Masalah Yang Muncul Dalam Pemboran
Masalah Yang Muncul Dalam Pemboran
gilirannya dapat mengganggu kelancaran operasi. Masalah pipa terjepit ini biasanya
diklasifikasikan sebagai berikut :
4.1.1. Differential Pipe Sticking
Jenis jepitan ini terjadi oleh karena beberapa faktor. Faktor-faktor yang
menyebabkan differential pipe sticking adalah :
1. Beda tekanan hidrostatik dari kolom lumpur melebihi tekanan dari formasi
yang permeable.
2. Luas kontak antara rangkaian pipa dasar lubang bor dengan dinding lubang
bor. Bertambahnya ukuran rangkaian pipa dasar akan meningkatkan luas
kontak. Meningkatnya ketebalan Mud Cake akan meningkatkan luas
kontak, jika luas kontak bertambah maka akan semakin memperkuat jepitan
karena beda tekanan ini juga bertambah.
Gambar 4.1, menunjukkan gambaran skematis mengenai Differential Pipe
Sticking. Dari Gambar 4.1, didapat persamaan untuk menghitung differential force,
yaitu :
DF = (H s - P f ) x kontak area x faktor gesekan ...................................(4-1)
Dimana :
DF = Differential Force
Hs
= Tekanan formasi
Gambar 4.1.
Differential Pipe Sticking 10)
Dalam satuan lapangan persamaan (4-3) menjadi :
DF = (H s - P f ) psi x h(ft x 12 in/ft) x t (in) x f
DF = 12 (H s - P f ) x h x t x f .................................................................(4-4)
Besarnya gaya differential sangat sensitif untuk berubah terutama pada nilai
kontak area dan faktor gesekan, yang keduanya merupakan fungsi waktu. Semakin
lama pipa dibiarkan berada dalam keadaan statis, tebal mud cake akan semakin
meningkat. Demikian halnya dengan faktor gesekan yang akan meningkat dengan
semakin banyaknya air yang ditepiskan dari mud cake.
Gambar 4.2.
Perkembangan Differential Sticking Menurut Waktu
a) kondisi awal; b) setelah beberapa jam 10)
Gaya differential ini juga sangat sensitif untuk berubah daam hal besarnya
perbedaan tekanan (H s - P f ). Dalam operasi pemboran yang normal diusahakan
terdapat overbalance pressure antara 100 sampai dengan 200 psi (6.8 13.6 bar).
Kenaikan overbalance pressure yang tinggi dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai
berikut :
a. Kenaikan tiba-tiba dari berat lumpur pemboran yang akan meningkatkan
tekanan hidrostatik lumpur dan pada akhirnya akan meningkatkan besarnya
overbalance pressure.
b. Pemboran yang melalui reservoir yang terdepresi dan adanya regresi tekanan.
Regresi tekanan terjadi pada operasi pemboran pada saat gradien tekanan
formasi menurun sementara gradien tekanan lumpur pemboran tetap untuk menahan
tekanan formasi pada formasi batuan yang ada di atasnya. Gambar 4.2 menunjukkan
gambaran tentang keadaan yang mungkin terjadi pada saat awal terjadinya
differential sticking dan beberapa jam sesudahnya.
4.1.2. Mechanical Pipe Sticking (Jepitan Mekanis)
Pipa dapat terjepit secara mekanis apabila :
1. Keratan bor atau formasi yang mengalami sloughing menyumbat annulus di
sekitar rangkaian bor.
2. Rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam bridge atau tight
spot atau dasar sumur.
3. Ditarik masuk ke dalam lubang kunci (key seat).
4.1.3. Key Seat
Di dalam lubang yang mempunyai dog leg (perubahan sudut kemiringan
lubang secara mendadak dan berada pada formasi yang lunak), tool joint drill pipe
membuat lubang tambahan yang merupakan perluasan dari lubang utama yang dibuat
oleh bit, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.3. Selama operasi pemboran
berlangsung berat pada pahat yang diberikan melalui pipa bor mempunyai gaya
tegang (tension), untuk mendapatkan kondisi rangkaian pipa bor menjadi tetap lurus
atau vertikal. Selama pemboran, drill pipe selalu dijaga berada dalam keadaan tension
(tertarik) dan pada saat memasuki daerah dog leg, berusaha untuk menjadi lurus,
sehingga menimbulkan gaya lateral seperti ditunjukkan pada gambar 4.3. Gaya lateral
ini mengakibatkan sambungan drill pipe (tool joint) menggerus formasi yang berada
pada busur dog leg, dan menimulkan lubang baru sebagai akibat diputarnya rangkaian
pemboran. Lubang ini disebut Key Seat.
4.1.4. Tindakan Pencegahan
Pendekatan pencegahan terhadap problem differential pipe sticking adalah
dengan :
Pada key seat dan mechanical pipe sticking pencegahan dapat dilakukan dengan cara
melakukan pemboran lurus, menghindari pembelokan (perubahan sudut) mendadak
dan ekstrim melampaui kemampuan rangkaian pipa. Pemilihan bit yang sesuai dan
mereaming tight spot dapat mencegah trjadinya pipa terjepit.
Gambar 4.3.
Perkembangan Key Seat 10)
4.2. Shale Problem
Shale (serpih) adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh deposisi dan
kompaksi sedimen untuk waktu yang lama. Serpih ini komposisi utamanya adalah
lempung (clay), lanau (silt), air dan sejumlah kecil quart dan feldspar. Berdasarkan
kandungan airnya, serpih dapat berupa batuan yang kompak atau batuan yang lunak
dan tidak kompak, yang biasa disebut serpih lempung atau serpih lumpur. Serpih ini
juga dapat berada dalam bentuk metamorphic seperti slate, phylite dan mica schist.
Pemboran menembus lapisan shale memiliki pemasalahan tersendiri. Menjaga
agar shale tetap stabil, tidak runtuh atau longsor merupakan suatu masalah. Tidak ada
suatu cara yang pasti yang dapat diterapkan untuk semua keadaan. Untuk mengurangi
masalah ini biasanya pemboran dilakukan dengan memakai drilling practice serta
mud practice yang baik. Karena reruntuhan atau longsorannya shale ini, maka akibat
seterusnya yang dapat timbul antara lain :
-
Selanjutnya pada lapisan itu dibor, bisa terjadi tekanan lumpur lebih kecil
daripada tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini dapat mengakibatkan runtuhnya
dinding lubang bor pada waktu pemboran sedang berlangsung.
2. Mud Making Shale
Jenis lain adalah shale yang sangat sensitif terhadap air atau lumpur. Jenis ini
menghisap air (hidrasi), yang terutama adalah bentonotic shale. Cara menghadapi
shale jenis ini adalah pemboran dengan memakai cairan pemboran yang tidak
berpengaruh atau tidak bereaksi dengan shale. Jenis-jenis lumpur yang dipakai antara
lain : lime mud, gyp mud, calcium chloride mud, salt mud dan yang banyak dipakai
saat ini lignosufonate mud serta oil mud.
3. Stressed Shale
Shale jenis ini tidak banyak bereaksi atau berhidrasi dengan air, tetapi mudah
runtuh. Problem ini akan semakin besar bila lapisan miring dan ditambah lagi bila
menjadi basah oleh air atau lumpur.
4.2.2. Sebab-Sebab Shale Problem
Penyebab masalah shale ini dapat dikelompokkan dari segi lumpur maupun
dari segi drilling practice atau mekanis. Beberapa penyebab dari kelompok mekanis
antara lain :
-
shale berkaitan dengan dua masalah pokok, ialah tekanan formasi dan kepekaan
terhadap lumpur atau air filtrasi.
Lapisan shale tufa mempunyai sifat sangat komplek dam mudah runtuh jika
keseimbangan (konsentrasinya) terganggu oleh air tapisan lumpur bor yang masuk ke
dalam lapisan shale tersebut, sehingga hal ini menyebabkan yield strengthnya (gaya
tarik menarik) menjadi berkurang.
Kecenderungan lapisan shale untuk runtuh tergantung pada beberapa faktor,
antara lain :
-
Kadar clay dalam lapisan shale cukup tinggi (clay mudah mengembang bila
kena air tapisan).
dan keadaan fisisk yang bersangkutan. Karena clay merupakan material yang reaktif,
maka ion-ion yang ditambahkan pada reaksi kimia clay dan air sangat berpengaruh
terhadap sifat reaktifnya. Ion yang berubah dapat berupa ion positif maupun negatif.
Dalam hal ini dispertion clay karena thinner, adalah tambahan anion pada permukaan
clay (partikel clay). Misal Na dan Ca
penukarannya tergantung dari jenis kation yang ada dan konsentrasi kation yang ada
dan konsentrasi relatif kationnya. Misalnya kation-kation akan menggantikan tempat
satu dengan yang lainnya dalam konsentrasi yang sama sebagai berikut :
Al Ba > Mg > Ca > H > K > Na
Yang berarti bahwa Ca lebih mudah mengambil tempat Na daripada
sebaliknya. Penukaran ion-ion tergantung dari pH, temperatur dan kapasitas
materialnya. Dalam hal ini monmorollinite, makin cepat penukarannya. Tetapi makin
tinggi pH-nya, kelarutan Ca mengecil, maka demikian pula penukarannya
diperlambat, dalam hal ini :
Ca + NaOH
Ca (OH)2 + Na + OH
Gambar 4.4.
Struktur mineral clay 10)
Terlihat bahwa penambahan NaOH menaikkan pH dan sebagian Ca akan
mengendap karenanya.
Muatan listrik pada permukaan clay sangat penting. Suatu sistem dispersi
adalah dimana permukaan-permukaan clay menjadi muatan-muatan negatif yang
dominan, sehingga masing-masing partikel saling tolak-menolak. Sebaliknya pada
flukolasi, gaya tolak-menolak ini dinetralisir dan clay akan menggumpal dan
menjebak air bebas di dalamnya sebagai tambahan dari mengikat air sehingga sistem
kekurangan air dan viscositasnya naik, demikian pula gel strengthnya.
Tendensi
dari mineral clay untuk terbentuk kembali jika gaya tolak-menolak telah dinetralkan
merupakan sifat clay dan terutama terjadi karena pecahnya valensi pengikat, atau
muatan-muatan permukaan yang terbentuk karena grinding (penghancuran) dan
sirkulasi. Gaya-gaya ini dapat mengakibatkan flukolasi lumpur bila tidak dilawan.
Untuk menghilangkan material-material tertentu pada pengendapan, misalnya pada
pemboran melalui formasi gypsum atau anhydrite (CaSO4) akan terjadi kontaminasi
lumpur oleh ion calcium. Maka direncanakan pembuangan ion Ca dengan zat
kimia. Zat kimia ditambahkan sehingga bila berdisosiasi, ion negatif akan
berkombinasi dengan Ca untuk membentuk senyawa calcium yang tidak terlarut.
Maka Ca akan hilang dari larutan. Misalnya pada kontaminasi denganCaSO4 tadi,
umumnya ditambahkan soda abu (Na2CO3). Dengan mengabaikan reaksi lain
Na2CO3 + CaSO4
CaCO3 + Na2SO4
Tetapi karena Na2SO4 juga merupakan kontaminan yang akan tinggal dalam
larutan, maka bila formasi anhydrite yang dibor tebal, maka ion sulfat juga perlu
dihilangkan, dalam hal ini ditambahkan BaCO3.
BaCO3 + CaSO4
CaCO3 + BaSO4
CaCO3 + 2 NaOH
osmosis tergantung kepada perbedaan salinitas antara air formasi lapisan serpih dan
lumpur pemboran, proses ini dapat menghasilkan gaya adsorpsi maupun desorpsi.
Gaya adsorpsi timbul jika salinitas air formasi pada lapisan serpih lebih besar
daripada salinitas lumpur pemboran demikian pula sebaliknya.
Adsorpsi air oleh serpih biasnya akan menghasilkan dispersi dan swelling.
Dispersi terjadi bila serpih terbagi-bagi menjadi partikel-partikel kecil dan masuk ke
dalam lumpur pemboran sebagai padatan (solid). Swelling terjadi sebagai akibat
peningkatan ukuran dari mineral silika yang menyusun struktur lempung dan jika
tekanan swelling yang timbul ini meningkatkan hop stress di sekitar lubang bor
menjadi lebih besar daripada yield strength serpih maka destabilisasi lubang bor
terjadi. Destabilisasi lubang ini bentuknya adalah caving atau sloughing shale.
3. Faktor-Faktor Selain mekanis Dan Hidrasi
Shale problem telah dihubungkan dengan berbaagai macam faktor yang
mempercepat runtuhnya serpih kedalam lubang bor. Lapisan serpih yang miring
terbukti lebih mempunyai kecenderungan untuk runtuh dibandingkan lapisan serpih
horisontal. Hal ini dikarenakan selama proses adsorpsi air, ekspansi serpih terjadi
pada arah yang tegak lurus terhadap bedding plane yang pada akhirnya akan
menghasilkan runtuhan serpih yang lebih besar jika bagian ini miring dengan sudut
yang tinggi.
Proses runtuhan pada brittle shale (serpih getas) yang tidak mengandung
lempung aktif dijelaskan dengan adanya penembusan antara bedding plane dan
microfissure dari serpih. Hal ini akan menghasilkan tekanan swelling yang tinggi
yang memecahkan gaya kohesi iantara rekahan di permukaan yang menyebabkan
serpih ini akan terjatuh. Pada serpih yang abnormal atau geopressure, kandungan air
batuan lebih tinggi dibandingkan dengan normal. Sebagai tambahan, plastisitas serpih
menjadi tidak normal (tinggi) sebanding dengan berat overburden. Oleh karena itu,
jika pemboran menembus lapisan serpih yang abnormal, serpih ini akan masuk
kedalam lubang sebagai akibat adanya perbedaan antara tekanan formasi dan tekanan
hidrostatis lumpur.
formasi,
yang
akan
mengakibatkan
adanya
crack
(rekahan)
yang
memungkinkan lumpur mengalir ke dalamnya. Hilang lumpur ini terjadi jika besar
lubang pori lebih besar dari pada ukuran partikel lumpur pemboran. Pada prakteknya,
ukuran lubang pori yang dapat mengakibatkan terjadinya hilang lumpur berada pada
kisaran 0.1 1.00 mm. Pada lubang bagian permukaan, hilang lumpur atau hilang
sirkulasi dapat menyebabkan washout yang besar, yang dapat menyebabkan rig
pemboran yang digunakan menjadi ambles. Laju penembusan yang tinggi akan
menghasilkan keratan bor yang banyak dan bila tidak terangkat dengan cepat akan
dapat menyebabkan kenaikan densitas lumpur yang pada akhirnya akan menaikkan
tekanan hidrostatik. Kebanyakan perusahaan minyak membatasi laju penembusan di
Cavernous formation.
2. Cavernous Formation
Hilang lumpur ke dalam reef, grafel ataupun formasi yang mengandung
banyak gua-gua sudah dapat diduga sebelumnya. Gua-gua ini banyak terdapat pada
formasi batu kapur (limestone dan dolomite).
3. Fissure, Fracture, Faults
Ini merupakan celah-celah atau rekahan dalam formasi. Bila hilang lumpur
tidak terjadi pada formasi permeabel ataupun batuan kapur, biasanya ini terjasi karena
celah-celah atau retakan tersebut. Fracture ini dapat terjadi alamiah tetapi dapat juga
terjadi karena sebab-sebab mekanis (induced fracture). Hal ini dapat terjadi misalnya
karena penekanan (pressure surge) pada waktu masuk pahat, ataupun kenaikan
tekanan karena drilling practice yang tidak benar, misalnya tekanan pompa yang
terlalu tinggi, lumpur terlalu kental, gel strength terlalu besar. Dapat juga karena
perlakuan yang kurang sesuai, misalnya menjalankan pompa secara mengejut.
4.3.2. Penentuan Tempat Hilang Lumpur
Biasanya jika terjadi hilang lumpur selama dilakukan operasi pemboran, lost
circulation material (LCM) akakn disemprotkan sepanjang zona yang diduga menjadi
tempat hilang lumpur untuk mengatasinya.
Akan tetapi, pada kasus hilang lumpur yang parah, penentuan letak hilang
lumpur atau sering disebut thief harus ditentukan agar cara mengatasinya lebih
efektif. Ada beberapa metode yang telah terbukti berhasil digunakan dalam hal ini
antara lain :
Gambar 4.5.
Berbagai macam lost circulation 10)
Gambar 4.6.
Prinsip Temperature Survey 10)
4.3.2.2. Radioactive Tracer Survey
jenis formasi yang terdiri dari pasir porous dan gravel, serta kadang-kadang terjadi
pada batuan yang menganung rekahan (natural fracture dan induced fracture).
4.3.3.3. Complete Loss
Complete loss adalah lumpur tidak keluar kembali dari lubang bor. Dapat
terjadi pada formasi batupasir gravel, rekah secara alami (natural fracture) dan pada
formasi yang banyak terjadi rekahan.
4.3.4. Tindakan Pencegahan
Pengamatan menunjukkan bahwa sekitar 50 % dari hilang lumpur terjadi
karena induced fracture. Dalam hal ini hilang lumpur dapat terjadi dimanamana.Dengan demikian pencegahan lebih murah daripada mengatasi hilang lumpur
bila sudah terjadi. Hal yang perlu diingat untuk pencegahan antara lain :
-
Berat lumpur perlu dijaga agar tetap minimum, sekedar mampu mengimbangi
tekanan formasi. Serbuk bor yang ada di annulus juga mengakibatkan
penambahan berat lumpur. Jadi pembersihan lubang bor memegang peranan
penting.
Gel strength juga dijaga agar tetap kecil. Gel strength yang besar memerlukan
tenaga yang besar pula untuk memecah gel tersebut, yang dapat
mengakibatkan pecahnya formasi. Disarankan agar meja putar digerakkan
dulu sebelum menjalankan pompa, dan menjalankan pompa jangan mengejut.
Pada waktu masuk pahat, agar dihindari terjadinya pressure surge untuk
mencegah pecahnya formasi. Juga pada saat mencabut pahat agar dihindari
terjadinya swab.
Agar dipakai lumpur yang baik, stabil. Hal ini dapat mengurangi pengaruh
negatif lumpur.
Bila diperkirakan akan terjadi hilang lumpur, lumpur dapat ditambah dulu
dengan bahan penyumbat (LCM) yang lembut, misalnya 5 lbs/bbl walnut
shells, mica. Bahan penyumbat yang lembut ini dapat disirkulasikan dengan
lumpur dan dapat lewat mud screen.
-