PENDAHULUAN
Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom
nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai
dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan
fungsi renal yang normal1. Istilah sindrom nefrotik kemudian digunakan untuk
menggantikan istilah terdahulu yang menunjukan keadaan klinik dan laboratorik
tanpa menunjukan suatu penyakit yang mendasarinya.2,6,7
Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan
penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta
koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan
kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada
dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%.
Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema
dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai
20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid
umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik.2,6,7
Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada
glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah
sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik
dikarenakan etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta
histopatologinya.1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Sindrom Nefrotik (SN) ialah sekumpulan gejala yag terdiri dari proteinuri
massif (>50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (<2,5 gram/100 ml) yang
disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolesterolemia.1
1. Edema massif
2. Proteinuria
3. Hipoalbuminemia
4. Hiperkolesterolemia atau normokloesterolemia
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik
Idiopatik (SNI). Kelainan histologist SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang
tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal
Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).
Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy) disease. 1
2.2.
EPIDEMIOLOGI
Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5
kasus
per
100.000
anak.
Prevalensi
rata-rata
secara
komulatif
2.3.
KLASIFIKASI
International Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
telah menyusun klasifikasi histopatologik SNI atau disebut juga SN Primer
sebagai berikut: 1
Difus eksudatif
Fokal
Pembekuan crescent (bulan sabit)
Mesangial
Membranoproliferatif
4. Nefropati membranosa
5. Glomerulonefritis kronik
Dari kelima bentuk kelainan histologik SNI ini maka SNKM merupakan kelainan
histologik yang paling sering dijumpai (80%).
2.4.
ETIOLOGI
Nefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit
sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab. 1
1. Penyebab primer :
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan
histologik menurut pembagian ISKDC.
2. Penyebab sekunder, dari penyakit/kelainan:
Sistemik:
- Penyakit kolagen, seperti Systemic Lupus Erythematosus, Scholein-
Henoch Syndrome.
Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome
Penyakit keganasan: Hodgkins disease, Leukimia.
Infeksi:
- Malaria,
Schistosomiasis
mansoni,
Lues,
Subacute
tepung
sari,
Bacterial
gigitan
PATOGENESIS
Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu: 1
1. Soluble Antingen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga
terjadi reaksi antigen antibody yang larut (Soluble) dalam darah. SAAC ini
kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga
komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang
3
PATOFISIOLOGI
1. Edema
Edema merupakan gejala utama bervariasi dari bentuk ringan sampai
berat (anasarka) dan merupakan gejala satu-satunya yang Nampak. Edema
mula-mula Nampak pada kelopak mata teutama pada waktu bangun tidur.
Edema yang hebat atau anasarka sering disertai dengan edema pada genitalia
eksterna. Selain itu edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan
hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan
proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi
vena, prolaps rectum dan sesak napas dapat pula terjadi akibat edema anasarka
ini. 1
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori
underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan
edema terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat
kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang
intervaskular
keruangan
intersisial.
Penurunan
volume
intravakular
Kelainan
Glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemi
Tekanan onkotik koloid
plasma
Volume plasma
Retensi Na renal
primer
Volume plasma
Edema
Albuminuria Hipoalbuminem
a. Permeabilitas
kapiler
glumerulus
yang
meningkat
akibat
kelainan/kerusakan mbg.
b. Reabsorpsi protein di tubulus berkurang.
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria
yang terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang
lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapai 40mg/jam/m 2 luas permukaan
tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi
disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter
glomerulus.
Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi
glomerulus bergantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis
besar dapat diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein
berat molekul rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus
normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif
tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan
nefrotik sindrom, konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida
pada
3. Hipoproteinemia/hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia ialah apabila
kadar
albumin
dalam
darah
Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah <2 gram/100
ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar <1gram/100ml. 1
4. Hiperkolesterolemia
Disebut hiperkolesterolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/100 ml.
akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya
kolesterol saja yang meninggi tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi
dalam darah. Konstituen lemak itu adalah:
a. Kolesterol
b. Low Density Lipoprotein (LDL)
c. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
d. Trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100 ml)
Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat
albumin sebanyak-banyaknya.bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel
hepar juga akan membuat VLDL.dalam keadaan normal VLDL diubah
menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN, aktivitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak
bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan
pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya
protein kedalam urin. Jadi hiperkolesterolemia ini tidak hanya disebabkan oleh
produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.
2.7.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi;menurunnya nafsu makan,
malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan
urin berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di
intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada
rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat
akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum
ataupun labia mayor. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis
dan prolaps ani.2,6,7
mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa senter
tidak lagi dilakukan biopsy ginjal.
Pemeriksaan laboratorium:
1. Urin:
Albumin
Sedimen
2. Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
- Protein total menurun
(N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun
(N: 4-5,8 gm/100ml)
- 1 globulin normal
(N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- 2 globulin meninggi
(N: 0,4-1 gm/100ml)
- globulin normal
(N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N: 3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 gm/100ml)
- ureum, keratin dan klirens kreatinin normal
2.9.
KOMPLIKASI
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini
akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh.
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh4:
-
defisiensi protein,
Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae,
Escherichia coli,
Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas
sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis,
pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram positif
dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya peritonitis. 4
2. Syok: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gm/100ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
3. Kelainan koagulasi dan trombosis
Kelainan hemostatik ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada
kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang
pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism 1,2.
Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X
yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis oleh hati dan dikuti dengan
peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi kehilangan anti
trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma meningkat dan
konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam plasma 4.
Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari
dua mekanisme yang berbeda2:
a. Peningkatan permeabilitas glomerulus.
b. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor
jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler
11
pertumbuhan
linier;
terutama
apabila
dosis
melampaui
2.10.
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK
I.
12
6. Hiperlipidemia
13
AD/ID = 4 minggu
Stop
mg 1
5
Remisi
8
Remisi
14
AD
Relaps
Cara pemberian seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)
CD
Tap. Off
AD/ID
Stop
mg 1
4
Remisi
Remisi
CD imunosupresan + ID pred
(40mg/m/hr)
ID
pred
Remisi
15
Mingg
u
mgg
1
2
3
4
5
6
7
gbr 14. Protokol pengobatan Sindrom Nefrotik frequent relapser
R/8 minggu I
Non relapserInfrequent
(36%)
relapser
Frequent
(18%)relapser (39%)
Late responder (5%)
Late nonresponder (2%
16
Gbr 15. Skema hasil pengobatan SNKM sesudah 8 mgg pemberian kortikosteroid
Pada beberapa senter, bila tak terjadi remisi setelah 8 minggu pengobatan
dengan kortikosteroid diberi imunosupresi lain yang dikombinasi dengan
kortikosteroid intermittent day/alternating day 40 mg/m/hari selama 8 minggu,
sedangkan pada frequent relapser diberi imunosupresi continous day 8 minggu
bersama-sama dengan kortikosteroid 0,2 mg/kgBB/hari continous day selama 8
minggu.
Obat-obat imunosupresi:
1. Azathioprine (imuran)
: 3 mg/kgBB/hari
2. Cyclophosphamide (endoxan)
: 1-3 mg/kgBB/hari
3. Chlorambucil (leukeren)
: 0,1-0,2 mg/kgBB/hari
2.11.
PROGNOSIS
Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umumnya
bentuk
focal
Glomerulosclerosis
Membranoproliferative
BAB III
KESIMPULAN
Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom
nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai
17
Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologic tinggi dan
tinggi kalori. Protein 3-5 gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat
diberikan protein 1-2 gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100 kalori/kgBB/hari.
Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa endema diberi 1-2 gm/hari.
18
Hipovolemia
Hipokalemia
Alkalosis
Hiperuricemia
bentuk
focal
Glomerulosclerosis
Membranoproliferative
19
DAFTAR PUSTAKA
20