Kriteria Pasien Masuk ICU
Kriteria Pasien Masuk ICU
Pasien Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif
Pasien Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU, jenis
pasien ini beresiko sehingga memerlukan terapi intensif segera.
Contoh :
-
Pasien yang menderita penyakit dasar jantung, paru atau ginjal akut dan
berat.
Pasien Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis dan tidak stabil dimana status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya baik
masing-masing atau kombinasinya sangat mengurangi kemungkinan
kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU.
Contoh :
-
Pasien
dengan
pericardial
keganasan
temponade
atau
metastatik
sumbatan
disertai
jalan
penyulit
nafas
atau
infeksi
pasien
jalan
nafas
(guedel/mayo,emergensi
trakheostomi
atau
intubasi)
Pasien-pasien pasca operasi yang memerlukan monitoring intensif yaitu :
1. Operasi lama > 6 jam dan/atau beresiko perdarahan
2. Beresiko tinggi (ASA 3 seperti : hipoalbumin, anemia berat,
gangguan koagulasi serta aritmia intraoperatif)
3. Riwayat henti jantung (cardiac arrest), hipoksemia, atau aspirasi
pneumonia selama operasi.
metabolic
berat
(dehidrasi,
ketosis,
intoksikasi,
pankreatitis akut)
4. Pasien-pasien multiple trauma dengan syok (anemia berat)
5. Pasien-pasien yang memenuhi kriteria spesis berat : HR > 90, RR >
25 hipo/ hipertermia atau leukositosis atau lekopenia dengan satu
tanda disfungsi organ :
Hipotensi
Pasien yang memenuhi syarat kriteria rawat ICCU / PICU, namun karena
ICCU / PICU penuh dapat dirawat di ICU (dengan persetujuan dokter
konsultan ICU).
Gastrointestinal hemorrhage)
Diabetic ketoacidosis
Krisis hipertensi
Sepsis
yang
masuk
prioritas
1,2,3
tetapi
menolak
terapi
HIPOGLIKEMIA
GDS < 45
Tx :
1. Beri D 50 % 50 cc atau D 40 % 50 cc
2. Maintenance dengan D 5% bila pasien belum menerima D 5%, kalau sudah
menerima D 5% maintenance D 10%
3. Cari penyebab dan atasi penyebab hipoglikemia
4. Bila pasien tidak sadar dan tidak ada akses vena beri glucagon I m atau S C 0,5
1 mg
Bila Hipoglikemia terjadi berulang
1. Injeksi D 50% vokus IV ulan, tingkatkan tetesan
maintenance.
2. Injeksi 0,5 1 mgglulengan In atau SC
CAIRAN
TBW ( Total Body Wath )
Laki-laki = 60% X BB
Laki-laki tua dan wanita = 50 % X BB
Wanita tua = 40% X BB
IWL dewasa = 15 cc/kg BB/ hari
Anak
= { 30 (tahun) } cc / kg BB / hari
KEBUTUHAN EXTRA
Hiperventilasi
Aktivitas extrim
PENURUNAN KEBUTUHAN
Ke sangat tinggi
HIPONATREMIA
Kadar Na < 135 mg / L
VES rendah (diare)
Hipernatremia Hiporolemia
Koreksi dulu hiporolemianya ((NaCL, RL, RA, kolooid)
Langkah berikutnya mengganti defisit Caloan
Rumus CD = 0,6 X BB X { (klaserum / 140 ) 1}
Dengan cairan hipotonik
mis :
- KAEN I B
-D5 S
-D5S
DIABETES INSIPIDUS
Kehilangan cairan mendekati air murni
Strategi penggantian hanya ditujukan untuk mengganti alfisit cairan bebas saja
Rumus CD : 0,6 X BB X { (Na plasma / 140) 1 }
Selama (48 72 jam)
Catatan :
Na > 160 vitabilitas, anoreksia, ataksia kran
Na > 180 koma, stupor / kejang
DKA
>> pada type I
Defisiensi insuline atu resisten terhadap insuline
Muncul karena infeksi, pembedahan, trauma
Dehidrasi intra seluler, hiperkalemi, hiponatremi, asidosis metabolik, depresi,
kontraktilitas, miokard
Kadar gula darah biasanya < 500 mg / dL
Tx :
Oksigen 8 10 lpm via airm
RI bolus (0,1 Li / kg BB) Ivatau 10 L intravena bolus dilanjutkan dengan stary
insulin 0,1 Li / kg BB /jam
Cek GDS tiap jam bila :
1. Penurunan GDS < 10 % atau bila amnion gap dan PH tidak berubah
naikkan kecepatan insuline 2 X lipat.
2. Bila GDS < 250 mg / dL, turunkan kel insuline 2 3 Li /jam beri D 5% 100
cc/ jam
3. Ganti kehilangan cairan dengan NaCL 0,9 selanjutnya dengan D 5 NS
Kehilangan cairan bisa sampai 4-9 L
-
Selanjutnya 1 L / jam untul 1 jam 500 cc/jam, untul 1-2 jam dan
kemudian 200-300 cc/jam sampai defisit cairan terkoreksi.
Hipovolemin (5-10 L)
Kejang / koma
TX
Penggantian cairan dengan segera akan menurunkan gula darah sampai 50%
dalam beberapa jam
-
GIPS tidak berubah dalam 2-4 jam, naikkan kel insuline 2 x Lipatoys
Titrasi kel pemberian insulin, bola kader GDS < 250 mg / dL dan fungsi
kerdiak, elektrolit dalam batas normal.
Cek GDS dan elektrolit tiap jam sebagai petunjuk pemberian insulin
GDS
Infus Change
Tolak ment
< 70
Stop 30 menit
Beri D 40 15 20 cc
Cek GDS setelah 30
menit, ulangi D 40 bila
70 120
121 180
181 240
241 300
> 300
- 0,3 Li / jam
No. Change
+ 0,3 Li / jam
+ 0,6 Li / jam
+ 0,1 Li / jam
GDS < 70
-
Pasien pulang sudah menerima D 5 100 cc / jam selama mendapat terapi insuline.
HEMATOLOGI
EBV = 70 X BB (kg)
Cth BB = 50 kg EBV = 70 X 50 = 3500 cc
EBV = 65 X BB (kg)
Tranfusi WB = Hb X BB X 6
PRC = Hb X BB X 3
Cth = bila Hb pasien 6 g / dL BB = 50 kg
Target l + b 9 g /dL
WB = ( 9 6 ) X 50 X 6
= 3 X 300
= 900 cc
Rumus lain : HCT X ( EBV / Het
donor )
Tranfusi trombosit tiap 1 unit trombosit
Akan meningkatkan angka trombosit pasien 5.000 10.000 /mL
Tiap 4-6 kantong darah yang ditranfusi cek kadar kalsium pasien, bila perlu bisa
diberikan :
-
Tranfusi Albumine
Alb X BB X 0,8 = ........... gram
Tetesan harus pelan-pelan, paling tidak clh 4-5 jam
Tx Reaksi tranfusi Akut (Hemolitis)
1. Stop tranfusi
2. Cek ulang
3. Bila Hipotensi
4. Pertahankan urine output minimal cc / kg bb / jam bila perlu beri firosemid 40
mg IV bolus atau manitol 12,5 -50 gram IV pelan-pelan.
5. Pertimbangkan pemberian defenhidramin
25 50 mg IV bolus atau hidrocortison
50 100 mg IV
6. Hati-hati adanya DIC
Tanda-tanda Reaksi Hemolitik
1. Cemas
2. Agitasi
3. Nyeri dada
4. Nyeri pinggang
5. Nyeri kepala
6. Dyspneu
7. Menggigil tanda spesifik
Tanda non spesifik
1. Demam
2. Hipotensi
3. Pendarahan tidak tahu sebabnya (DIC)
4. hemoglobinuria
HIPERTENSI KRISIS
Hipertensi krisis dibagi 2 yaitu Hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi
Definisi :
Hipertensi Krisis yaitu peningkatan yang kritis dari tekanan darah dimana TDD >
120 mmHg TDS > 240 mmHg
Hipertensi Emergensi : bila terdapat kerusakan akut sedang berlangsung dari target
organ memerlukan penurunan tekanan darah dalam beberapa jam, menggunakan
obat intra vena dan diberikan di ruang ICU.
Hipertensi urgensi : bila terget organ tidak terkena, memerlukan penurunan segera
tekanan darah tapi dalam waktu 24-48 jam
Target organ CNS, cardiovaskuler, renal.
Gejala :
1.
2.
3.
Penemuan Fisik
1.
2.
3.
Vital Sign
-
Hipertensi
Takikardi
Fundus copi
-
Gead IV : papiledema
Cardiovaskuler
-
Diaphoresis
Pulmonary rales
Murmur
Pulse defisit
4.
5.
Renal
-
edema
oliguria
Hematuria
Neurologic
-
Alterations in sensorium
TERAPI
A. Hipertensi Emergensi
Tujuan utama turunkan tekanan darah segera tetapi bertahap biasanya 20-25 %
penurunan MAP atau reduksi tekanan diastolikmenjadi 100-110 mmHg TDS tidak
dibawah 150mmHg dalam beberapa menit atau jam tergantung situasi klinis.
Penurunan tekanan darah selanjutnya secara gradual dalam periode 24 72
jam atau lebih.
1. SNP (sodium nitropuside) 0,25 10 g/Kg bb/menit dimulai dengan dosis
yang paling rendah evaluasi dosis tiap 5 menit dalam periode 1-2 jam.
Onset 1-2 menit, durasi 1-10 menit setelah infus obat distop. Bila tekanan
darah terkontrol, SNP dapat distop dalam 24 48 jam diganti dengan obat
antihipertensi oral.
2. NTG (nitrogliserin), dosis awal 10 g / menit atau rentang dosis 0,5 10
g / Kg bb / menit, onset 1-2 menit durasi 10 menit
3. Diltiazem, dosis 20 mg bolus IV kemudian 10 mg / jam, onset 1-3 menit
durasi 1-3 menit.
B. Hipertensi Urgensi
Tidak ada terapi yang spesipik untuk keadaan ini. Pada hipertensi yang berat
memrlukan terapi kombinasi. Obat yang umum dipakai termasuk nifedipin,
kaptropil, atau ACE inhibitor, klonidin, labetolol oral. Setelah pemberian obat,
pasien dimonitor di ruang emergensi 1 2 jam untuk meyakinkan respom
terhadap obat yang diberikan dan efek sampingnya. Dianjurkan follow up 24-48
jam kemudian untuk pengobatan selanjutnya.
GAGAL NAFAS
Definisi : Suatu sindroma pada sistem respirasi dimana salah satu atau keduanya dari
fungsi pertukaran gas : oksigenesi dan eliminasi CO 2 mengalami kegagalan.
Klasifikasi
A. Gagal Nafas Type I (hipoksemia) ditandai dengan PaO 2 < 60 mmHg dengan
PaCO2 normal atau rendah merupakan bentuk umum dari gagal nafas dan dapat
dihubungkan dengam semua penyakit paru akut yang secara umum melingkupi
pengisian cairan atau kolapsnya alveoli .
Contoh : edema paru kardiogenik atau non kardiogenik pneumonia, perdarahan
paru
terjadi kompensasi oleh ginjal dan terjadi peningkatan level bikarbonat sehingga pH
biasanya sudah menurun.
Perbedaan antara hipoksemia akut dan kronis tidak dapat dibaca berdasarkan analisa
gas darah. Petunjuk klinis hipoksemia kronis seperti polisetemia atau corpulmonale,
menyokong gangguan sudah lama.
Kriteria Diagnosis
1. Pa O2 < 60 mmHg
Pa CO2 > 50 mmHg
2. Role of fifty
Pa O2 < 50 mmHg
Pa CO2 > 50 mmHg
3. PaO2 / FiO2 = .< 200 ARDS
.< 300 ALI
Kriteria Pontopidan
Kriteria
Normal
Monitoring ketat
Intubasi
O2 Physical Tx
ventilasi
trakeostomi
Mekanik
RR (mnt)
VC (cc / kg bb)
12 - 25
70 - 30
25 - 35
30 - 15
12 - 25
<15
100 - 50
50 - 25
<25
Oksigenasi
50 - 200
200 - 350
>350
Aa DO2 (mmHg)
Pa O2 (mmHg)
100 75
200 - 70
<70
Ventilasi
(air)
0,3 0,4
(Mask O2)
0,4 0,6
(Mask O2)
> 0,6
35 - 40
45 - 60
> 60
VD / VT
Pa CO2 (mmHg)
ETIOLOGI
Pneumonia
Edema paru
Fibrosis paru
Bronchiectasis
ARDS
Asma
Pneumotoraks
Asma berat
Overdosis obat
Polineuropati
Keracunan
Miastenia gravis
Poliomilitis
GBS
Cervical cordotomy
Manifestasi Klinis
Hiperkapnia
Hipoksemia
Somnolen
An sietas
Letargi
Takikardia
Koma
Diaporesis
Asterixis
Aritmia
Restlessness / gelisah
Tremor
Confusi
Nyeri Kepala
Sianosis
Pepil edema
Hipertensi
Hipotensi
Kejang
Asidosis laktat
Look / Lihat
-
Pengembangan dada
Kesimetrisan dada
Sianosis
Listen / Dengar
-
Keluhan penderita
Stridor / wheezing
Feel / Raba
-
Emfisema subkutan
Krepitasi
Nyeri tekan
Deviasi trakea
Pemeriksaan Penunjang
-
Pulse Oksimeter
CO2 detektor
Chest X-Ray
TERAPI
Hipoksemia merupakan hal besar yang harus diatasi untuk fungsi organ. Oleh
karena itu objek pertama terapi gagal nafas adalah mengembalikan dan atau
mencegah hipoksia jaringan. Hiperkapnia yang tidak disertai dengan hipoksemia
umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan mungkin tidak mengancam fungsi organ
kecuali disertai adanya asidosis berat.
Beberapa ahli percaya bahwa hiperkapnia dapat ditoleransi sampai pH < 7,2
mmHg. Penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasari gagal nafas
merupakan komponen penting dalam penatalaksanaan gagal nafas.
Pasien dengan gagal nafas akut umumnya dirawat di ruangan ICU. Pasien gagal
nafas kronis dapat dirawat di rumah dengan suplemen oksigen dan atau menggunakan
ventilator sampai penyakit dasarnya teratasi.
Evaluasi Breathing
Look, Listen, feel
Kriteria Pontopidan
Tidak adekwat
Adekwat
Penyebab pulmonal
- Penyebab
non+pulmonal
Bantuan
Ventilasi
O2
2. Kontrol eliminasi CO2
Gagal Jantung
4. Profilaksis
- Pasca bedah operasi besar dan atau dengan perdarahan banyak.
Pengaturan setting awal
-
Volume tidal
: 6 10 cc / kgbb
Frekuensi
: 12 20 kali / menit
Menit Volume
: Vt X F
FIO2
: 100 %
I:E
:1:2/1:3
PEEP
: 2,5 5 cm H2O
Mode
Air way
Breathing
Cirkulasi
Disability / brain
2. Ventilator
-
Tubing / Konektor
Humidifier
Setting
Alarm
Fungsi
Baro trauma
Volume trauma
Inpeksi Sepsis
Penyapihan bertahap
Pertimbangan :
-
Metoda
-
STATUS ASMATIKUS
Definisi : serangan asma yang sangat berat yang tidak berespon dengan terapi obatobat asma yang biasa digunakan
Pemeriksaan Klinik
a. Gejala klinik
1. Sesak nafas
2. Pernafasan lebih enak dalam keadaan posisi tegak
3. Cemas
4. Fatique
b. Pemeriksaan fisik
1. Paru-paru : Wheezing ekspirasi, takipnue (RR > 30 X/mnt) penggunaan
otot-otot bantu pernapasan, peningkatan I : E > I : 3
2. Kardiovaskuler : Takikardi (HR > 120 X /mnt), Pulsus paradoksus (> 15
mmHg ),
Laboratorium
1. Test fungsi paru tidak memungkinkan karena keadaan pasien yang sesak berat
2. Analisa gas darah, untuk menilai keadaan hipoksemia dan status asam basa
3. Rontgen torak : Hiperekspandid paru, evaluasi tanda-tanda baro trauma
Diagnosis Diferensial
1. Obstruksi saluran nafas bagian atas (karena tumor, benda asing)
2. Laringospasme
3. PPOK
4. gagal jantung kiri (edema baru).
TERAPI
1. O2 nasal kanul 2-3 lpm
2. Albuterol 2,5 mg (0,5 cc larutan 0,5 % + NaCL 2,5 cc), via nebulizer tiap 20 mnt
(3 X pemberian) kemudian tiap jam. Alternatif agonist salbotamol 5 10 mg +
2,5 cc NaCL berikan tiap 2 4 jam, bila keadaan lebih berat dapat diberikan tiap
jam atau tiap 20mnt dapat diberikan secara kontinue via nebulizer sampai dosis
20-25 mg dalam 1 jam. Keduanya efektif bila O2 flow ratenya 6-8 lpm, dan
minimum reservoir volume tempat nebu 2-4 cc.
3. Alternatif bila agonist tidak responsif gunakan ipratropium bromida 0,25 0,5
mg tiap 20 mnt (3 X pemberian) selanjutnya tiap 4-6 jam via nebulizer.
4. Metilprednisolon 40 -125 mg IV bolus tiap 6 jam jika responsif, turunkan dosis
60-80 mg dalam 4 dosis perhari.
5. Antibiotik : kontroversi, kebanyakan pencetus asma karna viral, berikan bila :
demam, leukositosis, netrofilia dalam sputum, pneumonia atau bila ada sinusitis
akut.
6. Bila tidak responsif dengan agonist, antikolinergik, kortikosteroid, berikan
MgSO4 1 2 g IV bolus dalam 20 menit.
7. Atasi dehidrasi dengan RL, Asering, NaCL.
8. Bila gagal nafas :
Intubasi ventilator
Setting awal :
-
TV 4-8 CC / kg bb
RR 8-20 X / menit
CMV
Tanpa PEEP
I : E = 1 : 3,
FIO1 : 4 atau 1 : 5
F iO2 %
Pplat <
30 cm
H2O
rate
SpO
2
pH
FIO2
Pplat <
25 cm
H2O
VT
VT
Auto
PEE
P
START
Auto
PEE
P
Administer Bronchodilators
rate
STATUS EPILEPTIKUS
Definisi :
Kejang terus menerus, paling sedikit selama 30 menit, dalam 2 periode kejang tanpa
disertai perbaikan kesadaran, kejang umumnya bersifat general tonik klonik (grand
mal).
Etiologi
A. Trauma kepala akut ataupun riwayat trauma kepala sebelumnya
B. Infark otak (baik akut ataupun riwayat)
C. ICH, SDH, SAH
D. Tumor otak
E. Infeksi CNS (meningitis, encepalitis, abses otak).
F. Hipertensi encepalopati
G. Penyebab metabolik : obat atau alkohol withdrawal, hipoglikemia, hiponatremia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiperosmolaritas, hepatik encepalopatik, sepsis.
H. Penyebab keracunan : salisilat, tiopilin, lidocain, meperidin, pinisilin, siklik anti
depresan, kokain.
I.
Epilepsi idiopatik
J.
Kasus yang lebih jarang : Human imuno defesiensi, lupus serebriti, infeksi virus,
degeneratif CNS
Laboratorium
-
CT Scan
MRI
EEG
PROTOKOL TERAPI
A.
1. Amankan jalan nafas, ventilasi dengan bag Valve mask, bila perlu
intubasi
2. Berikan oksigen 100% via NRM, ventilator, tergantung kondisi klinis.
3. Monitor tanda-tanda vital, EKG kontinue dan pulse oksimetri
4. Pasang intra Vena line (infus) ambil sampel darah untuk uji lab
B.
C.
Hentikan kejang
1. Lora zepam, obat pilihan pertama anti kejang dosis 0,1 mg/kgbb IV
jangan
2. Alternatif diazepam, dosis 0,15 0,3 mg/kgbb IV jangan lebih cepat dari 5 mg
mnt. Bisa diberikan via rektal 0,2 0 0,5 mg/kgbb. Durasi optimal 20 mnt, sukses
mengatasi kejang 56%. Efek depresi nafas lebih kuat daripada lorazepam.
3. Bila masih kejang, beri phenitoin dewasa 15 20 mg/kgbb IV dengan
kecepatan <
Propofol dosis 1-5 mg/kgbb IV, lanjut 1-15 mg/kgbb/jam, titrasi sampai
kejang teratasi
D.
Trauma neuronal
Bronkhokonstriiksi
B. Respirasi
-
Hipoxemia
Hiperkapnia
Pneumonitis Aspirasi
Gagal nafas
C. Kardiovaskuler
-
Hipotensi
Rabdomiolisis
Asidosis laktat
Hipo / hiperglikemia
Hipertermia
berupa
peningkatan
creatinin
>
0,5
mg/
dl
atau
Nilainya
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
seperti
Gagal
Prerenal
ginjal
pemakaian
1.
2.
3.
4.
ACE-Inhibitor, prostaglandin
Sepsis
Gagal
Renal
ginjal
ATN
vankomicin,
quinolon,
cephalosporin,
eritromisin,
etambutol,
Gagal
Renal
Kerusakan glomerulus
ginjal
Post
Pemeriksaan Fisik : tensi, nadi, turgor kulit, tekanan vena sentral, serta ada tidaknya
hipotensi ortostatik
Diagnosa Diferensial
Protenuria
Oliguri
Berat Jenis Urine
Sedimen Urine
Osmolaritas urine (mmol/L)
Na Urine (mmol / L)
BUN : creatinin (plasma)
GGA Prarenal
+++
1.020
Normal, hialin atau
GGA Renal
+
+++
1.002 1.012
Silender sel epitel
granular
> 500
< 20
> 10 : 1
< 350
> 20
< 15 : 1
Nilai CVP :
1
1
6
10
Cm H2O
mmHg
mmHg
mmHg
=
=
=
=
0,7 mmHg
1,3 cm H2O
7,8 cm H2O
13,6 cm H2O
cm H2O
..
cm H2O
- 13,6 cm H2O ..
cc
Loading cairan 100
cm H2O
cc
Loading cairan 50 cc
..............................
Hypovolemik
25
..............................
Normovolemik
>5
..............................
Hypervolemik
3. Regulaer insulin 10 unit IV diserta dg pemberian 1-2 ampul glukosa 40% atau
50%.
Bila terjadi asidosis metabolik berikan natrium bikarbonat 1 meq /kgbb bila kadar
bikarbonat < 15 meq /L.
Indikasi Hemodialisa :
1. Oliguri (urine output < 400 cc/24 jam atau < 5 cc /kgbb/24 jam)
2. Anuri selama 12 jam
Asidosis metabolik
Berikan natrium bilarbonat 1 meq / kgbb (40-80 meq /dL) bila kadar bilarbonat < 15
meq /L
Komplikasi
A. Metabolik
-
Asidosis metabolik
Hiperkalesmia
Hiponatremia
Hiperphospatemia
Hiperurisemia
Hipokalsemia
Hiphmagnesemia
Status katabolik
B. Kardiovaskuler
-
Perikarditis
Hipertensi
Disritmia jantung
C. Neurologik
-
D. Gastromtestinal
-
Perdarahan
E. Hematologik
-
Anenmia
F. Infeksi
-
Imunosupresa
II.
III.
IV.
Hipotensi adalah TDS < 90 mmHg atau penurunan TDS > 40 % dari nilai base line
tanpa ada penyebab lain dari hipotensi.
Epidemiologi
-
Etiologi
A. Infeksi
1.
Bakteri :
-
Bakteri anaerobik
Mikrobakterial
2.
Virus
-
CMV
Herpes
Hepatitis A,B, C
Virus Influensa
Dengue
3.
Jamur
-
Disseminated Candida
Blastomyces
Cocci diodes
Histoplasma
Aspergillus
Pneumocystis Carinii
4.
Parasit
-
Toxoplasmosis
Malaria
B. Non Infeksi :
1. Pankreatitis
Vital Sign :
1. Takikardi
2. Takipneu
3. Febris atau hipotermia
4. Hipotensi (pada tahap lanjut).
B.
Kardiovaskuler
C.
Neurologis
D.
Lain-lain