22010113210069
22010113210068
22010113210070
22010113210071
22010113210107
Stefanus Satria D
22010112220199
Mazidah Zulfa
Alifa Nasyahta R
Olfien Noer PKN
Alan Anderson B
Bobby Adi
22010114210063
22010114210066
22010114210067
22010114210070
22010114210083
Chandra
A. RINGKASAN
Seorang anak perempuan, usia 9 tahun rujukan dari poli anak dengan diagnosis
limfadenitis TB datang ke klinik kesehatan THT - KL RSUP Dr.Kariadi dengan keluhan
sejak usia 3 bulan tidur mendengkur, demam(+) naik turun. Dari pemeriksaan orofaring
didapatkan tonsil ukuran T3-3, kripte melebar, permukaan tidak rata.
B. TERMINOLOGI
1. Gembrebeg
DAFTAR MASALAH
Apa indikasi tonsilektomi pada pasien ini?
Apa diagnosis banding untuk tidur mendengkur?
Setelah terapi TB selesai dan tonsil mengecil, apakah tetap dilakukan tonsilektomi?
Mengapa rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek sulit dilakukan?
Apakah tonsil dapat mengecil setelah pengobatan TB?
Pada pasien ini apakah tonsillitis kronik dan limfadenitis TB berkaitan atau berdiri
sendiri?
7. Mengapa muncul detritus?
D. PEMBAHASAN DAFTAR MASALAH
1. Apa indikasi tonsilektomi pada pasien ini?
Ada 2 indikasi tonsilektomi, yaitu :
Indikasi absolut : abses peritonsil, fokal infeksi, hipertrofi, disfagia berat,
3. Setelah terapi TB selesai dan tonsil mengecil, apakah tetap dilakukan tonsilektomi?
Ya, karena indikasi pasien ini adalah indikasi absolut, jadi akan tetap dilakukan
tonsilektomi
4. Mengapa rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek sulit dilakukan?
Karena pada saat pemeriksaan pasien menangis sehingga tidak kooperatif terhadap
pemeriksaan
5. Apakah tonsil dapat mengecil setelah pengobatan TB?
Bisa ya bisa tidak. Tonsil dapat mengecil apabila benar hipertrofi tonsil yang terjadi
adalah karena limfadenitis TB. Tidak dapat mengecil apabila diagnosis tonsillitis
kronik berdiri sendiri tanpa ada hubungan dengan limfadenitis TB
6. Pada pasien ini apakah tonsillitis kronik dan limfadenitis TB berkaitan atau berdiri
sendiri?
Belum diketahui, tetapi dicurigai kedua hal tersebut saling berkaitan
7. Mengapa muncul detritus?
Pada tonsillitis kronik, jaringan tonsil akan membesar dan terbentuk jaringan ikat
sehingga pembuluh darah yang membawa obat ke permukaan tonsil terhalang. Hal ini
menyebabkan terjadinya penumpukkan bakteri di kripte-kripte tonsil
E. SASARAN BELAJAR
1. Diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
penunjang
Riwayat penyakit dahulu pasien
Palatal phenomena
Initial plan diagnosis
Pemeriksaan penunjang untuk TB tonsil?
Indikasi tonsilektomi
Diagnosis banding
Yang dicari
Yang didapat
tidur mendengkur
Tonsilitis TB : tonsila palatina Tonsila palatina
Fariritis TB : Dinding
posterior, arcus faring anterior,
dinding lateral hipofaring,
Onset
3 bulan SMRS
Kualitas
aktivitas sehari-hari
Kuantitas
Kronologis
Faktor Memperberat
Faktor Memperingan
Gejala Penyerta
terus-menerus
Sulit menelan
seperti biasanya
terus-menerus
Demam (+) ngelemeng,
Nyeri telan
(ngowoh)
Demam ngelemeng tidak
respon terhadap terapi
Berat badan tidak naik atau
penurunan berat badan yang
telah diberi tatalaksana gizi
tetap belum ada perbaikan
Batuk lebih dari 3 minggu
tidak respon terhadap terapi
Pembesaran kelenjar getah
bening (leher, ketiak, lipat
paha)
Pembengkakan tulang/sendi
Riwayat Penyakit Lain Riwayat TB di organ lain
Riwayat
batuk
lama
disangkal
Riwayat penurunan berat
badan disangkal
Riwayat sering nyeri telan
disangkal
Riwayat
demam
tanpa
penderita TB
Kebersihan rongga mulut
b. Pemeriksaan Fisik
Diperiksa
Aktivitas
Status gizi
Yang dicari
Kurang (lesu)
Kurang
Yang didapat
normoaktif
Buruk
BB : 25 kg
Usia : 9 tahun
BB/U : persentil 2550
Suhu
Paru
Limfe
Demam <38,5oC
Ronki basah halus
Pembesaran nnll (colli,
Afebris
Dalam batas normal
pembesaran nnll colli (-/+)
Anggota gerak
Tonsil
axilla, inguinal)
Gibus
>T1/>T1, permukaan tidak
Leher lateral
sekitar
warna livid)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Tes tuberculin
Rontgen thoraks
Yang dicari
Diameter >5mm
Gambaran pembesaran
Yang didapat
Test tuberkulin (+)
Dalam batas normal
gambaran milier
Ditemukan bakteri M.
BTA (-)
sangat kecil)
Granuloma sel epiteloid
kaseosa, sel datia langhans
BTA (+)
Hiperplasia reaktif
3. Palatal phenomena
Cara kita memeriksa ada tidaknya fenomena Palatum Mole yaitu dengan
mengarahkan cahaya lampu kepala kedalam dinding belakang nasofaring secara tegak
lurus. Normalnya kita akan melihat cahaya lampu yang terang benderang, kemudian
pasien kita diminta untuk mengucapkan iii.
Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap akibat gerakan
palatum mole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya lampu kepala tidak tegak
lurus masuk ke dalam dinding belakang nesofaring.
Setelah pasien mengucapkan iii, palatum mole akan kembali bergerak kebawah
sehingga benda gelap akan menghilang dan dinding belakang nesofaring akan terang
kembali.
Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien
mengucapkan iii dimana akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan
dinding belakang nesofaring berubah menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena
palatum mole negative apabila palatum mole tidak bergerak sehingga tidak tampak
adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nesofaring tetap
terang benderang.
Fenomena palatum mole negative dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu:
a. Paralisis palatum mole pada post difteri
b. Spasme palatum mole pada abses peritonsil
c. Hipertrofi adenoid
d. Tumor nesofaring: karsinoma nesofaring, abses retrofaring dan adenoid
4. Initial plan diagnosis
a. Histologi tonsil
b. Pengecatan BTA tonsil
c. Biopsi tonsil
d. PCR TB
e. Uji serologi
5. Pemeriksaan untuk TB paru selain biopsi
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan gejala
utama. Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau
pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh
Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau
gagal tumbuh.
2. Pemeriksaan fisis
Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat
menurut panjang/tinggi badan.
3. Pemeriksaan penunjang
Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif
pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk
atau baru menderita campak.
Endoskopi
Tes tuberkulin
X-foto thorax
Kultur dahak
Histologi tonsil
Pengecatan BTA tonsil
Biopsi tonsil
PCR TB
Uji serologi
Untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan
Tanda bahaya:
o Kejang, kaku kuduk
o Penurunan kesadaran
o Kegawatan lain, misalnya sesak napas
Foto dada menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura.
Gibus, koksitis
6. Indikasi tonsilektomi
drainase
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
b. Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten.
gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk
tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun
tidak mengancam nyawa,
Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun
bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap
memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:
a.
b.
c.
d.
Gangguan perdarahan
Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
Anemia
Infeksi akut yang berat
7. Diagnosis banding
Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai
berikut :
a. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran
semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang
yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer
antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat
dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi tiga
golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum
sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala
lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang
melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.
Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh,
misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi
kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan
submandibula membesar.
Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang
menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda
khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi
pembentukan
jaringan
ikat.
Sekuele
dari
gumma
bisa
Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian
menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan
ulseasi
dan
proses
supuratif.
Blastomikosis
dapat
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.ichrc.org/481-tuberkulosis-diagnosis
2. buk.depkes.go.id/index.php?option=com
3. http://reference.medscape.com/article/872119-overview#a04