Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom
nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai
dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan
fungsi renal yang normal1. Istilah sindrom nefrotik kemudian digunakan untuk
menggantikan istilah terdahulu yang menunjukan keadaan klinik dan laboratorik
tanpa menunjukan suatu penyakit yang mendasarinya.2,6,7
Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan
penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta
koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan
kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada
dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%.
Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema
dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai
20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid
umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik.2,6,7
Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada
glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah
sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik
dikarenakan etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta
histopatologinya.1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Sindrom Nefrotik (SN) ialah sekumpulan gejala yag terdiri dari proteinuri
massif (>50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (<2,5 gram/100 ml) yang
disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolesterolemia.1

1. Edema massif
2. Proteinuria
3. Hipoalbuminemia
4. Hiperkolesterolemia atau normokloesterolemia
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik
Idiopatik (SNI). Kelainan histologist SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang
tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal
Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).
Sarjana lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy) disease. 1
2.2.

EPIDEMIOLOGI
Secara keseluruhan prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5
kasus

per

100.000

anak.

Prevalensi

rata-rata

secara

komulatif

berkisar15,5/100.000.3 Sindrom nefrotik primer merupakan 90% dari sindrom


nefrotik pada anak sisanya merupakan sindrom nefrotik sekunder. Prevalensi
sindrom nefrotik primer berkisar 16 per 100.000 anak. Prevalensi di indonesia
sekitar 6 per 100.000 anak dibawah 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan
perempuan berkisar 2:1. dan dua pertiga kasus terjadi pada anak dibawah 5
tahun.2,6,7

2.3.

KLASIFIKASI
International Collaborative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)
telah menyusun klasifikasi histopatologik SNI atau disebut juga SN Primer
sebagai berikut: 1

1. Minimal Change = Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal


2. Glomerulosklerosis fokal
3. Glomerulonefritis proliferative yang dapat bersifat:

Difus eksudatif
Fokal
Pembekuan crescent (bulan sabit)
Mesangial

Membranoproliferatif

4. Nefropati membranosa
5. Glomerulonefritis kronik
Dari kelima bentuk kelainan histologik SNI ini maka SNKM merupakan kelainan
histologik yang paling sering dijumpai (80%).
2.4.

ETIOLOGI
Nefrotik sindrom dapat bersifat primer, sebagai bagian dari penyakit
sistemik, atau sekunder karena beberapa penyebab. 1

1. Penyebab primer :
Umumnya tidak diketahui kausanya dan terdiri atas SNI dengan kelainan
histologik menurut pembagian ISKDC.
2. Penyebab sekunder, dari penyakit/kelainan:

Sistemik:
- Penyakit kolagen, seperti Systemic Lupus Erythematosus, Scholein-

Henoch Syndrome.
Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome
Penyakit keganasan: Hodgkins disease, Leukimia.

Infeksi:
- Malaria,

Schistosomiasis

mansoni,

Lues,

Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease.


Metabolic:
- Diabetes Mellitus, Amyioidosis
Obat-obatan/Alergen:
- Trimethadion, paramethadion, probenecid,

Subacute

tepung

sari,

Bacterial

gigitan

ular/serangga, vaksin polio.


2.5.

PATOGENESIS
Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya SN pada anak yaitu: 1
1. Soluble Antingen Antibody Complex (SAAC)
Antigen yang masuk ke sirkulasi menimbulkan antibody sehingga
terjadi reaksi antigen antibody yang larut (Soluble) dalam darah. SAAC ini
kemudian menyebabkan system komplemen dalam tubuh bereaksi sehingga
komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit yang
3

kemudian terperangkap di bawah epitel kapsula bowman yang secara


imunofloresensi terlihat berupa benjolan yang disebut HUMPS sepanjang
membrana basalis glomerulus (mbg) berbentuk granuler atau noduler.
Komplemen C3 yang ada dalam HUMPS inilah yang menyebabkan
permealibilitas mbg terganggu sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat
melewati mbg sehingga dapat dijumpai dalam urin.
2. Perubahan elektrokemis
Selain perubahan struktur mbg, maka perubahan elektrokemis dapat
juga menimbulkan proteinuria. Dari beberapa percobaan terbukti bahwa
kelainan terpenting pada glumerulus berupa gangguan fungsi elektrostatik
(sebagai sawar glumerulus terhadap filtrasi protein) yaitu hilangnya fixed
negative ion yang terdapat pada lapisan sialo-protein glomeruli. Akibat
hilangnya muatan listrik ini maka permeabilitas mbg terhadap protein berat
molekul rendah seperti albumin meningkat sehingga albumin dapat keluar
bersama urin.
2.6.

PATOFISIOLOGI
1. Edema
Edema merupakan gejala utama bervariasi dari bentuk ringan sampai
berat (anasarka) dan merupakan gejala satu-satunya yang Nampak. Edema
mula-mula Nampak pada kelopak mata teutama pada waktu bangun tidur.
Edema yang hebat atau anasarka sering disertai dengan edema pada genitalia
eksterna. Selain itu edema anasarka ini dapat menimbulkan diare dan
hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan
proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi
vena, prolaps rectum dan sesak napas dapat pula terjadi akibat edema anasarka
ini. 1
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori
underfilled dan teori overfille. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan
edema terjadi karena menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat
kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari ruang

intervaskular

keruangan

intersisial.

Penurunan

volume

intravakular

menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan


sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang reabsorbsi natrium
ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular juga merangsang pelepasan
hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan air dalam duktus
kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang
telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat
edema.

Kelainan
Glomerulus
Albuminuria

Hipoalbuminemi
Tekanan onkotik koloid
plasma
Volume plasma

Retensi Na di tubulus distal & sekresi


ADH
Edema

Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan


karena mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi
sistemik perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan
permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer
akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan

ekstraseluler. Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam


ruang interstisial.
Kelainan
Glomerulus

Retensi Na renal
primer
Volume plasma

Edema

Albuminuria Hipoalbuminem

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma


dan aldosteron sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut
tidak terdapat pada semua penderita Sindroma nefrotik. Sehingga teori
overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema pada sindrom
nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron
menurun terhadap hipovolemia.
2. Proteinuria
Ada dua sebab yang menimbulkan proteinuria: 1

a. Permeabilitas

kapiler

glumerulus

yang

meningkat

akibat

kelainan/kerusakan mbg.
b. Reabsorpsi protein di tubulus berkurang.
Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria
yang terjadi lebih berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang
lain. Jumlah protein dalam urin dapat mencapai 40mg/jam/m 2 luas permukaan
tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam. Proteinuria yang terjadi
disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada filter
glomerulus.
Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi
glomerulus bergantung pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis
besar dapat diterangkan bahwa, pada orang normal filtrasi plasma protein
berat molekul rendah bermuatan negatif pada membran basal glomerulus
normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif
tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan
nefrotik sindrom, konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida

pada

membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati


barier. Selain itu terjadi pula perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar
sehingga protein muatan netral dapat melalui barier.

3. Hipoproteinemia/hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia ialah apabila

kadar

albumin

dalam

darah

<2,5gram/100ml. pada SN kelainan dapat disebabkan oleh:


a. Proteinuria
b. Katabolisme protein yang berlebihan
c. Nutritional deficiency
Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme
protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme ini merupakan
faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari proteinuria. Pada SN
sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake.

Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah <2 gram/100
ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar <1gram/100ml. 1
4. Hiperkolesterolemia
Disebut hiperkolesterolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/100 ml.
akhir-akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya
kolesterol saja yang meninggi tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi
dalam darah. Konstituen lemak itu adalah:
a. Kolesterol
b. Low Density Lipoprotein (LDL)
c. Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
d. Trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100 ml)
Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat
albumin sebanyak-banyaknya.bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel-sel
hepar juga akan membuat VLDL.dalam keadaan normal VLDL diubah
menjadi LDL oleh lipoprotein lipase. Tetapi pada SN, aktivitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak
bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan
pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya
protein kedalam urin. Jadi hiperkolesterolemia ini tidak hanya disebabkan oleh
produksi yang berlebihan, tetapi juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.
2.7.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala awal dari sindroma nefrotik meliputi;menurunnya nafsu makan,
malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan
urin berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di
intraperitoneal (Asites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada
rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat
akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum
ataupun labia mayor. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis
dan prolaps ani.2,6,7

Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi


sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di
tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan terakumulasi
dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri.
Pada anak tekanan darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun
sekali saat berdiri (orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi.
Produksi urin dapat menurun dan renal faillure dapat terjadi jika terjadi kebocoran
cairan dari dalam pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal
berkurang. Biasanya renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tibatiba.
Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta
anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering
dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitan
dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus.
Hepatomegali dapat di temukan, hal ini dikaitkan dengan sinteis protein yang
meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan
atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut. 2,6,7
2.8.
DIAGNOSIS
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala kinik yang disebut
diatas tanpa gejala-gejala lain, oleh karena itu secara klinik SNKM ini dapat
dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM
dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umumnya: 1
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Anak umur 1-6 tahun


Tak ada hipertensi
Tak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortokosteroid baik sekali
Oleh karena itulah bila dijumpai kasus SN dengan gejala-gejala diatas dan

mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa senter
tidak lagi dilakukan biopsy ginjal.

Pemeriksaan laboratorium:
1. Urin:
Albumin
Sedimen

: kualitatif: ++ sampai ++++


Kuantitatif: > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa memakai reagens
ESBACH)
: oval fat diabetes: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak,
kadang-kadang dijumpai eritrosit, Leukosit, toraks hialin dan
toraks eritrosit.

2. Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
- Protein total menurun
(N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun
(N: 4-5,8 gm/100ml)
- 1 globulin normal
(N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- 2 globulin meninggi
(N: 0,4-1 gm/100ml)
- globulin normal
(N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N: 3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 gm/100ml)
- ureum, keratin dan klirens kreatinin normal
2.9.

KOMPLIKASI
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini
akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh.
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh4:
-

penurunan kadar imunoglobulin


kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun,
dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal.
Sedangkan kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada
kelainan pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM

cairan edema yang berperan sebagai media biakan.2

defisiensi protein,

penurunan aktivitas bakterisid leukosit,

imunosupresif karena pengobatan,

penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,


10

kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin


yang meng oponisasi bakteria tertentu.

Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria


tertentu seperti1 :
-

Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae,

Escherichia coli,

Dan bakteri gram negatif lain

Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas
sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis,
pnemonia, selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram positif
dan gram negatif dianggap penting untuk mencegah terjadinya peritonitis. 4
2. Syok: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gm/100ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
3. Kelainan koagulasi dan trombosis
Kelainan hemostatik ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada
kelainan glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang
pada kelainan minimal jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism 1,2.
Pada sindrom nefrotik terdapat peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X
yang disebabkan oleh meningkatnya sintesis oleh hati dan dikuti dengan
peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein. Terjadi kehilangan anti
trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma meningkat dan
konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam plasma 4.
Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari
dua mekanisme yang berbeda2:
a. Peningkatan permeabilitas glomerulus.
b. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor
jaringan monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler

11

glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan


agregasi trombosit.
4. Pertumbuhan abnormal
Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan
(failure to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia,
peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal
absorbsi karena edem saluran gastrointestinal.1,2
Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi
dan dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan
terhentinya

pertumbuhan

linier;

terutama

apabila

dosis

melampaui

5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat


pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi telah diketahui
bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau
eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui efeknya terhadap
somatomedin.

2.10.
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK
I.

Pengobatan umum: 1,3


1. Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologic tinggi dan
tinggi kalori. Protein 3-5 gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin
meningkat diberikan protein 1-2 gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100
kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa endema
diberi 1-2 gm/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal
ginjal.
2. Aktivitas: tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada
komplikasi. Bila edema sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka
aktivitas fisik tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Sebaiknya tanpa

12

aktivitas dalam jangka waktu yang akan lama akan mempengaruhi


kejiwaan anak.
3. Diuretik: pemberian diuretik untuk mengurangi edema terbatas pada anak
dengan edema berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal atau
obstruksi urethra yang diakibatkan oleh edema hebat ini. Pada beberapa
kasus SNKM yang disertai anasarka, dengan pengobatan kortikosteroid
tanpa diuretik ternyata edema juga menghilang. Metode yang lebih efektif
dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang dieresis dengan
pemberian albumin (salt poor albumin): 0,5-1 gm/kgBB selama 1 jam
yang disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kgBB/hari. Pengobatan
ini dapat diulangi setiap 6 jam bila perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah
diuretik jangka pendek seperti furosemid atau asam etaknnat. Pemakaian
diuretik yang berlangsung lama dapat menyebabkan
- Hipovolemia
- Hipokalemia
- Alkalosis
- Hiperuricemia
4. Antibiotik: hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi sekunder
5. Proteinuria dan hipoalbuminemia
-

ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung pada


dosis, lama pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan ACE
inhibitor dimulai dengan dosis rendah dan secara progresif

ditingkatkan sampai dosis toleransi maksimal.


Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia
sampai 50%, efek ini disebabkan karena menurunnya permeabilitas
kapiler terhadap protein, nenurunnya tekanan kapiler intraglomerural
dan atau karena menurunnya luas permukaan filtrasi. Indometasin
(150mg/hari) dan meklofenamat (200-300mg/hari) merupakan obat

yang sering dipakai.


n-3 asam lemak takjenuh (polyunsaturated fatty acid) dapat
mengurangi proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang
berarti.

6. Hiperlipidemia

13

Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin dan


simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada
sindrom nefrotik.
7. Hiperkoagulabilitas
Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya resiko
tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat dehidrasi, atau
saat pemberian kortikosteroid iv dosis tinggi.

II. Pengobatan dengan kortikosteroid:


Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang
sensitive terhadap kortikosteroid yaitu pada SNKM. Bermacam-macam
cara/protokol yang dipakai tergantung pengalaman dari tiap senter tetapi
umumnya dipakai cara yang diajukan oleh Internasional Collaborative Study
of Kidney Disease in Children (ISKDC, 1967). 1,3
PROTOCOL INTERNASIONAL COLLABORATIVE STUDY OF KIDNEY
DISEASE IN CHILDREN (ISKDC)
Serangan I
Prednisone 2 mg/kgBB/hari (maksimal 60-80 mg/kgBB/m/hr) selama 4
minggu (CD), bila tercapai remisi pada akhir minggu ke-4, diteruskan prednisone
dengan dosis /3 dosis CD selama 4 minggu dengan cara AD/ID. Bila tetap remisi
sampai minggu ke-8, dosis prednisone diturunkan perlahan-lahan (tapering off)
selama 1-2 minggu.
CD = 4 minggu
Tap. Off (remisi)

AD/ID = 4 minggu

Stop

mg 1

5
Remisi

8
Remisi

gbr 11.Protokol pengobatan Sindrom Nefrotik (serangan I)


CD
ID

: Continuous day: prednison 60 mg/m/hari atau 2 mg/kgBB/hari


: Intermittent day: prednison 40 mg/m/hari atau 2/3 dosis CD, diberikan 3

14

hari berturut-turut dalam 1 minggu


: pemberian prednison berselang-seling sehari.

AD

Relaps
Cara pemberian seperti pada serangan I, hanya CD diberikan sampai
remisi (tidak perlu menunggu sampai 4 minggu)
CD
Tap. Off

AD/ID

Stop

mg 1

4
Remisi

Remisi

gbr 12. Protokol pengobatan Sindrom Nefrotik relaps


Nonresponder: Tak ada respon sesudah 8 minggu pengobatan prednison
CD
pred

CD imunosupresan + ID pred
(40mg/m/hr)
ID
pred

Remisi

gbr 13. Protokol pengobatan Sindrom Nefrotik Nonresponder


setelah 8 minggu pengobatan prednisone tidak berhasil. Pengobatan selanjutnya
dengan gabungan imunosupresa lain (endoxan secara CD dan prednisone
40mg/m/hr secara ID).
Frequent relapse: initial responden yang relaps 2 kali dalam waktu 6 bulan
pertama
CD imunosupresan + CD prednisone 0,2 mg/kg/hr

15

Mingg
u

mgg

1
2
3
4
5
6
7
gbr 14. Protokol pengobatan Sindrom Nefrotik frequent relapser

diberikan kombinasi pengobatan imunosupresan lain dan prednisone 0,2


mg/kgBB/hr, keduanya secara CD.
Beberapa istilah yang perlu diketahui sehubungan dengan pengobatan:
- Respons : gejala-gejala klinik dan atau gejala laboratoris menghilang stelah
diberi pengobatan kortikosteroid dalam jangka waktu tertentu.
- Remisi : bila proteinuria negative selama >= 3 hari berturut-turut.
- Relaps : bila proteinuria positif selama >= 3 hari berturut-turut.
- Initial nonresponder : respon dalam waktu 8 minggu pengobatan prednison.
- Early relapser : initial responder yang relaps dalam waktu 8 minggu
pengobatan prednison.
- Infrequent relapser : initial responder yang relaps (1 kali) dalam waktu 6 bulan
pertama.
- Frequent relapser : initial responder yang relaps 2 kali dalam waktu 6 bulan
pertama.
- Late responder : initial nonresponder yang respons setelah 8 minggu
pengobatan prednison.
- Late nonresponder : initial nonresponder yang tidak respons lagi setelah 8
minggu pengobatan.
- Subsequent nonresponder : frequent relapser yang tetap alami relaps dalam
perjalanan penyaitnya.
- Steroid dependent : relaps bila dosis kortikosteroid diturunkan/dihentikan.
Dari penderita SNKM yang diambil dari senter Nefrologi Anak dari
berbagai Negara, ISKDC mendapatkan hasil sebagai berikut:
SNKM (100%)

R/8 minggu I

Initial responder (93%)

Initial noresponder (7%)

6 bulan (sesudah R/8 mgg)

Non relapserInfrequent
(36%)
relapser
Frequent
(18%)relapser (39%)
Late responder (5%)
Late nonresponder (2%

Subsequent Nonresponder (5%)

16

Gbr 15. Skema hasil pengobatan SNKM sesudah 8 mgg pemberian kortikosteroid
Pada beberapa senter, bila tak terjadi remisi setelah 8 minggu pengobatan
dengan kortikosteroid diberi imunosupresi lain yang dikombinasi dengan
kortikosteroid intermittent day/alternating day 40 mg/m/hari selama 8 minggu,
sedangkan pada frequent relapser diberi imunosupresi continous day 8 minggu
bersama-sama dengan kortikosteroid 0,2 mg/kgBB/hari continous day selama 8
minggu.
Obat-obat imunosupresi:
1. Azathioprine (imuran)
: 3 mg/kgBB/hari
2. Cyclophosphamide (endoxan)
: 1-3 mg/kgBB/hari
3. Chlorambucil (leukeren)
: 0,1-0,2 mg/kgBB/hari

2.11.

PROGNOSIS
Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umumnya

dengan kelainan minimal (SNKM) yang sensitive dengan kortikosteroid


mempunyai prognosis baik sedangkan SN dengan kelainan histipatologik lain
seperti

bentuk

focal

Glomerulosclerosis

Membranoproliferative

glomerulonephritis mempunyai prognosis kurang baik karena sering mengalami


kegagalan ginjal. 1
Dengan berkembangnya dialisis peritoneal, hemodialisis dan transplantasi
ginjal, maka penderita-penderita penyakit ginjal dengan gagal ginjal mempunyai
harapan hidup yyang lebih panjang dan lebih baik. 1

BAB III
KESIMPULAN
Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom
nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai

17

dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan


fungsi renal yang normal.2,6,7
Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada
glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder.
Prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak.
Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar 15,5/100.000.2,6,7
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori
underfilled dan teori overfille. Gejala awal pada sindroma nefrotik meliputi;
menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh
tubuh, nyeri perut, atropi dan urin berbusa.
Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan pada
deskripsi histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang
sebelumnya telah diketahui.2,6,7
Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang
didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk
pemeriksaan histopatologis1
Penatalaksanaan 1,3
-

Diet harus mengandung banyak protein dengan nilai biologic tinggi dan
tinggi kalori. Protein 3-5 gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat
diberikan protein 1-2 gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100 kalori/kgBB/hari.
Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa endema diberi 1-2 gm/hari.

Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.


Diuretik: pemberian diuretik untuk mengurangi edema terbatas pada anak
dengan edema berat, gangguan pernapasan, gangguan gastrointestinal atau
obstruksi urethra yang diakibatkan oleh edema hebat ini. Pada beberapa kasus
SNKM yang disertai anasarka, dengan pengobatan kortikosteroid tanpa
diuretik ternyata edema juga menghilang. Metode yang lebih efektif dan
fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang dieresis dengan
pemberian albumin (salt poor albumin): 0,5-1 gm/kgBB selama 1 jam yang
disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kgBB/hari. Pengobatan ini dapat
diulangi setiap 6 jam bila perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diuretik

18

jangka pendek seperti furosemid atau asam etaknnat. Pemakaian diuretik


yang berlangsung lama dapat menyebabkan
-

Hipovolemia
Hipokalemia
Alkalosis
Hiperuricemia

Prognosis SN tergantung dari kelainan histopatologiknya. Umumnya


dengan kelainan minimal (SNKM) yang sensitive dengan kortikosteroid
mempunyai prognosis baik sedangkan SN dengan kelainan histipatologik lain
seperti

bentuk

focal

Glomerulosclerosis

Membranoproliferative

glomerulonephritis mempunyai prognosis kurang baik karena sering mengalami


kegagalan ginjal.1

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Rauf, Syarifuddin. Sindrom nefrotik. Catatan Kuliah Nefrologi Anak. Bagian


Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS, Makassar 2002
2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO : Sindrom Nefrotik, Buku
Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004
3. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus Tatalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Edisi 2. Unit kerja koordinasi
nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012
4. Behram, Kleigman, Arvin. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. EGC
Jakarta 2000
5. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga, Jilid 2. Fakultas Kedokteran UI.
6. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrika. Edisi ketujuh. EMS
Erlangga Medical Series. Jakarta 2005.
7. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi
keenam. EMS Erlangga Medical Series. Jakarta 2007.

20

Anda mungkin juga menyukai