.2.
Struktur Fleksibel
5 10
a. Resiko rendah
b. Resiko sedang
10 100
100 1000
c. Resiko tinggi
b. Resiko sedang
dijelaskan
telah
sebelumnya
digunakan
oleh
angin
maksimum.
Parameter
gelombang
representatif
a. Resiko rendah
Seperti
10 100
100 1000
maksimum
tinggi
dapat
dan
berupa
periode
c. Resiko tinggi
Struktur Kaku
5 10
a. Resiko rendah
b. Resiko sedang
c. Resiko tinggi
10 100
100 1000
tinggi
dan
periode
tinggi
dan
periode
mengelompokkan
hasil ramalan gelombang (tinggi dan periode signifikan) berdasarkan arahnya, maka diperoleh
hasilnya seperti pada Tabel 3.7.
Tabel 3.3. Tinggi dan periode gelombang signifikan maksimumTahunan untuk berbagai arah
datangnya
H
Tahun
Ke
BD
1.558
2.541
0.875
0.875
1.294
2.774
1.294
2.774
1.019
1.019
1.558
2.184
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
B
0.875
1.294
1.814
2.184
1.814
2.062
2.423
1.158
1.558
3.003
1.294
1.558
T
S
0.875
0.875
1.158
1.019
1.558
1.158
1.019
1.294
1.019
0.727
1.019
0.875
BD
5.314
6.673
4.063
4.063
5.314
6.951
4.874
6.951
4.360
4.063
5.314
6.218
B
4.063
4.874
5.703
6.218
5.703
6.054
6.527
4.628
5.314
7.213
4.874
5.314
S
3.726
4.063
4.628
4.360
5.314
4.628
4.360
4.874
4.360
3.726
4.360
4.063
Selanjutnya tinggi dan periode gelombang signifikan pada Tabel 3.7 diurutkan dari yang
terbesar ke yang terkecil dan dengan menggunakan Persamaan 3.13 sampai 3.18, maka diperoleh
tinggi dan periode gelombang di laut dalam dengan kala ulang 50 tahun serta merupakan tinggi
dan periode gelombang representastif dan selanjutnya digunakan untuk analisis selanjutnya.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut ini. Perhitungan yang lengkap tentang
tinggi dan periode gelombang laut dalam dengan kala ulang 50 tahun dari setiap arah dapat
dilihat pada lampiran .
Tabel 3.4. Tinggi dan periode gelombang laut dalam dengan kala ulang 50 tahunan
No
1
2
3
Arah
Barat Daya
( SW )
Barat ( W )
Selatan ( S )
Ho (m)
To ( dtk)
3.9010244
3.6723402
1.7062582
8.731290169
8.303423735
5.237446105
Dari Tabel 3.4 diperoleh bahwa tinggi dan periode gelombang yang paling besar adalah
dari arah Barat daya (3,901 m dan 8,731 detik) disusul arah Barat (3,672 m dan 8,303 detik), dan
Selatan (1,706 m dan 5,237 detik ).
3.6. Gelombang Pada Lokasi Bangunan
Dalam perhitungan koefisien refraksi kontur pantai dianggap sejajar, sehingga berlaku
persamaan berikut ini :
...................................................................................(3.20)
Dimana :
Sin1
= (C1/Co)Sin 0
C1
= (gd)2
Co
= 1,56To2
C1
Co
= Periode gelombang
Dalam perhitungan koefisien shoaling dilakukan pada beberapa perubahan kedalaman laut.
Sedangkan untuk perhitungan koefisien refraksi disamping dilakukan pada beberapa kedalaman
juga dilakukan pada beberapa arah gelombang datang (Barat, Barat Daya dan Selatan). Panjang
gelombang dihitung dengan rumus berikut.
.....................................................................(3.21)
Persamaan 3.21 di atas pada ruas sebelah kanan dan kiri ada variabel L, maka untuk
mendapatkan nilai L dilakukan cara iterasi (lihat lampiran) . Sedangkan perhitungan koefisien
shoaling Ks dan koefisien refraksi Kr untuk gelombang yang dibangkitkan oleh angin maksium
dapat dilihat pada ( Lihat lampiran).
Dengan menggunakan nilai koefisien shoaling dan koefisien refraksi, serta tinggi dan periode
gelombang laut dalam seperti pada Tabel 3.8, dapat diperoleh grafik hubungan antara tinggi
gelombang H =0,78.d dengan kedalaman d serta hubungan antara tinggi gelombang datang
H(Ks, Kr) dengan kedalaman untuk berbagai arah gelombang datang (Gambar 3.4 a sampai c).
Gambar 3.4 .a. Grafik hubungan antara kedalaman dengan Hb serta H(Ks,Kr) untuk gelombang
datang dari arah Barat
Gambar 3.4.b. Grafik hubungan antara kedalaman dengan H serta H(Ks,Kr) dan Hb untuk
gelombang datang dari arah Barat daya
Gambar 3.4.c. Grafik hubungan antara kedalaman dengan H serta H(Ks,Kr) dan Hb untuk
gelombang datang dari Arah Selatan.
Adapun grafik hubungan antara elevasi kontur dengan tinggi gelombang datang H(Ks,
(Gambar 3.5 a sampai c).
Arah Barat